Jewel In The King's Heart

By PatriciaAnggi

25.1K 2.6K 663

(On Going) Aku benci ayah dan ibuku. Mereka selalu menganggapku sebagai anak nakal. Jadi, kutunjukkan saja pa... More

SINOPSIS
1 : Elang dan Ares
2 : Pertemuan Pertama
3 : Kecemasan
4 : Tidak Akan Lolos Lagi
5 : Ketahuan
6 : Menanggung Kesalahan
7 : Pertandingan Sepak Bola
8 : Suara Malaikat
9 : Menemukan Dia
10 : Kesepian
11 : Lirik Lagu
12 : Hati yang Terluka
13 : Rencana Gila
14 : Babak Pertama
15 : Jadilah Seperti Piano
16 : Mencintai Diam-diam
17 : Jatuh Cinta?
18 : Menyukainya
19 : Dansa di Ruang Musik
20 : Kesepakatan
21 : Basah Kuyup
22 : Dongeng Sebelum Tidur
23 : Hari Tersial
24 : Dua Sisi
25 : Berubah Pikiran
26 : Apa Ini Jebakan?
Pengumuman
27 : Rencana C
28 : Gladi Bersih
29 : I Know What You Think
30 : Pembuktian
31 : Sorot Mata Kejujuran
32 : Debaran di Dada
34 : Festival Sekolah (Part 1)
34 : Festival Sekolah (Part 2)
35 : Malaikat Penyelamat
36 : Permata dan Raja
37 : Perubahan Sikap
38 : Pesta Kembang Api
39 : Jawaban yang Dinanti
40 : Taruhan
41 : Keinginan
42 : Dreaming
43 : Menebus Kesalahan
-TAMAT-
44 : Cemburu
45 : Pesta Dansa
46 : Kata Hati
47 : Pengakuan
UPDATE
48 : Asmaradana (Part 1)
48 : Asmaradana (Part 2)
Ending

33 : Yudhistira dan Arjuna

352 32 10
By PatriciaAnggi

Naya mendesah kesal. Berulang kali ia mencoba menutup mata agar tertidur, tapi rasa kantuk yang dirasakannya saat di pesta Ares seakan hilang. Ia menendang selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Melihat Dini yang sudah terlelap di ranjang seberang, ia menghela napas panjang, benaknya memutar kejadian di lantai atas cafe ketika Ares mengatakan sesuatu yang membuatnya terkejut.

"Aku rasa, aku udah jatuh cinta sama kamu, Nay."

Mendengar perkataan Ares, Naya tercengang. Apa aku salah denger? Ia beranggapan bahwa Ares sedang bercanda, tapi ekspresi cowok itu membuat anggapannya tak bertahan lama, "Ma-maksud Kakak?" tanyanya ragu-ragu.

Ares mengedikkan bahu, "Aku juga nggak nyangka bisa ngrasain perasaan itu."

Pandangan Ares beralih menerawang jalanan di bawah, selama beberapa waktu suasana hening. "Aku menderita depresi ringan," Ares berhenti sejenak untuk melihat reaksi Naya, gadis itu hanya menatapnya sendu, "sejak kecil aku dituntut harus menguasai setiap hal yang diinginkan ayah atau ibuku bahkan hal yang nggak kusenangi sekalipun. Bersikap santun, terkadang mengobrol dengan bahasa asing biar terlihat pintar, berprestasi terus menerus biar ada yang bisa dibanggakan orang tuaku di depan rekan-rekannya, dan omong kosong lainnya. Aku harus jadi yang terbaik di antara anak-anak rekan ayah."

Ares tertawa pendek, "Kata ayah, aku harus jadi seekor singa. Kuat, berkuasa, nggak takut apapun hingga nggak ada yang berani menentang. Saking takutnya mengecewakan ayah, waktu aku nglakuin kesalahan dikit aja, aku bisa ngerasa jadi anak yang gagal, sendirian, dan nggak berguna. Itu terjadi berkali-kali sampai akhirnya aku sering ngerasa gelisah, sulit konsentrasi, sampai bermimpi buruk hampir setiap malam. Benar-benar menyiksa."

Naya menyentuh lembut pundak Ares, membuat cowok itu mengalihkan pandangan ke arahnya, "Aku yakin Kakak pasti bisa ngelewatin masa-masa itu."

Ares menatap gadis di hadapannya dalam, "Ya, aku yakin aku bisa melewatinya karena aku punya antidepresan yang lebih manjur daripada obat dokter." Tak melepaskan pandangan dari Naya, Ares meraih tangan gadis itu, "Kau adalah antidepresan yang membuat semua mimpi burukku hilang. Suaramu membuat candu yang membuatku selalu pengen mendengarnya dan mendengar lagi. Sejak aku mendengar suaramu pertama kali, mungkin juga aku udah jatuh cinta sama kamu, Nay."

Jantung Naya bertalu-talu, orang yang selama ini dikaguminya menyatakan perasaan. Gimana bisa? Batinnya bertanya-tanya. Ia menelan saliva dengan susah payah, mulutnya masih terbungkam, sedangkan tatapannya mengunci sepasang netra kakak kelasnya itu.

Ares membuka kotak hadiah yang dibawanya, mengambil kalung putih yang ada di dalamnya, dan memakaikannya ke leher Naya. Gadis itu praktis membenahi letak rambut panjangnya, Naya melirik liontin yang tergantung di kalung itu, liontin berbentuk G-clef dalam nada, "Ini hadiah yang pengen kuberikan kalau kamu datang ke konserku."

Naya tersenyum, ia meraba liontin yang tergantung, " Cantik."

"Lalu, gimana jawabanmu, Nay?"

Naya bergerak rikuh, "A-aku...." Sejujurnya, ia tak tahu harus menjawab apa. Perasaannya campur aduk. "A-aku...."

Ares tertawa, "Aku terlalu mendadak lagi, ya? Kalau gitu, jangan dijawab sekarang, aku akan kasih kamu waktu."

Lamunan Naya buyar, ia bertanya-tanya tentang perasaannya. Harusnya ia senang dan langsung menerima perasaan Ares, bukannya Ares adalah orang yang sangat dikaguminya? Tapi entah kenapa ada sesuatu yang seakan menahannya untuk berkata 'iya'. Ia meraba dadanya yang masih berdebar-debar, sejujurnya ia tak bisa mengenali perasaannya akhir-akhir ini.

Benaknya memutar kejadian-kejadian di ruang klub sepak bola secara bergantian, bayangan mata jernih Elang ketika ia jatuh menimpa cowok itu, saat pandangan mereka bertabrakan ketika ia membantu mengerjakan proker, dan kejadian terakhir saat mereka bersembunyi di belakang lemari. Naya mencoba mengenyahkan bayangan-bayangan itu dan hendak kembali berbaring ketika ponselnya berdering. Melihat nama yang tertera di layar, ia tersenyum senang.

"Ibu?"

[Malam, Nduk. Ibu mengganggu tidurmu, ya?]

"Nggak, Bu. Nay belum tidur, kok. Nay seneng Ibu telpon, kangen banget sama Ibu."

[Ibu juga kangen sama kamu, Nduk. Gimana kabarmu?]

"Baik, kok, Bu. Gimana kabar ayah dan Tanu?"

[Ayah dan Tanu baik-baik saja.]

"Syukurlah, Bu."

Suasana hening sejenak, Naya termangu, pikirannya serasa kosong sesaat.

[Apa ada yang mengganggu pikiranmu, Nduk?]

Suara ibunya membuatnya tersadar, "Eng ... nggak papa kok, Bu."

[Sembilan bulan Ibu mengandungmu dan bertahun-tahun merawatmu, jangan meremehkan perasaan seorang ibu. Kalau ada yang mengganggu pikiranmu, ceritakan saja.]

Naya menghela napas panjang, "Sebenarnya, akhir-akhir ini Nay nggak tahu perasaan yang Nay rasain sendiri, Bu. Rasanya, Nay menjadi orang yang nggak punya pendirian."

[....]

"Nay ... kagum sama seseorang. Dia kakak kelas Nay. Dia orang yang baik, pinter main musik, perhatian sama Nay. Dia juga pemimpin yang bisa diandalkan dan seorang kakak yang baik. Nay ... menyukainya, Bu."

[Lalu, apa yang mengganggumu? Dia tak suka berteman denganmu?]

"Bukan, Bu. Dia berteman baik dengan Nay dan malah selalu nolongin Nay. Dia bilang kalau dia ... suka sama Nay, Bu," ujar Naya berhati-hati, ia tahu bahwa selain menjadi ibu, ibunya juga dapat menjadi teman untuknya. Ia tak pernah menyembunyikan masalah apapun dari ibunya, kecuali ketika ia memutuskan untuk bekerja sambilan agar ibunya tidak khawatir. Tapi untuk urusan perasaannya kali ini, ia takut membuat ibunya berpikiran bahwa yang dilakukannya hanya bermain-main bukannya belajar.

Terdengar tawa kecil ibunya di seberang, [Ternyata putriku sudah beranjak dewasa. Sudah berani berpacaran, toh?]

"Bu-bukan, Bu. Nay nggak pacaran sama dia."

[Kalau Nay suka sama dia dan dia juga suka sama kamu, namanya apa kalau bukan berpacaran, Nduk?] Ibunya tertawa renyah.

"Nay belum menjawab perasaannya, Bu. Sebenarnya, Nay juga nggak tahu apa yang Nay rasain. Ada seseorang yang membuat perasaan Nay kacau akhir-akhir ini. Nay selalu mikir kalau dia orang yang jahat, playboy, nggak punya perasaan, dan selalu merugikan orang lain," Naya tertawa pendek, "dia selalu nyakitin cewek-cewek dan menganggap rendah orang penerima beasiswa kayak Nay. Tapi, lama-lama anggapan Nay berubah tentang dia, ada sisi baik yang nggak dia tunjukkan. Ada saat-saat di mana Nay ditolong sama dia, Bu dan Nay rasa dia orang yang tulus."

[Apa dia juga menyukaimu, Nduk?]

Naya tertawa, "Dulu dia benci banget sama Nay, Bu. Mungkin sekarang masih juga sama."

[Kalau dia masih benci, tak mungkin dia mau menolongmu, Nduk.]

Naya termangu, kejadian saat gladi bersih muncul dalam benaknya. Benarkah?

[Setiap orang bisa saja berubah, bisa menjadi lebih buruk atau lebih baik. Jangan menilai seseorang terlalu buruk juga jangan menilai seseorang terlalu baik. Seperti Kurawa, sebenarnya mereka bisa saja menjadi baik kalau saja tidak ada hasutan dari paman mereka, Patih Sangkuni. Raden Duryudhana, di balik sifatnya yang buruk, ia adalah kawan setianya Prabu Karna, bahkan ia yang mengangkat derajat Prabu Karna yang saat itu adalah anak kusir kuda istana menjadi seorang raja. Sebaliknya, Kesatria Pandawa yang disimbolkan sebagai kebaikan juga tidak seluruhnya baik.]

Naya mengangguk, "Nay tahu, Bu. Nay udah nggak berpikiran buruk tentang dia lagi, justru itu, sekarang perasaan Nay jadi campur aduk. Nay nggak tahu apa yang membuat perasaan Nay seperti ini. Nay merasa Nay adalah orang yang nggak berpendirian dan egois. Perasaan ini juga yang mungkin menahan Nay untuk menerima perasaan orang yang Nay kagumi, apalagi mereka kakak beradik, Bu."

[Hmm ... ibu mulai mengerti, yang satu kesatria tampan yang baik dan pemimpin yang bijaksana seperti Raden Yudhistira. Yang satu ada adiknya, cah bagus suka menolong dan dikelilingi banyak perempuan seperti Raden Arjuna. Keduanya menyukai putri Ibu yang cantik dan pemberani seperti Dewi Drupadi, dan Dewi Drupadi Ibu ini bingung memilih di antara mereka? Betul begitu?]

"Ibu ...." Naya tersipu malu. "Bukan begitu, Bu. Nggak bisa dibilang mereka berdua suka sama Nay."

Terdengar tawa ibunya, [Nduk, soal perasaan yang bisa menyelesaikan ya kamu sendiri, Ibu hanya bisa memberi nasihat, jangan sampai menyakiti orang lain. Kalau memang harus memilih satu di antara mereka, jangan sampai seorang yang lain tersakiti. Kalaupun tak memilih keduanya, pastikan mereka bisa melepasmu dengan ikhlas. Lagipula kamu masih muda dan jalanmu masih panjang. Ndonga marang Gusti semoga setiap keputusan yang kamu ambil apapun itu adalah keputusan yang terbaik.]

Naya mengangguk, "Ya, Bu."

[Ya sudah, cepat tidur.]

Naya menutup teleponnya dan beranjak tidur, ia lega setelah mengeluarkan semua kegusarannya, walaupun ia tetap tak bisa mendapatkan jawaban atas perasaannya. Ia memikirkan perkataan ibunya, biar bagaimanapun ia tetap harus menetapkan perasaannya, Yudhistira atau Arjuna?

-----##-----

Elang berjalan melewati lorong GKS sambil sesekali bermain ponsel. Ketika sampai di ruang klub sepak bola, ia melihat Naya sedang memandang ke luar lewat jendela. Gadis itu tak menyadari kehadirannya dan mulai bersenandung. Selama beberapa waktu Elang mendengarkan suara gadis itu. Ia tersenyum simpul, Pantes aja kak Ares memilihnya tampil di konser, suaranya memang merdu.

"Hei, Kumal!"

Gadis itu terhenyak kaget. Elang menghampirinya, "Suaramu emang lumayan, ya? Kursus di mana?"

Naya bergerak kikuk, tak menyangka bahwa Elang mendengarkan ia bernyanyi, "Hmm? Nggak kursus di mana-mana. Ibu yang mengajariku."

"Oh ya? Ibumu guru vokal?"

Naya tertawa, "Bukan. Ibuku seorang sinden. Tahu, kan?"

Mulut Elang membentuk huruf O, "Tahu, lah. Sinden yang nyanyi pake gamelan, kan?"

Naya mengangguk.

"Sejak kapan kamu kerja di cafe paman Tama?" tanya Elang, memecah keheningan yang sejenak melanda.

"Hmm? Eng ... dua atau tiga bulan lalu."

"Dulu aku sering nginep di sana. Dibandingkan rumahku, di sana lebih nyaman."

Naya teringat ucapan Tama bahwa Elang sering ke cafe dan menginap, Jadi, ternyata bener, ya.

"Woi, Lang!" Bimo yang tiba-tiba muncul mengalihkan perhatian mereka berdua, "nih proker kemarin udah disusun." Bimo menyerahkan berkas dan mengajak Elang mengobrol tentang klub. Naya perlahan mundur dan pergi dari ruang klub karena tugasnya sudah selesai.

"Kamu jadi akrab sama Naya, ya?" tanya Bimo setelah Naya pergi.

Kening Elang mengkerut, "Akrab?" ia tertawa pendek, "biasa aja, tuh."

"Dulu ngobrol aja nggak pernah."

Elang mengembuskan napas panjang, kemudian menunjuk berkas proker yang dipegang Bimo, "Konsen ke sini."

Bimo tertawa, "Siap, Bos."

-----##-----

To Be Continued

-----##-----


Akhirnya apdet, semoga nggak bosen. Doakan aku bisa update cepet lagi.. Bocoran part selanjutnya : bakal ada yang patah hati :D


1 Januari 2019

22:35

Continue Reading

You'll Also Like

415K 45.7K 21
( On Going + Revisi ) ________________ Louise Wang -- Bocah manja nan polos berusia 13 tahun. Si bungsu pecinta susu strawberry, dan akan mengaum lay...
2.4M 122K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
1.1M 107K 57
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...
2.4M 132K 62
"Walaupun وَاَخْبَرُوا بِاسْنَيْنِ اَوْبِاَكْثَرَ عَنْ وَاحِدِ Ulama' nahwu mempperbolehkan mubtada' satu mempunyai dua khobar bahkan lebih, Tapi aku...