[✔] 1. DEAR J

By tx421cph

48.1M 4.2M 4.2M

[Telah Dibukukan, Tidak tersedia di Gramedia] ❝Untukmu, Na Jaemin. Laki-laki tak sempurna Sang pengagum hujan... More

00
Attention
01. Something Bad
02. I Called You, Nana
03. Friends?
04. Keychain
05. I'll be Loving You (Forever)
06. The Rain
07. I Told You
08. Fallin' to You
09. I'm Not
10. Between Rain and Rhyme
11. Close to You
12. No Longer
13. Getting You
14. November Rain
15. Who Are You
16. Unfathomable
17. Talking To The Moon
19. The Truth Untold
20. Stay With Me
21. Through The Night
22. Love Bomb
23. Hello Stu P I D
24. Our Moment
25. My One And Only
26. Revealed
27. Will You Hold On?
28. Dear Mom
29. Dear God
30. End Of A Day
30.5 Dear J
How To Order?
What's Next?

18. The Reason Why

982K 100K 127K
By tx421cph

"Jangan nangis lagi ya, ga capek apa kalian nangis mulu" ㅡNana

Song recommendation for this chapt
Cold Cherry - Growing Pain 2 (instrument)

• Dear J •

Happy Reading ♡


Kami bangun pagi-pagi sekali, sekitar jam 4 pagi karena kami di perintah untuk lari-lari dan olahraga. Aku sempat terkejut ketika mendapati diriku berada di dalam tenda lagi saat terbangun, karena seingatku aku berada di luar bersama Jaemin semalaman.

"Semalem Jaemin gendong kamu ke tenda, kayanya sekitar jam 3 an. Kebetulan aku kebangun"

Begitulah yang ku dengar dari Herin saat aku kebingungan sendiri. Beruntung saja itu Herin, bagaimana jika Yiyang atau murid lain yang terbangun?

Rumor-rumor dan fitnah akan langsung menyebar.

Sepertinya aku ketiduran saat asyik mengobrol dan berduaan dengan Jaemin semalam.

Selesai dengan seluruh kegiatan, semua murid membuat makanan masing-masing untuk sarapan. Ramai sekali dan bau berbagai masakan yang lezat tercium dimana-mana.

Aku sedang sarapan dengan Yuqi dan Herin sebenarnya. Tapi beberapa menit lalu Yuqi mendatangi Lucas dan mereka kemudian pacaran, sekarang Herin sedang memanggang makanan bersama Saerom.

Aku duduk, menunggu Herin sambil menghabiskan sandwich yang ku buat ala kadarnya.

Kemudian, Mark datang bersama seporsi besar sarapannya.

"Makanan you mana? Kok roti doang?" dia duduk di depanku, aku bersila di atas tikar saat itu.

"Nunggu Herin tuh"

"Nih, gue bawa banyak" katanya, menyodorkan piring besar yang berisi ayam panggang, daging, kacang polong, nasi,  salad, dan... apa saja itu aku tidak tahu namanya.

"Lo nggak makan seminggu apa gimana?" aku melongo.

"Oh ini? Gue sengaja ambil banyak buat di makan bareng lo kok" akunya.

"Lah?" aku mengangkat kedua alisku bingung, kemudian Mark mendekatkan piringnya padaku. Dia membawa dua sendok dan dua garpu.

"Udah makan tinggal makan, itu badan biar ga kurus kering"

Aku melotot, siapa yang kurus kering?! Padahal aku berusaha menurunkan berat badanku!

Klangg!!

"Yaelah gimana sih lo jalan pake mata apa gak dah?!"

Aku dan Mark menoleh bersamaan kearah sumber suara. Tidak, bukan hanya kami. Bahkan seluruh murid yang ada disana langsung menoleh dan menonton keributan kecil di tengah-tengah perkemahan.

Napasku tercekat.

"Lo tolol apa gimana? Makanan lo buang-buang, miskin aja belagu lo"

Itu Jeno yang sedang memaki-maki Jaemin karena baru saja menabraknya walaupun aku yakin Jeno-lah yang sengaja menyenggol Jaemin.

Tapi Demi Tuhan Jeno pasti sudah gila!

"Bersihin njing, ngotor-ngotorin aja lo cacat!"

Plak!

Jeno menampar kepala Jaemin dengan keras.

"He's again" Mark, ku dengar menghela napas pasrah.

Jeno mungkin boleh saja membenci Jaemin sebagai saudara tirinya, tapi tak bisakah dia cukup diam dan menyimpan kebenciannya sendiri? Tidak untuk mempermalukan Jaemin di depan umum seperti ini!

Ku lihat, Jaemin mulai berjongkok membersihkan makanannya yang berjatuhan di tanah dan rumput.

"Siapa yang nyuruh lo mungutin doang?" suara Jeno.

Jaemin mendongakkan kepalanya.

"Makan"

Aku melebarkan mata, begitu pula semua orang yang menonton. Mereka berbisik-bisik. Sebagian pro, dan sebagian kontra. Tapi 90%-nya menertawai Jaemin yang di tindas oleh Jeno.

"Lo orang miskin pasti sayang kan buang-buang makanan? Gih buru makan tuh makanan"

Jeno mendecih, dan itu membuatku semakin marah. 

Aku sudah bangkit dari dudukku, hendak melangkah menghampiri Jeno sebelum anak laki-laki itu menjadi-jadi.

Tapi lagi-lagi tubuh bongsor Guanlin menahan langkahku. Membuat keningku mengernyit.

Guanlin menghampiri Jeno lebih dulu, dengan mata tajamnya yang dingin, anak bertubuh tinggi tersebut menatap Jeno. Menatapnya dengan menantang.

Sementara Jeno terlihat menaikkan satu alisnya ketika Guanlin datang menengahi.

"Woy bisu" kata Guanlin, memanggil Jaemin, tapi matanya masih menatap Jeno, "Sana lo ambil makanan lagi yang baru" lanjutnya.

Jeno tertawa, "Mau jadi pahlawan kesiangan juga lo buat si cacat ini?"

"Makanan yang dia bawa itu makanan gue bangsat, lo yang sengaja jatuhin" desisnya.

"Wow, sejak kapan lo temenan sama si cacat itu? Atau..." Jeno menggantungkan kalimatnya, "Ah, kayanya gue tau motif lo"

Guanlin maju selangkah, dia tersenyum sarkas "Lo udah kalah, mending lo pergi jauh-jauh"

"Lo pikir gue gak bisa membalik keadaan?" tantang Jeno.

Sementara itu, Guanlin hanya memandangi Jeno dengan tatapan tajamnya. Seperti ingin menerkam. Kemudian, dia tertawa remeh dan memundurkan langkahnya.

"Bangun lo bisu, gue udah laper" Dia menarik kerah belakang Jaemin dna memaksa anak itu berdiri, "buruan ambil makanan terus lo duduk disana" Guanlin mengedikkan dagu kearahku dan Mark.

Jaemin menurut, dia buru-buru berdiri dan menyingkir dari sana dengan tangan gemetar. Sepertinya anak itu masih syok.

"Coba gue mau liat, gimana lo bisa balikin keadaan itu" suara Guanlin.

Jeno meraih kerah pakaian Guanlin dengan tangan kanannya, merematnya, kemudian menariknya mendekat dengan kasar.

"Lo tunggu aja, 3 hari lagi? Ah, atau malah besok?"  desis Jeno menyeringai.

Demi Tuhan aku sangat pusing menyaksikan perdebatan dua anak laki-laki yang sama-sama sok jagoan itu adu mulut di tengah perkemahan. Parahnya, murid-murid yang lain sama sekali tidak berinisiatif untuk melerai keduanya.

Mark hanya memerhatikan, begitu pula Lucas yang sepertinya ogah untuk ikut campur.

Bahkan Xiaojun hanya memerhatikan dari depan tendanya sambil melipat kedua tangan.

Aku membuang napas kasar, sampai akhirnya melihat sosok Jaemin datang sambil membawa makanan. Mendekati tempatku dan Mark.

"Kamu nggak apa-apa?" tanyaku, ketik dia meletakkan makanannya keatas meja lipat.

Anak itu tersenyum tipis, kemudian menggeleng pelan.

"Itu Guanlin ngapain sih" dengusku.

"Dia tidak mengganggu, kami memang mau makan bersama, katanya" Jaemin menjelaskan..

"Dia bilang apa deh?" tanya Mark yang memerhatikan sejak tadi.

"Katanya lo rakus amat" aku melengos.

"What?!" Mark terkejut, kemudian menatap Jaemin yang melotot kaget, dia menggeleng kukuh, tidak membenarkan kata-kataku.

Ngomong-ngomong kenapa lagi Guanlin mau dekat-dekat Jaemin? Dengan alasan makan bersama, itu terdengar mencurigakan.

"Kalo lo mau viral, mending jangan di sini" suara Jeno.

"Oh ya? Kayanya lo yang mancing war dah, bunuh-bunuhan di hutan aja gimana dah?" balas Guanlin.

"Plis stop kalian!" seruku akhirnya.

Demi apapun aku sangat pusing dengan kedua anak itu dan aku sangat ingin makan dengan tenang sebentar saja. Rasanya mereka tidak enak jika aku merasa damai barang sedetik.

Kedua anak laki-laki itu menoleh bersamaan dan menatapku kemudian.

"Nggak usah berantem di sini, ngerusak suasana. Ntar aja di tempat sepi kalian bunuh-bunuhannya" cercaku.

Jeno melepaskan tangannya dari kerah Guanlin, kemudian mendengus setelah melemparkan tatapan tajamnya, berbalik pergi.

Begitu juga Guanlin, anak laki-laki itu membenarkan pakaiannya, kemudian berjalan menghampiri aku, Jaemin, dan Mark.

Aku hanya menatap Guanlin tidak suka.

"Sini dah, lo kan makan sama gue" Guanlin menarik piring Jaemin menjauh.

"Guanlin lo apaan sih! Makan sendiri aja kenapa!" kesalku.

Anak itu menoleh kearahku, "Kenapa dah orang gue cuma mau makan bareng, ya gak?" dia mengangkat dagunya kearah Jaemin, sementara anak laki-laki yang satunya hanya terdiam menurut.

Aku benar-benar tak habis pikir dengan Guanlin.

"Mark tuker dong" kataku.

"Hah?"

"Aku mau makan sama Jaemin, kamu sama Guanlin aja ya?" aku menjauh dari Mark, kemudian mendekati Jaemin.

"Lah?"

"Dih apaan dah lo, jauh-jauh sana" Guanlin menarik Jaemin ketika aku mendekat, dan itu membuatku melotot.

"Guanlin apaan sih! Sini Na!" aku menarik tangan Jaemin yang satu lagi.

"Woy gak bisa dong! Si bisu ini dah sama gue dari tadi!" Guanlin tidak terima.

"Lo ngapain sih deket-deket Jaemin?!" aku masih mencoba menarik tubuh Jaemin dari Guanlin.

Sementara itu, Jaemin terlihat kebingungan sendiri.

"Ya biar enak gue nyuruh-nyuruhnya!"

"Berhenti ganggu Jaemin bisa gak sih lo! Dia bukan babu!" marahku akhirnya.

"Yaudah lo aja yang makan sama gue!" seru Guanlin mendadak.

Kami semua langsung terdiam. Aku melebarkan kedua mataku sembari menatapnya.

Jaemin sendiri terkejut, dia langsung melepaskan tangannya dariku dan menghampiri Guanlin. Membawa makanannya pada anak bertubuh bongsor tersebut.

"Sudah kamu makan saja dengan Mark, biar aku dengan dia" katanya padaku.

"Na, kok gitu?!"

"Lebih baik aku yang makan dengan dia, daripada kamu"

Sementara itu, otakku malah masih berpikir dan mencerna maksud kalimat Jaemin.

"Kalian ngobrol apaan dah?" celetuk Guanlin tiba-tiba.

"Ngobrolin kenapa bisa ada manusia kaya lo" dengusku.

"Wah ngajak berantem ya lo?"

"Lo gak mungkin ngajak berantem cewek kan, Guan?" Mark menghela napas malas.

"Apanya? Orang dia pernah ngelempar gue" aku merotasikan bola mata.

"Itu gak sengaja njing!" Guanlin membela diri.

Camping sekolah itu kacau bagiku. Padahal aku ingin kemah dengan tenang seperti anak-anak lainnya. Tapi pertengkaran Jeno - Guanlin, tingkah Guanlin yang menyebalkan, dan Jaemin yang di perbudak oleh Chenle, membuat kepalaku ingin pecah rasanya.

Apalagi saat aku kebingungan mencari Jaemin yang menghilang selama 2 jam. Di bantu oleh Xiaojun dan Mark, aku menangis karena takut Jaemin menghilang di tengah hutan.

Tapi tebak apa yang terjadi?

Ternyata dia di ajak berenang bersama Guanlin di sungai. Katanya mencari ikan, padahal aku tidak yakin ada ikan disana.

Dan jangan tanyakan Jeno. Anak itu masih bersikap sombong dan menyebalkan. Dia masih saja sok hebat dan tidak jarang menggangguku, maupun Jaemin.

Camping 3 hari itu berjalan menyebalkan. Tidak sesuai ekspektasiku.

-----oOo-----

Malam ini teman-teman Kak Jaehyun datang lagi. Sampai aku bosan. Bukan apa, mereka berisik sekali. Apalagi Kak Yuta dan Kak Winwin. Mereka pun membuat berantakan rumah dengan saling melempar makanan ringan yang ada di toples.

Semuanya tidak akan terjadi jika bukan Kak Jaehyun yang memulai. Mereka bahkan bermain perang-perangan dengan bantal sofa.

Kak Johnny yang paling normal, diam saja memerhatikan.

Saat aku datang dari dapur, aku melihat Kak Taeyong. Kemudian, tersadar sesuatu.

"Kak Taeyong, sini deh" kataku padanya.

Aku duduk di meja makan, kemudian Kak Taeyong yang datang. Dia mengambil duduk tepat di depanku.

"Mau ngomong serius" suaraku.

"Jangan serius-serius, ntar baper"

Aku menendang kakinya di bawah meja, "Beneran serius njir!"

Dia menghela, "iya maaf, kenapa?"

Aku memandangnya dalam-dalam dengan serius. "Kenal Jaemin kan?"

Laki-laki tampan itu langsung terhenyak saat itu juga. Dia tercekat, dan aku bisa melihat keterkejutan dalam matanya.

"Jawab aja jujur kak, kamu sepupu sama Jeno, kamu pasti tau Jeno punya saudara tiri yang selama ini di sembunyiin sama Om Donghae. Jaemin"

Kak Taeyong semakin bungkam seribu bahasa. Dia tak langsung menjawabku. Matanya turun. Yang awalnya menatapku, kini menatap kedua tangannya yang saling tertaut.

Dia menghembuskan napas samar, "ya bagus kalo akhirnya kamu tau" katanya. "Aku jadi nggak perlu repot-repot jelasin kalo kamu harus jauhin si anak bisu itu"

Aku mengerutkan kening dalam-dalam. Menatapnya memicing dan tidak suka. Apa maksud dia berkata seperti itu? Pemilihan katanya sangat menyakitiku.

"Kenapa aku harus?" jawabku sarkas.

"Udah aku bilang aku gak perlu jelasin kamu pasti udah tau arti saudara tiri" katanya lagi.

Demi Tuhan dia bertele-tele sekali.

"Aib"

Kedua mataku melebar saat itu juga.

"Kak!"

Aku berdiri dari dudukku setelah membentaknya. Bagaimana mungkin dia bisa mengatakan dengan entengnya bahwa Jaemin adalah aib?

Tidakkah dia punya hati?

Tidakkah dia mengerti apa arti dari kata Aib sebenarnya?

Sementara empat anak laki-laki yang duduk di sofa, terkejut dan memandang kami berdua dengan segera.

"Dek, kenapㅡ"

Ting tong!

Bel rumahku berbunyi tanpa di duga. Memutus kalimat Kak Jaehyun. Perhatian kami kembali di alihkan ke seseorang yang entah siapa itu di balik pintu.

Kak Jaehyun mendecak, kemudian mengomel karena dia sangat malas berjalan ke depan untuk membuka pintu.

Namun baru saja dia mau melangkah, seseorang yang di duga pelaku pemencet bel rumahku, muncul dari arah ruang tamu.

Aku semakin terkejut bukan main. Begitu pula Kak Jaehyun. Ah, tapi dia terkejutnya biasa saja.

"Ada apa gan? Tumben?" suara Kak Jaehyun.

Itu Jeno. Datang sambil berpakaian rapi.

"Mau ngajak jalan kak" katanya.

Kak Jaehyun melotot, "sejak kapan lo homo njing?"

Jeno memutar bola matanya malas, "Kak gue tau lo jomblo, tapi gak gini juga"

"Yee ferguso!" Kak Jaehyun menimpuk Jeno dengan kulit kacang di tangannya.

"Mau ngajak adeknya jalan dong" lanjut Jeno.

Aku semakin melotot.

Sebentar, sepertinya Jeno salah rumah. Sepertinya dia mau ke rumah Yiyang, lalu tersesat kemari.

"Lah bukannya dah putus gan?" Kak Jaehyun mengernyit.

"Mau ngajak balikan kak" katanya begitu enteng. Aku hanya menahan emosi sejak tadi.

"Oh" Kak Jaehyun mengangguk-anggukkan kepalanya, "gih masuk"

"KAK!!" seruku marah, dan dia terlonjak kaget.

"Biasaan amat kalo manggil ngegas! Kaget woy!" sungut Kak Jaehyun.

"Jeno lo pulang buruan!" kesalku.

"Ayo ngobrol di luar, banyak abang-abang disini" kata Jeno.

"Ogah njirrrr!!"

"Dengerin penjelasanku dulu, ayo" dia melangkah mendekati.

"Lo tuh anjing banget tau gak! Punya kuping gak sih?!"

"Sini lo Yong, jangan jadi nging nging" Kak Jaehyun yang bersila di atas sofa sambil mengemili camilan di toples, mengayuhkan tangannya kearah Kak Taeyong yang berada di dekatku dan Jeno.

Kak Taeyong hanya menghela napas malas, kemudian dia berdiri dan menghampiri teman-temannya.

"Plis lo pulang aja Jen, mau lo ngajak balikan ampe gigi lo rontok semua gue gak bakal mau" desisku.

"Widiiii kerad sisssss" Kakakku yang berisik itu lagi-lagi bersorak.

"God is a Woman in real life" sahut Kak Yuta.

Aku berusaha mengabaikan kumpulan anak bar-bar tidak waras yang berisik itu.

"Kok kamu tega banget sih?" Jeno bersuara.

"Saudara Jeno, sudahkah anda berkaca hari ini?" aku memaksa tersenyum.

"Ya udah, aku udah berusaha baikin hubungan kita lagi. Tapi kamu nggak mau. Tunggu aja, liat nanti"

Aku mendengus kasar, apa dia mau mengancamku lagi?

"Serah!"

-----oOo-----

Mungkin ini yang di maksud Jeno padaku semalam.

Mungkin ini yang di maksud Jeno pada Guanlin saat di gunung.

Sekolah kacau.

Di berbagai sudut, dimanapun, siapapun. Mereka semua berbisik-bisik. Heboh. Menggunjingkan hal yang tidak ku tahu.

Saat aku melewati koridor, semua pasang mata menatapku. Menatapku tajam, menatapku dengan tidak suka, menatapku dengan jijik. Seolah aku hendak di usir dari sekolah ini.

Ini bahkan lebih parah dari sebelumnya, mereka benar-benar menatapku dengan benci.

Aku tidak tahu apa sebabnya, sampai akhirnyaㅡ

Byurr!!!

Napasku tertahan. Tubuhku mendadak kaku dan aku terkejut bukan main, dan tanganku... gemetaran.

Mereka mengguyurku dengan air dari lantai dua. Kemudian, ku dengar mereka semua tertawa. Mataku nanar. Rasanya panas.

"Yaaah basah dehh"

"Nangis gih nangis!"

"Belagu sih ewh!"

Aku masih tak berkutik, apalagi saat untuk yang kedua kalinya mereka menyiramku dengan tepung.

Walaupun aku tidak tahu apa yang terjadi, rasanya aku ingin menangis.

Namun seketika, aku teringat Jaemin. Dan aku merasa malu untuk menangis kemudian.

"Pacaran aja sana lo sama anak haram!"

"Udah pacaran sama Jeno, eh malah selingkuh sama anak haram!"

"Hahaha tolol sihh! Jangan-jangan buta lagi?!"

Aku memejamkan mata sambil menunduk dan mengepalkan kedua tanganku.

Jadi ini... yang di maksud Jeno beserta semua ancamannya itu.

Gue ingetin dari sekarang, siapin diri lo

Lo tunggu aja 3 hari. Ah, atau malah besok?

Tunggu aja, liat nanti

Aku menghembuskan napas kasar.

Sekarang seluruh tubuhku kotor dan berbagai hinaan memenuhi isi kepalaku. Terngiang dan membuatku semakin gemetaran.

Untuk pertama kalinya aku merasakan bagaimana kau di tindas secara langsung.

"Awas lo ketularan jadi haram ntar!"

"Najis ih, jangan deket-deket gue ya"

"Cewek gak tau diri, bisa banget gitu Jeno di sia-siain"

"Woy apa-apaan lo semua njing!"

Sebuah suara familiar menyita perhatian kami semua. Kemudian, seseorang menarik tubuhku. Di menatapku khawatir.

Yuqi.

"LO SEMUA GILA YA ANJING?!" dia berteriak marah pada murid-murid yang berkumpul disana.

"Apaan sih lo gausah ikut-ikut dah!"

"Tau! Lagi seru juga!"

"SERU PALA LO!! PERGI GAK LO SEMUA! BERANI GANGGUIN TEMEN GUE LAGI, GUE LAPOR LANGSUNG KE KEPALA SEKOLAH LO!!"

Aku memegang tangan Yuqi, menahan tangis. Sementara Herin menahan bahuku, mencoba menenangkan.

Kemudian, mereka semua bergegas pergi sambil mengeluhkan tindakan Yuqi barusan. Beberapa diantaranya ada yang masih sempat mencelaku, mengatakan bahwa aku gadis tak tahu diri yang meninggalkan laki-laki sehebat Jeno demi Jaemin si anak haram.

Tunggu, si anak haram?

Apakah Jeno menyebarkan faktanya sendiri? Apakah dia mengumbarkan ke publik bahwa Jaemin adalah saudara tirinya?

Pusing memikirkan segala kemungkinan yang ada, kini berfokus pada seluruh tubuhku yang terlihat seperti adonan roti.

Sialan.

"Lo kenapa diem aja sih!" Yuqi mendengus kasar. "Biasanya juga lo galak! Jangan mellow gini deh, kesel gue liatnya!" anak itu marah, tapi aku tahu dia sangat mengkhawatirkanku.

"Kamu nggak apa-apa kan?" tanya Herin, dia membersihkan rambutku dari tepung yang lengket.

Aku menggeleng pelan, kemudian tersenyum tipis.

"Yaudah, Rin anterin dia ke kamar mandi, gue ambilin baju ganti dulu di loker" kata Yuqi, kemudian segera berbalik tanpa menunggu jawaban dari kami berdua.

Ngomong-ngomong... Jaemin bagaimana?

Dia baik-baik saja kan?

.
.
.

Setelah aku mandi dan membersihkan diri, kami bertiga dan membolos selama 2 mata pelajaran. Walaupun aku tidak mau mereka membolos karenaku, Herin yang notabene murid rajin pun setuju.

Mereka bilang sekolah sedang tidak aman. Mereka tidak mau aku pergi sendirian dan di ganggu lagi.

Dan sejak pagi aku tidak melihat Jaemin karena aku tidak masuk ke kelas.

Saat kami akan kembali ke kelas, seseorang menghadang tiba-tiba. Membuat aku, Yuqi, dan Herin langsung berhenti melangkah.

Guanlin.

Ku dengar, Yuqi menghembuskan napas kasar. Jengah melihat kehadiran Guanlin yang datang seperti hantu.

"Bisa gak sih? Sehariiii aja lo jangan nongol"

Bukannya menanggapi kalimat sarkas Yuqi, Guanlin menatapku. Sejak datang, dia terus menghujamkan tatapannya padaku. Tatapan yang tidak dapat ku baca.

"Bisa gak lo berdua pergi dulu?" dingin Guanlin.

"Heh apa-apaan?! Gakk gakk!!" Seru Yuqi.

Guanlin mengalihkan tatapannya ada Yuqi, dia melirik temanku itu dengan tatapannya yang tajam.

Aku hanya menghela pasrah.

"Nggak apa-apa, duluan aja" kataku.

"Apaan sih Je! Gak bisa! Gak mau!"

"Yuqi, mungkin dia ada hal penting. Tenang aja, dia nggak bakal ganggu gue" aku berusaha membuang pikiran negatifnya.

Benar, entah kenapa aku sangat yakin bahwa Guanlin tidak akan melakukan sesuatu yang buruk.

"Yaudah, ayo biarin mereka ngobrol," sahut Herin.

Yuqi tak memiliki pilihan apapun selain menuruti kami berdua. Kemudian dia berjalan dengan kesal, sebelum akhirnya menujukan tatapannya yang tajam kearah Guanlin.

Mengancamnya agar tak macam-macam.

Sepeninggal mereka berdua, suasana hening. Guanlin masih menatapku dengan tubuh yang berdiri tegak, dalam radius 5 meter.

Kemudian, dia maju beberapa langkah. Tubuhnya yang begitu tinggi, menjulang di depanku.

"Jeno nyebarin itu" katanya tiba-tiba.

"Gue tau"

Namun kemudian dia menggeleng, "lo nggak tau"

Aku mengerutkan kening. "Apanya?"

"Jeno emang nyebarin perihal si bisu itu anak haram, tapi nggak dengan rumor lo pacaran sama si bisu"

Sekarang, aku semakin bingung.

Tunggu, sebenarnya aku tidak masalah dengan rumor yang aku berpacaran dengan Jaemin. Karena bagiku itu bukan rumor, itu nyata.

"Gue yang nyebarin rumor itu"

Kedua mataku melebar mendengar pengakuan Guanlin. Aku tercekat, menatapnya dengan sorot terkejut. Sementara dia masih dengan wajah datarnya.

"Loㅡ" napasku tertahan. Baik, aku tidak masalah dengan rumor yang di sebarkan Guanlin, tapi kenapa dia melakukan itu? Semuanya kini berimbas padaku. "Lo kenapaㅡ"

"Biar lo di bully satu sekolah"

Mendengar jawaban itu, aku langsung mendecih tidak menyangka. Kemudian tertawa pedih. Miris sekali mendengarnya saat tahu betapa Lai Guanlin membenciku.

Sebenci itu dia.

"Sekarang gue tau sebrengsek apa lo" desisku. "Lo emangㅡ"

"Karena gue mau ngelindungin lo, dari mereka. Gue mau lo di bully biar gue bisa nunjukin kalo gue bisa ngelindungi lo... karena gue selalu kalah dari si bisu itu"

Demi Tuhan, jantungku rasanya berhenti berdetak saat itu juga. Aku menatap Guanlin tidak menyangka, dan seluruh tubuhku membeku saat mendengar pengakuannya.

Katakan bahwa aku salah dengar, aku pasti salah dengar. Tidak mungkin...

~~~

Siapa bilang penderitaanku sudah berakhir? Siapa bilang mereka tidak menggangguku lagi?

Setiap ada kesempatan, mereka akan menendangku hingga terjatuh. Menjambak rambutku. Menampar wajahku. Mendorongku dari tangga.

Aku benar-benar di dorong dari tangga walaupun memang tidak setinggi itu. seluruh kakiku lecet, terluka, dan lututku berdarah. Begitu pula tanganku.

Sampai pulang pun, mereka masih mengerjaiku di halaman sekolah. Terutama anak-anak perempuan itu. Aku di cakari, di pukul, dan bahkan nyaris di telanjangi jika saja Jaemin tidak datang saat itu.

Aku menangis kala mendung saat itu.

Jaemin datang, dia menerjang anak-anak perempuan itu dan mendorongnya menjauh dengan marah. Jaemin sangat marah, dia bahkan memukul Lami.

Jaemin yang lemah lembut, dia bahkan memukul seorang perempuan.

Lalu Xiaojun, Mark, dan Guanlin datang dengan tergesa saat melihat keributan.

Ya, hanya mereka bertiga dan Jaemin yang mau turut tangan. Bagaimana murid-murid yang lain?

Mereka hanya menonton dengan seru. Beberapa bahkan ada yang merekamnya.

"Kalian lagi kalian lagi! Harus gimana sih gue bilangin ke kalian buat nggak nindas murid lain?! HAH?! Lo pikir ini sekolah lo??!!" Xiaojun berteriak marah. Dia pun sangat marah.

"Pergi lo semua dari sini! Gue bisa aja lapor polisi sekarang juga!!!"

Mendengar ancaman Mark, mereka semua bubar. Termasuk anak-anak lain yang menonton. Mereka segera pergi dan melarikan diri karena tak mau terlibat.

Hari itu aku sadar, sekolahku adalah neraka versi dunia.

"Kamu nggak apa-apa?!" Xiaojun menghampiriku.

"Bawa ke rumah sakit ya?!" Mark menyela.

Guanlin diam saja berdiri di tempatnya dan aku tidak mempedulikan dia.

Aku masih menangis, aku sama sekali tidak menggubris mereka. Luka-lukaku sangat sakit. Terutama hatiku.

Jaemin baru menghampiriku, dia menatapku dengan sangat khawatir, anak itu tampak panik.

"Mana saja yang sakit?! Sesakit apa?!" katanya.

Aku hanya menggeleng sambil menangis sebagai jawaban karena tidak mampu untuk bersuara.

"Ayo aku bawa kamu berobat!!"

Anak itu mengambil tanganku, kemudian di kalungkan ke lehernya setelah sebelumnya mendorong Mark dan Xiaojun menjauh.

"Eh, mau di bawa kemana dia?" tanya Mark bingung.

"Ayo aku anter" sahut Xiaojun, Jaemin menggeleng dengan cepat.

"Udah biarin aja dia sama pacarnya" suara Guanlin membuat kedua anak laki-laki lainnya menoleh.

Sementara Jaemin masih sibuk menempatkan tubuhku di punggungnya dengan nyaman.

"Tapi bentar lagi hujan nih" Xiaojun khawatir.

"Udah kalian percayain aja ke si bisu ini, tenang aja dah. Mending lo semua pulang"

Aku memeluk leher Jaemin erat ketika anak itu berdiri dan menggendongku di punggungnya, setelah sebelumnya mengambil tasku dengan susah payah, dia berjalan menjauh mengabaikan tiga anak laki-laki yang berdiri di depan gedung sekolah.

Tangisanku masih belum mereda.

"Na..."

Dia tetap berjalan sambil sesekali membenarkan tubuhku yang perlahan merosot.

"Na, sakit..." isakku.

Jaemin masih fokus berjalan sambil menggendongku. Entah dia membawaku kemana, aku tidak tahu. Aku pun sempat melihatnya juga terluka. Wajahnya terluka, dia juga terluka disana-sini.

Pasti karena mereka...

Kapan mereka menghajar Jaemin, aku benar-benar tidak tahu.

Mereka benar-benar sekejam itu. Mereka bukan manusia!

Tak berapa lama kami berjalan, guntur mulai bersahutan, kemudian di susul hujan yang turun dengan deras.

Ah, kenapa tidak gerimis saja? Kenapa harus langsung deras? Terkadang itu yang ku benci dari hujan.

Tidakkah kini langit melihat penderitaan kami berdua? Tidakkah langit kasihan padaku dan Jaemin yang kini berjalan dengan tertatih di tambah dengan guyuran hujan?

Entah kenapa, tangisanku semakin keras ketika hujan mengguyur tubuhku. Kemudian, Jaemin segera mempercepat langkahnya, mencari tempat berteduh terdekat.

"Na, ayo kita pergi dari sana..." isakku.

Aku tidak tahu seperti apa reaksinya kini karena dia hanya memandang ke depan dan mencari tempat yang nyaman untuk berlindung dari hujan. 

Kurasakan, langkah kaki Jaemin berhenti kemudian, dan hujan tak lagi mengguyur tubuhku. Aku membuka mata, dia mendudukkanku diatas bangku taman dimana ada pohon yang sangat besar menaunginya.

Buru-buru anak itu melepaskan jaket yang dia kenakan, kemudian menyelimutkannya di tubuhku.

Tangannya yang dingin menyentuh dahi, kedua pipi, dan leherku. Memeriksa suhu tubuh. Aku bisa melihat kala itu, betapa khawatirnya dia. Dari sorot matanya...

"Apa kamu merasa kedinginan?!"

Aku menggeleng pelan.

Kemudian, entah kenapa Jaemin malah menangis. Dia bersimpuh di depanku, sembari mengganggam kedua tanganku. Melihat luka-lukaku, kemudian dia terisak pelan. Matanya memerah, entah karena air hujan, atau murni karena tangisan.

"Maafkan aku, lagi-lagi ini semua karenaku"

Aku menghela napas panjang, kemudian mengusap rambutnya. "Bukan salah kamu. Aku sayang kamu, itu faktanya. Walaupun emang aku harus menerima konsekuensi, aku nggak masalah"

Dia mendongak, menatap kedua mataku dengan tatapan sedihnya.

"Aku tidak mau melihat kamu kesakitan..."

"Aku lebih kesakitan, kalau aku jauh dari kamu" jawabku.

Jaemin tersenyum pedih, kemudian dia meraih tubuhku dan memelukku yang basah kuyup.

"Tunggu disini, aku beli obat di apotik depan sana" katanya, kemudian aku mengangguk sebagai jawaban.

Na Jaemin berlalu kemudian. Dia pergi dan menerobos hujan deras sambil berlari kecil, menyeberang jalan, dan menuju apotik terdekat yang ada di sana.

Aku meringis ketika lututku terkena tetesan air. Rasanya perih sekali. Lututku robek dan kakiku lebam disana sini. Belum siku, punggung tanganku, dan lengan. Semuanya lecet. Terluka.

Harus bagaimana aku menjelaskan pada orang rumahku nanti? Terlebih Kak Jaehyun.

Dia akan sangat marah.

Ayahku juga bisa saja menuntut sekolahku nanti ketika tahu putrinya pulang dengan keadaan mengenaskan begini.

Saat aku berpikir keras, aku melihat sosok Jaemin berada di seberang jalan. Dia sudah kembali dari apotik sambil membawa kantung plastik yang mungkin saja berisi obat merah, kasa, kapas, dan semacamnya.

Dia menyembunyikan obat-obatan itu di balik bajunya takut tersiram hujan.

Jaemin menyeberang, dia sudah separuh jalan. Namun satu hal yang terjadi, membuatku menyesal setengah mati kenapa aku mengijinkannya pergi di tengah hujan begini hanya untuk sekedar membeli obat merah.

Dari arah kanan, sebuah motor melaju sangat kencang, dan menghantam tubuh Jaemin hingga anak itu terpental.

BRAKKK!!!!

"JAEMINNN!!!"









To be continued...

Continue Reading

You'll Also Like

1.7M 222K 29
[Sudah dibukukan, part lengkap] versi novel bisa dipesan melalui shopee : penerbit.lovrinz01 Bagi Wisnu, hal yang paling menyakitkan adalah ketika d...
15.7M 1.7M 33
[SUDAH TERBIT] "Sahara, hidup itu perihal menyambut dan kehilangan. Kamu tahu lagu Sampai Jumpa-nya Endank Soekamti, kan? ya kira-kira begitu lah. Ta...
3.6K 106 6
Andai saja, hari itu aku larang kamu pergi sendiri, ini semua tak akan terjadi. Maafkan aku, ini salahku..
4.2K 601 8
Kumpulan cerita dengan Sasuke dan Hinata sebagai main character. Ide cerita berdasarkan pada lagu-lagu yang mungkin saja masuk dalam playlist favori...