Kala Langit Abu-Abu (TERBIT)

By pramyths

726K 121K 12.7K

BEBERAPA CHAPTER SUDAH DIHAPUS "Tuhan, bila cinta ini tak bisa Kau satukan, mengapa Kau biarkan rasa ini teta... More

PROLOG
You Know Who
The Day He Say "Hi!"
The Day I am Falling In Love
The Day He Broke My Heart
Koridor Baper
Cowok Cantik
Kita Bisa Berteman?
Kesialan Beruntun
Frienemy
Apriori vs Aposteriori
Like Somebody That I Used to Know
Raja Plot Twist
Das Man
Family Emergency
Deus Ex Machina
Farewell
New Document
Loving by Doing
Pandora Box
Story of the story
Arus Balik
Let it Go
Epilog
Bang Yos Segera Terbit!
Pre Order Dimulai!

Seperti Patah Hati (Lagi)

23.2K 4.8K 441
By pramyths

Tentunya sangat sangat berlebihan kalau aku berpikir Yos sedang bersikap romantis karena dia naksir padaku. Karena dia tidak menyetujui kata-kata Langit untuk menjauhiku karena dia sudah berhasil move on dari Lintang.

Benar saja. Setelah membuatku terdiam dengan mulut terbuka, mungkin menuju pipi merona malu-malu meong, Yos melanjutkan.

"Ya gimana gue bisa jauh-jauh dari lo kalau kita harus latihan pentas tiap hari?"

Bunga-bunga di hatiku langsung berguguran seperti sakura di Jepang. Dasar drama korea sialan! Gara-gara keseringan nonton drakor, jiwa romantisku sering susah dikontrol dan terkadang memalukan. Kalau diempas realita gini kan jadi berlipat-lipat repotnya!

Yah, tidak apa-apa sih. Aku bahkan tidak terlalu sakit hati setelah tahu bahwa Yos tidak bisa dimiliki. Aku hanya kecewa karena tadinya dia kuanggap sebagai calon pacar yang sempurna.

Yos masih menyebalkan. Meski aku diizinkan berlama-lama di tempat tongkrongannya, Yos tetap ogah mengantarku pulang ke kosan. Saat aku coba-coba berhadiah dengan mengeluh bahwa sayang sekali bila aku harus naik ojol, Yos malah berbaring di sofa dan tidur. Ugh! Bahkan berhari-hari setelahnya sikapnya tidak berbeda. Tetap saja datar dan malas-malasan. Perilakunya itu seolah menganggapku sebagai hama tanaman yang harus disemprot dengan pestisida.

Tapi bagaimana pun juga, hari itu cukup senang dan terhibur karena bisa mengenal Yos sedikit lebih baik meski sikapnya masih saja amit-amit. Dan, yah, oke. Mengenal Langit dari sisi yang lain, yang tak dia ceritakan padaku.

***

Dua bulan yang lalu, mungkin aku akan sujud syukur kalau bisa satu kelompok dengan Langit. Mungkin aku juga akan membuat Donna dan Maya ilfil karena bersikap lebay setiap ada kumpul kelompok. Aku harus memastikan untuk pakai baju yang bagus dan membuatku terlihat lebih kurus. Mungkin aku juga akan bela-belain belajar rajin, supaya aku terlihat pintar saat diskusi. Lalu aku akan sangat semangat 45 untuk berangkat ke kampus setiap harinya.

Tapi sekarang kudapati diriku sedang frustrasi di Cheesy Romance. Curhat habis-habisan pada Desta karena Maya dan Donna sudah bosan menjadi tempat sampahku. Sebentar lagi kelompokku di kelas Filsafat Seni harus kumpul untuk diskusi tentang tugas kelompok kami. Aku masih sebal pada Langit, jadi aku suuuuuuuuuper malas berangkat.

"Ra, mumpung gue inget nih, lo masih butuh kerjaan?" tanya Desta saat aku berhenti sejenak dari curhatku.

"Masih," jawabku cepat. "Ada kerjaan buat gue?"

Meskipun honor mengajar Ann lumayan tinggi, aku tidak menolak kalau ada kesempatan untuk mendapatkan uang lainnya.

Desta mengangguk. "Bulan depan Olie resign karena mau fokus skripsi." katanya, menyebutkan salah satu pegawainya yang bertugas menjadi pramusaji. "Kalau lo mau, lo bisa gantiin dia. Part time aja. Lo shift sore sampai malam gitu. Mau nggak?"

"Mau banget!" Aku mengangguk antusias. "Ya lo tahu kan bang jam kuliah gue. Jam 4 an gitu udah bisa ke sini kok. Eh tapi kalau Rabu gue bisanya malam. Sore ngajar dulu di Cikini."

"No problem. Toh kita di sini part time bayarannya per jam."

"Bulan depan kan ya?" tanyaku lagi.

"Yes, start bulan depan."

Untung saja. Karena bulan ini aku masih harus latihan dengan Yos dan anak-anak lainnya untuk acara Dies Natalis di akhir bulan ini.

Kutatap jam tanganku. Tinggal 10 menit lagi dari wakti janjian dengan kelompok Filsafat Seni. Kalau mau datang tepat waktu, harusnya aku sudah jalan dari 20 menit yang lalu. Kuhela napas panjang, dan kuhabiskan lemon tea milikku, sebelum pamit ke Desta untuk kembali ke kampus.

"Good luck, Rara!" Teriak Maya di balik meja kasir. "Stay strong and keep insane ya! Banyak-banyak baca ayat kursi supaya nggak tergoda bujuk rayu syaiton."

Aku hanya bisa melotot sebal, dan Maya mengikik, tertawa di atas penderitaanku.

Aku berjalan kaki ke kampus. Sengaja kecepatanku di titik minimum, karena aku tidak ingin buru-buru sampai di sana. Di WA group kelompok, Feb sudah berkoar-koar menanyakan aku ada di mana. Kujawab singkat: otw.

Tapi sepelan apa pun aku berjalan, akhirnya aku tiba di sana juga. Kami janjian di kansas, yang sore ini terlihat tidak terlalu ramai. Formasi sudah lengkap, agaknya memang aku yang paling terlambat. Pantas saja Feb jadi cerewet begitu.

Tugas kelompok kami ada dua. Pertama, membaca materi tentang konsep seni dari Charles Dickie dan mempresentasikannya di depan kelas. Hanya membaca textbook dan membuat rangkuman, sekilas hal ini terlihat mudah. Tapi kalau bicara text filsafat semuanya berbeda. Kadang aku butuh waktu dua jam untuk memahami satu paragraf saja. Jujur saja, aku lebih suka pe er 50 soal pilihan ganda seperti di bangku SMA dibanding tugas baca ini.

Tugas yang kedua adalah membuat apresiasi karya seni di mana kami harus memilih satu karya seni untuk dibedah dengan teori yang kami pilih sendiri. Sulit memang. Tapi sejak aku tercebur di jurusan Filsafat, memang nggak ada tugas yang gampang sih.

Ada sekitar 50 halaman text asli berbahasa Inggris yang harus kami baca dan pahami. 50 halaman itu terbagi menjadi beberapa sub bab lagi. Sebagai ketua kelompok terpaksa--karena yang lain tak ada yang mau menjadi volunteer--Feb membagi-bagi tugas.

"Aryani sama Lila ngerjain yang sub bab pertama ya. Bang Langit sama Rara sub bab kedua...Ra, nggak usah protes!" potong Feb bahkan saat aku baru saja membuka mulut. "Gue udah volunteer ngerjain satu sub bab sendiri nih! Kalau mau tukeran, ayok aja!" dengusnya.

Aku mati kutu. Dan juga malu. Kok bisa sih Feb menebak isi pikiranku dengan sangat jitu? Katanya kan cowok itu makhluk nggak peka? Tapi mengerjakan satu sub bab sendiri? Jelas aku ogah!

"Feb, lo tukeran sama gue aja," kata Langit tiba-tiba.

Aku menatapnya, tapi Langit tidak menatapku.

"Lo sama Raira ngerjain sub bab 2, biar gue yang sub bab 3," kata cowok itu lagi.

"Serius lo, bang?" tanya Feb tak yakin. "Sendirian nggak apa-apa? Ada lima belas halaman sih sub bab 3."

Langit mengangguk. "Yes, nggak apa-apa. Gue lebih nyaman kerja sendiri."

Feb menatap Langit curiga, lalu menatapku dan mengerutkan dahi. Tapi kemudian cowok itu mengedikkan bahu.

"Yo wes, kalau gitu kita ngerjain sub bab 2 bareng-bareng ya, Ra," putus Feb.

Aku masih menatap Langit. Tapi cowok itu sama sekali tidak menatapku. Aku tahu pasti, itu tadi hanya alasan. Langit hanya menghindari aku. Di sini, entah bagaimana, emosiku terpantik begitu dahsyat. Bisa-bisanya dia bersikap seperti itu setelah masalah yang dia buat saat aku bersama Joshua kemarin. Bisa-bisanya dia mengabaikanku?? Menolakku?? Kalau ada yang boleh menolak, itu harusnya aku kan?? Tapi emosi ini...alih-alih marah, aku justru merasa sedih dan sakit. Melihat Langit yang sibuk menggulir ponsel, membuatku merasa tertolak. Nggak diinginkan. Seperti disingkirkan  begitu saja. Aku seperti...bertepuk sebelah tangan dan patah hati lagi.

Aku tidak bisa menahan diriku lebih lama. Jadi dengan alasan mau ketemu teman, aku langsung izin pergi duluan saat diskusi selesai. Sepanjang perjalanan pulang ke kos, air mataku berderai seperti orang sinting. Aku sendiri tak mengerti sedang apa aku ini.

Tapi cobaanku hari itu belum selesai. Sepuluh menit aku sampai di kosan, satu notifikasi chat masuk ke WAku. Dari Joshua.

Rara, lagi di kosan? Gue ada di depan kosan lo nih. Nonton yuk? :))

Mendadak bulu kudukku meremang. Aku sedang tak ingin bertemu dengan Joshua. Bukan karena kata-kata Langit dan Yos, tapi karena menurutku Joshua sudah mulai horor. Dari mana dia tahu indekosku?? Sampai kapan dia akan ngotot mengajakku nonton begitu?? Rasanya dia bukan mengajak, tapi memaksa. Rasanya aku seperti dikejar-kejar debt collector. Atau stalker? Entahlah.

Di tengah kepanikan, aku berusaha berpikir cepat mengingat temanku yang bisa dimintai tolong. Aku memikirkan Maya atau Desta, tapi lokasi mereka cukup jauh dan butuh banyak waktu untuk tiba di sini. Donna apa lagi, karena dia tinggal di Bekasi. Aku teringat Yos. Ah, kurasa dia lah pilihan yang masuk akal. Lokasinya dekat dari sini.

Dengan penuh harap, aku menelepon si manusia goa dan minta tolong padanya supaya datang ke kos pura-pura menjemput untuk latihan sehingga aku punya alasan untuk menolak Joshua. Tapi seperti biasa, Yos hanya menjawab teleponku malas-malasan dan berkata kalau aku harus mengatasi masalahku sendiri karena aku mengganggu tidurnya. Sebelum memutuskan sambungan. Sial!

Joshua mengirim chat lagi. Kali ini aku tidak membacanya. Namun cowok itu mulai menelepon, dan aku semakin panik. Masa aku harus menelepon Langit??

***

Tentu saja aku nggak menelepon Langit. Yang bener aja! Setelah tadi dia menolak kerja sama denganku, aku tak semurahan itu minta tolong padanya. Sampai mati pun aku tak akan melakukannya.

Kuputuskan untuk menghadapi Joshua seorang diri. Atau mungkin kuterima saja ajakan nontonnya supaya dia berhenti mengejar? Aku tinggal memilih lokasi yang ramai sehingga bisa langsung minta tolong kalau dia mau macam-macam. Ah, nanti aku berimprovisasi saja.

Setelah cuci muka, dan putus asa melihat sembab di wajahku yang tak tertolong lagi, aku memutuskan keluar kamar. Land Rover putih itu langsung terlihat mataku, sementara pemiliknya berdiri menyandar di badan mobil dengan posisi menyamping. Tidak melihatku karena sibuk menatap ponselnya.

Aku berpapasan dengan dua cewek anak kosan yang berbisik-bisik dengan heboh memuji ketampanan Joshua. Serta kasak-kusuk bertanya sedang apa Joshua di sini. Aku juga mendengar mereka bilang bahwa siapa pun yang dijemput Joshua di kosan ini adalah cewek paling beruntung di dunia. Sumpah mati, sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa mereka bisa menggantikan posisiku saat ini, free. Tanpa dipungut biaya sepeserpun.

Sekali lagi aku menghela napas panjang, dan menyapanya. Joshua menoleh, lalu tersenyum lebar. Tapi senyumnya menghilang saat melihat wajahku.

"Lo kenapa, Ra?" tanyanya cemas. "Habis nangis?"

Aku mengangguk. "Habis nonton drakor. Sedih banget ceritanya."

Sontak Joshua tertawa kecil. "Udah tahu sedih kenapa masih ditonton?"

Aku nyengir, tapi tidak menjawab.

"Jadi, mau nonton?" tanya Joshua kemudian.

Aku terdiam sebentar, berusaha menyusun kata-kata. "Kak Jo mau nonton apa sih?" tanyaku.

"Apa aja," jawabnya cepat.

Ini semakin seram.

"Ng...sebenarnya gue lagi nggak pengin nonton." jawabku akhirnya, berusaha memasang ekspresi sedatar mungkin. "Lagi males. Muka juga lagi nggak mendukung kan."

"Oh gitu..." Joshua garuk-garuk kepala. "Kalau gitu makan aja yuk? Belum makan kan pasti? Gara-gara keasyikan nonton drakor."

Gosh...sebenarnya apa niat orang ini?

"Ng...nggak bisa, Kak." jawabku, masih berusaha keras menenangkan diri.

"Kenapa nggak bisa?"

"Soalnya...soalnya lagi banyak tugas banget."

Terlalu maksa, aku tahu. Tapi apa lagi yang bisa kujadikan alasan?

"Lagi banyak tugas...atau karena Langit ngelarang lo deket-deket gue?"

Mampus! Kok bisa tahu??

Melihatku terdiam, Joshua tertawa sinis. "Seriously, Ra?" tanyanya tak habis pikir. "Iya? Karena itu?"

Aku tak menjawab. Mungkin karena itu juga Joshua jadi kesal.

"Damn! Gue nggak ngerti sama lo. Setelah apa yang Langit lakuin, lo masih aja dengerin dia?? Dia deketin lo dan menghamili Senja! Wake up, Rara! Lo bego apa gimana sih??"

Aku tersentak. Joshua tidak hanya mengeluarkan kata-kata jahat, tapi ekspresinya benar-benar dingin dan menyebalkan. Alih-alih takut, aku justru marah. Memangnya siapa dia sampai berani-beraninya mengataiku bego??

"Move on, Ra, move on! Lo itu aneh! Gue udah berbaik hati buat jadi rebound guy lo, malah lo tolak?! Nggak tahu diri juga lo ya?"

Enough! Kurasa cowok ini benar-benar sakit!

Baru saja aku mau membentaknya, suara lain bergabung dengan obrolan kami.

"Nggak gitu caranya ngomong sama cewek, bro."

Aku menoleh dan menemukan Yos turun dari motor CB100 lawasnya. Wajahnya terlihat mengantuk dan datar seperti biasa. Membuatku ingin menonjoknya keras-keras.

"Rara bilang nggak mau, bro." kata Yos tenang. Dia sudah berdiri di dekat kami sekarang. "Seorang pria sejati harusnya tahu apa yang harus dilakukan."

Joshua menayap Yos dengan sengit. Aku merasakan hawa dingin berhembus, padahal cuaca sedang gerah-gerahnya.

"Siapa lo?" tanya Joshua tajam. "Nggak usah ikut campur!"

Dengan tenang, Yos mengulurkan tangan. "Yosefa. Dan gue ada janji sama Rara."

"Janji apaan?" tanya Joshua, mengabaikan tangan Yos. "Lo siapanya Rara??"

"Gue seniornya Rara. Filsafat 2014. Apa pun janji gue sama Rara, itu bukan urusan lo sih."

Joshua terlihat tidak senang. Tapi aku bersyukur karena mungkin Joshua masih memikirkan image-nya sebagai public figur sehingga pilih pergi tanpa keributan. Namun sebelum masuk ke mobil, dia berkata.

"Inget kata-kata gue, Ra. Jangan mau dibegoin Langit! Lo tahu kan di balik semua prestasi itu, dia nggak sebaik kelihatannya??"

Aku tidak menjawab dan Joshua pergi dengan gusar.

"Yah... Gue setuju sama nasihat dia barusan. Jangan mau dibegoin." kata Yos sambil memandang mobil Joshua yang semakin menjauh. "Sama siapa pun sih, nggak cuma sama Langit doang."

Aku berdecak. "Dasar manusia goa!"

"You're welcome. Gue barusan bantuin lo, tapi nggak usah dipikirkan. No problem." kata Yos dengan ekspresi datar.

"Bang!" decakku sebal luar biasa.

"Apa? Btw, kita nggak latihan dua hari bukan supaya lo bisa santai-santai berkencan. Latihan sendiri, biar lusa bisa tampil tanpa membuat kesalahan."

Aku cemberut. "Ngapain sih lo ke sini?? Bikin emosi aja!

Yos tertawa kecil. Yah, dulu aku sering terpesona dengan senyum atau tawa Yos. Tapi sekarang sudah tidak mempan.

"Lo itu bukan pembalap, tapi kenapa ngegas mulu?" tanyanya.

"Bodo amat!"

"Lo habis nangis gara-gara drakor lagi?"

"Nggak! Makasih atas bantuannya, tapi gue lagi nggak mood ngobrol. Sana pulang. Bye!"

***

Hai!
Aku menepati janji loooh buat update hari ini. Heuheuheu

Sampai di sini pegimane, guys??

Oh iya, aku bikin group WA untuk pembaca ceritaku. Tertarik gabung? Cek infonya di wall-ku yaaa~~

Selamat malam minggu guys~

Continue Reading

You'll Also Like

25.1K 361 47
Sudah lazim jika dinasti berganti maka akan muncul pahlawan-pahlawan yang disatu sisi membela kebenaran dan sisi lainnya adalah menghancurkan peradab...
3.3M 76.6K 10
TERSEDIA EBOOK di PS, KUBACA APP, KARYAKARSA Temui Kinanthi. Wanita cantik 24 tahun pemilik cake shop yang tidak berani untuk jatuh cinta lagi. Temui...
46.4K 5.7K 19
[written in lowercase] tujuh belas bulan yang lalu, kamu dan aku masih bersama. namun, kenapa hari ini.... © juli 2017 by kansa airlangga
42.2K 1.4K 9
[SPIN-OFF SEAN DAN KANAYA] TIDAK LENGKAP Garril tahu Miranda mencintainya. Garril tahu Miranda begitu tergila-gila padanya. Dan Garril juga tahu, Mir...