JUNGKOOK
Masakanku bersama Nenek dan Seokjin telah selesai. Aku sangat senang Nenek mengajari kami memasak banyak makanan. Mulai dari makanan berat kesukaan Namjoon dan Taehyung hingga camilan yang selalu Nenek jadikan oleh-oleh untuk mereka. Aku membawa semua makanan ke ruang makan, sedangkan Seokjin masih membersihkan peralatan bekas memasak.
Kakek memuji masakan kami. Katanya ini sangat lezat. Aku dan Seokjin hanya menyengir karena sebetulnya Nenek yang memasukkan semua bumbu. Kami hanya bertugas untuk memotong dan menumis. Tetapi setidaknya aku senang. Aku jadi tahu apa yang disukai Taehyung. Mungkin nanti aku bisa mencobanya di rumah.
Setelah makan, Nenek mengajak aku dan Seokjin untuk menghias kue yang kami buat. Nenek tadi mengajari kami membuat cupcake dan kue jahe. Nenek senang sekali membuat kue-kue kering seperti ini saat natal. Dulu Nenek membuatnya untuk Taehyung dan Namjoon. Tetapi karena mereka sudah dewasa, jadi Nenek membagikannya pada anak-anak di sekitar rumah.
"Jinnie, cepatlah anakmu itu keluar. Nenek ingin melihat cicit. Semoga Nenek masih bisa melihatnya tumbuh berkembang dan Nenek bisa membuatkannya kue-kue ini." Aku melihat Seokjin. Matanya sedikit berkaca-kaca.
"Nenek—" Ia lalu memeluk Nenek. "Nanti Nenek akan melihat jagoan ini. Nenek sehat terus ya. Pokoknya kalau ada apapun Nenek langsung bilang. Aku ini dokter harus bisa menjaga Nenek." Nenek lalu mencium Seokjin dan mengelus perutnya.
"Kookie, sini sayang—" Uhm, aku tidak menyangka Nenek akan memanggilku juga. "Nanti baik-baik sama Taehyung. Nenek mau dapat cucu juga dari Kookie seperti Jinnie—" Nenek lalu memelukku juga. Aku tidak bisa berkata-kata. Sebenarnya ini masih awal, tetapi Nenek sudah melihat yang lebih jauh. Aku merasa tersanjung Nenek menginginkan cucu dariku dan Taehyung. Kami bahkan belum menikah. "Cepatlah kalian menikah. Nenek bangga punya cucu secantik dan sebaik kalian. Nenek sayang kalian." Nenek memeluk kami berdua. Tiba-tiba saja aku menangis.
"Kookie? Kau menangis?" Ah, Seokjin memergoki air mataku yang turun di pipi.
"Ah, aku—aku merasa tersanjung dan—yang aku senang berada diantara kalian. Ini pertama kalinya dalam hidupku, aku merasakan seperti ini."
"Oh, Tuhan, adik iparku. Jangan menangis, Sayang. Kami menyayangimu."
Aku terseyum dan sedikit tertawa saat Seokjin memanggilku adik ipar. Ini seperti aku benar-benar akan menjadi bagian dari kehidupan keluarga Kim. Sejujurnya, aku masih merasa ragu dengan Taehyung. Entahlah, aku—aku bingung dengan hubungan kami. Kedekatan yang kurasakan masih sama seperti kedekatan kami saat masih sekolah dulu. Hanya menjadi sepasang sahabat. Meskipun Taehyung kemarin menyatakan cintanya padaku, tetapi aku masih bertanya-tanya apakah aku benar-benar kekasih Taehyung atau—apa?
"Nanti kalau anak kalian sudah besar, Nenek akan membuat kue jahe dan cupcake yang banyak!"
***
Malamnya, Kakek mengajak kami untuk makan di halaman belakang. Rumah ini sangat luas dengan halaman belakang yang sangat indah. Masih sangat-sangat asri, berbeda dengan halaman belakang rumahku yang hanya sepetak tanah dibatasi dengan tembok rumah tetangga belakang kami. Halaman belakang rumah nenek luas dengan kolam ikan yang juga besar. Ada dermaga kecil untuk menuju ke kolam.
Udara dingin tidak menghalangi kami untuk memanggang daging. Seokjin sangat antusias untuk memanggang bersama Kakek. Namjoon dan Taehyung sedang berusaha untuk membuat api unggun mini sebagai penghangat. Aku membantu Nenek membersihkan ikan yang tadi siang dipancing oleh para lelaki Kim. Aku senang melihat ikan-ikan ini. Sangat segar dan besar-besar.
Setelah semua daging dipanggang, kami mulai makan malam. Ada kursi dan meja kayu yang sengaja di taruh di belakang rumah. Ini sempurna. Sepertinya aku harus kemari lagi saat musim panas. Pasti akan lebih baik dan aku tidak perlu memakai jaket tebal untuk menikmati momen ini.
Taehyung mengajakku untuk ke kolam. Aku tidak mengerti, ini dingin tapi ia tetap menariku kesana. Untung saja salju sudah perlahan menghilang disini. Kami berhenti di ujung dermaga. Taehyung menyuruhku duduk dihadapannya. Ia meraih tanganku, lalu menggosokkan tangannya dengan tanganku.
"Kau pasti kedinginan." Bodoh. Sudah jelas ini tidak perlu ditanyakan. Aku hanya mengangguk sambil merasakan tanganku yang mulai menghangat. "Kau harus melihat ini—" Ia kemudian berbaring. Tangan kami masih bertautan. Aku ikut berbaring disampingnya. Taehyung mendekatkan tubuhnya dengan tubuhku, membuat kami tetap hangat. "Lihat ke atas, Jung."
Aku terperangah. Ini sangat indah. Langit malam ini sangat bertabur bintang. Aku tidak menyesal untuk kesini. Dingin yang kurasakan tidak sebanding dengan pemandangan indah yang tersaji di depan mataku. "Taehyung, ini keren. Ini indah."
"Indah, seperti dirimu."
"Apasih, Tae—"
"Aku serius." Sejujurnya aku senang. Aku senang dipuji seperti ini apalagi oleh Taehyung. "Tuhkan, merah pipimu—" Aish, aku malu. Rasanya ingin tenggelam saja di kolam depanku.
"Tae, bisakah aku bertanya sesuatu?"
"Tanyakan, Jung—"
"Apa—apakah kau benar-benar serius dengan perkataanmu kemarin-kemarin saat di Danau Suseong?"
"Kau meragukanku, Jung?"
"Bukan, bukan seperti itu. Tapi, seperti—aku masih bertanya-tanya kita ini—apa?" Taehyung tiba-tiba mengangkat tangan kami. Mengajakku untuk duduk. Kami duduk saling berhadapan.
"Aku—aku tidak memaksamu untuk balas mencintaiku, Jungkook. Aku hanya—" Aku membekap mulutnya dengan tanganku. Ah, Taehyung tidak peka.
"Ih, Taehyung. Bukan itu. Aku tahu kalau itu kau kan sudah bilang. Maksudku, apa kita—" Taehyung tiba-tiba mencubit pipiku. Sial ini sakit.
"Uh, siluman kelinciku menggemaskan sekali. Okay, aku mengerti. Besok kau bisa bilang pada teman-temanmu kalau setiap hari Jeon Jungkook yang cantik jelita ini akan selalu pergi dan pulang kerja bersama kekasih barunya yang bernama Kim Taehyung, bagaimana?" Sialan, wajahku merona pasti. Pipiku terasa panas dan aku tidak berhenti tersenyum. Taehyung mencubit hidungku. Entahlah, aku senang sebetulnya, meskipun Taehyung tidak mengatakan hal seperti 'maukah kau menjadi kekasihku' atau semacamnya, tetapi ini sukses membuat jantungku tidak karuan. "Sekarang giliranku bertanya."
"Apa?"
"Apa kau tak keberatan kan jika kubilang kau kekasihku?"
"Hmm, bagaimana yaaa—" Aku mau! Aku mau! Aku mencoba untuk sedikit mengulur-ulur. Wajah Taehyung sangat serius kali ini. "Aku—ya—mau—uhm—ya Taehyung." Demi apapun, aku malu untuk bilang ini. Taehyung lalu memelukku, meempelkan dagunya di bahuku.
"Tapi, apa kau memiliki hal yang sama denganku?" Ya, Tae, iya.
"Kalau kubilang aku sudah menyukaimu sejak kau menyukai Yoongi bagaimana?"
Taehyung melepas pelukan kami. Aku bisa melihat perubahan wajah Taehyung. Wajah blanknya muncul. Ia terlihat sangat terkejut dengan perkataanku. Ia lalu menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.
"Hey, kenapa?"
"Maafkan aku, Jung. Aku—"
"Tae, mengapa meminta maaf?"
"Aku terlalu bodoh saat sekolah dulu. Andai aku tahu, andai aku menyadarinya. Maafkan aku jika dulu aku selalu menyuruhmu untuk menaruh coklat untuk Yoongi di atas pianonya."
"Aku senang melakukannya—dulu." Aku menunduk. Kenangan ini sesungguhnya amat pahit untukku.
"Aku ingin mengakui sesuatu."
"Apa?
"Sejujurnya, saat prom—saat kita berciuman—aku sangat senang. Aku sangat menikmatinya, tetapi tiba-tiba aku menyadari kalau kau akan pergi. Lalu aku berhenti menciummu, dan aku sangat bodoh saat aku bilang aku tidak bermaksud mencium—ah aku bodoh memang. Aku tidak bisa berjauhan darimu sesungguhnya. Hari kita wisuda, aku sudah akan menyatakan perasaanku. Tetapi, saat kutahu kau akan pergi, aku berhenti. Aku tahu aku tidak akan bisa untuk melakukan hubungan jarak jauh—"
"Sudahlah, jangan mengenang yang sudah-sudah. Jangan membahasnya lagi." Aku menangkup wajah Taehyung lalu mengecup bibirnya sekilas. "Aku tidak mau mengungkit yang sudah terjadi. Ayo kita hadapi kehidupan kita hari ini dan seterusnya—"
"Hanya ada aku dan dirimu."
Kami berciuman. Mungkin akan terjadi cukup lama. Aku sangat menyukai bibir Taehyung. Aku menarik bibirku. Sial aku kehabisan nafas. Taehyung lalu mengajakku kembali ke rumah. Aku membuka mantel dan menggantungnya di gantungan berdiri. Aku lalu duduk di sofa depan televisi dan menarik selimut yang dipakai Taehyung semalam untuk menghangatkanku. Aku berniat untuk menemani Taehyung tidur di sofa.
****
TBC yeayy
HAPPY BIRTHDAY KESAYANGANNYA ADEK
that kumis sama jenggot tipisnya bikin gemay, suka banget akutu liat dia kayak gini, manly banget, makin cinta deeeehh
semoga sehat terus, akur terus sama member lain, sukses terus, makin ganteng dan makin sayang adek Jungoo wqwq
DITUNGGU SELCANYA KALIAN OMG
btw, first aku suka bangtan gara-gara liat weekly idol dan auto suka sama ni orang pas doi dance lagu Gee SNSD
abis itu liat mv spine breaker, aku tanya adek aku "itu siapa yang nyanyi bagian reff? rapmon? suaranya macho banget!" ; kata adek "BUKAN, ITU V!"
sejak saat itu aku suka banget sama doi ehehe, terus liat twitter banyak banget yang ngomongin vkook, eh jadi bucin nya mereka deh sekarang wqw
kalian gimana?
maapin banyak cuap-cuap wqw
bonus
TAEHYUNG
Kami menonton film yang suka ditayangkan saat akhir tahun di televisi. Jungkook menyadarkan kepalanya di bahuku. Sepertinya bahuku sangat nyaman untuknya. Sejak tadi, Jungkook banyak mengomentari adegan-adegan yang ada sepanjang film. Tetapi sekarang ia mulai berhenti mengoceh. Aku menengok untuk memeriksanya. Jungkook ternyata sudah tertidur. Senyumanku mengembang. Sepertinya aku akan tidur dengan Jungkook di sofa malam ini. Ini membuatku super senang. Terimakasih Jungkook telah menghangatkan malamku yang dingin—tidak seperti kemarin.
Baru saja aku mematikan televisi, Nenek keluar dari kamarnya.
"Aduuuh cucu Nenek ketiduran. Yung, pindahkan Jungkook ke kamarnya. Ia pasti sakit jika tidur seperti itu—"
"Tapi, Nek—"
"Yung jangan membantah. Kasihan cucu Nenek kalau tidur di sofa seperti itu, nanti kesakitan. Ayo, gendong ia ke kamarnya. Jangan di bangunkan, ia pasti lelah."
Sebenarnya, cucu Nenek itu aku atau Jungkook sih? Semalam aku tidur di sofa, Nenek tidak sekhawatir ini.
Ups, aku lupa kalau Jungkook juga nanti jadi cucunya. Hehe.
Aku sedih rencanaku untuk cuddling bersama Jungkook malam ini gagal. Aku tidak bisa menolak apa kata Nenek. Aku lalu mulai mengangkat Jungkook.
Sial, Jungkook ternyata berat juga.
Nenek masih memerhatikanku. Aku harus membawa Jungkook ke lantai atas. Menaiki tangga bukanlah hal yang mudah. Aku bersikap sok kuat didepan Nenek. Demi cintaku pada Jungkook yang tidak pernah berakhir! Nenek membantuku untuk membukakan pintu kamar Jungkook. Setelah aku meletakkan Jungkook di kasur, Nenek langsung mengusirku. Aku turun ke bawah, lalu berbaring di sofa.
Sial, pinggangku sakit. Tapi aku harus kuat!