MAHKOTA KERTAS [tamat]

By fatayaable

28.7K 4.3K 2K

Hai, Pembaca. Perkenalkan namaku Sabrina. Sekarang aku kelas XI di SMA Arcapella. Ya... hidupku biasa saja. A... More

PROLOG
SATU
DUA (a)
DUA (b)
TIGA
EMPAT
PERKENALAN
LIMA
ENAM
TUJUH
SEMBILAN
SEPULUH
SEBELAS
DUA BELAS
TIGA BELAS
EMPAT BELAS
LIMA BELAS
ENAM BELAS
TUJUH BELAS
DELAPAN BELAS
SEMBILAN BELAS
DUA PULUH
Trailer
DUA PULUH SATU
DUA PULUH DUA
DUA PULUH TIGA
DUA PULUH EMPAT
DUA PULUH LIMA
DUA PULUH ENAM
DUA PULUH TUJUH
DUA PULUH DELAPAN
EPILOG

DELAPAN

803 128 79
By fatayaable

"Bri, nomer 3, 2,1 dong apaan jawabannya?"

"Ih, lo malak, Dam? Gue kan udah pusing mikirin jawaban ampe jungkir balik semalam. Enggak! Gue enggak mau!" Kutarik buku tulis Matematika milikku dari hadapan Sadam. Maka terlihatlah wajah sedih ala Sadam.

Entah apa hanya aku yang merasa kalau dia kali ini sangat berbeda dengan tadi malam. Tingkat ketampannya naik satu level. Tapi tetap saja dia adalah satu-satunya orang yang paling ngeselin bin nyebelin yang pernah ada.

Aku pun tidak tahu kenapa dia yang harus menjadi sahabatku. Malaikat dari-Nya? Mungkin. Tapi aku tak bisa menyebutnya dengan itu. Dia hanyalah cowok biasa yang hadir tiba-tiba dari perpustakaan SMP ke dalam kehidupanku.

Tadi malam setelah menyuapiku makan, Sadam tidak langsung pulang begitu saja. Dia mengajak mengobrol sampai aku benar-benar tidur di bahunya.

"Lo kerjain dong, Dam! Salah sendiri lo malah ke rumah gue."

Sadam menatapku lekat. "Yang penting lo aman aja itu udah bikin gue tenang, Bri."

"Maksud lo, lo enggak tenang gitu pas ada Mikha di deket gue?" Aku mengacak-acak rambutnya. "Tenang, Dam. Gue bisa jaga diri, kok." Aku beranjak dari kursi dan meletakkan buku tulis Matematika-ku di meja Sadam.

Sadam menatapku seakan dia tidak percaya kalau aku telah mengikhlaskan jawaban tugasku kepadanya.

"Yang namanya Sabrina, dipanggil ke ruang guru."

Aku menoleh ke arah pintu kelas. Seorang siswi dengan rambut panjang kemerahan tengah berdiri dengan anggunnya. Matanya bertemu denganku.

"Lo ya yang namanya Sabrina?"

Aku mengangguk.

"Ikut gue, yuk! Ditunggu sama Pak Doni." Lalu, siswi itu pergi begitu saja.

"Inget, Bri, yang gue omongin semalam."

Aku mengangguk ke arah Sadam dan pergi.

***

"Bagaimana Sabrina dengan tawaran Bapak kemarin?"

Kini aku sudah berdiri di hadapan Pak Doni. Jemariku saling bertautan. Entah mengapa kali ini merasa gugup.

"Kamu mau kan menerimanya?"

Aku masih enggan menjawabnya. Bukannya apa. Hanya saja waktuku akan berkurang untuk di rumah. Dan pastinya nanti akan dicurigai Mama karena pulang lewat dari waktu yang telah ditentukan. Asal tahu saja, Mama hafal dengan jadwal kegiatanku.

Tanda peduli? Salah. Mama sama sekali tidak peduli denganku.

"Sabrina mau, Pak!"

Aku menoleh ke belakang, mencari sumber suara yang beberapa saat lalu kutinggalkan. Benar saja dia dengan wajah tengilnya menghampiri kami, lalu merangkulku seperti yang sudah-sudah. Dia tidak tahu apa kalau pipiku saat ini memanas karenanya, ha?

"Iya kan, Bri?"

Aku menatap matanya dengan tajam, menggambarkan kalau aku sedang marah.

"Nah, kalau diemnya cewek itu berarti 'iya', Pak."

"Eh, bu-bukan, Pak!" Aku berusaha mengelak. "Saya cuma—"

"Kalau masalah perizinan, saya sudah menghubungi ayahmu tadi dan beliau setuju."

Aku menghela napas panjang seolah aku baru saja masuk ke dalam perangkap Sadam dan pasrah.

"Lusa kita mulai latihan untuk masuk seleksi ya, Sabrina."

Mataku membeliak. "Ha? Secepat itu, Pak?"

Pak Doni tersenyum. "Iya, Sabrina. Pekan Olahraga Nasional akan diselenggarakan tiga bulan lagi dan tidak bisa menunggu."

"I-iya, Pak." Bahuku merosot dan aku tertunduk lesu.

"Nah, Sadam. Tugasmu adalah menjaga Sabrina agar dia tetap sehat sampai acara itu selesai." Pak Doni menepuk pundakku dan Sadam bergantian, lalu keluar ruangan.

Kuangkat kaki kananku dan—

"Lo mau nginjek kaki gue lagi, Bri?"

Sial, dia tahu! Argh...

Sadam tertawa keras sekali. Dia lupa kalau ini ruang guru.

"Maaf, Bu. Sadam lagi agak sakit," kilahku kepada guru yang setahuku adalah wali kelas 12 IIS 2. Setelah mengatakan itu, kutarik Sadam keluar.

"Lo bikin malu gue aja sih, Dam!" Aku menggerutu, tapi sepertinya gerutuanku tidak berhasil. Tawanya semakin keras. "Lo bukan temen gue!"

Kututup wajahku dengan kedua tangan, lalu berlari. Aku benar-benar malu dilihat banyak siswa.

"Bri, tunggu!"

Tentu saja aku tidak mengindahkan teriakkannya. Kutahu Sadam mengejarku.

"Bri, awas!"

Langkahku tak bisa berhenti tiba-tiba. Jadi yang terjadi selanjutnya adalah menabrak seseorang. Argh...

"Kalau jalan pake mata yang di kepala! Jangan pake mata kaki!"

Aku berdecak dalam hati. Ternyata aku menabrak orang yang salah. Siapa lagi kalau bukan Mikhaela. Lagian juga buat apa dia di sini? Harusnya dia lebih tahu kalau ada orang sedang berlari.

"Sorry, Mik. Gue buru-buru." Aku langsung saja berlalu darinya. Sungguh aku tak tahan melihat wajah cantik tapi hati buruk terlalu lama. Lebih baik aku bertemu dengan si buruk rupa tapi hatinya cantik.

"Eh, kurang ajar ya lo! Masih kurang yang semalam? Dasar Upik Abu!"

Aku berbalik badan, menatap Mikha yang kini tersenyum licik kepadaku. Jangan ditanya dilihat banyak siswa atau tidak. Jelas sekali semua siswa melihat ke arah kami. Suara cempreng Mikha telah merebut banyak perhatian. Tak terkecuali Sadam. Dia berjarak beberapa meter di depan Mikha. Tapi, matanya menatap tajam ke arahku.

"Maaf, ya. Lo itu siapa berhak ngatur-ngatur gue?" Aku tetap bersikap tenang saat mengatakannya walau sebenarnya hatiku sudah muak terhadap cewek di hadapanku ini. "Lo cuma tamu di rumah gue, tahu!"

Ada yang lebih pantas kuucapkan untuk Mikha sebenarnya agar dia tahu kalau dia itu lemah. Tapi kurasa ini sudah cukup.

Aku melangkahkan kembali kakiku menuju kelas.

"Bri, tunggu!" Sadam kembali memanggilku. Padahal nanti bisa ketemu di kelas.

"Eh, sayangnya gue. Mau ke mana, sih?"

"Ngapain sih lo, Mik? Lepasin gue enggak!"

Itu kata-kata yang kutangkap. Tanpa melihat mereka pun aku sudah bisa membayangkannya dengan jelas. Palingan tidak jauh dari adegan semalam.

"Sabrina!"

Yang memanggil namaku tiba-tiba sudah ada di sebelahku. Dia, si Rambut Merah. "Hai."

"Lo keren, Sab! Gue salut sama lo." Dia merangkulku. "Asal lo tahu, gue juga enggak suka sama Mikha. Oh ya, kenalin nama gue Arista, 11 IIS 4. Panggil gue Ari."


"Ha? Ari?"

"Iya Ari. Keren, kan? Kenapa? Aneh, ya?"

"Eh, enggak, kok."

"Gue mau yang beda aja. Rista? Udah biasa. Gue maunya Ari. Oh ya, panggilan lo siapa? Ina atau Rina?"

Ternyata si Rambut Merah adalah tipe yang periang. Lihat saja caranya bicara. "Panggil aja Bri."

"Bagus! Oke gue ke kelas dulu ya, Bri. See you." Arista melambaikan tangan dan masuk ke kelasnya.

Aku tersenyum mengingat kejadian barusan. Rupanya kelas kami bersebelahan. Aku sampai tidak memperhatikan sekitar tentang siapa-siapa saja yang ada di sekitarku karena sibuknya aku mengurusi masalahku sendiri.

Sadam? Ah, ya. Hanya dia yang kutahu. Dan mungkin sudah ditakdirkan-Nya kalau Sadam harus sekelas denganku selama tiga tahun berturut-turut. Ya, memang benar kami selalu di kelas yang sama dari kelas sembilan. Aku sampai bingung kenapa kami selalu bersama. Apa mungkin ini ada tujuannya?

"Bri, ngapain lo lari, sih?" Sadam tiba di sebelahku. "Eh, tadi siapa? Kayaknya gue baru lihat deh. Eh, emang di sini boleh warnain rambut? Kalau boleh gue mau warnain biru yang glow in the dark gitu. Pasti gue tambah ganteng."

Kami masuk ke dalam kelas. Aku menemukan buku tugasku tersimpan rapi di meja.

"Jangan ngaco lo! Lo udah ganteng juga. Ngapain pake diwarnain segala. Enggak pe-de banget, sih." Aku duduk di kursi dan membuka buku tugas. "Jadi mau minjem enggak, nih?"

Sadam menggeleng. "Enggak, Bri. Gue tadi cuma bercanda, kok." Dia duduk dan mengacak-ngacak rambutku. "Thanks udah bilang gue ganteng."

Aku tersenyum ke arahnya. Dan setika ide itu datang. "Entar temenin gue ketemu Angel, ya!"

"Ngapain?"

"Ada deh." []

♡♡♡

Holaaa 😚

Gimana ceritanya? 

Bri punya temen baru. Ihiyy~ 💃
Gimana kelanjutannya? Hohoo sabar yaa.

O ya, tetep jaga kesehatan ya, Guys

Sampai bertemu lusa nanti... 😘

Peluk Hangat,

Aya

Continue Reading

You'll Also Like

315K 51.5K 46
They painted me as the bad guy so, the bad guy, that's what I became ... until he came [The Effects Series #2: Aksal] 15 Juli, 2022
2.8M 171K 30
Telah Diadaptasi ke SERIES di MAXStream & Sudah Terbit, Tersedia di Seluruh Gramedia Indonesia. "Kamu mau nggak jadi pacar saya?" "Excuse me?!" "Nant...
41K 5.1K 52
[COMPLETED] Namanya Orion, manusia sedingin aphelion yang pernah gadis itu temui. Tampan? Sudah jelas. Pintar? Pasti. Namun, dingin dan cuek adalah s...
879K 6.2K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...