TAMAT - Lavender Dreams

By fuyutsukihikari

151K 16.2K 914

VERSI LENGKAP BISA DIBELI DI GOOGLE BOOK/PLAY Lavender Lee, wanita berusia tiga puluh tahun lahir dari salah... More

Prolog
Bab 1 : Kencan?
Perkenalan Cast
Bab 2. Kesalahpahaman yang Lain
Bab 4 : Alasan
Bab 5. Merasa Aneh?
Bab 6. Menghilang?
Bab 7. Percakapan
Bab 8. Pilihan
Bab 9. Saling Mengenal?
Bab 10. Mengejutkan?
Bab 11
Bab 12. Kenapa?
Bab 13. Kebohongan Lain
Bab 14. Gunung Es
Bab 15. Sang Penyelamat
Bab 16. Sepotong Harapan
Bab 17. Kugenggam Tanganmu
Bab 18. Rinai Hujan
Bab 19. Terima Semua Kurangku
Bab 20. Kejutan
Bab 21. Ada Apa Denganmu?
Bab 22. Keluarga Yang Keren?
Bab 23. Barang Bukti
Bab 24
Bab 25. Tidak Masalah

Bab3. Rencana

3.3K 599 31
By fuyutsukihikari

Author playlist : iKON - Goodbye Road

.

.

.

Dari prolog sampai bab 10 saya update super cepat ya. Selanjutnya update 1 minggu sekali.

Btw, untuk cerita ini, playlist lagu yang akan saya putar semua lagu Korea yang saya suka. Semoga kalian juga suka. ^-^

Thank you!

.

.

.

Dilarang menyalin, menjiplak sebagian atau pun keseluruhan isi cerita dan mempublikasikannya tanpa seizin saya.

.

.

.

Happy reading!

.

.

.

Bab 3. Rencana

.

.

.

Daniel tidak melepaskan pandangan dari layar telepon genggamnya. Ia berbaring di atas sofa, menyandarkan kepala dengan nyaman pada bantal sofa sementara satu kakinya ditekuk ke atas. "Aku tidak mengerti, kenapa kalian lebih terbuka kepada kakakku?" ucapnya, menarik perhatian Eric dan Sam. Siang ini Eric dan Sam datang ke kantor Jung Woo untuk mengadukan perilaku Eve.

Ia terdiam, mengambil napas panjang sementara kakak sulungnya duduk tenang di sisi sofa lain. "Dan aku tidak mengerti kenapa kalian selalu bertengkar dengan Eve." Untuk sesaat dia menurunkan telepon genggamnya, tatapan Daniel tertuju ke arah Sam yang tengah menikmati minuman dingin. "Terutama kau—Sam. Apa kau sudah meminta maaf?"

"Untuk apa?" Sam balik bertanya, mengabaikan tatapan menegur Daniel. "Aku tidak akan mengatakan kalimat itu jika Eve tidak memulainya." Ia membuang napas keras sebelum kembali bicara, "Kami sudah cukup bersabar selama ini."

Eric tidak mengatakan apa pun. Perpisahannya dengan Sunny masih menyisakan kesedihan untuk dirinya. Sudah dua kali Eve ikut campur dalam hubungannya, dan hal itu membuat Eric harus berpisah dengan wanita yang tengah ia kencani. Terkadang dia berpikir jika Eve tidak suka melihat adik-adiknya bahagia.

"Kakakmu pasti memiliki alasan," ucap Jung Woo. Pria berusia tiga puluh dua tahun itu menatap Eric lekat. "Apa kau memberikan kesempatan kepada Eve untuk bicara?"

"Untuk apa?" tanya Eric. "Aku tidak bisa mendengar alasan apa pun," ujarnya, keras kepala. "Kakakku harus bisa berubah. Kami bukan anak kecil lagi. Aku hanya merasa dia takut kehilangan kami. Caranya menunjukkan kasih sayang sangat salah, Hyung. Dia tidak bisa bersikap seperti itu terus menerus."

Sam mengangguk pelan. "Mungkin dengan cara ini dia akan berubah," gumamnya, tidak jelas.

Daniel berdecak, tidak terlalu ambil pusing. Dia bergerak, mengubah posisinya hingga duduk di atas sofa. "Aku sudah menemukan identitas remaja yang mengantar Eve tempo hari," lapornya.

"Aku tidak tertarik," sahut Eric dan Sam, kompak.

Tatapan Daniel beralih ke arah kakaknya. "Bagaimana denganmu?"

Jung Woo memasang ekspresi tidak terbaca dan menjawab, "Kenapa kau harus membuang energi? Eve tidak mungkin tertarik dengan remaja tanggung. Aku tahu betul selera Eve."

Daniel mendengkus, memutar kedua bola matanya, jengah. "Jika kau tahu selera Eve dengan baik, kenapa kau masih belum bisa mendapatkannya? Ucapanmu terdengar seperti omong kosong di telingaku."

"Kenapa kau berkata seperti itu?" bela Sam. Tatapannya kini tertuju kepada Jung Woo. "Hyung, apa kau masih tertarik kepada Eve?" tanyanya, menyelidik. "Kupikir akan lebih baik jika kau mencari wanita lain," tambahnya saat tidak mendapat jawaban.

Ia menjeda, menarik napas dalam lalu mengembuskannya pelan. "Eve hanya akan membuatmu sakit kepala," ucapnya, yakin. "Dan kenapa kau begitu ingin hyung menikah dengan Eve?"

Daniel mengangkat satu bahunya tak acuh. "Tentu saja karena alasan ekonomi," jawabnya jujur. Sebuah bantal melayang lurus ke arahnya, beruntung Daniel bisa menghindar lemparan Eric dengan gesit. "Keluarga kita akan semakin kuat jika terikat ikatan pernikahan. Iya, kan?"

Hening, ketiga lawan bicaranya tidak ada yang menjawab.

Daniel bergumam pelan, kedua matanya disipitkan sempurna. Dia masih berpikir jika Eve dan anak ingusan itu memiliki hubungan khusus.

"Serius, Hyung, apa kau benar-benar menyukai kakakku?" tanya Eric, mengalihkan pembicaraan. Ekspresinya terlihat sangat serius. "Kau bisa terluka jika menyukai kakakku. Dia bukan wanita yang mudah untuk kau dapatkan."

Jung Woo tidak langsung menjawab. Ia tersenyum kecil, mengulurkan tangan untuk mengambil telepon genggam milik Daniel yang digeletakkan begitu saja di atas meja. "Kenapa kalian harus mengkhawatirkan diriku? Sepertinya kalian harus mengkhawatirkan diri kalian sendiri." Ia memperlihatkan layar telepon genggam milik Daniel ke arah Eric dan Sam. "Sepertinya kakak perempuan kalian sedang mencari adik baru."

"Ambil saja," seru Sam, ketus. "Aku akan sangat senang jika dia melakukan hal itu."

"Hati-hati dengan ucapanmu!" tegas Jung Woo, serius. "Kakakmu sangat sulit ditebak," sambungnya, mengingatkan.

.

.

.

Di tempat lain, kehidupan Jae Yong tidak semulus kulit wajahnya. Dia tidak dilahirkan dari keluarga kaya, kedua orang tuanya pun telah tiada. Jae Yong harus bekerja keras untuk mempertahankan beasiswa di SMA Hwang. Dia sangat bersyukur karena Tuhan memberinya otak cerdas, hingga dirinya mampu mempertahankan bea siswa hingga tahun ketiganya.

Rasa iri dari siswa lain tidak banyak membantu. Jae Yong tidak memiliki banyak teman, tapi dia memiliki banyak penggemar wanita. Dia bersyukur bisa mendapatkan bekal makanan gratis dari penggemarnya, karena artinya dia bisa berbagi dengan anak-anak panti asuhan yang lain. Jae Yong harus keluar dari panti asuhan setelah usianya tujuh belas tahun dan tinggal di sebuah apartemen kecil saat ini. Dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, dan terkadang dia juga masih membantu pekerjaan di panti asuhan tempatnya tinggal selama delapan tahun.

"Sampai kapan kau akan menebar pesona?" seorang siswa menggebrak loker milik Jae Yong, keras. "Kau pasti mengincar salah satu siswi untuk memperbaiki kehidupanmu. Iya, kan?"

"Kenapa kalian terus mengganggunya?" tanya seorang siswi dari kejauhan. Dia bergerak cepat, mengangkat dagu dengan sikap menantang. "Jangan mengganggunya!"

Pertengkaran pun tidak dapat dihindari. Jae Yong menggelengkan kepala, terlalu malas berurusan dengan masalah yang terus terjadi berulang-ulang. Dia harus segera pulang, pekerjaan sampingannya sudah menunggu. Langkahnya terhenti saat seseorang menarik kerah jas seragamnya dari belakang. Beberapa siswi yang melihat kejadian itu menjerit keras, lalu berlari berusaha menyelamatkan siswa populer itu dari tangan beberapa siswa yang cemburu.

"Aku belum selesai bicara denganmu!" bentak siswa yang sama. Napasnya memburu, menatap Jae Yong dengan ekspresi tidak suka. "Orang miskin sepertimu tidak pantas sekolah di tempat in—"

"Ck, Cha Jae Yong apa kau selalu membuat keributan?"

Pertanyaan itu berhasil menarik perhatian murid-murid yang berkumpul di depan gendung sekolah. Mereka mengamati Daniel dengan ekspresi heran sementara Jae Yong menautkan kedua alis. Tidak jauh dari tempat mereka, Daniel berdiri, bersandar pada mobil sport merah yang terlihat keren. Dia berdecak, menggoyangkan telunjuk pelan saat berjalan ke arah Jae Yong.

"Kau sekolah untuk belajar, bukan untuk berterngkar!" tegurnya. Daniel tidak tahu kenapa dia merasa harus menolong remaja yang mungkin rival cinta kakak sulungnya. Mungkin karena jiwa menolongnya yang tinggi, entahlah.

Jae Yong mengerjapkan mata, lalu menarik diri. "Apa yang kaulakukan di sini?"

"Menjemputmu," jawab Daniel. "Apa lagi?" Dia memasang senyum terbaiknya hingga beberapa siswi menatapnya dengan pandangan terpesona. "Lagipula, aku juga almamater di sekolah ini. Apa aku tidak boleh datang berkunjung?"

Jae Yong tidak menjawab. Entahk kenapa dia merasa sedang dalam masalah besar. Orang-orang kaya terlalu menakutkan untuk dihadapi.

"Ayo kita pulang!" ujar Daniel, memaksa Jae Yong masuk ke dalam mobilnya. Dia menutup pintu mobil dengan keras setelah Jae Yong masuk. Daniel berbalik, menatap beberapa siswa yang masih terheran-heran melihat keberadaannya di tempat ini. "Berhenti mengganggunya, atau kalian akan mendapat masalah besar!" ancamnya. "Katakan kepada orang tua kalian; Kim Daniel memberi salam!" tukasnya.

Daniel menyunggingkan senyum tipis, lalu mengenakan kacamata hitamnya kembali. Dia berjalan memutar, masuk ke dalam mobil dan melajukannya dengan kecepatan sedang meninggalkan kerumunan murid yang mulai bertanya-tanya siapa sebenarnya Cha Jae Yong?

.

.

.

"Untuk apa kau membawanya ke sini?" Eric bertanya dengan kedua mata disipitkan. Dia melipat kedua tangannya di depan dada lalu menyisir rambut dengan jari tangannya. "Aku harus menemui Sunny sore ini," sambungnya, terlihat sedikit kaku. Eric terdiam untuk beberapa saat. Gerakan tubuhnya memperlihatkan ketidaknyamanan, terlebih saat ini ada Jung Woo di ruang kerjanya. "Dengar, aku tidak peduli jika dia memiliki hubungan dengan Eve—"

"Jadi benar kau ada hubungan dengan nuna?" Daniel kembali memotong ucapan Eric. Tatapannya tertuju kepada Jae Yong. "Hyung, apa kau tidak akan mengatakan apa pun?"

Jung Woo menghela napas panjang, tidak menyangka jika adiknya akan mengumpulkan mereka di ruang kerja Eric hanya untuk menginterogasi seorang remaja pria. "Daniel, kau sudah melakukan kejahatan. Kau memaksanya untuk datang ke tempat ini."

"Bisakah kita melupakan masalah itu dan fokus?" balas Daniel, kesal. Ia melirik ke arah Sam yang terlihat sama tidak pedulinya. "Jadi, apa hubunganmu dengan nuna?"

Jae Yong menarik tangannya yang digenggam oleh Daniel dan menjawab, "Aku tidak mengenalnya. Bukankah aku sudah mengatakan kepada kalian, tempo hari?"

Hening.

"Aku menemukan nuna itu di dekat pemakaman kota," sambung Jae Yong saat tidak mendapat jawaban. "Dia mabuk dan seseorang menjambret tas tangannya jadi aku memutuskan untuk membawanya pulang. Itu saja."

Jung Woo menjadi orang pertama yang bergerak dari atas sofa. "Pemakaman?" beonya. "Kau menemukannya di sana?" Ia kembali bertanya setelah Jae Yong menganggukkan kepala. "Eve ...." Ia mengerang, frustrasi. "Kakak kalian selalu seperti itu!" dengkusnya.

"Mungkin hanya kebetulan," sambar Sam. "Bisa saja dia ditinggalkan di tempat itu."

"Bisa jadi," sahut Daniel. "Mungkin dia bertengkar dengan teman kencannya."

"Boleh aku pergi?" Jae Yong memberanikan diri untuk bertanya. "Aku harus bekerja," sambungnya saat semua pandangan terarah kepadanya.

"Bagaimana jika kau bekerja untukku?" tanya Jung Woo setelah menimbang-nimbang beberapa saat. "Aku akan membayarmu tiga kali lipat dari gaji yang biasa kau dapatkan tiap bulannya."

"Lima kali lipat," tawar Jae Yong, satu alisnya diangkat tinggi.

Jung Woo mencebikkan bibir dan menjawab angkuh, "Kujadikan enam kali lipat."

Ini gila, pikir Jae Yong. Dia menelan dengan susah payah, sedikit menyesal. Bagaimana jika mereka memintanya bekerja menjadi gigolo? Tuhan, aku sedang dalam masalah besar, batinnya.

"Eve pasti akan datang mencarimu," kata Jung Woo, yakin. "Aku ingin kau memata-matainya, dan laporkan semua kegiatannya kepadaku!"

Jae Yong tidak langsung menjawab. "Apa kau yakin dia akan pergi mencariku?"

Gerakan bahu Jung Woo menjawab pertanyaan Jae Yong. "Bersikap biasa, jangan membuatnya curiga. Dekati dia dengan perlahan, setelah itu korek informasi darinya, Apa kau mengerti?"

"Bagaimana jika dia tidak datang mencariku?" tanya Jae Yong. Dia heran karena pria paling tua diantara mereka itu terlihat sangat yakin jika wanita yang diselamatkan olehnya akan datang menemuinya.

"Aku akan memberimu satu juta won jika dalam waktu satu bulan dia tidak datang mencarimu," sahut Jung Woo. "Ini kartu namaku," sambungnya. Dia memberikan sebuah kartu nama eksklusif ke tangan Jae Yong. "Pergilah dan segera laporkan jika dia datang mencarimu!" perintahnya, tegas.

"Kau sudah gila!" pekik Daniel setelah Jae Yong keluar dari ruang kerja Eric. "Nuna akan marah besar jika tahu mengenai masalah ini," tambahnya, frustrasi. Dia menyesali keputusannya membawa Jae Yong menemui kakak sulungnya. Terkadang Daniel lupa jika kakaknya bisa bersikap nekat saat menginginkan sesuatu. "Eric, Sam, apa kalian tidak akan mengatakan sesuatu?"

Keduanya mengangkat bahu dengan kompak. Sam dan Eric akan mendukung rencana Jung Woo jika hal itu sanggup mengubah sikap kakak perempuan mereka. Bahkan erangan frustrasi Daniel tidak mampu mengubah pemikiran keduanya.

"Aku sudah terlalu lama mengalah," jawab Jung Woo, memutus keheningan yang sempat menggantung di dalam ruangan itu. "Kali ini aku tidak akan melepaskan Eve. Dia pasti menjadi istriku," janjinya dengan senyum terkembang tipis.

.

.

.

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

1.9M 90K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...
2.3K 392 21
silahkan lewati perkenalan jika anda kenal trio William Arden tertulis di bukudedo.com Foto: bukalapak.com
3M 150K 62
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
1.9K 842 34
Event Novel Kala Cinta Bersemi Oleh : Penerbitan Dicetakin Tema : Pernikahan Dini Nama Pena : Djaduk •••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••...