Ternyata sekarang kusadari, akulah manusia paling jahat di muka bumi.
Dosaku besar sekali. Meski dosaku itu bukanlah mencuri, memperkosa membunuh atau bahkan korupsi. Dosaku satu, tapi menjadi sumbu dari segala durja yang menjebakku.
Dosaku adalah kurang mencintai diriku sendiri. Kucari-cari cinta di tempat yang salah, kubakar diriku sendiri yang adikarya untuk menjadi cahaya dalam gulita. Lalu aku berharap tidak akan kecewa, lupa kalau jiwa-jiwa malang itu hanya akan menganggapku momen semata, titik singgah sementara dalam hidup yang fana saat kupikir mereka akan selamanya di sisiku hingga nafas terakhirku di dunia.
Aku merangkak di lantai hidup yang bersimbah darah untuk belajar mencinta, tapi yang kutemui bukan cinta melainkan kemalangan di setiap mata manusia-manusia yang ingin diperhatikan oleh kehidupan. Ingin dibelai karena cobaan di dirinya yang menurutnya terlalu masai padahal karena dia sendiri yang lalai.
Cukup sudah. Aku tidak bisa terus menerus begini hingga renta. Aku ingin pergi dari kegelapan ini. Aku tidak hidup untuk menjadi cahaya bagi jiwa-jiwa yang sepi. Aku hidup untuk kemerdekaanku sendiri.
Tentu saja penuh cinta di sana bagi yang matanya terbuka tetapi hatinya terlelap lena. Tempat itu terlihat seperti musim semi untuk hati yang depresi sementara dunia luar yang sangar terlihat bagai musim dingin yang liar. Tapi aku lebih memilih musim dingin dengan segala darah dan perih, daripada musim semi yang isinya ilusi.
Selamat tinggal delusi. Aku berhenti.