The Wedding (Selesai ✔)

By AmaThor03

815K 75.4K 3K

Mereka menikah karena adanya perjanjian bisnis keluarga. Lantas, apakah mereka juga harus berpisah karena ala... More

Ke-dua
Ke-tiga
Ke-empat
Ke-lima
Ke-enam
Ke-tujuh
Ke-delapan
Ke-sembilan
Ke-sepuluh
Ke-sebelas
Ke-dua belas
Ke-tiga belas
Ke-empat belas
Ke-lima belas
Ke-enam belas
Ke-tujuh belas
Ke-delapan belas
Ke-sembilan belas
Kedua puluh
Ke-dua puluh satu
Ke-dua puluh dua
Kedua puluh tiga
Kedua puluh empat
Kedua puluh lima
Kedua puluh enam
Kedua Puluh Tujuh
Kedua Puluh Delapan
Kedua Puluh Sembilan
Ketiga Puluh
Ketiga Puluh Satu
Ketiga Puluh Dua
Ketiga Puluh Tiga
Ketiga Puluh Empat
Ketiga Puluh Lima
Ketiga Puluh Enam
Ketiga Puluh Tujuh
Ketiga Puluh Delapan
Ketiga Puluh Sembilan
Keempat Puluh

Ke-satu

83.8K 3.6K 59
By AmaThor03

Rutinitas baru Isti di pagi hari adalah menyiapkan sarapan untuk suaminya. Sudah lima hari ia menyiapkan sarapan untuk pria yang masih bergelung di balik selimut itu. Meskipun Isti sudah berulang kali membangunkannya, pria itu hanya bergumam dan melanjutkan mimpinya. Kecuali jika Isti membawakan sarapan ke kamar. Pria itu segera bangun saat indera penciumannya mencium aroma masakan Isti.

"Sarapan dulu, Mas."

Setengah melenguh, Regan bangkit dari tidurnya. Bersandar pada sandaran kasurnya seraya mengerjap pelan. "Jam berapa ini?"

"Udah jam delapan, Mas."

"Aku cuci muka dulu."

Isti mengiakan, sambil mengaduk pelan teh miliknya.

Tak butuh waktu lama bagi Regan untuk membasuh mukanya. Lelaki itu keluar dari kamar mandi sambil menyeka wajah dengan handuk putih. "Kamu nggak makan?" tanyanya melihat hanya ada sepiring nasi goreng yang disiapkan Isti.

"Masih kenyang, Mas. Tadi udah makan roti."

Regan mengangguk saja. Tak mau ambil pusing dengan sang istri. "Hari ini hari terakhir kita di Bali. Kamu mau ke mana?"

"Mau cari oleh-oleh aja, Mas."

"Nggak ada tempat tujuan khusus gitu? Kan kamu yang minta honeymoon ke Bali."

"Enggak, Mas. Cuma mau nyari oleh-oleh sebentar aja. Habis itu balik ke hotel, mau packing."

"Apa yang mau di-pack?" Regan bertanya sambil masih menikmati nasi goreng buatan Isti. Meski tak mencintai Isti, tetapi setidaknya Regan mencintai masakan Isti. "Semua pakaian udah masuk koper. Dari hari pertama kita di Bali sampai kemarin, kamu cuma ngeluarin pakaian yang diperlukan. Langsung dimasukin kembali ke koper setelah selesai di-laundry. Seakan pulang ke Jakarta kapan saja."

Isti hanya diam tanpa mau menanggapi ocehan Regan. Karena yang dikatakan Regan merupakan fakta. Hanya saja Regan tak tahu alasan yang membuat Isti bersikap demikian. "Mau tambah tehnya, Mas?"

"Boleh."

Isti mengambil cangkir teh milik Regan. Lalu membawa benda itu ke dapur.

***

Regan Mandala Hutama merupakan putra bungsu Adirama Hutama, seorang pengusaha sukses. Dalam lingkungan keluarganya, Regan tak pernah diajarkan apa yang dinamakan keharmonisan. Ia sudah diajarkan bisnis dan persaingan sejak kecil. Bukan hanya sekedar bersaing dengan orang asing, melainkan juga dengan saudara kandung sendiri.

Regan terlahir sebagai bungsu dari tiga bersaudara. Ia memiliki satu orang kakak laki-laki dan kakak perempuan. Terlahir sebagai bungsu, bukan berarti ia bisa bermanja dengan orang tua dan kakaknya. Bahkan mungkin, Regan tak pernah tahu bagaimana cara bermanja. Bagaimana cara menunjukkan kasih sayang.

Sampai kurang lebih enam bulan lalu, Adirama memintanya menikah. Jika Regan menolak, Adirama mengancam akan mem-blacklist nama Regan dari daftar ahli waris. Dan menyerahkan harta bagian Regan kepada Naufal, putra abangnya sendiri.

Regan tak bisa menolak, karena ia tahu ayahnya tak pernah bermain-main dengan ancamannya. Jika Adirama sudah mengatakan demikian, maka ayahnya itu akan merealisasikan ancamannya jika sampai Regan tak mau menurut.

Beruntung wanita yang dipilihkan Adirama untuk menjadi istri Regan adalah wanita penurut. Regan yakin, wanita itu mampu mengimbanginya serta dapat membantunya mengalahkan Panji, abangnya.

Regan sudah pernah kalah sekali dari abangnya. Panji berhasil menikahi wanita yang dulu Regan cintai. Maka kini, Regan bersumpah tak akan lagi mau kalah dari Panji. Ia tak akan membiarkan sepeser pun jatah warisannya nanti, jatuh ke tangan Panji dan Viona.

"Aku keluar dulu, Mas."

Regan memandang sekilas Isti. Wanita itu memang sempat mengatakan akan keluar sebentar siang ini, mencari beberapa oleh-oleh untuk keluarga di Jakarta. Padahal Regan tak begitu yakin orang tuanya akan menyukai hal-hal remeh seperti itu. "Aku juga mau keluar nanti."

Isti mengangguk. "Aku udah siapin makan siang. Mas bisa makan sebelum bertemu teman Mas. Atau Mas makan dengan teman Mas?"

"Aku makan masakan kamu saja."

Isti kembali mengangguk. "Kalau gitu aku pamit dulu, Mas."

Regan hanya memandang sekilas sebelum Isti keluar dari kamar. Ia kembali fokus ke ponselnya. Menghubungi Enrico, temannya yang mengaku sedang berada di Bali.

***

Ini bukan pengalaman pertama Isti datang ke Bali. Karena pekerjaannya, dalam satu tahun Isti bisa dua atau tiga kali menginjakkan kaki di Pulau Dewata.

Tentu baginya tak jadi masalah harus pergi sendiri menjelajahi pusat oleh-oleh di Bali, mencari buah tangan untuk dibawa pulang.

Seraya beramah tamah dengan beberapa penjual langganannya, Isti memilih beberapa corak batik bali untuk ia bawa pulang. Berharap semoga saja orang tua serta keluarga barunya menyukai pemberian Isti nanti.

"Gek Isti pakai henna? Sudah menikah?"

Isti tersenyum menyambut pertanyaan wanita yang Isti perkirakan seusia dengan mamanya. "Iya, Bu. Saya baru menikah seminggu yang lalu."

"Selamat kalau begitu, Gek Isti. Jadi sekarang sedang bulan madu dengan suami? Kenapa keluar sendirian?"

"Iya, Bu, lagi bulan madu. Kebetulan suami saya ada urusan dengan temannya. Jadi saya jalan sendiri. Saya mau yang ini, Bu."

Tak butuh waktu lama bagi Isti membeli beberapa lembar kain khas Bali. Setelah dirasa cukup, Isti kembali ke hotel tempat ia dan Regan menginap selama beberapa hari ini.

Tiba di hotel, Isti tak menemukan sosok Regan di sana. Isti meletakkan belanjaannya, lalu membuka kerudung yang sedari tadi menutup kepalanya.

Jam yang menempel di dinding, masih menunjukkan pukul empat sore. Ia masih memiliki cukup waktu untuk menyiapkan menu makan malam.

Baru berniat mengganti pakaian, ponselnya berbunyi. Senyum Isti seketika mengembang. Mengetahui papanya yang menelepon. "Assalamualaikum, Pa ...," sapa Isti ceria.

"Wa'alaikum salam, Nak. Besok kalian jadi pulang?"

"Jadi, Pa." Isti meletakkan ponselnya ke meja. Mengaktifkan menu loudspeaker agar ia tetap bisa melanjutkan aktivitasnya sambil berbicara dengan sang ayah. "Papa sama Mama udah nyampe Jakarta?"

"Udah, Nak. Sekitar jam dua belas tadi, Papa sama Mama nyampe rumah."

Bukan hanya Isti dan Regan yang pergi menikmati waktu berdua sebagai pasangan suami istri. Karena orang tua Isti pun melakukan hal yang sama, walau dalam konteks berbeda. Jika Isti pergi bersama Regan untuk berbulan madu, Primus dan Lidya pergi hanya berdua ke Singapura selama tiga hari karena urusan pekerjaan.

"Boleh video call aja, Pa? Isti kangen."

"Boleh."

Isti membawa ponselnya ke dapur. Tak jadi mengganti pakaian karena baginya, papanya jauh lebih penting. "Isti sambil masak ya, Pa."

Pria paruh baya itu tertawa dari balik layar ponselnya. Tawa itu tertular pada Isti secara otomatis. "Papa jadi kangen dimasakin sama kamu, Nak."

"Besok Isti pulang, Pa. Bisa masakin Papa lagi."

"Tapi kan sekarang kamu sudah menikah. Kamu sudah jadi milik Regan, bukan milik Papa lagi."

"Iya, Pa." Sambil memotong daun bawang, Isti menoleh ke arah layar ponselnya. "Mama di mana, Pa?"

"Sebentar. Papa lihat dulu."

Isti meletakkan pisaunya. Menjauhkan peralatan masaknya agar tak terlihat sang ibu.

"Isti ... maaf, Nak. Mama lagi tidur."

"Oh ... iya, nggak papa, Pa."

Meski ditutupi, Primus tahu putrinya kecewa. "Kamu jangan sedih, Nak."

"Isti nggak sedih, Pa."

"Maafkan mamamu, Nak. Papa yakin, besok kalau ketemu Isti, Mama pasti senang."

Sayangnya, Isti tak yakin pada apa yang dikatakan Primus. "Papa nggak lupa minum obat tadi kan? Nggak ada Isti, bukan berarti minum obatnya libur lho, Pa."

Pengalihan topik yang dilakukan Isti rupanya cukup manjur. Primus tak lagi menyinggung hubungan Isti dan Lidya. Mereka masih melakukan video call, dengan pemandangan Isti dan kegiatannya memasak.

"Besok mau dijemput, Ti?"

"Nggak perlu, Pa. Isti nggak mau ngerepotin Papa."

"Nggak repot, Ti. Papa kan mau jemput putri Papa."

"Papa pasti masih cape. Isti janji, besok Isti ke rumah, Pa."

"Dengan suamimu?"

Isti tak yakin Regan bersedia menemani. "Kalau Mas Regan nggak cape ya, Pa."

"Kamu lagi nggak sama Regan, Ti?"

Isti menggeleng. "Mas Regan keluar, Pa. Ada janji sama temannya."

Setelah berhasil meyakinkan sang ayah bahwa ayahnya tak perlu repot menjemput ke bandara esok hari, Isti mengakhiri pembicaraannya dengan Primus.

Hari sudah menjelang sore, belum ada kabar dari Regan. Selama mereka di Bali, Regan memang tak pernah betah di hotel seharian. Ia selalu keluar, dengan alasan bertemu teman.

Walau belum terlalu lama mengenal Regan, Isti percaya pada suaminya itu. Regan tak mungkin melakukan hal aneh di belakangnya. Seperti mengkonsumsi minuman beralkohol ataupun menggunakan barang haram.

Regan termasuk pria yang menerapkan gaya hidup sehat. No smooking, no clubbing, and no drugging. Regan juga tak mau mengonsumsi makanan cepat saji. Maka setiap hari, Isti wajib menyiapkan sarapan, makan siang dan makan malam untuk Regan.

Penasaran di mana keberadaan Regan, Isti mencoba peruntungan dengan menghubungi nomor. Namun dering ponsel dari arah kamar, sedikit menjawab pertanyaan Isti. Mungkin ponsel Regan tertinggal.

Untuk memastikannya, Isti masuk ke kamar. Benar saja, bahwa memang ada ponsel Regan di atas kasur.

Isti tak berani mengecek ponsel Regan. Karena hal itu melanggar perjanjian mereka untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing. Isti hanya berniat mengisi daya ponsel Regan yang memang dalam kedaan baterai lemah saat itu.

Sebuah pesan masuk saat ponsel itu berada di genggaman Isti. Tak tertulis nama pengirimnya, tetapi Isti dapat membaca isi pesan yang tertera secara jelas pada layar ponsel Regan.

Perempuan itu memang memiliki tubuh kamu sekarang. Tapi hanya aku yang boleh memiliki hatimu.

Love :*

Minggu, 23 Desember 2018

Continue Reading

You'll Also Like

1.1K 133 50
Di hubungan yang telah berjalan satu bulan lamanya, Daffa dan Mika memutuskan untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius. Namun, seperti bahtera ru...
837K 31.4K 34
[KAWASAN BUCIN TINGKAT TINGGI 🚫] "Lo cuma milik gue." Reagan Kanziro Adler seorang ketua dari komplotan geng besar yang menjunjung tinggi kekuasaan...
5K 434 16
(name) adyantias Dia cewek yang suka halu wibu Saat masih berumur muda dia sudah mulai bekerja untuk membiayai dirinya dan adik nya, kadang goblok k...
189K 8.7K 29
{ BELUM DIREVISI } Pernikahan ini hanya sebuah kebohongan. Aku tahu itu, tapi dengan brengseknya kenapa hatiku menempatkan dirinya di tempat yang sal...