Terpaksa Menikahi Driver Ojol...

By Alice_Gio

92.1K 1.3K 135

Bagaimana jika kamu tiba-tiba dipaksa menggantikan calon pengantin wanita yang kabur dihari pernikahannya? Ce... More

1. Itu Aku
3. Menang Banyak

2. Menikah Juga

4K 483 47
By Alice_Gio

"Bu, tunggu!" Aku menyela dengan nada sedikit tinggi. "Saya bukan calon pengantinnya. Saya tukang ojol yang mau mengantarkan pesanan Ibu. Ini bunganya." Kutunjukkan bunga mawar biru pesanannya.

Bu Wiratama mengembus napas. Dari kedua ujung bibirnya yang diturunkan, sepertinya dia marah. Dia lalu melihat Lincess dengan pandangan kecewa. "Kamu ini, Ncess."

"Maaf, Bu." Lincess hanya menunduk menanggapi kekecewaan Bu Wiratama.

Bu Wiratama kemudian mengalihkan pandangannya kepadaku. Sedikit ngeri sih tatapan matanya, tapi aku harus berani menghadapi demi terselesaikannya pekerjaanku.

"Berapa harga bunganya? Saya lupa," tanya Bu Wiratama.

Aku mengecek dan memastikan harga bunga itu dari ponselku. "Satu juta dua ratus dua puluh satu ribu plus ongkir."

Eh, kenapa dia?! Tiba-tiba Bu Wiratama menyambar buket bunga dari tanganku, lalu menjejalkan ke tempat sampah yang ada di samping pintu. Tindakannya membuatku tercengang selama beberapa saat. Sumpah, jantungku nyaris copot dibuatnya. Tidak hanya itu, aku juga panik. Bagaimana kalau setelah ini dia nggak mau bayar? Apa yang harus aku katakan pada Febby? Sial, Ibu-ibu ini bakalan merepotkanku.

"Kenapa bunganya dibuang, Bu? Ibu belum membayar—"

"Saya akan membayar dua puluh kali lipat jika kamu mau jadi pengantin dan bersanding di pelaminan dengan anak saya hari ini, di sini," potongnya membuatku terkejut untuk kedua kalinya.

Apa?! Ibu ini kayaknya "sakit" deh. Gila aja kalau aku harus jadi pengantin dadakan. Cuma dibayar 20 kali dari harga kembang lagi. Yang lebih parah, aku tidak tahu harus menikah dengan siapa. Hih, ogah!

"Bu Mira, saya sudah menghubungi agensi model untuk mengirimkan salah satu model mereka ke sini. Saya rasa anak ini tidak cocok—"

"Kita tidak punya waktu, Ncess." Bu Wiratama yang dipanggil Lincess dengan nama depannya memangkas ucapan Lincess dengan geram. "Anak ini saja. Cepat dandani dia."

"Tapi, Bu. Saya tidak mau jadi pengantin. Memang pengantin wanitanya ke mana? Kenapa saya yang harus menggantikannya?" Aku kekeh menolak tawaran Bu Wiratama.

"Berapa banyak uang yang kamu mau untuk menjadi pengantin sehari?" tantang Bu Wiratama tanpa menjawab pertanyaanku. "Asal kamu tahu, kamu itu cuma jadi pengantin di sini. Setelah acara selesai, selesai juga tugas kamu. Mau nyari ke mana duit sebesar dua puluh empat juta empat ratus empat puluh dua ribu rupiah dalam sehari?" lanjutnya.

"Saya tetap nggak mau, Bu," tolakku. Memang jadi sebuah dilema untukku. Jika dia membatalkan pesanannya, peformaku dalam kemitraan tidak terpengaruh. Namun, aku harus mengganti rugi kepada Febby karena bunganya sudah rusak. Duit dari mana? Dan jika aku sendiri yang membatalkan pesanan, maka aku akan kena sanksi dari perusahaan. Ibu satu ini memang tidak waras.

Kualihkan pandanganku ke arah pintu untuk menghindari tatapan penuh intimidasi Bu Wiratama. Tiba-tiba saja seorang pria baya bersetelan jas hitam membuka pintu dan masuk. Dia berjalan ke arah kami dan mengakhiri langkah di samping Bu Wiratama. "Ada apa ribut-ribut?"

"Dia tidak mau menggantikan Willow. Mama rasa tawaran Mama kurang menggoda," jelas Bu Wiratama kepada pria itu.

Itu sih bukan tawaran, tapi paksaan. Bisa-bisanya dia bilang cuma tawaran.

"Berapa yang Mama tawarkan?" tanya pria itu.

Bu Wiratama melirikku lalu menjawab pertanyaan pria yang kurasa adalah suaminya. "Dua puluh empat juta."

Pria tua yang masih kelihatan gagah itu memandang ke arahku. Ups, tatapannya mencurigakan. Mau ngomong apa ya dia?

"Saya Surya Wiratama, suaminya Bu Mira. Saya akan tranfer seratus juta sekarang dan tidak ada penawaran lagi. Oke? Deal?"

Betul dugaanku kalau pria itu suaminya. Segampang itu dia mau membayarku seratus juta? Dasar "sultan"! Uang segitu banyaknya kayak mainan.

"Udah terima aja," bujuk Lincess. "Seratus juta zaman now, mau cari ke mana? Cewek lain jual keperawanan juga nggak bakal dapet segitu. Kamu cuma jual status aja pake mikir lama. Lumayan lho, buat biaya tambahan atau modal usaha. Kamu nggak mau selamanya jadi driver ojol, 'kan?"

Seratus juta memang menggoda, tapi akhirnya statusku bakal jadi janda. Huft! Memang bukan pilihan yang mudah.

Di tengah rasa panik dan bingungku, pria tampan yang sedari tadi duduk bersedih di sudut ruang tiba-tiba menghampiri. "Ma, Pa. Sudahlah. Batalkan saja acara ini. Aric akan segera mengundang wartawan untuk konferensi pers. Aric nggak mau melanjutkan sandiwara pernikahan ini."

Eits, tunggu dulu sodara-sodara! Jadi, pria ganteng maksimal ini yang bakal jadi pengantin prianya? Yeaaay, menang banyak dong aku! Suami tampan plus rekening mengembang. Ya, meskipun hanya sehari, tapi duitnya lumayan juga.

"Bu—"

"Diam dulu kamu." Bu Wiratama mencegahku berbicara. Dia kemudian menatap pria tampan yang mungkin saja anaknya. "Enak aja mau dibatalkan. Kamu yang minta pernikahan kamu dan Willow disegerakan, tapi akhirnya jadi begini. Kamu mau bikin malu Mama dan Papa? Apa yang harus Mama dan Papa katakan kepada kolega-kolega kita nanti? Dari awal juga Mama nggak suka kamu pacaran sama si Willow. Begini nih. Seenak jidatnya aja dia membatalkan pernikahan. Dia dan orang tuanya memang nggak punya etika. Membatalkan pernikahan pas di hari H. Lewat telepon lagi. Dasar nggak punya sopan santun!"

"Sabar, Ma." Pak Surya memegang pundak istrinya berusaha menenangkan. Dia lalu menatapku. "Mana KTP kamu?"

"K-KTP? Buat apa, Pak?"

"Kamu kan mau menikah dengan anak kami. Kami butuh identitas kamu untuk proses pernikahan ini."

"Yang benar saja sih, Pa? Masa Aric mau dinikahkan dengan tukang ojol. Nggak ada cewek lain lagi apa? Duit seratus juta bisa bayar model cakep buat jadi pengantin pengganti. Cewek beginian nggak ada kelas."

Kata-kata cowok yang menyebut dirinya sendiri Aric itu sungguh menggemaskan. Menggemaskan tinjuku. Muka sih oke di atas rata-rata, tapi cara bicara dan caranya menilai orang berada di level minus. Ah, kepengen ditampol juga nih cowok.

"Heh, lo pikir gue mau nikah sama elo. Sori, mori, dori, stoberi, ya! Biar kata gue cuma tukang ojol, gue nggak tertarik sama duit yang elo semua tawarkan. Duit yang didapetnya cepet, habisnya juga cepet. Gue lebih menikmati duit dari hasil kerja keras gue sebagai tukang ojek. Dan pemahaman lo tentang cewek berkelas, kayaknya perlu direvisi. Jaga mulut lo!" Bodo amat mau disebut tidak sopan, barbar, atau apa pun. Berani menyinggung harga diriku, ya harus siap berhadapan denganku. Aku segera berbalik dan melangkah ke tempat sampah. Kuambil lagi buket mawar biru yang sudah berantakan. "Permisi!"

"Hei, mau ke mana kamu?" Bu Wiratama menahan tanganku.

"Saya mau balikin bunga ini ke toko bunga."

"Bunganya sudah rusak. Buang aja."

"Nggak bisa. Saya harus bertanggung jawab kepada toko karena pemesan tidak jadi membayar. Jadi, saya harus mengembalikan bunga ini meskipun sudah rusak."

"Kalau bunganya rusak, berarti kamu harus ganti dong. Penjualnya tidak mungkin menerima barangnya kembali yang telah rusak."

"Itu risiko saya, Bu. Karena ulah customer yang tidak bertanggung jawab, tidak hanya sekali saya mengalami hal kayak gini. Customer kayak gitu bisanya nyusahin orang susah doang." Aku tidak peduli si Ibu "sultan" ini bakalan tersinggung oleh kata-kataku. Toh, dia yang mulai duluan dengan membuang bunga ini tanpa mau membayar. Sekalinya ditawari bayaran besar, aku harus mengerjakan pekerjaan tambahan sebagai pengantin. Gila!

"Berapa nomer rekening kamu? Saya mau membayar pesanan saya. Kasihan, kamu orang susah. Nanti malah tambah susah," kata Bu Wiratama sambil melihatku dengan pandangan mencemooh.

Nah, dia ngerti juga kalau aku orang susah. Dari tadi kek bayar. Nggak bakal ada salah paham, tawar menawar jadi pengantin, dan lain sebagainya.

"Pa, bayar dia. Ponsel Mama ketinggalan di ruang make up," titahnya pada Pak Surya.

Aku pun segera menyebutkan nomor rekeningku sementara Pak Surya memainkan jemarinya di atas layar ponselnya.

"Sudah. Silakan dicek," tutur Pak Surya.

Tidak sabar ingin segera pergi dari tempat yang bikin emosiku nyaris meledak, aku segera mengecek saldo rekeningku melalui Internet Banking. Ya, Allah! Apa ini? Kenapa jumlah digit-nya banyak banget?

"Pak, i-ini kebanyakan," kataku dengan gugup.

"Itu pembayaran bunga dan bayaran buat kamu sebagai pengantin wanita untuk anak kami."

"Apa?!!!" Dadaku tersentak oleh penjelasan Pak Surya. Sial, aku sampai kesulitan untuk mengambil napas.

"KTP kamu?" Pak Surya meminta kembali KTP-ku.

"Ayo, berikan!" Paksa Lincess sambil menyenggol bahuku dengan lengannya. "Ingat, sudah lunas."

Sialan. Ini sih namanya jebakan Batman. Satu lawan banyak. Mau tidak mau, akhirnya aku memberikan KTP-ku kepada Pak Surya. Pria itu kemudian menghubungi seseorang melalui ponselnya dan bilang, "Ganti semua nama pengantin perempuannya jadi Deandra Safitri. Pakai "F" bukan "V"."

"Ncess, dandani dia sekarang," titah Bu Mira kemudian.

Lincess langsung menyambar tangan dan membawaku ke sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, tapi tidak sempit juga. Di dalam sini ada kaca-kaca besar dan sofa panjang berwarna putih. Di sudut lain ada gantungan pakaian yang sepertinya pakaian pengantin. Aku kemudian diminta duduk di kursi berkaki besi di depan kaca dengan bingkai ukiran berwarna emas. Dalam waktu kurang dari satu jam, Lincess dan dua asistennya berhasil menyulapku menjadi seseorang yang tidak kukenal. Aku terkejut bukan kepalang melihat bayangan diriku di cermin. Ini aku? Beneran aku? Ya Allah, aku cantik banget. Pekerjaan Lincess emang keren. Enyak pasti tidak akan mengenaliku kalau aku pulang dengan make up seperti ini.

"Sudah beres ...." Bu Mira bengong di hadapanku. Wajahnya yang muram tampak sedikit bersinar. "Wow! Kerja kamu memang nggak kaleng-kaleng, Ncess. Bagus. Ayo cepat bantu dia mengenakan pakaiannya!"

"Baik, Bu." Lincess tersenyum bangga setelah mendapat pujian dari bosnya.

Bu Mira duduk di sofa sambil memperhatikanku mengenakan pakaian pengantin, kebaya putih yang tampak kerlap kerlip oleh permata, entah permata apa, dan kain jariknya.

"Oke. Kamu dengerin saya baik-baik, ya," katanya kemudian.

Aku mengangguk mengiakan.

"Setelah masuk ke ballroom, kamu tidak boleh memanggil saya Ibu. Panggil saya Mama dan panggil suami saya Papa. Kalau ada yang menanyakan orang tua kamu, bilang saja mereka sedang berada di luar negeri. Ah, tapi semoga saja tidak ada yang menanyakannya. Saya sudah minta WO mengatur agar akad ini dipersingkat. Hari ini no pesta-pesta. Hanya akad saja," lanjut Bu Mira.

"Iya, Bu."

Bu Mira pun meninggalkan ruangan setelah itu. Selesai mengenakan kebaya pengantin, Lincess membawaku ke tempat acara pernikahan akan dilangsungkan. Selama aku didandani, ternyata para tamu sudah berdatangan dan mungkin ada acara sambutan yang mengawali acara akad nikah ini. Kulihat beberapa staf wedding organizer sibuk wara-wiri. Sementara itu, tidak sedikit tamu yang berbisik-bisik melihatku saat aku melintas ke tempat khusus untuk akad nikah yang berada di bawah panggung pelaminan. Entah apa yang mereka bicarakan, tapi sepertinya mereka terkejut melihat pengantin wanita yang berbeda.

"Sini, Sayang." Bu Mira yang lebih dulu berada di tempat itu menggandeng tanganku dan memintaku untuk duduk di samping tempat duduk anaknya. Akting wanita ini sungguh natural. Dia tersenyum manis dan memperlakukanku dengan sangat hati-hati sepertinya aku ini boneka porselen yang mudah pecah. "Kamu cantik banget," katanya pelan.

Entah itu pujian yang sebenarnya atau hanya sekadar pencitraan di depan khalayak umum agar kami terlihat akrab, aku tidak tahu, tapi aku senang dengan sanjungan itu. Namun, ada satu hal yang membuatku jengkel. Aric justru memandangku sinis. Dasar pria menyebalkan.

"Ingat, ini bukan cerita novel atau sinetron. Kita hanya pura-pura. Jangan mimpi saya bakalan jadi suami kamu beneran," tandas Aric sesaat setelah kududuk di sampingnya.

Emang benar-benar kepengen ditampol nih cowok. "Najis buat gue punya laki kayak elo. Ganteng doang, cara mikir lo sempit kayak kuburan orang pelit."

Eh, Aric memelototiku. Tersinggung ya, Bang?

=======

Segini aja dulu yak.
Jangan lupa kasih hadiah vote dan comment buat cerita ini..😊


Continue Reading

You'll Also Like

985K 96.7K 26
Karmina Adhikari, pegawai korporat yang tengah asyik membaca komik kesukaannya, harus mengalami kejadian tragis karena handphonenya dijambret dan ia...
7.2M 350K 75
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
251K 707 7
Vote masa cuma sange aja vote juga lah 21+
636K 45.5K 40
Adhitama Malik Pasya pernah menikah dengan gadis belia. Satu bulan pernikahan, lelaki itu terpaksa bercerai dari istrinya. Tujuh tahun berlalu, ia t...