HESITATION

By bunganafandra7

1.9K 315 183

Sekeping rasa itu yang mendorong hatinya untuk tetap menanti, meski sebenarnya ia tau, penantiannya akan tiad... More

PENGENALAN TOKOH
Part 1
Part 2
Part 3
Part 4
Part 5
Part 6
Part 7
Part 8
Part 10

Part 9

125 30 17
By bunganafandra7

"Assalamualaikum," ucap seorang perempuan yang masih mengenakan seragam putih abu-abunya sambil mengetuk pintu besar itu.

Suara gadis itu hanya terdengar samar-samar akibat hujan yang mulai turun dengan deras.

"Assalamualaikum." ulang gadis itu lagi, dengan suara yang sedikit di tinggikan.

Masih belum ada jawaban dari dalam rumah bernuansa putih itu. Namun beberapa saat kemudian, sebuah mobil hitam memasuki pekarangan rumah.

"Mau apa lagi lo ke sini? Masih belum puas lo sama bekas gue?" ucap Nafa ketika turun dari mobil dan langsung melihat Jeje yang berdiri di depan rumahnya sambil mengetuk-ngetuk pintu.

"Fa, gue bakal jelasin semuanya ke lo. Ini semua tu salah paham Fa!" Jeje langsung menghampiri Nafa. Tatapannya amat memelas, bahkan terlihat di pelupuk matanya ada tetesan air yang beberapa saat lagi akan mendarat di pipi mulusnya.

"Salah paham apanya, hah? Lo jelas-jelas udah pacaran sama Kak Ghazi. Jadi apa lagi yang mau dijelasin." jawab Nafa, ia mengalihkan pandangannya dari Jeje, tak menghiraukan Jeje yang sekerang telah menangis di depannya.

"Je, dengerin ya, gue nggak bakal marah kok kalo lo jadian sama Kak Ghazi, lagian dia juga cuma masa lalu gue kok, udah nggak urusan gue lagi. Tapi, sikap lo sendiri yang bikin gue marah, di depan gue lo seolah-olah benci banget sama dia, karna dia udah ninggalin gue bahkan sempat buat gue masuk rumah sakit. Tapi di belakang gue lo ada rasa sama dia, kalo emang ada rasa ya nggak usah bilang benci. Atau mungkin lo cuma kasihan sama gue yang seolah drop banget waktu dia ninggalin gue? Hey, gue nggak butuh rasa kasihan lo." kata-kata Nafa membuat Jeje termenung, kembali berfikir betapa bodohnya ia yang rela merusak persahabatan hanya karena satu orang cowok.

"Gue minta maaf Fa. Gue gini juga ada alasannya. Jujur, dari awal bahkan sebelum lo jadian sama Kak Ghazi, gue suka sama dia. Gue stalk semua akun sosmednya dia buat cari tahu tentang dia, gue juga sempat chating-an sama dia. Awalnya gue kira dia juga suka sama gue, tapi ternyata anggapan gue salah. Dia deketin gue cuma pengen cari tahu tentang lo, dia suka sama sahabat gue. Lo bayangin Fa, gimana perasaan gue waktu itu, gue tiap malam nangis karena udah ngelepas dia buat elo, gue rela lo sama dia, supaya kita tetap sahabatan. Sejak lo jadian, dia mulai menjauh dari gue, dari situ gue sadar gue nggak berhak deketin dia lagi. Dan sekarang, lo udah putus sama dia, gue pikir ini kesempatan buat gue. Tapi gue masih punya otak Fa, gue sama sekali nggak berusaha buat deketin dia, karena gue tahu lo masih sayang sama dia." Jeje menarik nafasnya, dalam. Kemudian ia menghapus air mata yang telah membuat pipinya basah. "Dan kemarin malam, dia nelfon gue, dia bilang sayang sama gue, dia nembak gue. Fa, lo juga cewek, lo pasti tau gimana rasanya ketika orang yang lo sayang bilang sayang sama lo. Munafik kalo gue nggak bahagia. Udah hampir setahun gue berusaha ngelupain dia, tapi gagal, trus dia datang ke gue bilang sayang, jujur gue nggak tau dia bener sayang atau cuma jadiin gue pelampiasan dia. Tapi setidaknya gue senang dia bilang gitu, logikanya gue bodoh banget kalo nolak dia." Jeje kembali diam, tidak lagi melanjutkan ucapannya.

"Lo yang salah Je, kenapa nggak dari awal lo bilang semuanya? Kenapa nggak dari awal lo bilang kalo lo suka sama Kak Ghazi. Coba kalo dari awal gue tau, semua nggak bakal jadi kayak gini. Gue mungkin akan ngerelain dia buat lo. Tapi elo yang terlalu nutup diri dari gue sama Arsyi." jawab Nafa setelah sekian lama diam tak bergeming.

"Lo egois Fa, di mata lo selalu aja gue yang salah. Lo nggak tau seberapa sakit yang gue rasa. Yang lo tau cuma elo yang paling tersakiti di sini. Padahal apa yang lo rasa nggak sebanding sama apa yang gue rasain." Jeje tak mampu lagi membendung amarah serta tangisnya. Benteng pertahanannya sudah hancur, ia meluapkan semua yang ia rasakan.

"Iya gue egois, gue salah, elo aja yang paling bener." bentak Nafa. Ia lalu meninggalkan Jeje dan masuk ke dalam rumah sambil menutup pintu dengan kasar dan menendangnya.

BRRAAKK

"Nafa, nggak bisa nutup pintu pelan-pelan?" tegur mama yang sedikit marah melihat tingkah anaknya yang tidak sopan.

"Iya ma," jawabnya singkat.

"Ada siapa di depan? Kok ada ribut-ribut?" tanya mamamya lagi.

"Nggak ada siapa-siapa, salah denger kali ma. Hujan lebat gini siapa juga yang ribut-ribut." jawab Nafa mengelakkan.

Ia langsung melangkah ke lantai atas menuju kamarnya. Lagi-lagi Nafa menimbulkan suara bising dengan membanting pintu kamar dengan emosi yang masih memuncak. Ia sama sekali tak menghiraukan kata-kata mamanya barusan.

Nafa melempar tasnya asal, lalu merebahkan diri ke atas kasur bernuansa biru putih itu. Tanpa sadar air matanya jatuh perlahan, ia menangis. Menangis dalam diam, tanpa suara. Bayangan Jeje yang menangis sambil meminta maaf melintas begitu saja di pikirannya. Tapi, kata-kata tentang Jeje yang pacaran dengan Ghazi juga terngiang jelas di pendengarannya. Ia merasa serba salah, di satu sisi Jeje adalah sahabatnya, dan Ghazi adalah mantan kekasihnya. Sebenarnya tidak salah jika Jeje punya hubungan dekat dengan Ghazi, toh Ghazi juga bukan pacarnya lagi. Tapi, di hati Nafa masih ada nama itu, nama itu yang juga berarti bagi sahabatnya.

"Faa..." teriak seseorang di depan pintu kamar Nafa "Woiii, diem ae lo, gue masuk yak?" sambungnya.

"Pintunya nggak gue kunci, masuk aja!" jawab Nafa datar.

Arsyi menarik gagang pintu itu dan mendudukkan dirinya di atas sofa dekat meja belajar Nafa. Nafa yang tengah asik memainkan leptop di meja belajarnya masih tak menggubris keberadaan Arsyi.

"Fa, kok gue dikacangin sih, ih. Matiin leptopnya bentar Fa!" keluh Arsyi sambil menggoyang-goyangkan kursi yang sedang didudukkan Nafa.

"Iya-iya bentar," jawab Nafa lalu mematikan leptopnya, dan memutar kursi menjadi mengarah ke Arsyi.

"Nah gitu dong," ujar Arsyi dengan senyum sumringahnya. "Fa, gue pengen nanya, lo sama Jeje kenapa?" Arsyi kembali bicara, kali ini ekspresi wajahnya sudah mulai serius.

"Ini urusan orang dewasa, bocah mana paham." jawab Nafa sambil terkekeh, namun tawanya terdengar dipaksa.

"Elah, dasar lo. Tapi gue serius Fa, kalian kenapa sih? Gue tu sahabat elo, Jeje juga sahabat gue, kita tu sahabat, kalo ada masalah cerita, kita selesain bareng-bareng. Bukan ngomong-ngomong kasar kayak tadi. Itu nggak bakal nyelesaiin masalah Fa." kata-kata Arsyi membuat Nafa bungkam. Pikirannya kini berkecamuk.

"Gue tadi sempat nelfon Jeje, pengen nanya ke dia, tapi dia malah matiin telfon dari gue." sambung Arsyi lagi.

"Jeje pacaran sama kak Ghazi," jawab Nafa singkat, dengan nada suara rendah dan lesu. Kata-katanya berhasil membuat Arsyi ternganga.

"What? You seriously? Nggak mungkin, masak Jeje jadian sama kak Ghazi? Eh tapi tunggu, kak Ghazi yang mana nih? Mantan lo?" Arsyi terus mencerocos tak percaya dengan apa yang diucapkan Nafa.

"Iya, Ghazi mantan gue, gue tau dari Ghibran, gue juga udah nanya sama Jeje, dan Jeje bilang dia emang suka sama kak Ghazi," jawab Nafa tanpa semangat sambil mengayun-ayunkan kakinya. Raut wajahnya datar saja, tapi jelas di balik itu ada rasa sedih dan kecewa yang menyatu.

"Kok jadi kayak gini sih? Bukannya kak Ghazi lagi deket sama adek kelas yang waktu itu? Terus kenapa tiba-tiba jadiannya sama Jeje?" Arsyi masih bingung dengan apa yang terjadi di antara sahabatnya.

"Gue juga nggak tau, yang pasti mereka jadian 2 hari yang lalu," ujar Nafa "menurut lo, gue egois nggak kalo ngebenci Jeje cuma gara-gara dia jadian sama mantan gue?" tanya Nafa pada Asryi, hal ini dari tadi terus mengganggu pikirannya.

"Hmm gimana yaa, tapi kalo boleh jujur nih, lo emang terkesan egois karena kak Ghazi kan bukan siapa-siapa lo. Eh, tapi lo jangan marah gue ngomong kayak gini," Arsyi merasa sedikit tidak enak pada Nafa, namun kali ini ia harus jujur.

"Iya, ngga papa kok, gue sadar gue cuma masa lalu dia yang bahkan belum bisa ngelupain dia." ujar Nafa yang menatap ke bawah memandangi ubin lantai kamarnya.

"Eeehh, kok jadi galao gini ih, jangan gitu elah. Tapi kalo dilihat dari segi sahabat nih ya, Jeje juga salah, dia kan tau elo baru aja putus masak dia mau-mau aja diajak pacaran, kan nggak sohib." Arsyi menggebu-gebu mengeluarkan pendapatnya, membayangkan betapa teganya Jeje mengkhianati sahabatnya sendiri.

"Udahlah, biarin aja. Mungkin ini salah satu cara supaya gue bisa ngelupain dia," jawab Nafa sambil memaksakan agar senyuman terukir di wajahnya.

Drrtt..

Hape Nafa yang terletak di atas meja belajarnya tiba-tiba berdering, ada panggilan masuk. Ia melihat nama penelponnya, dan ia sedikit bingung dengan penelpon tersebut.

"Syi, hape lo mati? Nyokap lo nelfon gue nih," ucap Nafa dan menyerahkan benda pipih itu pada Arsyi.

Arsyi lalu mengambilnya dan mengusap layar hape tersebut dan meletakkannya ke telinganya.

"Hallo assalamualaikum bunda,"

"Waalaikum salam, kok hape kamu nggak aktif,"

"Hehehe, iya bun, tadi Asyi matiin batrainya low. Ada apa bun?"

"Bunda mau ke rumah tante Vera, kamu mau ikut atau nggak, kalo mau ikut buruan pulang, bunda tungguin."

"Iya, Arsyi ikut, tungguin ya bun, ini Arsyi udah mau pulang. Assalamuaalaikum bunda." Arsyi mengakhiri telpon dari orang tuanya dan pamit pulang pada Nafa.

Jam beker di atas nakas berbunyi beberapa kali mambuat sang pemiliki bangun dari tidurnya. Ia lalu segara mandi dan bersiap-siap pergi ke sekolah. Setelah menyiapkan semua peralatan sekolahnya, Nafa mengambil benda pipih berwarna hitam yang tergeletak di atas ranjang. Ia menekan sebuah aplikasi chat berwarna hijau, lalu mengetikkan sebuah pesan pada seseorang.

Ghibran

Nafa : Ghibran, lo dah berangkat sekolah?

Tak beberapa lama handfonenya bergetar, menandakan pesannya telah dibalas.

Ghibran

Ghibran : belum. Mau berangkat nih, kenapa? Lo mau nebeng yaa?

Nafa : hehehe, tau ae lo. Gue nebeng yakk?

Ghibran : oke, bentar lagi gue jemput, lo siap-siap ya

Nafa : oke.

Setelah mengakhiri chat tersebut, ia mengambil tasnya dan keluar kamar menuju ruang makan.

"Pagi Papa, pagi Mama!" sapa Nafa dengan riangnya.

"Pagi sayang!"

"Ceria banget kayaknya anak mama," ucap mama.

"Biasa aja kok ma," jawab Nafa enteng lalu menarik sebuah kursi dan mendudukinya.

"Oh iya, nanti kamu diantar pak Amat aja ya, pulang juga dijemput. Nggak usah bawak mobil," kata papa yang tak ingin kejadian buruk yang dialami anaknya terulang lagi.

"Nggak usah pa, Nafa berangkat sekolah bareng Ghibran. Pulangnya juga rencana bareng Ghibran," jawab Nafa menjelaskan.

"Oh ya? Ghibran anaknya tante Aurel kan Fa? Kamu bareng dia? Nanti suruh mampir ya, mama kangen banget soalnya." mama Nafa sangat antusias ketika mendengar anak tunggalnya itu menyebut nama Ghibran.

"Iya, tapi nanti aja deh ma, pulang sekolah. Kalo mampirnya sekarang takutnya telat."

"Assalamualaikum," suara bariton terdengar dari depan rumah.

"Ma, itu kayaknya Ghibran deh, Nafa berangkat dulu ya, Ma, Pa," pamit Nafa sambil menyalami keduanya. Nafa lalu berjalan menuju pintu utama di depan rumah dan membukanya.

"Hai Ran!" sapa Nafa.

"Hai, yuk berangkat," balasnya.

"Yuk."

Motor ninja hitam itu memasuki pekarangan sekolah, seiring dengan masuknya sebuah mobil berwarna putih yang dikendarai oleh Ghazi.

Ghibran memarkirkan motor ninja miliknya, lalu membuka helm yang ia kenakan. Ia melirik ke arah Nafa yang tampak kesusahan melepaskan helmnya.

"Kalo ngga bisa ngelepasin helmnya, ngomong, bukan diem aja. Lo mau pake helm sampai pulang?" Ghibran lalu melangkah mendekati Nafa sehingga jarak di antara mereka semakin tipis. Ia lalu melepaskan helm yang dipakai Nafa. Tatapannya hanya fokus pada helm yang dikenakan Nafa, ia sama sekali tak berani menatap mata gadis di depannya itu.

Entah mengapa, jantung Nafa berdetak tidak normal ketika posisi Ghibran sedekat itu dengannya. Ia terus memperhatikan lekuk wajah Ghibran, tidak ada yang berubah darinya, masih sama seperti dulu. Cuma, ia tampak lebih tampan dan lebih tinggi. Seingat Nafa, dulu Ghibran itu pendek, bahkan Nafa lebih tinggi daripafa Ghibran, tapi sekarang justru sebaliknya.

"Udah puas belom liat wajah tampan gue? Perasaan dari tadi lo ngeliatin gue terus, nggak ngedip malah. Jangan-jangan lo terpesona ya sama gue yang ganteng ini." ucap Ghibran terkekeh sambil mengusap kepala gadis itu.

"Ih geer banget sih lo, sok kegantengan, siapa juga yang ngeliatin lo, pede amat. Udah, ayo buruan masuk kelas," ujar Nafa sambil memalingkan pandangannnya, berusaha menyembunyikan pipinya yang tengah bersemu. Ia lalu pergi meninggalkan Ghibran di parkiran dan berjalan menuju kelasnya.

"CIEE ADA YANG SALTING!" teriak Ghibran sambil tersenyum melihat tingkah teman kecilnya itu.

Tanpa mereka sadari, seseorang yang berada di dalam mobil putih itu tengah memperhatikan mereka. Raut wajahnya tampak tak suka melihat kedekatan antara Ghibran dengan Nafa, mantan kekasihnya.
◀▶◀▶◀▶

Aku tak pernah membenci arah angin yang berhembus, pun tak membenci hujan yang jatuh, aku hanya kecewa kau datang seperti angin yang menyejukkan, lalu pergi seperti hujan yang menghilangkan mentari.

👄👄

Haaiiii, update lagi aku tu, huhuhu.
Setelah sekian lama story ini terabaikan akhirnya aku kembali man-teman. Betewe yang suka sama cerita ini ada nggak sih? Kalo ada komen dong, cuma pengen tau aja gimana gitu perasaan kalian kalo baca cerita aku. Biar semangat juga gitu nulis lanjutannya.
Eh, jangankan sukak, yang baca aja dikit, huhuhu, maafkan aku sang author abal-abalan ini. Maafkan juga pada typo yang berserakan bagai cintaku padanya. E anjir kok malah curhat, boong itu yaa:v

Udahlah, capek aku ngetik panjang2, bacotannya juga udah panjang amat, ntar pada enek baca cerita akuu:)))

Luv luv luv cintaaa
Salam sayang author
Bunga nafandra💛

Continue Reading

You'll Also Like

873K 75K 47
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
457K 29.4K 53
JANGAN DISIMPAN, BACA AJA LANGSUNG. KARENA TAKUT NGILANG🤭 Transmigrasi ke buku ber-genre Thriller-harem. Lantas bagaimana cara Alin menghadapi kegi...
6.3M 152K 44
"Mau nenen," pinta Atlas manja. "Aku bukan mama kamu!" "Tapi lo budak gue. Sini cepetan!" Tidak akan ada yang pernah menduga ketua geng ZEE, doyan ne...
602K 48.8K 29
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...