LOCO (Takkan Diselesaikan)

By summenade

4.5K 687 274

"Is my blood worth your love? Does it make you go loco?" _____ Discontinued. _______ photo cover credit by St... More

Character's moodboards
Prologue
[INTRO] 1
[INTRO] 2
[INTRO] 3
[INTRO] 4
[INTRO] 5
[INTRO] 6

[MUS] 7

684 77 48
By summenade

PART 7

.

.

.

.

Musim dingin. Biasanya, rumah teh akan penuh dengan banyak orang. Entah itu turis asing, petinggi di kota, atau orang-orang lokal yang biasa bermain dengan maiko dan geisha Minatozaki. Rasanya rumah teh Minatozaki sudah sangat terkenal karena kecantikan serta kepintaran para geishanya dalam menghibur tamu. Tidak terkecuali Yukiya, geiko 1) nomor satu dari rumah teh ini. Dia bisa menari, bernyanyi, bermain samishen dan koto seakan-akan semua keahlian itu hanya bernapas normal untuknya. Semua pelanggan datang untuk mencicipinya. Kulit selembut sutera dan seindah salju, nama Yukiya yang berarti salju sangat cocok untuknya.

Karena itu ketika suatu malam, di hari salju pertama, dirinya tidak menghubungi Ibu rumah teh, semuanya tidak cemas. Yukiya sangat sibuk. Mungkin malam ini dia sedang menghangatkan ranjang seorang pejabat tinggi yang kesepian.

Namun ketika esok harinya dia tidak muncul di panggung Geisha, ataupun di rumah teh, begitupula keesokan harinya lagi, dan keesokan harinya lagi... semua orang panik. Mereka teringat dengan kematian 2 orang maiko 2) sebelumnya yang sempat menghilang sebelum ditemukan tewas mengenaskan.

Massa digerakkan. Polisi lokal dinotifikasi, bahkan centeng-centeng yang rumah teh sewa untuk menjaga ketertiban Hanamachi juga diturunkan. Namun nihil. Semua orang waswas. Salju yang turun saat itu seakan-akan mengejek mereka, kedatangan salju juga merupakan hilangnya Yukiya juga. Semua orang mulai kehilangan spirit.

Benar saja. Setelah lima hari berturut-turut mencari tanpa jejak, tubuh Yukiya ditemukan di sebelah ruas pedagangan tidak seronok di Nagano, jauh dari sekali dari Kyoto. Dia terbungkus plastik besar yang membuatnya tidak terlihat, namun ketika seorang pengemis mencari-cari sampah, dia kaget karena melihat mayat wanita yang dahulunya cantik tergeletak di atas tumpukan sampah.

Dari situlah, kasus yang menandai terlibatnya Jiho terjadi.

.

.

.

.

Jiho bersin.

Mesin mobil membuat getaran di bawah paha Jiho. Jendela mobil terkena uap panas napas milik gadis itu. Dia duduk dekat sekali dengan jendela. Yuta melirik, khawatir.

"Kau baik-baik saja?" tanya Yuta.

"Ah, hanya sedikit dingin." Ujar Jiho menghangatkan jemarinya yang berwarna pink karena dingin.

"Tapi kau sudah pakai jaket setebal 3 lapis, aku bahkan nggak bisa membedakanmu dengan bibi kepala kantin rumahku." Kata Yuta bingung.

Jiho mendelik. "Nggak semua orang punya kekuatan super."

"Yasudah, sabar saja ya Non." Bujuk Yuta. "Sebentar lagi kita sampai di tempat yang hangat."

Jiho dan Yuta bepergian bersama ke Kyoto. Awalnya Taeyong sangat melarang, malah hampir terjadi baku hantam, namun akirnya Taeyong setuju dengan syarat Jiho diberikan pengawalan yang ketat serta mereka pulang pergi naik helikopter milik NCT. Jiho hanya mendengus pahit, merasa diremehkan dan dicurigai. Siapa juga yang tidak akan marah pada mahluk yang sudah mengurungnya selama tiga bulan, terisolasi dengan sangat menyedihkan dari interaksi manusia?

"Tentu saja dia nggak mau melepaskan aku pergi. Dikiranya aku bakal kabur."

Yuta hanya diam mendengar celotehan dendam milik Jiho.

"Omong-omong soal pengawal ketat," ucap Jiho, "Dari Seoul tadi kita hanya berdua... mana pengawal ketat yang kau bicarakan, Yuta?"

"Ya mereka sembunyilah." Kata Yuta. "Kamu pasti nggak mau kan ada lima atau tujuh vampir mengikutimu kayak stalker." Jiho mendengus, perasaannya masih penuh dengan prasangka. Yuta menghela napas, "Tapi nggak usah takut, mereka sekarang lagi mengawasi mobil kita dari tempat lain yang nggak terlalu jauh. Kalau ada sesuatu kayak tabrakan atau tembak-tembakan, kamu bakal selamat kok. Lagian juga, kamu bareng aku. Aku pelindung nomor satu di NCT." Cengiran lebar khas Yuta muncul.

"Idih? Siapa juga yang takut," Jiho mendesis.

"Lah, Non. Kan kamu yang was-was daritadi. Aku bisa dengar suara degup jantungmu lho, kencang banget kayak lari anak kancil."

"Kurang kerjaan banget sih mendengarkan degup jantung orang?" omel Jiho pedas. Yuta Cuma nyengir, merasa geli dengan kelakuan Jiho. "Kau tidak usah cemas," ucap Yuta. "Anggap saja ini jalan-jalan ke luar negeri. Aku dengar kau sempat kuliah dan bekerja di sini? Berarti kamu fasih Bahasa Jepang, kan?"

"Lumayan."

"Kamu juga lulusan Tokyo University?" Yuta melakukan code-switching, beralih Bahasa dari Korea ke Jepang.

"Mhm."

"Double degree forensik dan farmasi? As expected ya. Pantas kamu tahu anatomi vampir sampai detil sekali."

Jiho menghela napas. "Kalau mau mengintrogerasi langsung saja, nggak usah sok-sokan kepo sama kehidupan orang begitu." Jiho bersidekap, memandang sawah yang tertutupi salju putih di luar sana, "Di laboratorium tempatku magang dulu, aku sering membantu proyek profesor setempat dan semuanya berkenaan dengan vampir. Kau tau kan kalau Jepang salah satu negara yang paling tertarik dengan vampir? Vampir datang sebagai sukarelawan atau sebagai subjek. Karena itu aku memulai penelitianku mengenai kode besi di Jepang juga. Banyak fasilitas, suport dan tenaga."

"Hmm," Yuta mengangguk kemudian memandang Jiho. "Apa yang membuatmu tertarik untuk melanjutkan kode besi?"

"Membuat," koreksi Jiho keras kepala. "Dan itu bukan urusanmu."

Yuta tersenyum sambil mengangkat tangan, pasrah. Keahliannya bukanlah mengorek informasi secara baik-baik seperti ini. Padahal mereka semua tahu, Jiho hanya melanjutkan penelitian ayah dan ibunya, Kim Sangho dan Kim Jina. Tidak mungkin seorang gadis berusia kurang dari 30 tahun bisa melakukan penemuan formulasi darah sintesis kurang dari sepuluh tahun, dengan data fundamental yang begitu kuat, sejenius apapun dia.

Yang mana menjadi pertanyaan Yuta, siapa yang menyimpan semua data kode besi yang dikonduk oleh Kim Jina dan Kim Sangho selama satu dekade terakhir ini dan menyembunyikannya dari khalayak luas?

Jiho pasti menyembunyikan sesuatu.

Yah, nggak apa, pikir Yuta. Toh Taeyong pasti akan mengetahuinya juga nanti. Tugas Yuta sekarang adalah memastikan kesejahteraan cabangnya di Jepang, bukannya masa lalu nona cantik di sebelahnya.

"Kita mau kemana, ya?" tanya Jiho kemudian. "Aku kira kita mau memeriksa mayat-mayat itu?"

"Tentu saja kita mau memeriksa mereka. Tapi kamu itu manusia, Non. Kamu memang nggak butuh istirahat?" Yuta tersenyum geli. "Kami mungkin vampir dan kau adalah tahanan, tapi kau tahanan kunci. Jadi kamu tidak akan memerlakukanmu dengan semena-mena. Anggap saja jalan-jalan gratis. Aku yakin kamu tidak pernah jalan ke Kyoto saat kamu masih mahasiswi dulu."

"Pe-pernah kok." Walau itu semua dibayarin profesor, pikir Jiho. Hidup di Tokyo tidak murah, mana ada dia uang untuk sekedar jalan-jalan ke Kyoto. Mereka kemudian sampai di sebuah gerbang besar tradisional dimana mobil tidak bisa masuk. "Barang-barangmu sudah siap di dalam, jadi kamu bisa istirahat. Aku harus menyiapkan beberapa hal dulu, jadi silakan nikmati waktu bebasmu." Jelas Yuta, menendang Jiho keluar dari mobil, dan segera tancap gas meninggalkan gadis itu di dalam rumah besar yang dia bahkan tidak tahu ada apa di dalamnya!

"Yuta sialan," bisik Jiho kasar.

"Nona Jiho?"

Suara halus di belakang Jiho membuat darah Jiho berdesir—ternyata, suara itu berasal dari seorang wanita paruh baya yang terlihat sangat elegan. "Nona Kim Jiho?" tanyanya lagi, dengan nada afirmatif dalam Bahasa korea. "Ah, saya bisa Bahasa Jepang, bu." Ucap Jiho dengan sopan, membuat wanita paruh baya itu menghembuskan napas, "Syukurlah, saya benar-benar tidak tahu bahasa korea... Ah, perkenalkan nama saya Hirai. Saya penjaga rumah sementara Nakamoto-sama... silakan, silakan, kamar anda lewat sini." Dia berjalan menyusuri sebuah batu setapak, meelwati tanaman jarum hijau, dan sebuah ornament bambu air di halaman tengah, sebelum naik ke koridor panjang nan lebar. Jiho sama sekali tidak pernah masuk ke dalam rumah bergaya ryokan3) seperti ini, sebab hampir semua rumah yang dia datangi adalah flat atau rumah modern. Ini adalah pertama kalinya untuk Jiho.

Hirai meninggalkan Jiho di sebuah kamar tradisional yang besar dan menghadap langsung ke halaman. Suasana begitu asri dan pohon beringin di luar sana sangatlah rindang. Benar saja, barang-barang Jiho sudah tersedia rapi di dalam wardrobe. Hirai mengingatkan Jiho bahwa makan malam akan diantarkan jam 7 sore ke kamar. Jiho menghempaskan diri di sofa. Taeyong dan Yuta adalah tuan rumah yang pintar. Entah ini trik untuk membuat Jiho mempercayai vampir atau apa... Jiho tidak dapat berpikir apa-apa lagi, sebab matanya seketika memberat karena penghangat ruangan yang amat nyaman dan sofa yang begitu empuk, seperti kapas.

Ketika Jiho membuka mata, ruangannya gelap. Entah sudah jam berapa sekarang, Jiho tidak memiliki handphone atau apapun untuk mengecek waktu.

Suara seseorang membuat Jiho kaget.

"Jiho-ssi?" suara laki-laki muda. "Anda sudah bangun?"

"Ah... ya," ucap Jiho.

"Makan malam akan disiapkan sebentar lagi," ucap suara dibalik tatami dengan tenang. Jiho seketika langsung bangun untuk mandi, sebab dia tidak ingin Hirai tau dia belum mandi semenjak siang tadi. Beberapa saat kemudian, tatami dibuka dan Hirai beserta beberapa wanita lain membawa banyak sekali makanan! Ada sashimi, berbagai macam sushi, kepiting, nasi panas, misoshiru, dan banyak lagi. Jiho menelan ludah, "Silahkan dimakan, Nona! Kami sudah lama tidak kedatangan tamu manusia, jadi maaf kalau kami terlalu bersemangat membuat makanan," ucap Hirai malu-malu, membuat Jiho tersenyum kecil.

Walau dalam hati bertanya-tanya, apa itu berarti kalian bukan manusia...?

Ketika Hirai dan yang lain pergi sambil terkikik lucu, seorang pria berwajah lembut berdiri sendiri di depan tatami. Dia mungkin laki-laki yang memanggilku tadi, pikir Jiho.

"Kamu siapa?" tanya Jiho.

"Saya? Saya Jungwoo, Jiho-ssi." Ucapnya, suaranya selembut satin. Jungwoo terlihat lembut dan lebih cantik dari wanita manapun yang pernah Jiho lihat, namun aura maskulin yang dia pancarkan juga tidak main-main. Gerakannya terlihat teratur. "Saya salah satu pengawal anda. Maaf kalau saya mengganggu."

Jiho tidak berucap apa-apa ketika tatami ditutup, namun perasaan waswas muncul di hatinya. Apakah tidak ada manusia di rumah ini? Apakah dia bisa mempercaya semua mahluk di tempat ini? "Anda tidak perlu kuatir," ucap Jungwoo, sepertinya mendengar detak jantung Jiho yang mendadak jadi cepat, "Kami semua disini sangat menghormati Yuta-hyung. Kami tidak akan melakukan hal yang akan membuat Yuta-hyung marah. Lagi pula, para pelayan menyukaimu, Jiho-ssi."

"Menyukaiku?"

"Ya. Katanya bau darahmu enak."

Hening.

Bukan sesuatu yang ingin Jiho dengar ketika dia ketakutan.

"Bukan dalam konteks makanan, tentu," rubah Jungwoo, sadar dia salah langkah, "Darahmu tercium seperti... sesuatu yang sangat... membuat nyaman."

"Apakah itu hal yang baik atau buruk?"

"Tergantung yang mencium, sih."

Jiho semakin tidak mengerti, kemudian dia teringat perkataan Jaehyun, di malam lelaki itu menyerangnya hingga hampir sekarat...

"Kau bahkan tidak tercium lezat. Baumu seperti bau air laut."

Jiho mendengus pahit. "Terakhir seseorang membicarakan bauku, mereka bilang aku tercium seperti air laut." Bisik Jiho. "Aku mungkin tercium seperti rumput laut atau nemo untuknya."

"Hmm, begitukah?" sahut Jungwoo, sepertinya pria muda itu menahan geli. "Untukku kau tercium seperti kain yang dijemur di bawah matahari. Hangat dan menentramkan."

"Apakah itu hal yang baik, atau buruk?" tanya Jiho setelah lama sunyi.

"...Mungkin, itu hal yang baik. Untukku."

Jiho tidak tahu harus bereaksi seperti apa dipuji begitu. Setelah itu, tidak ada lagi konversasi antara mereka berdua, hanya suara dentang sumpit dan semilir angin memenuhi senyap. Dan saat Hirai mengambil perangkat makanan Jiho, Jungwoo tak lagi berada di balik tatami itu.

.

.

.

.

Yuta mencium aroma ajisai.

"Tuan, kau bengong."

Yuta menatap Yuto, orang kepercayaannya, dengan sebal. "No shit," Yuta berkata sarkastik, omongannya terlalu rendah untuk telinga manusia dengar, "Aku bisa mati bosan seperti ini. Kapan acara bodoh ini selesai?"

"Ayolah, tuan," Yuto menghela napas, "Sedikit kasih simpatilah. Pemimpin klan Matsui baru saja meninggal."

"Kenapa tidak si tua Miyazaki saja yang muncul kesini? Kenapa aku?" Yuta mendesis.

Padahal, dia tahu kenapa.

Yuta bekerja secara langsung di bawah kepemimpinan Horai Miyazaki—salah satu pemimpin klan yakuza terbesar di sungai Tama, sebelum akhirnya pindah ke Kyoto. Awalnya Miyazaki hanya dianggap sebagai ikan kecil, sebelum secara dramatis masuk ke dalam federasi yakuza terbesar di Kyoto, Aizukotetsu-kai4). Tidak mudah untuk diakui oleh mereka, dan Miyazaki bahkan dianggap secara tidak langsung sebagai tangan kanan Aizukotetsu-kai.

Keberadaan Miyazaki yang semakin lama semakin besar dan berdiri secara independen membuat ancaman baru untukbanyak organisasi yakuza berbasis di Kyoto. Oleh karena itu, bos besar Miyazaki tidak bisa sembarangan menghadiri upacara pemakaman klan yakuza lain, karena itulah Yuta, selaku mahluk immortal dan dipercaya oleh Miyazaki, harus pasang badan di upacara pemakaman ini.

"Kau tahu kenapa," jawa Yuto cepat. "Sebentar lagi toh kita pulang. Ayo, datangi istri ketua Matsui."

Seorang wanita dengan sanggul tinggi dan wajah dingin berdiri dengan teguh di depan foto suaminya yang baru saja dibunuh dengan semena-mena. Seluruh isi perut terburai, Matsui ditemukan di sebuah pegunungan tak jauh dari Kyoto setelah berhari-hari menghilang. Yuta merasa respek terhadap istri Matsui yang bukannya menangis, malah memandang tajam ke seluruh lautan yakuza yang datang untuk mengucapkan selamat jalan pada Matsui sebelum diperabukan.

"Selamat siang, Nyonya Matsui. Kami sangat bersedih atas kehilangan Nyonya." Yuta berdiri di depannya dan membungkuk dalam. Nyonya Matsui sejenak melebarkan mata, namun kemudian dia mengendalikan ekspresi wajahnya dengan lebih baik.

"Miyazaki?" alis Nyonya Matsui naik sedikit. Dia bahkan tidak menerima kartu nama Yuta. Sungguh dingin. "Bahkan di saat terakhir suamiku, pria sialan itu bisa melempar kotoran ke wajah kami... tidak bisakah dia datang kemari sendiri? Aku pikir dengan kematian suamiku, kalian cacing tanah merasa senang, kan? Tidak ada lagi saingan untuk jadi anjing Rokudaime5)?"

Yuta sudah sangat mengekspektasikan agresi ini. Wajar. Matsui dan Miyazaki lebih dari sering berbeda pendapat, dan bahkan selalu tegang satu sama lain. Posisi kedua dan ketiga sebagai klan yang paling dipercaya oleh Rokudaime selalu dipegang oleh Matsui dan Miyazaki. Sebenarnya, Yuta sedikit berharap ada paling tidak 5 moncong pistol di arahkan padanya sekarang.

"Kami tidak berniat seperti itu, tidak sama sekali." Ucap yuta dengan ketenangan es antartika, "Hanya saja Tuan Miyazaki sedang menghadapi sedikit kesulitan dalam pekerjaannya—" Yuta terdiam ketika melihat tatapan benci Nyonya Matsui. Yuta berani menyeberang neraka dan memerangi beruang gila, namun tidak pernah sekalipun dia menjingkat kaki wanita yang sedang murka.

"Mungkin," sela Yuto, memotong tensi yang begitu tinggi karena beberapa bawahan Matsui yang semakin lama semakin terlihat tidak rileks, "Kami undur diri saja terlebih dahulu, Nyonya. Maafkan kami karena datang telat. Sekali lagi, kami permisi."

Dengan langkah tenang, Yuta mundur tanpa mengalihkan perhatian dari Nyonya Matsui tiga langkah, membungkuk, dan pergi dari rumah pemakaman tersebut.

"Kalau hal ini memecah perang antara Matsui dan Miyazaki, sialan, aku pergi saja ke Korea. Aku sudah sangat sibuk dengan pembunuhan berantai sial di Minatozaki, tidak perlu lagi pulang berdarah-darah!" ledakan amarah Yuta baru terdengar ketika mereka berdua di mobil, paling tidak 3 kilometer radius dari rumah beracun tersebut.

"Kau tau Miyazaki tidak akan membiarkanmu balik ke Korea kalau masalah di rumah Sana belum juga terpecahkan." Jawab Yuto tajam, menyalakan rokoknya, "Kau sudah sangat bebas, bekerja di dua tempat seperti agen mata-mata saja. Keberadaanmulah yang selalu jadi kelemahan Tuan Miyazaki. Paling tidak, kau harus tahu diri!"

Yuta meludah. Dia tahu kalau keberadaannya selalu dipertanyakan oleh banyak orang di kalangan yakuza, terutama oleh Rokudaime sendiri. Dia orang Jepang yang bekerja di Korea. Toh, aslinya Keluarga Miyazaki adalah orang yang bekerja untuk SM. Tapi tidak ada yang tahu akan hal itu, jadi Yuta diam untuk saat ini. "Lalu?" tanya Yuta, ketika rasa kesal tidak lagi menggelegak di tubuhnya, "Siapa yang akan menggantikan ketua Matsui? Tidak mungkin mereka beroperasi tanpa otak."

"Mungkin untuk sementara Nyonya Matsui yang akan membereskan semua hal." Jawab Yuto. "Namun ada beberapa kandidat yang kemungkinan besar akan segera dilantik jadi ketua Matsui. Entah. Kita orang luar, tidak butuh tau soal ini."

"Bego, tentu saja kita perlu tahu." Ucap Yuta dengan sebal, "Asal kau tahu saja, aku tidak tahan selalu diajak berkelahi oleh orang Matsui. Aku hidup dalam damai. Si tua Miyazaki juga begitu. Akan lebih baik buat kita kalau ketua mereka adalah orang yang tidak bermasalah dengan Miyazaki."

"...Benar juga."

"Lagian," Yuta memandang langit, "Aku merasa bahwa masalah rumah teh Sana... itu ada hubungannya dengan Matsui."

"Darimana kau tahu?"

"...entah. Intuisiku, mungkin."

.

.

.

.

.

.

.

.

1) geiko : geisha

2) maiko : anak beurmur 14-15 tahun yang dilatih menari dan menghibur untuk menjadi geiko

3) ryokan : penginapan ala Jepang

kira-kira begini sketsa ryokan milik Yuta di kepalaku :

koridor :

kamar Jiho :

pemandian air panas di rumah itu :

4) Aizukotetsu-kai : organisasi yakuza Jepang terbesar keempat berbasis di Kyoto. Asli. ini simbol Aizukotetsu-kai :

5) Rokudaime : Ke-enam, dalam hal ini merujuk pada orang dengan titel 'keenam'. Rokudaime disini adalah ketua Aizukotetsu-kai yang Keenam, yang mana merupakan atasan dari Miyazaki dan Matsui.

Author's note : HAAAAI! aku kemarin baru selesai sempro dan i think WHY NOT UPDATING ANOTHER CHAPTER EHHHHH because im bursting with ideas!!!!!! di arc ini akan ada banyak banget singgungan sama yakuza, nama-nama dan hirearki yang rumit, serta beberapa adegan berdarah. tapi tenang! JAEHO TETAP SAILING!!!! 


regards, fira!

Continue Reading

You'll Also Like

920K 21.1K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.
454K 30.9K 46
♮Idol au ♮"I don't think I can do it." "Of course you can, I believe in you. Don't worry, okay? I'll be right here backstage fo...
556K 8.5K 85
A text story set place in the golden trio era! You are the it girl of Slytherin, the glue holding your deranged friend group together, the girl no...
142K 5K 39
❝ if I knew that i'd end up with you then I would've been pretended we were together. ❞ She stares at me, all the air in my lungs stuck in my throat...