The Wedding (Selesai ✔)

AmaThor03 द्वारा

811K 75.2K 3K

Mereka menikah karena adanya perjanjian bisnis keluarga. Lantas, apakah mereka juga harus berpisah karena ala... अधिक

Ke-satu
Ke-tiga
Ke-empat
Ke-lima
Ke-enam
Ke-tujuh
Ke-delapan
Ke-sembilan
Ke-sepuluh
Ke-sebelas
Ke-dua belas
Ke-tiga belas
Ke-empat belas
Ke-lima belas
Ke-enam belas
Ke-tujuh belas
Ke-delapan belas
Ke-sembilan belas
Kedua puluh
Ke-dua puluh satu
Ke-dua puluh dua
Kedua puluh tiga
Kedua puluh empat
Kedua puluh lima
Kedua puluh enam
Kedua Puluh Tujuh
Kedua Puluh Delapan
Kedua Puluh Sembilan
Ketiga Puluh
Ketiga Puluh Satu
Ketiga Puluh Dua
Ketiga Puluh Tiga
Ketiga Puluh Empat
Ketiga Puluh Lima
Ketiga Puluh Enam
Ketiga Puluh Tujuh
Ketiga Puluh Delapan
Ketiga Puluh Sembilan
Keempat Puluh

Ke-dua

35.3K 2.9K 27
AmaThor03 द्वारा

Seperti yang dikatakan Regan, mereka langsung bertolak ke kediaman Adirama Hutama setibanya mereka di Jakarta. Tak ada yang menyambut kepulangan mereka di bandara. Namun ternyata, supir keluarga Hutama sudah menunggu di luar bandara.

Tak disambut di bandara, bukan berarti tak ada sambutan yang diberi keluarga Hutama padanya. Putri Nandita Hutama, kakak iparnya, menyambut kedatangan Isti dengan sebuah pelukan. "Selamat datang di keluarga Hutama, Isti."

"Makasih, Kak Putri."

Tak lupa Isti memeluk ibu mertuanya, dan mencium tangan ayah mertuanya dengan hormat.

"Isti pasti cape 'kan? Ayo kita ke dalam dulu. Bu Narti, tolong bawakan tas Isti ke kamar Regan ya," titah Putri pada seorang pelayan wanita yang siaga menunggu perintah.

Keluarga Hutama merupakan keluarga yang cukup terpandang dan disegani. Adirama memiliki beberapa gedung departement store yang tersebar di beberapa titik di Pulau Jawa. Bahkan nama Adirama Hutama, pernah tercatat sebagai salah satu orang terkaya di Indonesia oleh majalah Forbes.

Sebagai putra pertama, Panji Sakala Hutama diberi kuasa memegang empat cabang departement store. Sang istri juga kecipratan pastinya. Ibu dari cucu pertama Adirama itu diberi tanggung jawab memegang dua cabang perusahaan.

Sementara sang putri, sama sekali tak tertarik untuk terjun ke dunia bisnis. Bersama sang ibu, Putri menjadi donatur tetap di beberapa panti asuhan juga panti werdha. Mendirikan rumah singgah untuk kaum tuna susila, serta kegiatan lain yang bergerak di bidang kemanusiaan. Mungkin setelah ini, Isti akan bergabung dengan Putri dan ibu mertuanya, Masayu.

"Gimana bulan madunya, Ti? Kamu menikmatinya kan?"

Perjalanan bulan madunya dengan Regan ke Bali merupakan hadiah pernikahan yang diberi Putri untuk adik dan adik iparnya. Awalnya, Putri menawarkan tiket ke Maldives. Namun Isti menolak, dengan menjadikan jarak yang terlalu jauh sebagai alasan.

"Alhamdulillah, Kak Putri. Makasih ya, Kak. Isti senang dan sangat menikmatinya," ujar Isti tulus.

"Seharusnya ke Maldives, Ti, pasti lebih romantis. Kamu malah nggak mau."

"Bali udah cukup, Kak," jawab Isti. "Oh iya, hampir lupa. Isti punya sesuatu untuk Mama, Kak Putri dan yang lain."

"Oh ya?" Putri bertanya penasaran.

Isti mengeluarkan oleh-oleh yang sudah ia persiapkan sejak kemarin. Membagikan nya pada Putri dan Masayu. Sekalian Isti titipkan oleh-oleh untuk suami Putri juga ayah mertuanya. Isti masih merasa segan harus berinteraksi dengan mereka.

Setelah membongkar juga membagikan oleh-oleh, Isti diajak makan siang bersama. Keluarga Hutama yang lain sudah menunggu Isti, Putri dan ibu mertuanya. Putra sulung keluarga Hutama yang tak ikut menyambut Isti dan Regan tadi, juga sudah ikut bergabung di meja makan. Termasuk seorang wanita yang Isti tahu tak pernah menyukai keberadaannya.

"Silakan bergabung, Isti."

Kursi di sebelah kiri Regan memang disediakan untuk Isti. Suaminya itu tak mengatakan apa-apa saat Isti sudah berada di sebelahnya.

Isti duduk berhadapan dengan Viona, istri kakak pertama Regan. Sejak pertama kali mengenal keluarga Hutama, Viona sudah menunjukkan ketidaksukaannya pada Isti. Padahal Isti sama sekali tak tahu apa kesalahan yang ia perbuat pada wanita itu.

Isti pun tak begitu mengenal Viona. Meskipun memang, nama Viona Arabella bukan nama asing di dunia fashion. Ia adalah perancang busana terkemuka. Karyanya sudah malang melintang di dunia fashion. Beberapa selebriti terkenal memakai rancangannya. Bahkan saat pernikahan putri presiden, Viona turut ambil bagian.

Sangat berbeda dengan Isti. Produk rancangannya, mulai dari tas, sepatu, dompet dan pakaian yang ia produksi, lebih ditujukan ke kalangan masyarakat menengah. Produk-produk yang dihasilkan brand-nya tak pernah menggunakan kulit binatang asli. Hingga Isti tidak pernah mematok harga tinggi.

Khusus untuk produk pakaian, Isti Fashion dikenal dengan ciri khas-nya yang selalu menerapkan unsur budaya Indonesia. Berbagai kain khas nusantara ia padu padankan hingga menjadi busana yang indah dan mempesona. Berbeda dengan karya Viona yang selalu menghasilkan gaun mewah bertabur berlian swarovski.

Mereka makan dengan khidmat. Tak ada yang berbicara saat di meja makan. Kecuali si kecil Cyla, anak Putri yang baru berusia tiga tahun.

"Seperti janji Papa, rumah di Menteng jadi tempat tinggalku dan Isti."

Regan langsung buka suara begitu mereka menyelesaikan makan siangnya. Isti yang sama sekali tak mengerti, hanya diam mendengarkan.

"Baik. Kamu tahu Papa tidak pernah ingkar janji."

Regan menyeringai puas. Salah satu impiannya kini tercapai. "Aku minta kuncinya. Sore ini aku dan Isti akan langsung menempati rumah itu."

"Apa nggak sebaiknya besok saja kalian tempati rumah itu, Re? Isti pasti masih cape. Biarkan dia istirahat dulu di sini."

"Isti juga bisa istirahat di rumah, Ma," bantah Regan. "Kamu keberatan kalau hari ini kita tempati rumah kita?" tanya Regan pada Isti.

Isti menoleh bingung. Regan menatapnya seakan mengharuskan Isti untuk menyetujui ide tersebut. Namun saat Isti menatap Masayu, ibu mertuanya itu meminta Isti agar menolak usul Regan melalui tatapannya.

Sejujurnya, Isti tak menyukai ide Regan. Apalagi bagaimana cara Regan menuntut janji ayahnya di depan mereka semua tadi. Namun, jika mereka menempati rumah yang dimaksud Regan tadi hari ini juga, Isti tak perlu mengarang alasan untuk menemui seseorang yang menjadi alasan Isti tak betah lama di Bali. Walau Isti tahu, ia harus tetap mengantongi izin Regan jika ingin keluar rumah.

"Saya ikut keputusan Mas Regan saja," putusnya membuat Regan tersenyum puas.

"Kalian dengar sendiri kan?" Regan lalu berdiri dari kursinya. "Koper kamu tadi belum dibongkar?"

Isti menggeleng pelan. "Tadi cuma ngeluarin oleh-oleh untuk yang lain."

"Baguslah. Siapkan kunci rumahnya. Aku mau berkemas dulu."

Lalu Regan berlalu begitu saja. Menaiki tangga menuju kamar tidurnya semasa tinggal di kediaman Hutama. Tanpa berpamitan pada kedua orang tuanya yang terlihat tak acuh pada sikap putra bungsunya.

"Saya minta maaf atas sikap Mas Regan, Ma ... Pa ...." Dan sebagai istri, Isti merasa harus meminta maaf atas ketidaksopanan sikap Regan.

***

Rumah yang akan ditempati Isti dan Regan ternyata memiliki ukuran yang cukup luas, hampir mengimbangi kediaman mertuanya.

"Aku sudah menghubungi jasa penyalur pembantu. Mungkin besok mereka baru masuk. Aku yakin rumah ini bersih dan terawat. Jadi sebelum pembantu datang, kamu nggak perlu repot membersihkan rumah."

Isti hanya mengangguk, matanya masih sibuk memperhatikan interior rumah yang akan ia tempati bersama Regan.

"Kamu tahu, Isti? Aku benar-benar merasa puas bisa mendapatkan rumah ini."

Tanpa perlu Regan katakan pun Isti sudah bisa menebak. Karena sejak keluar dari kediaman Hutama, Regan terus tersenyum sepanjang perjalanan.

"Mas Regan sangat menginginkan rumah ini ya?"

"Ya. Tentu saja."

"Alasannya?"

"Karena Viona menginginkan rumah ini."

Viona? Apakah Viona yang dimaksud Regan adalah istri dari abangnya sendiri? Lantas, mengapa Regan menjadikan Viona sebagai alasan?

"Rumah ini adalah rumah terbesar kedua setelah rumah yang ditempati Papa dan Mama. Rumah ini warisan dari Eyang pihak Papa. Ada kebun di halaman belakang rumah, juga ada ruangan khusus di bawah tanah."

"Apa hubungannya dengan Kak Viona?"

"Setelah menikah dengan Panji, otomatis Panji mendapat jatah rumah dari Papa. Rumah yang sekarang mereka tempati. Waktu itu, Eyang masih hidup. Dua tahun kemudian, Eyang meninggal dunia. Kami bertiga tahu kalau rumah ini adalah jatah warisan untuk Papa. Dan Viona langsung menyampaikan permintaannya untuk menempati rumah ini, tapi Papa menolak.

Sewaktu Papa memintaku menikah denganmu, aku menjadikan rumah ini sebagai syarat. Rumah ini menjadi milikku jika aku bersedia menuruti perintah Papa. Walau sebenarnya, Papa pun mengancam akan mengalihkan warisan milikku pada Naufal jika aku menolak."

"Tapi Mas Regan putra Papa. Ancaman seperti itu seharusnya tidak berlaku. Bagaimanapun, Mas tetap menjadi ahli waris ketika Papa meninggal."

"Kamu belum mengenal Papa, Isti." Regan mendaratkan bokongnya pada sofa. Menyandarkan kepalanya di sana. Masih ada senyum kepuasan di bibir lelaki itu. "Papa tidak pernah main-main dengan ucapannya. Apa yang ia katakan adalah mutlak, tidak ada yang bisa mengubahnya."

Tetap saja menurut Isti, Regan berhak mendapat warisan dari Hutama, meski ia menolak menikahi Isti.

Ponselnya berbunyi. Melihat nama peneleponnya, Isti menoleh pada Regan yang memejamkan mata. "Assalamu'alaikum, Pa."

"Wa'alaikum salam. Kamu sudah di Jakarta, Nak?"

"Iya, Pa. Isti sama Mas Regan udah di Jakarta."

"Jadi main ke rumah, Nak?"

Isti tak langsung menjawab. Diliriknya Regan yang masih memejamkan mata. "Sebentar ya, Pa. Isti tanya ke Mas Regan dulu."

Mendengar namanya disebut, mata Regan langsung terbuka. Ia tak tertidur. Hanya sedikit lelah karena belum sempat beristirahat. "Kenapa?"

"Mas masih cape ya? Papa mau ketemu kita. Kalau Mas masih capek, boleh aku pergi sendiri, Mas?"

Bohong jika Regan mengatakan ia tak butuh istirahat. Sama sepertinya, Regan pun yakin jika istrinya yang menatapnya penuh harap itu, sebenarnya juga butuh istirahat. Namun Regan yakin, sang istri mungkin sangat merindukan kedua orang tuanya. Maka ia kesampingkan rasa lelah itu demi bersua dengan orang tua istrinya. "Ya sudah, kita ke rumah orang tua kamu. Anggap sebagai ucapan terima kasihku, karena kamu sudah mendukungku tadi."

Senyum Isti mengembang seketika. "Serius, Mas?" tanyanya mencoba meyakinkan.

Regan mengangguk. "Dengan satu syarat, makan malam di sana, harus kamu yang memasak. Aku tidak menikmati makanan di rumah Mama tadi."

"Terima kasih, Mas. Hallo, Pa ..."

Regan memperhatikan Isti yang mulai berjalan menjauhinya dengan ponsel yang masih menempel di telinga. Untuk pertama kalinya selama mereka menikah, Regan melihat mata Isti berbinar bahagia hanya karena ia sudi menemani wanita itu.

Ternyata membahagiakan seorang istri bukan hal yang sulit.

To be continued.

Love :*

Rabu, 26 Desember 2018

पढ़ना जारी रखें

आपको ये भी पसंदे आएँगी

The Last Leaf (END) Dey द्वारा

सामान्य साहित्य

529K 34.1K 51
Jangan lupa Follow Author dulu sebelum membaca, thanks Masih banyak typo dan juga kesalahan tanda penulisan, mohon di maklumi. Karena karya ini belum...
REAGAN • POSSESSIVE BADBOY M I L K Y W A Y द्वारा

सामान्य साहित्य

465K 17K 30
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
my love single mother RIPhooman द्वारा

सामान्य साहित्य

378K 33.6K 54
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
Pembantu Idaman Kenzo9 द्वारा

सामान्य साहित्य

1M 3.5K 22
Ingin cerita lebih lengkapnya lagi, Silahkan klik Link di profil saya... 🙏🙏😊