[✔] 1. DEAR J

By tx421cph

48.2M 4.2M 4.2M

[Telah Dibukukan, Tidak tersedia di Gramedia] ❝Untukmu, Na Jaemin. Laki-laki tak sempurna Sang pengagum hujan... More

00
Attention
01. Something Bad
02. I Called You, Nana
03. Friends?
04. Keychain
05. I'll be Loving You (Forever)
06. The Rain
07. I Told You
08. Fallin' to You
09. I'm Not
10. Between Rain and Rhyme
11. Close to You
12. No Longer
13. Getting You
14. November Rain
15. Who Are You
16. Unfathomable
17. Talking To The Moon
18. The Reason Why
19. The Truth Untold
20. Stay With Me
22. Love Bomb
23. Hello Stu P I D
24. Our Moment
25. My One And Only
26. Revealed
27. Will You Hold On?
28. Dear Mom
29. Dear God
30. End Of A Day
30.5 Dear J
How To Order?
What's Next?

21. Through The Night

934K 104K 84.7K
By tx421cph

Monmaap aku masih kobam sangat dengan gif ini T^T

Song recommendation in this chapt
IU - Through The Night

• Dear J •

Happy Reading ♡

Rasanya seperti waktu berhenti saat itu juga. Semuanya berhenti, kecuali kami berdua.

Laki-laki itu menatapku dalam jarak yang sungguh dekat. Kedua matanya yang legam seolah menembus tepat ke kedua netraku.

Tatapan yang menyampaikan sebuah perasaan, yang bahkan kata tak akan dapat menggambarkannya.

Entah karena alasan apa, aku malah menangis ketika menatap dia. Menatap laki-laki yang terus tersenyum dalam hari-harinya.

Dia, laki-laki yang tak pernah menyalahkan Tuhan, karena betapa tak adil dunia pada dirinya.

"Na..." panggilku pelan.

Dia masih senantiasa memandangiku dengan teduh.

"Kenapa kita baru di pertemukan sekarang" lirihku pelan.

Aku tidak tahu kenapa, perasaanku mendadak tidak nyaman. Rasanya hatiku bagai di remat dan aku ingin menangis setiap melihat Jaemin.

Anak itu menghela napas sembari tersenyum.

"Kamu tahu, skenario Tuhan itu selalu indah" 

Aku mencoba untuk tersenyum walaupun pedih, kemudian menggenggam tangan kasarnya.

"Aku bahagia karena Tuhan telah mengirimkan kamu padaku. Cukup kamu, semuanya lebih dari cukup, aku tidak akan meminta apa-apa lagi"

Kata-kata itu membuatku lebih dari terenyuh. Tidak, dia tidak sedang bersajak. Dia tidak sedang beromong kosong. Dia tidak sedang menggombal seperti laki-laki kebanyakan yang akhirnya menjadi cheesy.

Na Jaemin adalah manusia paling tulus di dunia. Dia selalu berkata sesuai dengan apa yang ada di hatinya. Tanpa di lebih-lebihkan, tanpa di buat-buat.

"Aku sayang kamu" kataku, menatapnya. Menahan tangis.

Dia tersenyum, "Aku pun lebih dari itu"

Malam itu kami menghabiskan banyak waktu berdua. Jaemin banyak menceritakan hal tentang masa lalunya. Dia mulai bercerita sedikit demi sedikit padaku, mengungkapkan banyak hal yang membuatku sempat terkejut.

Tentang dia yang sering dipukuli oleh Om Donghae. Tentang dia yang di musuhi oleh seluruh keluarganya. Tentang dirinya yang anak haram. Tentang kakek dan neneknya ㅡ orang tua bunda Yoona ㅡ yang sempat merawatnya saat kecil, dan meninggal ketika dia berusia 4-5 tahun.

Aku baru tahu, sejak kecil Jaemin sudah merasakan kejamnya dunia. Sejak kecil dia sudah bekerja keras sendirian, tanpa mendapatkan kasih sayang.

Jaemin kecil yang bekerja serabutan di jalanan sepulang sekolah. Menyemir sepatu orang, menjadi pedagang asongan cilik, keluar masuk bus, semua itu membuatku langsung menangis dalam diam ketika dia bercerita.

Apa yang ku lakukan di usia kecil saat itu? Tentu saja hidup dalam sebuah kenyamanan dan kemewahan, hidup dalam kasih sayang orang tua, memiliki seorang kakak yang sangat menyayangiku. Makan enak, tidur nyenyak. Di gendong dan di dongengi sebelum tidur. Sampai aku tak pernah berpikir bahwa anak di depanku ini telah menjalani bagian gelap dari dunia.

"Jeno sakit" Katanya tiba-tiba.

Kemudian aku teringat akan bekas jahitan di perut Jeno yang pernah ku tanyakan setahun lalu.

"Usus buntu, bukan?"

Iya, Jeno pernah berkata padaku bahwa dia pernah menjalani operasi usus buntu saat SMP.

Jaemin menggeleng, lantas itu membuatku semakin bingung.

"Jeno sakit-sakitan sejak kecil"

Keningkut berkerut begitu dalam, "Maksudnya?"

"Dia punya pembengkakan hati dan ginjal"

Kedua mataku melebar seketika saat membaca bahasa isyaratnya. Apakah aku benar-benar tak salah tangkap? Aku benar-benar tak salah mengartikan kan?!

"N-na serius?!"

"Aku sangat terpukul saat tahu dia sakit parah"

Jantungku mendadak berdebar. Semoga saja, semoga saja firasat burukku salah.

"Jangan bilangㅡ!"

"Aku memberikan satu ginjalku, dan mencangkokkan sebagian hatiku padanya"

Sekarang napasku sudah tercekat. Rasanya seperti jiwaku ditarik keluar secara paksa saat tahu kebenaran yang dikatakan oleh Jaemin sendiri. Rasanya aku... benar-benar tidak dapat memercayainya.

"Kamu gila ya?!!" aku berdiri dari dudukku, menatap Jaemin dengan tidak menyangka.

Anak itu menghela napas, wajahnya terlihat sedih, namun dia tetap saja tersenyum.

"Tapi Jeno harus sembuh," katanya lagi, membuatku geram kelamaan. "Aku benar-benar juga ikut merasakan sakit ketika Jeno sakit separah itu"

Aku bingung sendiri harus menjawab yang seperti apa, sementara kini dadaku sesak dan aku gemetar.

Aku gemetar ketakutan.

"Na..." suaraku bergetar menahan tangis.

Sampai akhirnya aku memeluk Jaemin dengan erat. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa, saking ketakutannya diriku.

Tapi Demi Tuhan, semuanya sudah terjadi...

"Aku mohon, kamu harus baik-baik aja. Aku mohon jangan sakit juga..." isakku.

-----oOo-----

Jaemin baru saja memasukkan sepedanya ke dalam garasi. Sekolah sudah mulai liburan semester sejak tanggal 30 desember 2016, dan sekarang tanggal 4 januari 2017.

Dia baru saja menandai memo manual-nya dengan bolpoint, kemudian memasukkannya kembali ke saku celana.

Anak itu mencoret jadwal pekerjaannya yang selesai hari ini. Benar, dia baru pulang bekerja.

Ini masih pukul 5 sore, dia sudah menyelesaikan semua pekerjaannya di 3 tempat. Tidak, hari ini dia tidak ada jadwal di kedai Paman Shin.

Setelah mandi, Jaemin berencana untuk belajar.

"Kamu ini gimana sih?! Bisa-bisanya ceroboh begitu?! Sekarang gimana ini ceritanya papa di panggil ke sekolah?! Mau di taruh dimana muka papa?!"

Jaemin yang masuk melalui pintu belakang, terkejut ketika ruang tengah di rumahnya terdengar keributan yang serius.

Dari bawah tangga, dia bisa melihat ayahnya yang sedang memarahi saudaranya itu, membentaknya dengan keras.

"Ya gimana pa! Itu gara-gara cowok sialan yang namanya Guanlin itu!" Jeno tak mau di salahkan.

"Terserah mau gara-gara Guanlin atau siapapun! Papa nggak peduli!" suara Om Donghae terdengar begitu menggelegar, "bisa-bisanya kamu berbuat seenaknya begini! Udah gila kamu ya?!"

Jeno menghela napas pendek, sebal. "Kenapa sih pa?! Nggak perlu sebegini marahnya kali!"

"Gimana kalau Jaemin mati hah?!"

"Ya bagus dong dia mati!!!"

"LEE JENO!!"

Plakkk!!

Bukan hanya Jeno yang terkejut, tapi juga Jaemin. Dia mendelik kaget ketika ayahnya menampar Jeno. Menamparnya dengan keras hingga pipi anak itu memerah.

Jaemin tidak pernah menyangka jika ayahnya akan menyakiti Jeno secara fisik seperti itu.

"Jaga bicara kamu Jeno" ayahnya terlihat mendesis.

Jeno memandang ayahnya sendiri dengan tatapan marah. Napasnya tersengal.

Sampai akhirnya dia berbalik dan berlari menaiki tangga. Meninggalkan ayahnya dan Jaemin dengan langkah berdentum-dentum.

Ketika tengah mengusap wajahnya frustasi, Om Donghae tak sengaja mendapati sosok Jaemin yang berdiri kaku di bawah tangga dekat pintu masuk dapur.

Dia memandangi Jaemin lamat-lamat dengan tatapan yang sulit di artikan, sampai akhirnya memalingkan pandangannya.

"Pergi ke kamar kamu" katanya dingin.

Jaemin hanya menurut. Setelah mengangguk kecil, dia menaiki tangga dengan segera dan berlari kecil.

Dia berlari dan menyusul Jeno yang hendak masuk ke kamarnya. Seketika, Jaemin menahan lengan Jeno, membuat saudaranya itu berhenti, kemudian berbalik.

"Apaan sih lo!!" Jeno menghempaskan tangannya.

Cepat-cepat, Jaemin mengambil memo kecilnya di saku, kemudian menulis disana.

"Kamu tidak apa-apa? Apakah sangat sakit?"

Jeno mendecak, "Udah deh lo jangan sok peduli sama gue, muak!!"

Jaemin kembali menulis dengan cepat, "Mau ku ambilkan es batu? Untuk kompres, pipimu memerah, bisa membengkak"

"Kenapa sih lo gak mati aja?! Kenapa lo mesti selamat?! Eneg banget gue liatnya!"

Brakk!!!

Setelah membentak-bentak dan mendorong Jaemin dengan kasar, Jeno membanting pintu kamarnya di depan Jaemin.

Anak laki-laki itu terdiam, sampai akhirnya dia menghela napas dan mengusap daun pintu kamar saudaranya.

Dia menatap pintu itu dengan sendu.

Sampai akhirnya dia tidak punya pilihan selain pergi ke kamarnya sendiri, kemudian berencana untuk segera mandi.

Namun sebelum itu, Jaemin duduk di kursi belajarnya. Dia menatap buk harian kesayangannya yang tergeletak di atas meja belajar, kemudian membukanya.

Dia membaca satu halaman disana, kemudian tersenyum.

Dalam memori, 1 januari 2017

Aku merayakan ulang tahunku hari ini. Tadi, tepat pukul 00.00 aku akhirnya merayakan ulang tahunku setelah 19 tahun lamanya. Tentu saja bersama dia, Jung Jeha. Gadis yang sangat aku sukai. Aku terkejut ketika tiba-tiba dia mengucapkan "Selamat ulang tahun yang ke-19, Nana-ku". Itu membuatku ingin menangis saking bahagianya. Aku sendiri bahkan lupa jika aku sedang berulang tahun hari ini.

Lalu dia menangis, saat aku menceritakan kisah hidupku. Dia sangat cantik jika menangis, tapi tetap saja aku tidak suka dia menangis karena sedih. Seharusnya aku tidak perlu membuatnya sedih, aku ikut terluka. Dia memelukku, menggenggam tanganku yang kasar, tersenyum kearahku dengan tulus. Dia memberiku kue ulang tahun, dan untuk pertama kalinya aku mendapatkan kue saat berulang tahun. Kuenya lucu, bergambar kaneki ken. Dia sangat tahu kesukaanku.

Jeha juga bilang, dia sangat menyayangi aku. Aku sangat senang mendengarnya, lebih dari senang. Terima kasih Tuhan, dia adalah anugerah terbesar yang Kau berikan padaku.

Tolong, biarkan aku lebih lama bersama dia.

Jaemin menghela, kemudian dia membalik satu halaman lagi. Menampilkan halaman buku yang kosong.

Kemudian anak itu mengambil bolpoint-nya, dan mulai menulis lagi.

Dalam memori, 4 Januari 2017

Barusan aku pulang bekerja. Tiba-tiba melihat papa menampar Jeno, aku sangat terkejut. Kenapa papa harus menampar Jeno? Dia juga membentak Jeno, memarahi Jeno. Rasanya, aku juga ikut sakit. Seharusnya papa tidak perlu sampai menamparnya. Papa marah karena dia di panggil ke sekolah, dia marah karena Jeno telah mencelakaiku. Walaupun sulit memercayai bahwa pelakunya memang Jeno. Tapi apakah papa peduli padaku? Jika iya, aku sangat senang. Dia bilang aku tidak boleh mati, dia bilang Jeno tidak boleh mencelakaiku. Syukurlah jika memang papa sayang padaku.

Aku juga sangat menyayangi papa.

Jaemin memandangi tulisannya sendiri, kemudian dia tersenyum tipis. Lalu menutup bukunya.

~~~

"Kak"

"Hm?"

"Mungkin gak sih donorin hati?"

Kak Jaehyun yang sedang bermain playstation, langsung menoleh kearahku yang sedang tiduran di sofa dengan kepala yang menggantung di bawah dan kakiku di punggung sofa.

"Donor hati ya?" dia tampak berpikir, "Ya mungkin ajalah, jaman canggih sekarang" kemudian kembali bermain dengan game-nya.

Aku mendengus pelan, kemudian mengambil ponselku dan menyalakan layarnya.

Tidak ada pesan masuk dari Jaemin. Terakhir dia berpamitan padaku akan belajar dan akan menghubungi lagi.

Belum selesai juga rupanya, padahal sudah hampir 2 jam. Memang belajar apa dia? Jangan-jangan Bahasa Mandarin? Atau bahkan Kimia?!

"Bahas Jaemin ya?"

Aku langsung membenarkan posisiku ketika mendengar suara Kak Jaehyun.

"Kok tau?! Kakak tau?!" seruku.

Dia diam sesaat, masih fokus menatap layar LED di depannya sambil memencet-mencet joy stick-nya.

"Kak!!" dengusku.

"Iya iya tau"

"Tau apa?! Yang jelas kalo ngomong!"

"Jaemin"

"Jaemin kenapa?!"

"Ngegas mulu dih!"

Kak Jaehyun akhirnya menoleh, dia meletakkan stick-nya.

"Ya habis situ nyebelin banget jadi orang" aku mendengus sebal. Demi Tuhan kenapa dia sangat menjengkelkan.

"Jaemin bener donorin hatinya buat Jeno? Kapan?" tanyanya, sembari menselonjorkan kakinya keatas karpet.

"Nggak tau jelasnya, kayanya udah lama kalo di liat dari bekas jahitannya"

"What the fㅡ?"

"Kenapa?" aku mengerutkan kening ketika melihat kakakku terkejut.

Kak Jaehyun diam beberapa saat. Dia memiringkan kepalanya sambil menggigit bibir untuk berpikir keras.

"Nggak mungkin dek..." dia menoleh kearahku.

"Kenapa nggak?"

"Berapa umur si Jaemin?" dia bertanya lagi.

"Tanggal 1 kemarin 19 tahun"

Kakakku semakin mengerutkan keningnya. Dia bersila, kemudian terlihat tidak menyangka.

"Kamu tanya dokter deh, tanya dokter yang kemaren itu gih, sumpah"

Entah kenapa, lagi-lagi perasaanku tidak enak. Apalagi ketika mendengar kata-kata kakakku sekaligus ekspresinya itu.

"Apㅡ"

line~

Kalimatku terputus ketika mendengar  bunyi notifikasi yang sangat ku tunggu tersebut. Seolah lupa dengan perbincanganku bersama Kak Jaehyun, aku buru-buru membuka chat line yang ku yakin dari Jaemin.

L. Guan (2)

Aku terkejut. Menatap layar ponselku tidak percaya. Apakah aku tidak salah lihat?

Sekali lagi, aku mendekatkan ponselku. Melihat nama seseorang yang mendadak mengirimiku pesan.

Guanlin-kah? Tapi siapa lagi memangnya jika bukan dia?

Tapi darimana dia mendapat ID Line-ku?! 

L. Guan

|Lo dimana?
|Sini buruan
|Gpl
19.03

Aku mendengus jengkel membaca pesannya yang berisi unsur pemaksaan. Dasar tidak waras! Dia menyuruhku menghampirinya tapi dia tidak mengatakan dia sedang dimana!

sp y?|
19.09
Read

|Gue doain lo amnesia permanen
19.09

bct u|
19.10
Read

|Sinian kek, batu amet
19.10

Paan si lo sokap amat
19.11
Read

|Ngajak berantem ya lo?
19.11

Sakit jiwa lo|
19.11
Read

|Yakin lo gamau ksni?
|Nyesel lo sumpa dah
19.12

Dapet darimana si lo id gue?!|
19.13

|Nemu
19.13

Hah?|
19.13
Read

|Di tong sampah
19.14

Bgst|
19.14
Read

|Minimarket deket rumah lo
|ada si bisu juga
19.15

Lagi-lagi, Guanlin membuatku terkejut. Aku sampai memajukan ponselku sampai rasanya mau masuk ke dalamnya.

Jaemin? Bersama Guanlin? Di minimarket?!

Laki-laki sialan itu! Mau apa dia?!

"Kak aku keluar bentar!" ujarku, kemudian bergegas menuju pintu utama tanpa mengambil jaket terlebih dahulu.

"Kemana?!" teriaknya.

"Minimarket!"

"Nitip susu kotak dong!"

Aku mendengus setelah menutup pintu, berpura-pura tidak mendengarkan dia. Aku kan tidak membawa uang, otakku langsung terpikirkan oleh Jaemin.

Berlari kecil, aku bergegas pergi ke minimarket dan rasanya ingin cepat-cepat sampai disana.

Banyak sekali pertanyaan di kepala saat ini. Bukannya Jaemin sedang belajar? Kenapa dia mau disuruh-suruh oleh Guanlin? Apakah Guanlin sedang mengerjai anak itu? Darimana Guanlin mendapatkan ID Line-ku?

Menghela frustasi, aku menjejakkan kakiku ke tanah. Kenapa berurusan dengan seorang Lai Guanlin bisa serumit dan semenyebalkan ini?!

Dan Jaemin pun, tak bisakah dia tegas dan jahat sesekali?! Astaga aku tak habis pikir dengannya.

Minimarket sudah kelihatan, aku semakin mempercepat lariku ketika mendapati seonggok motor besar berwarna orange memarkir disana.

Milik Guanlin.

Aku berhenti di dekatnya, dia sedang duduk di meja depan minimarket dimana ada payung besar yang menaungi diatasnya.

Anak itu menoleh, dia menatapku yang sedang tersengal. Kemudian tertawa kecil dan meletakkan kopinya yang berada dalam wadah paper glass.

Tapi... aku tidak melihat sosok Jaemin ada disana.

"Mana Jaemin?" tanyaku tanpa basa-basi.

"Gila ya lo, kalo urusan si bisu itu lo gercep amat"

"Mana Jaemin!"

"Jangan ngegas dong, tempat umum nih" decaknya, lalu dia menggeser segelas kopi panas yang lain ke depan. "Duduk dulu, minum"

"Lai Guanlin" sergahku.

"Duduk atau gue siram kopi"

Kedua mataku melotot, "anjir ya lo!"

"Yaudah sih ah tinggal duduk doang ribet amat ya lo jadi cewek"

Karena di katai seperti itu, akhirnya pun aku menghempaskan tubuhku keatas kursi plastik. Berhadapan dengan Guanlin, mengambil paper glass di depanku, dan menyesap kopinya sedikit.

"Gitu kek lo daritadi" suaranya, nyaris seperti gumaman.

"Buang-buang waktu gue aja lo sumpah" balasku.

Guanlin menatapku lamat-lamat dan itu membuatku semakin kesal sampai aku merasa bosan untuk memarahinya terus menerus.

"Benci banget lo kayanya sama gue" katanya, "gak mau denger apa-apa gitu?"

Aku mendengus, "apa lagi?!"

"Masalah mantan pacar lo itu"

Kata-kata itu membuatku tertegun kemudian. Jeno-kah yang dia maksud?

Ya memangnya siapa lagi? Mantanku hanya dia.

"Dia bener-bener nyelakain si bisu itu" katanya lagi.

"Gue tau, dari awal gue liat motornya gue udah tau"

Anak laki-laki bertubuh jangkung itu mengangkat kedua alis dan bahunya secara bersamaan. Kemudian menyesap kopinya lagi.

"Sejak kapan lo tau mereka saudara?" tanyaku.

Guanlin terlihat berpikir ketika mendengar pertanyaanku, "mungkin sekitar kelas 2-3 SMP? Waktu itu gue belom kenal sama si bisu"

"Dia punya nama! jangan si bisu si bisu mulu dong!" seruku kesal, membuat dia sempat terkejut.

"Iya elah sensi amat sih lo"

Aku merotasikan bola mata, lalu bersandar pada kursi. "Kayanya lo tau banyak tentang Jeno ya? Gue curiga dulu kalian temenan baik"

Guanlin tertawa, "kiamat kali gue temenan sama dia"

"Eh mulut!"

"Dia udah jadi musuh abadi sejak SMP,"

"Musuh rasa temen kalian tuh" sahutku.

"Yeu, ngeyel amat lo, mana ada!"

Dasar tsundere. Aku mencibir.

"Ngomong-ngomong gue penasaran"

"Apa?"

"Lo sama Jeno ada perjanjian apaan?"

"Perjanjian?"

"Sering banget gue tuh denger kalian ngomongin perjanjian udah batal, perjanjian udah gak berlaku, perjanㅡ"

"Perjanjian buat dapetin lo" sahutnya cepat.

Aku terdiam di tempat ketika mendengar pernyataannya. Anak itu menatapku dengan tatapan matanya yang tegas seperti biasa.

"Maksud lo?" aku mengernyit, berusaha memahami apa yang dia katakan.

Guanlin mendecak, kemudian melepas jaket adidas merahnya.

"Cantik cantik lemot"

"Anjir banget ya lo!" marahku. Entah kenapa rasanya tidak lengkap jika tidak marah saat bicara dengan si biang ribut ini.

"Kita berdua suka sama lo" katanya yang mendadak, yang kemudian membuatku terdiam. "Lalu kita bikin perjanjian"

Sungguh demi apapun aku tidak pernah bisa percaya bahwa Guanlin... menyukaiku.

"Yang bisa dapetin lo lebih dulu, dia yang menang. Dan gue yang kalah, otomatis mundur dan gak bisa maksain perasaan gue"

Aku masih membatu sembari mendengarkannya.

"Tapi setelah gue punya peluang, gue kalah lagi sama si bisu itu. Gue kalah dua kali"

Sejenak kemudian, aku mendengus. "Tolol banget sih lo? Gimana gue bisa suka sama lo orang dulu kita kenal aja nggak!"

"Ya pura-pura aja emang dosa?" dia menghela malas. "Tapi yaudah lah, mau gimana lagi"

"Apanya?" ketusku. Kesal lama-lama bicara dengannya.

"Nggak apa-apa, udah jangan di pikirin"

Aku mendecak. Guanlin sialan, memangnya siapa yang memikirkan itu?! Dia terlalu percaya diri.

Anak itu entah kenapa berdiri, kemudian dia menghampiriku.

Hal berikutnya yang terjadi, membuatku kedua mataku melebar dan tercekat. Guanlin menyelimutkan jaketnya ke punggungku, dan jika aku tidak salah lihat, dia tersenyum. Bukan senyum mengejek, bukan senyum sarkas andalannya.

Itu adalah...

"Lain kali kalo keluar pake baju panjang" dia menepuk kepalaku pelan.

Aku masih terdiam di tempat tanpa bersuara.

"Bentar lagi pacar lo dateng, tunggu aja"

Kemudian, anak itu menaiki motor besarnya. Memakai helm full cover miliknya yang berwarna merah.

"Nggak penting banget tau kerjaan lo! Dateng cumaㅡ"

"Cuma mau liat lo" sahutnya, "Gue cuma pengen liat lo" dia memandangku dengan tatapan yang bahkan tak bisa ku artikan.

Sampai akhirnya anak itu menyalakan motornya dan bergegas pergi dari pelataran minimarket, meninggalkanku sendirian.

Membuatku harus berpikir keras.

Setelah Guanlin pergi, 5 menit kemudian Jaemin datang sambil mengendarai sepedanya. Seperti yang di katakan Guanlin.

Dia terlihat panik kemudian menghampiriku dengan segera.

"Kamu tidak apa-apa?!"

Baik, itu adalah pertanyaan yang wajib Jaemin tanyakan setiap bertemu denganku. Entah kenapa.

"Nggak apa-apa, emang kenapa?"

Dia terlihat menghela, "Guanlin bilang kamu bersama dia? Kalian sedang apa? Malam-malam begini ada urusan apa? Diluar seperti ini?"

Aku tertawa kecil, "Kita cuma ngobrol bentar aja"

"Mengobrol yang seperti apa? Pentingkah? Aku mau dengar"

Sulit sekali rasanya untuk tidak tersenyum setiap berbicara dengan Jaemin.

"Tentang Jeno dan kamu" kataku, "tenang aja, dia nggak jahat lagi kayanya"

Wajah Jaemin masih terlihat cemas, "Aku tahu, dia memang baik"

"Terus kok panik gini?" tanyaku, memandanginya yang mendadak murung.

"Maaf mengatakan ini, aku sedang cemburu" dia menatapku dengan tatapan seperti seekor anak anjing yang tersesat.

-----oOo-----

Jika saja aku tidak penasaran dengan kata-kata Kak Jaehyun, jika saja aku tidak iseng berselancar di internet, aku tidak akan berada di sini sekarang.

Aku berada di ruangan Dokter Siwon dan bahkan sempat memaksanya untuk bertemu karena perlu menanyakan hal penting. Beruntung sekali dokter itu sangat sabar.

"Padahal saya berusaha menyembunyikannya dari kamu" katanya.

"Lah kok gitu?"

Dokter Siwon menghela, "Saya tidak mau kamu sedih"

"Dok saya sempet googling kemarin, dan apa bener donor hati itu bahaya?! Kalo iya bahaya kenapa Jaemin donorin hatinya buat Jeno?!" seruku.

"Iya saya tahu"

"Kalo tahu kenapa Dokter biarin itu?!"

Maaf aku tahu aku tidak sopan, tapi sangat kesal dsn ketakutan. Hingga tidak tahu bagaimana cara melampiaskannya.

"Kamu pikir saya tahu sejak awal? kamu pikir saya yang mengoperasi mereka berdua? Apa kamu pikir Donghae memberitahu saya?"

Aku menutup wajahku dengan kedua tangan. Frustasi. Air mataku sudah ingin keluar rasanya. Mataku panas.

"Dokter, gimana..." aku menatapnya dengan memohon.

"Saya harap saya bisa menolong Jaemin, tapi saya juga tidak menyangka di usianya yang masih 13 tahun, dia sudah harus memberikan hati maupun ginjalnya pada saudaranya"

Demi Tuhan, transplantasi hati tidak semudah donor ginjal. Resiko bagi pendonor hati jauh lebih berat, apalagi saat itu Jaemin masih berusia 13 tahun.

Sementara syarat usia bagi si pendonor adalah minimal 19 tahun.

Ini gila! Om Donghae sudah gila!

"Saya harap hati Jaemin yang tersisa bisa segera meregenerasi dengan baik dan dia akan baik-baik saja, itu satu-satunya harapan kita saat ini"




To be continued...

.
.
.

Huhuuu maaf semalem mati lampu jadi baru bisa up karena aku pake wifi :'( T.T

Anw guys, aku emo beneran nih


Continue Reading

You'll Also Like

236K 29.3K 18
[Sudah Dibukukan] ❝Untukmu Haruto, sang definisi manusia tulus yang sebenarnya❞ 2019 © nonabinar #7 - Watanabeharuto [100120] #5 - Watanabeharuto [23...
125K 21.1K 41
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
165K 14.2K 79
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
540 56 5
"'𝑳𝒐 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒅𝒖𝒊𝒕, 𝒍𝒐 𝒑𝒖𝒏𝒚𝒂 𝒌𝒖𝒂𝒔𝒂.' 𝒏𝒚𝒂𝒕𝒂 𝒂𝒅𝒂𝒏𝒚𝒂." ••• Reenjani benar-benar mengutuk kehidupannya yang miskin. Ia ben...