Pulang (Hanya tentang waktu s...

By Alqishthi

328K 21.3K 2.1K

Bisa apa aku? saat ku tau bagimu, cinta hanya sepotong rasa iba. More

Prolog
Satu
Dua
Tiga
Empat
Lima
Enam
Tujuh
Delapan
Sembilan
Sepuluh
Sebelas
Dua belas
Tiga Belas
Empat Belas
Lima belas
Enam belas
Tujuh Belas
Delapan Belas
Sembilan belas
Dua puluh
Dua puluh satu
Dua puluh dua
Dua puluh Tiga
Dua puluh empat
Info
Dua puluh lima
Dua puluh enam
Dua puluh Tujuh
Dua puluh Delapan
Tiga Puluh
Tiga Puluh Satu
Tiga puluh Dua
Tiga puluh tiga
Tiga puluh Empat
Tiga puluh Lima
Tiga puluh Enam
Tiga puluh tujuh
Tiga puluh delapan
Tiga Puluh Sembilan
Intermezo
Empat puluh
Empat puluh satu
Empat puluh dua
epilog
New Story
pre order
PO (Loveless)

Dua puluh Sembilan

6.7K 545 77
By Alqishthi

Pengakuan cinta Revi tentu saja membuat Sam dan Cheryl terganggu. Terutama untuk cheryl bagaimana tidak jika orang yang selalu Ia ceritakan tentang keluhannya ternyata adalah pria yang mencintainya. Cheryl mencoba meneguhkan hatinya untuk membiarkan Revi meninggalkannya. Benar kata Revi, Ia berhak untuk bahagia. Lalu bagaimana dengan dirinya? Akankah ucapan Sam yang tak akan meninggalkannya dapat Sam wujudkan? Jika saat ini saja cheryl merasa Sam selalu menghindar darinya.

***
Sam menjatuhkan tubuhnya ke atas sofa ruang tamunya. Ia sungguh merasa lelah hari ini sehingga memutuskan untuk pulang sangat awal. Ia memejamkan matanya dan mulai merasa keheningan yang menggilakan. Selintas muncul bayang betapa bahagia jika Ia pulang lebih awal lalu Ranna akan bersorak senang dan memaksa dirinya untuk jalan-jalan. Melelahkan memang tapi paling tidak dia tidak kesepian. Sekarang kapan pun Ia kembali Ranna tidak akan peduli. Satu bulir air mata jatuh begitu saja di ujung matanya bahkan ketika Ia mulai terlelap di alam mimpinya.
***
Ranna menarik-narik jas putih Nathan dan terus mengekorinya.

"Kamu marah dengan ku?" Tanya Ranna. Nathan hanya diam.

"Maaf..maaf nathan"

"Memangnya kamu salah apa?"

"Entahlah aku hanya ingin minta maaf"

"Jangan minta maaf kalau kamu ngga merasa bersalah" ucap Nathan dan mempercepat langkahnya. Ranna berlari menyusulnya.

"Lalu aku harus bagaimana? Aku tidak suka kamu begini"

"Aku juga"

"Juga apa?"

Nathan berhenti dan menatap Ranna lekat. Nathan sungguh ingin mengatakan bahwa Ia ingin tak suka menjadi yang kedua. Ia tak suka menjadi peran pendamping yang ada untuk mendukung kisah sang peran utama. Ia mencoba membalikan ke adaan Tapi semakin lama Nathan semakin tau kalau dirinya memang hanya sebatas pemeran kedua, dan tugas itu kini semakin nyata.

"Juga apa?" Ulang Ranna. Nathan masih menatap Ranna. Semua kalimatnya terasa sudah hampir di tenggorokan namun Nathan tetap tak bisa mengatakannya.

"Ayo nathan jika bukan sekarang kamu akan kehilangan kesempatan menjadi peran utama selamanya.."batin Nathan. Wajah Ranna yang menggemaskan sungguh membuat Nathan berupaya lebih keras agar tak luluh.

"Nath.." rengek Ranna dan menarik-narik jas dokter Nathan.

"Ya! Terserah kamu sajalah!" Ucap Nathan dan mengacak-acak rambutnya sendiri dan kembali berjalan dengan cepat.

"Nat.. Nathan.. Nathan.. ih tunggu. Nath..ah.." ucap Ranna dan tiba-tiba saja Ia memegang perutnya.

Nathan pun menghentikan langkahnya dan menoleh. Ia berbalik dengan cepat mendekati Nathan.

"Aira..kamu kenapa? Perut kamu sakit? Atau apa? Kamu udah minum obat kamu kan? Obat kamu masih ada kan? " Ucap Nathan hanya dalam satu tarikan napas.

"Prank" ledek Ranna dan kemudian tertawa.

Nathan masih menatap Ranna khawatir.

"Aku bercanda aku bohong.."

"Ngga Lucu" ucap Nathan yang masih terlihat cemas.
Ranna menjulurkan lidahnya.

"Wah..jiwa dokter kamu mengaggumkan sekali ya.." ucap Ranna. Nathan hanya dapat menghela napasnya andai Ranna tau bahwa kepanikannya bukan karna dia seorang dokter melainkan karna dia seorang pria yang mencintainya wanitanya.

"Jangan marah" ucap Ranna dan memasang wajah memelasnya.

"Oke.. Fine.." ucap Nathan yang pada akhirnya hanya dapat pasrah menghadapi sikap Ranna.

"Yeay.. aku punya satu tempat yang mau aku tunjukin ke kamu" ucap Ranna.

"Apa..?"

"Ikut saja."

Nathan masih menatap Ranna malas.

"Oh ayolah" rengek Ranna

"Ya..ya..aku tukeran shift dulu. Tunggu aku 30 menit" ucap Nathan. Ranna melakukan gerakan hormat.

"Siap.." ucap Ranna. Nathan mengangguk dan akan pergi namun Ranna menahannya.

"Apa lagi..?"

"Kunci mobil mu.." pinta Ranna. Nathan mengeluarkan kunci mobilnya dan memberikannya pada Ranna. Nathan akan pergi lagi namun Kembali di tahan.

"Wae..wae mwo?"

"Senyum dulu"

Nathan memaksakan diri untuk tersenyum.

"Yang benar" ucap Ranna dan memukul lengan Nathan.

"Ahh.. mana ada nyuruh oramg senyum di pukul"

"Ya makannya senyum" ucap Ranna. Nathan melebarkan senyumnya selebar yang Ia bisa.

"Sudah? Puas?"

Ranna mengangguk senang.
"Kalau gitu see you.." ucap Ranna dan berlari meninggalkan Nathan. 

"Wanita..itu benar-benar minta di nikahi rupanya." Gumam Nathan dan berjalan malas kembali ke IGD.
***
Setelah perdebatan yang sangat panjang, akhirnya Nathan dengan sangat terpaksa mengizinkan Ranna untuk mengemudikan mobilnya.

"Pokoknya kalau sampai ada sesuatu dengan mobil ku. Kamu harus ganti rugi"

Ranna tersenyum geli dan mengangguk.

"Tenang saja.. memangnya kamu tidak tau siapa suami ku" ledek Ranna

"Ya..seorang cebol" ucap Ranna dan Nathan bersamaan. Nathan tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Ia memutuskan untuk duduk dengan nyaman di kursi penumpang. Lagi pula sejauh ini Ranna mengendarai mobil dengan benar.

Nathan menurunkan kaca depan untuk membenarkan rambut model barunya itu. Sesekali Ranna melirik Nathan.

"Sudah sedikit lebih panjang kok"

"Diam lah" ucap Nathan. Ranna berusaha untuk menahan tawanya.

"Kalau kamu bisa bawa mobil kenapa tidak minta mobil pada suami mu?"

Ranna menggeleng.
"Aku tidak membutuhkannya"

"Atau sengaja agar Sam bisa mengantar jemput mu."

Ranna mengulum senyumnya dan mengangguk.
"Dulu sih begitu.."

"Sekarang?" Tanya Nathan.

Raut wajah Ranna nyaris berubah, namun kemudian ia tersenyum.

"Sudahlah jangam bahas dia. Kamu pasti suka tempat yang akan aku tunjukan ini"

Nathan mengedikan bahunnya.

Kurang lebih dua jam perjalanan dan sampailah mereka di sebuah perkampungan di kawasan depok. Mereka berhenti di salah satu rumah yang cukup besar, dengan halaman yang sangat luas. Di halaman tersebut terlihat beberapa anak yang sedang berlatih bela diri, di dalamnya ada pendopo yang terdapat anak-anak sedang berlatih menari.
Nathan turun dari mobil dan mengikuti Ranna. Senyumnya mengembang mendapati apa yang di tangkap oleh matanya.

Seorang wanita paruh baya dengan badan yang masih sangat bagus pun menghampiri mereka.

"Aira..." Ucap wanita itu dan memeluk Ranna dengan erat. Ranna tersenyum dan membalas pelukan itu.

"Ya ampun ra.. kamu kemana aja? Lebih dari 4 tahun ngga pernah kesini. Ibu rindu sekali"

"Aira juga rindu bu.."

"Kemapa baru kesini hmm? Cantik banget kamu ra.. ibu sampai pangling."

"Ibu selalu saja deh.."

"Ini siapa? Suami mu yang dokter itu ya? Tampan sekali."

Nathan mau tak mau tersenyum senang.
Ranna menggeleng.
"Bukan bu.. tapi dia juga dokter. Dia sahabat ku di kantor. Namanya nathan, Nathan ini bu Diah pemilik pondok seni ini"

Nathan mengangguk dan dengan antusias Ia menjabat tangan Diah.

"Tampan sekali kamu.. " ucap Diah dan menepuk bahu Nathan. Nathan menggaruk kepalanya malu.

"Sudah..sudah ayo masuk" ucap Diah. Diah masuk ke dalam dan memanggil orang yang membantunya untuk menyiapkan minum. Sedang Ranna dan Nathan mengikuti nya.

Mata Nathan benar-benar tak terlepas dari kekagumannya. Tak hanya seni bela diri dan tari. Di sana juga terdapat beberapa anak yang memainkan gending dan angklung. Ranna menemani Nathan berkeliling. Di belakang rumah tersebut terdapat beberapa anak yang sedang berlatih drama.

"Wah.. dari mana kamu tau tempat ini?"

Ranna tersenyum simpul.
"Waktu itu kampus ku mengadakan pameran seni sekaligus galang dana. Dan ya dengan beruntungnya aku bertemu ibu Diah."

"Hai..kalian ayo masuk-masuk." Ajak Diah.

Mereka berdua pun masuk. Nathan semakin kagum tatkala melihat isi rumah yang begitu indah menurutnya.

"Guci ini karyanya Stefano mulki, bukan?" Tanya Nathan tak percaya. Diah menoleh kaget.

"Kamu mengenalnya?" Tanya Diah dan mendekat. Nathan mengangguk.

"Sangat.. dia pengrajin seni tembikar yang bahkan di kemal seluruh dunia. Bagaimana Ibu bisa mendapatkan ini?"

Diah tersenyum dan mengusap punggung Nathan.
"Kemarilah nak.." ajak Diah. Nathan pun mengikuti dengan patuh. Diah membukan satu ruangan lalu menyalahkan lampunya. Disana terdapat alat-alat pembuat seni tembikar dan tentu banyak hasil karyanya.

"Impossible..how can?" Tanya Nathan setelah mengaggumi satu persatu hasil karya di sana.

"Aku adalah istri termuda Stefano..yah istri yang tidak akan pernah tercatat dalam sejarah kehidupannya"

"Istri yang sangat di banggakannya.. karna hanya Ibu satu-satunya istrinya yang juga menyukai seni."

Diah menatap Nathan bingung.

"Terdapat dalam puisinya di sebuah guci yang sekarang ada di musium perancis. Kinanthi."

Mata Diah berkaca-kaca, menatap Nathan.

"Dia benar.. anda begitu cantik dan luar biasa."
Diah menghapus air matanya dan mengusap tangan Nathan lagi.

"Dia pasti bahagia sekali memiliki penggemar seperti mu. Aku pikir tidak akan ada yang pernah tau tentang kinanthi" ucap Diah.

Nathan menggeleng.

"Banyak seniman berdebat tentang itu. Tapi sebagian dari kami yakin itu tak hanya sekedar sajak dan seorang master sepertinya tidak akan menuliskan dengan nama asli. Aku hanya yakin akan ada sesok kinanthi di luar sana. " Ucap Nathan.

Ranna yang tak mengerti apa-apa pun hanya terdiam di sana.

"Sudah ayo kita minum" ajak Diah lagi.

Mereka bertiga pun duduk di ruang tamu.

Diah terus mengaggumi Nathan yang bahkan saat meminum Teh, benar-benar memancarkan jiwa seniman.

"Tegal ya?" Tanya Nathan. Diah mengangguk dan tersenyum.

"Wah.. aku merasa asing di sini" ucap Ranna. Diah tersenyum dan mengusap kepala Ranna.

"Jadi apa yang membuat mu kembali menjejakan kaki di sini?" Tanya Diah.

"Euhm.. dua alasan" ucap Ranna
"Mari kita dengar. "

"Pertama aku ingin membawa mahluk itu kesini. "

"Alasan yang manis.. lalu apa yang ke dua?"

"Uhhm... Aku ingin berkolaborasi lagi dengan anak-anak didik ibu. Untuk acara diesnatalis rumah sakit tempat aku bekerja"

Diah terdiam sesaat.
"Kapan itu?"

"Aku tau ini konyol bu.. tapi aku benar-benar baru kepikiran. Acaranya minggu depan..aku tau akan banyak persiapan..tapi aku benar-benar ingin anak-anak ibu yang tampil"

"Hmm.. dengan satu syarat"

"Apa?" Tanya Ranna

"Kalian harus membantu segala persiapan.."

"Itu sih pasti bu.. tapi Nathan.."

"Ada apa dengan ku? Aku bisa. Apa perlu aku menginap di sini? Akan dengan senang hati.. ah apa disini ada ruang musik modern?" Tanya Nathan. Diah mengangguk.

"Jalan lah ke dalam. Tiga ruangan dari sini. Tertulis ruang musik " ucap Diah. Dan tanpa menunggu Nathan pun langsung bangkit.

"Kamu temukan dia dimana Aira?"

"Muncul begitu saja.." jawab Ranna dan tersenyum. Senyumnya semakin mengembang tatkala Ia mengingat pertemuannya dengan Nathan.

Ranna dan Diah pun mulai membicarakan tentang hubungan bisnis mereka dan membiarkan Nathan mengurung diri di ruangan musik itu. Bahkan setelah tiga jam berlalu Nathan belum kunjung keluar. Ranna pun menghampiri Nathan. Di lihatnya Nathan sedang memainkan piano dengan Nada yang tak di kenal Ranna namun cukup romantis.

"Ibu mengajak kita makan"

"Duluan saja.." ucap Nathan. Ranna duduk di samping Nathan.

"Sedang apa? Ini lagu apa?"

"Lagi ku" ucap Nathan.

"Kamu buat tiga jam tadi?"

Nathan mengangguk dan tersenyum lebar.

"Masih banyak yang belum aku perbaiki. Liriknya juga belum.. tapi sejauh ini bagaimana menurut mu?"

"Lumayan.." ucap Ranna

"Tunggu sampai aku menyelesaikannya "

"Baiklah.." jawan Ranna.

***
Setelah lebih 6 jam mereka berada di sanggar itu. Akhirnya dengan tak rela lagi Nathan dan Ranna pun memutuskan untuk pulang.

"Jadi gimana? Kamu suka tempatnya..?"

"SANGAT! AH.. Aira..kenapa baru mengajak ku kesana. Aku benar-benar merasa seperti hidup lagi." Ucap Nathan.

"Baguslah.. aku rindu sekali senyum mu yang begitu."

"Yang tampan dan mempesona ya..?"

"Ish..ya..ya.. paling tidak narsis mu itu sudah kembali"

Nathan pun hanya memberikan cengirannya.

"Bu diah saja bilang aku tampan"

"Iya Nath..iya"

Nathan pun mengangguk-anggukan kepalanya. Ranna memperhatikan Nathan dengan saksama. Ia sangat suka melihat Nathan yang seperti itu.

"Aira.."

"Hmm"

"Kamu makan malam dulu?"

Ranna menggeleng, Ia masih menatap wajah Nathan. Mendapati Ranna yang tak menjawab, Nathan pun menoleh pada Ranna.

"Aira?"

"Hmm.."

"Oi!"

Ranna pun tersentak dan cepat-cepat membenarkan duduknya.

"Iya kenapa? Oh makan ya. Ngga usah aku makan di rumah aja." Ucap Ranna.

Nathan masih melirik Ranna yang terlihat salah tingkah.

"Ra..?"

"Ya kenapa?" Tanya Ranna gugup.

"Kamu kenapa?" Tanya Nathan.

Ranna menggeleng.

"Tidak..aku baik."

"Aneh sekali kamu aira.."
Ranna menggaruk lehernya.

"Ohh ya.. euhm kenapa sih kamu dan Bu diah maksa manggil aku Aira. Padahal sudah aku bilang nama ku Ranna"

"Oh iya ya..bu Diah manggil kamu juga Aira"

Ranna mengangguk.

"Aku sih tidak tau alasan bu diah...?"

"Lalu.. kalau alasan mu?"

Nathan tersenyum dan hanya menjalankan mobilnya.

"Ih kenapa?"

"Karna Aira terdengar lebih pas untuk mu."

"Untuk ku? Kenapa?" Tanya Ranna.

Nathan menghentikan mobilnya tepat saat lampu lalu lintas menjadi merah.

"Karna nama itu terdengar cantik.. sama dengan mu yang selalu terlihat cantik dengan cara kamu" ucap Nathan.

Keheningan tercipta di antara keduanya. Ranna menelan Salivanya, jantungnya berdegup sangat cepat. Nathan tersenyum meluluhlantakan hati Ranna.
Mereka mungkin masih akan saling menatap lebih lama kalau saja mobil di belakang Nathan tidak membunyikan klakson nya.  Masing-masing dari mereka mengalihkan pandangannya. Tak ada pembicaraan hingga mereka tiba di rumah Ranna.

"Sampai.." ucap Nathan. Ranna melepaskan sabuk pengamannya.

"Kamu akan ke rumah sakit lagi?"

Nathan menggeleng.
"Aku libur besok.."

"Euhm.. kamu akan ke tempat bu diah?"

"Tentu aku harus menyelesaikan lagu ku dan membantu bu diah."

Ranna pun mengangguk.

"Turunlah..dan istirahat" ucap Nathan.

Ranna mengangguk, Ia sudah akan turun dari sana namun ucapan Nathan menahannya.

"Aira.."

"Ya?"

Nathan menggeleng lalu tersenyum.

"Terimakasih" ucap Nathan lembut. Ranna mengangguk.

"See you"

"Ya..see you" ucap Ranna dan kali ini benar-benar turun dari mobil Nathan. Ranna masuk ke dalam rumah dengan perasaan tak karuan, Ia bahkan tak menyadari mobil Sam yang sudah ada di bagasi. Seluruh ucapan dan senyum Nathan mengisi kepalanya. Ranna menyalakan lampu ruang tamu dan terkejut mendapati Sam ada di sana.

"Sam..?"

Sam perlahan bangkit daru tidurnya. Benar Ia ketiduran.

"Kamu ngapain tidur di situ?"

"Oh.. itu aku ketiduran. Kamu baru pulang?" Tanya Sam. Ranna mengangguk.

"Sudah makan?" Tanya Ranna. Sam menggeleng.

"Pesan makanan online saja ya. Aku ada deadline" ucap Ranna. Sam menatap Ranna. Ini bukan tentang makan. Ini tentang dirinya tak lagi menjadi prioritas Ranna. Benar Ia yang mau. Ia yang mau untuk menjadi obsesi Ranna.

Sam mengangguk, Ia berusaha untuk tersenyum.

"Apa pekerjaan mu banyak sekali? Mau aku bantu?"

Ranna menggeleng.

"Tidak..aku ke kamar dulu ya" ucap Ranna dan meninggalkan Sam.

Sam mengikuti Ranna untuk masuk ke dalam kamarnya. Ranna menghubungkan ponselnya dengan kabel pengisi daya lalu Ia pun memilih untuk mandi. Sam duduk di kasur, Ia menatap ponsel Ranna lalu mengambilnya. Layar ponsel Ranna benar-benar bukan lagi gambarnya. Ia mencoba membuka ponsel Ranna namun
ternyata password ponsel Ranna sudah berbeda. Sam tersenyum miris.

***
Ranna dan Sam sudah sama-sama membersihkan dirinya. Sam sibuk membaca beberapa buku di kasurnya sedangkan Ranna sibuk dengam laptop di meja kerja Sam.
Sesekali Sam terbatuk dan Ranna tak melakukan apapun, atau mungkin tak sadar karna sibuk dengan ponsel juga laptopnya.

"Ra.."

"Iya Nat.." ucap Ranna dan menoleh. Ia terhenyak mendapati bahwa yang memanggilnya adalah Sam bukan Nathan.

"Sam..bukan Nathan" ucap Sam dan tersenyum kecut.

"Oh.. kamu biasa manggil aku na.. dan Nathan biasa manggil aku. Ra..Aira.." ucap Ranna mencoba memberikan alasan. Sam mencoba tersenyum dan mengangguk.

"Oh ya.. ada apa?" Tanya Ranna.

"Euhm.. tidak jadi" ucap Sam dan kembali terbatuk.

"Kamu sakit?" Tanya Ranna. Sam menggeleng pada Ranna.

"Mau aku ambil minum?" Tanya Ranna lagi. Sam menggeleng lagi.

"Tidak usah.."

Ranna menimbang sesaat. Ia bangkit dari kursinya dan akan mengambil minum namun langkahnya terhenti.

"Aku lupa kalau kamu bilang tidak usah itu artinya tidak. Maaf aku sedikit belum terbiasa" ucap Ranna dan kembali duduk di kursinya. Sam menatap Ranna. Ia ingat dimana Ia mengatakan itu, yaitu Saat Ranna menumpahkan kopi panas pada tangannya. Ia benar-benar sudah merubah seorang Ranna.
***
Hai hai.. kesayangan incess.. cie incess.. ya dari pada thor..thor berat bawa palu. Hahah.

Nih di up nih wkwk. Spam comments boleh lah..biar cepet di up lagi hahah

Continue Reading

You'll Also Like

2.2K 224 22
Tak pernah Izora sangka, pernikahannya yang sudah di depan mata harus gagal begitu saja. Hanya karena alasan klise dari mempelai laki-laki. Ia yang a...
326K 22.8K 45
"Ada yang salah dengan kepala mu! Berhentilah sebelum semuanya semakin parah!"
2.1M 10K 17
LAPAK DEWASA 21++ JANGAN BACA KALAU MASIH BELUM CUKUP UMUR!! Bagian 21++ Di Karyakarsa beserta gambar giftnya. 🔞🔞 Alden Maheswara. Seorang siswa...
1M 153K 50
Awalnya Cherry tidak berniat demikian. Tapi akhirnya, dia melakukannya. Menjebak Darren Alfa Angkasa, yang semula hanya Cherry niat untuk menolong sa...