MY KING MY ENEMY (TAMAT) ✓

By Titimois

875K 59.9K 2.6K

RAJA KU MUSUH KU "Jangan berharap lebih pada ku. Aku menjadikan mu permaisuri ku, karena aku ingin menyiksa m... More

1.Pria Misterius
2.Tawanan
3.Sang Raja
4.Pengkhianatan
6.Malam Pertama
7.Dendam Murni
8.Penobatan
9.Trauma
10.Luka
11.Alasan
12.Peduli
13.Rasa
SPECIAL
14.Cemburu?
NUMPANG LEWAT
15.Sayembara
16.Hilang
17.Pertempuran
18.Pertempuran Lanjutan
19.Fakta kecil
20.Kematian
21.Sebuah kisah
22.Renggang
23.Rumit
24.Tak terarah
25.Lilia
26.Ikatan
27.Erat kembali
28.Tali hubungan
ANNOUNCEMENT
NEW COVER
29. Manis
30. Tak Terbayang
31. Sakit Yang Tertoreh
32. Rasa dan Resah
33. Air Mata
34. Athes dan Pilihan
CASTING VERSI K-POPERS
35.Pertanyaan
36.Naff
37. Perjuangan
38. Akhir
DANDELION
NAFF

5.Pernikahan

25.7K 1.8K 14
By Titimois

"Kenapa?"

"Aku ingin menduduki tahta kerajaan. Ayah terlalu sayang kepada mu, dimasa depan kau pasti akan dipilih menjadi penerusnya. Kau tau? Rumor tentang dirimu yang pembangkang dan keras kepala dibicarakan oleh semua rakyat kita. Apa yang akan terjadi jika Ayah memilih mu sebagai pewaris? Dengan sifat mu itu, kerajaan kita bisa diserang kapan saja. Kau seseorang yang terlalu gegabah. Jika kau menjadi Ratu nanti, kau bisa membahayakan semuanya. Apa kau pernah membayangkan bagaimana jika kerajaan kita suatu saat dijajah? Apa yang bisa kau lakukan? Kau bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri."

Thanasa membuka mata perlahan. Jiwa raganya seakan sudah terlepas, dia tidak bisa merasakan apapun lagi. Bahkan sekedar untuk menangis saja ia enggan.

"Hanya demi sebuah singgasana dengan teganya kau membunuh Ayah. Anak seperti apa dirimu?! Jika kau ingin menjadi Raja, aku bisa memberikannya kepada mu tanpa harus membunuh Ayah!!"

Menatap Tristan dengan sejuta makna, lalu bibir ranum itu tersenyum tipis "Kau menjijikkan."

"Aku yang membunuh Lucian, Tristan hanya menjadi alat untuk mempermudah jalan ku."

Semua orang yang ada di ruangan menoleh kearah sumber suara yang tak lain adalah Raja Delano Altair. "Tidak ada yang tau kalau Lucian terbunuh di tangan kami, aku akan menutupinya dengan menikahi mu."

Memuakkan.

Dasar manusia tidak berguna. Melakukan apa saja demi mencapai tujuan mereka. Tidak peduli itu saudara atau teman, asal puas mereka senang.

"Aku tidak akan pernah menerimanya."

"Siapa yang memberi mu pilihan untuk terima atau tidak? Disini perkataan ku adalah perintah dan mutlak. Kau hanya bisa mematuhinya. Dan tidak ada penolakkan."

Thanasa sudah tidak tahan. Gesit, tanpa aba-aba benda tajam diarahkannya kepada Delano saat ia mencabutnya dari sarung pedang Alord tadi.

"Brengsek!"

Cairan berwarna merah menetes membasahi lantai. Tidak menghindar sama sekali, Delano menangkap hunusan pedang dari Thanasa. Tangan kekar tersebut diketahui tersayat dengan luka yang lumayan lebar. Alord hendak melawan atas kekurangan ajar dari Thanasa, tapi Delano memberi pria itu atensi untuk tidak ikut campur.

Delano senang melihat aksi garang dari Thanasa, ah dia menikmatinya. Gadis itu terlihat lebih cantik seperti ini, apalagi ia dengan berani mencoba menebasinya dengan pedang.

"Aku lebih baik bunuh diri daripada harus menikahi pria brengsek seperti mu."

"Apa kau tidak ingin balas dendam untuk kematian Lucian?" Satu perkataan Delano berhasil membungkam Thanasa. Jika dia mati, para pengkhianat itu akan lebih girang. Tidak, hal seperti ini tidak boleh ia lakukan. Bagi Thanasa, ia hanya boleh mati jika berhasil membunuh Delano. Menikahi pria itu tentu saja membuatnya mendapat banyak peluang. Dia akan balas dendam untuk kematian sang Ayah.

Balas dendam.

***

Mentari telah membumbung tinggi di angkasa. Udara hangat berhembus membawa harum tanah dan rerumputan.

Sebuah tandu berwarna cokelat emas tampak dipikul oleh empat orang pengawal bertubuh besar melewati daerah perbukitan. Kanopinya ditutupi tirai kain. Rombongan orang dari kerajaan Altair, tengah mengiringinya dengan berbaris disepanjang jalan setapak padang rumput berbukit itu. Kebanyakan berjalan kaki, hanya beberapa yang menunggang kuda.

Iring-iringan tersebut berhenti ketika tiba di tempat yang mereka tuju. Sebuah perkemahan di pelataran terbuka dekat dengan perbatasan terluar dari Altair. Tak lama berselang, sekelompok orang berjubah hitam segera menyambut kedatangan mereka.

Seorang pemandu tandu mulai melangkah kedepan, bersiap untuk menyibak tirai.

Tak lama kemudian, seorang perempuan bercadar mulai keluar dari dalam tandu tersebut. Dengan tudung menyelubungi kepalanya, sang putri melangkah ditemani oleh sang pelayan.

Busana yang dipakainya lebih mirip seperti jubah dari pada gaun pengantin. Sebuah paenula panjang berwarna krem dengan sulaman emas tengah menyembunyikan nyaris seluruh tubuhnya. Dibawah hangatnya terik mentari yang cukup menusuk, Thanasa Lucian merasa sedikit tersiksa. Namun ia telah diyakinkan bahwa prosesinya tak akan lama. Lagi pula, si gadis harus tegar untuk menggapai tujuannya.

Tempat itu bukanlah sebuah kerajaan dengan kastil megah seperti yang Thanasa bayangkan, melainkan sebuah perkemahan dengan tenda-tenda besar dan langit yang menjadi naungan. Entah apa yang sedang dilakukan Raja Altair disana.

Kini gadis itu tengah berjalan perlahan melalui tenda demi tenda, sampai akhirnya ia kembali tiba disebuah lahan kosong yang sepertinya merupakan tempat upacara pernikahannya hendak dilangsungkan.

Rupanya seluruh acara itu akan dilakukan di padang rumput terbuka.

Mulai mendengar beberapa suara, Thanasa berangsur mengangkat pandangannya yang sedari tadi terus diarahkan ke tanah berumput. Gadis itu mengintip dari balik tudung yang juga nyaris menyembunyikan safir coklatnya. Samar-samar ia bisa melihat banyak orang berkumpul di tempat itu. Tetapi mereka segera menepi untuk memberinya jalan.

Thanasa sempat terkesiap ketika melihat sebuah api unggun besar sedang berkobar di tengah kerumunan orang.

Setelah berjalan mengitari api unggun, Thanasa semakin merasa campur aduk ketika langkah akhirnya membawa sang putri tiba ditepi sebuah pelataran berlantai batu.

Dipusat tempat tersebut, tampak Delano Altair tengah duduk sendirian di singgasananya.

Dengan berpakaian nuasa gelap, lelaki itu terlihat sama dinginnya seperti saat pertama mereka bertemu.

Thanasa menegakkan kepalanya.

Segera saja, sang putri Lucian dituntun untuk menaiki undakan pelataran batu tersebut.

Dibiarkan berdiri diam didepan tempat sang Raja untuk sesaat, Thanasa menyadari sang Altair mulai beranjak berdiri dari duduknya.

Gadis itu merasa napasnya kian tercekat ketika Delano menghampirinya. Fakta Ayahnya terbunuh oleh pria itu membuat Thanasa selalu dihantui kesedihan.

Kini lelaki itu sudah berada tepat di hadapannya dan sang putri terpaksa untuk tetap diam tanpa suara. Ketika sang Raja mulai mengangkat tangan untuk diarahkan padanya, Thanasa hanya bisa memejamkan mata.

Ia tak tahu apa yang akan dilakukan lelaki itu padanya. Tujuannya hanya untuk balas dendam, tidak ada yang lain. Thanasa tidak pernah tahu seperti apa prosesi pernikahan yang dilakukan oleh bangsa Altair atau pun bangsa dari negara lain. Terkukung dalam kerajaan begitu lama tanpa mengetahui bagaimana dunia di luar sana.

Dengan satu raihan tangan, Delano hanya bermaksud untuk menyingkap tudung yang sedang menyembunyikan wajah sang putri.

Thanasa kembali membuka mata ketika merasakan cahaya mulai menyinari netra coklatnya. Saat itu juga, pandangannya langsung tertuju pada paras tampan sang Raja. Pijaran merah api sedang menari-nari membayangi siluetnya, membuat sosok itu semakin mengesankan ketika dilihat dari jarak dekat. Anehnya, entah mengapa Thanasa merasa pendar merah seolah membakar mata kelam si lelaki untuk beberapa saat, membuatnya menyala semerah darah.

Keduanya terus beradu pandang, namun tetap tak bertukar kata.

Thanasa baru berkedip ketika Delano kembali menggerakkan tangan, kali ini untuk membuka cadar yang menutupi setengah paras jelita putri Lucian itu. Sang Altair memandangnya lagi, kini lebih leluasa memperhatikan seluruh bagian wajah si gadis. Setelahnya, masih tanpa aba-aba, tangan Delano kembali bergerak turun untuk ditempatkan dileher jubah yang Thanasa kenakan. Dengan satu tarikan, lelaki itu mulai membuka paenula yang membalut seluruh tubuh jenjang si gadis dengan perlahan.

Terbebas dari hawa panas jubah yang sedari tadi membelenggunya, Thanasa segera menghela napas dalam ketika merasakan hangat hawa api langsung menyentuh kulit lengannya yang tidak sedang tertutupi oleh kain gaun putih panjang yang sedang dipakai.

Kemudian, dengan tenang Delano hanya menoleh dan menyerahkan jubah tersebut pada seorang pria setengah baya yang entah sejak kapan sudah berdiri disampingnya.

"Mohon lakukan hal yang sama pada selendang yang sedang dikenakan oleh Yang Mulia Raja, Putri." Pria tersebut berujar.

Thanasa bimbang untuk sejenak, namun kemudian ia melakukan hal yang diminta oleh pria itu. Sang putri mulai mengangkat dua tangannya pelan-pelan, berusaha menyingkirkan rasa haus darahnya sejenak dalam prosesi pernikahan. Delano hanya diam bergeming. Sehingga dengan hati-hati, Thanasa mulai menarik dan melepaskan kain hitam yang tersampir dari bahu tegap sampai ke dada sang Altair.

Setelah itu, seperti yang dilakukan Delano sebelumnya, Thanasa menyerahkan kain tersebut kepada pria tadi. Sang pria mengangguk lalu mulai membungkuk singkat kepada keduanya, seolah meminta izin pada sang Raja sebelum ia mulai membalikkan badan dan berjalan menuruni pelataran batu.

Pria itu berhenti didepan api unggun seraya berkata lantang, seakan sedang berceramah, tetapi menggunakan bahasa kuno yang tidak pernah Thanasa pelajari.

Tak paham dengan apa yang diucapkan pria itu, Thanasa melirik singkat pada lelaki yang kini tengah berdiri tepat disamping tempatnya. Pandangan Raja sedang tertuju kedepan. Wajahnya yang dingin masih tersulut bayang-bayang api. Setelah pernikahan ini, ia bersumpah akan membuat seorang Delano Altair mati dengan keadaan yang sangat mengenaskan.

Lalu tiba-tiba saja, kerumunan yang sedari tadi hening serentak bersuara. Sontak Thanasa kembali meluruskan lehernya kedepan. Dengan mata yang melebar, dilihatnya pria paruh baya tadi tengah melemparkan kain selendang dan jubah ditangannya ke dalam kobaran api unggun secara bersamaan. Sang putri menyaksikan pijar api segera membesar ketika melahap keduanya.

Dan disaat yang sama, bunyi tiupan terompet tanduk hewan memecah suasana yang semula penuh keheningan. Disusul oleh suara genderang yang ditabuh kencang. Saking nyaringnya bebunyian kedua benda itu, seakan bisa terdengar memenuhi seluruh perbukitan. Sebagai tanda bahwa prosesi pernikahan telah usai, dan perayaan kini dimulai.

Thanasa memejamkan mata.

Ia masih belum bisa percaya. Bahwa mulai detik itu... nasib dan hidupnya... serta jiwa dan raganya... telah ia korbankan untuk seseorang yang membunuh Ayahnya.

Continue Reading

You'll Also Like

441K 37.9K 52
Rate: 16+ Elefthería series 1 •|•|• Negeri Elefthería, penuh kebebasan dan kedamaian, dipimpin oleh empat kekaisaran besar yang agung. Kehidupan dama...
14.4K 1.2K 33
(kapan-kapan author revisi) "Tidak ada tembok yang terlalu tinggi untuk menghalangi cintaku padamu! Termasuk ruang dan waktu, bahkan dimensi yang ber...
596K 15.7K 19
Judul Sebelumnya : My Cold Husband Selena Azaerin, itulah namanya, walau dirinya bekerja sebagai agen intelijen negara, dia tak pernah kehilangan sif...
15K 1K 9
Seorang anak berumur 14thn yang hidup sebatang kara. Hidupnya berubah 180° ketika dirinya bertemu dengan seseorang dirumah temannya lalu mengangkat n...