Le Samedi [COMPLETE]

By ChanXa92

11.1K 1K 553

❌DON'T COPY OR REPOST WITHOUT PERMISSION!!!❌ Hari sabtu adalah hari dimana keputusan itu sampai ditelinganya ... More

Bagian 1
Bagian 2
Bagian 3
Bagian 4
Bagian 5
Bagian 7
Bagian 8
Bagian 9
Bagian 10
Bagian 11

Bagian 6

657 80 55
By ChanXa92

"Jika bukan hadiah yang ku inginkan melainkan permintaan, apa kau akan memberikannya?"

Sehun terdiam sejenak dengan raut berpikir sebelum akhirnya mengangguk. "Akan ku berikan. Katakan saja apa permintaanmu."

Jiyeon mengulum bibirnya. "Aku akan mengatakannya saat natal nanti."

"Kenapa tidak sekarang saja?"

"Karena permintaanku bukanlah hal sulit." Jiyeon tersenyum kaku dan beruntung Sehun tidak menyadarinya.

"Baiklah."

Mereka kembali melanjutkan langkah yang sempat terhenti.

"Ehm.. ngomong-ngomong soal hadiah, Seungyeon, tidak, maksudku boneka beruangku, dimana dia?" tanya Jiyeon yang teringat pada boneka pemberian Seung Ho.

"Setelah kau melemparnya padaku tadi aku menendangnya entah kemana." Jawaban itu meluncur santai dari mulut Sehun.

Berbeda dengan Sehun yang terlihat santai dan tidak bersalah, Jiyeon justru terlihat kaget dengan kedua mata terbelalak.

"APA???"

~ Le Samedi ~

Jiyeon berjalan dengan cepat, mendahului Sehun, setelah mendengar bahwa boneka pemberian dari Seung Ho ditendang oleh pria itu entah kemana.

"Jiyeon-ah, tunggu aku."

Sehun memanggilnya, namun Jiyeon tak menghiraukannya sama sekali.

Ketika langkah pria itu sejajar dengannya, Jiyeon kembali menambah kecepatan berjalannya.

Sementara itu, melihat Jiyeon yang terus menghindarinya Sehun menghela napas dan kembali dia mensejajarkan langkah, hingga pada akhirnya dia memegang pergelangan tangan perempuan itu, menahannya agar tidak terus menghindar.

"Kau marah padaku?"

Jiyeon hanya diam.

"Kau marah padaku?" Sehun kembali mengulang pertanyaannya. Namun Jiyeon masih enggan untuk menjawabnya.

"Jiyeon, kau__."

"Ya. Aku marah padamu! Marah! Puas?!" Sorot mata Jiyeon saat menatapnya terlihat begitu tajam.

"Gara-gara aku menendang boneka itu?" tanyanya lagi.

"Huum.." Jiyeon masih menatap tajam Sehun.

"Jika kau mau aku bisa menggantinya. Berapa yang kau inginkan? Dua? Tiga? Aku akan membelikan__."

"Boneka itu sangat berharga bagiku. Jadi meski kau membelikanku banyak boneka yang sama, boneka itu tidak akan terganti."

Sehun terdiam sejenak lalu tangannya yang menggenggam pergelangan tangan Jiyeon, dia lepaskan. "Sangat berharga ya? Apa itu pemberian seseorang?"

"Bukan urusanmu!" Jiyeon berbalik dan kembali melangkah. Namun baru dua langkah, ucapan Sehun membuatnya terhenti.

"Apa pemberian dari pria yang bernama Seung Ho?"

DEG

Jiyeon terkejut mendengar itu. Dia menggigit bibir bawahnya, kemudian alih-alih menjawab dia lebih memilih kembali melanjutkan langkahnya, meninggalkan Sehun yang tersenyum miris.

---

---

Kai mendorong Myunghee yang sedang duduk dikursi roda menuju kamar rawat perempuan berparas cantik yang terlihat agak pucat.

"Oppa, kenapa Sehun oppa tidak pernah datang menjengukku lagi?" tanya Myunghee.

"Dia sedang sibuk."

"Oppa juga sedang sibuk tapi oppa bisa menjengukku lalu kenapa Sehun oppa tidak bisa? Apa dia tidak tahu jika aku pindah rumah sakit?"

Kai menghela nafasnya "Mungkin."

"Ish.. oppa kenapa tidak memberitahunya?" Myunghee agak mendongak demi melihat Kai yang mendorong kursi rodanya.

"Aku belum sempat. Ada kasus cukup berat yang sedang kami tangani jadi kami fokus pada kasus itu. Lagipula Sehun sudah menikah, aku tidak ingin membuat istrinya salah paham dengan menyuruhnya datang kemari." Kai terus mendorong Myunghee sampai berada di kamar.

"Oppa benar. Sehun oppa sudah menikah. Hhhh, sayang sekali aku tidak bisa datang ke pernikahannya."

Ketika sudah sampai di kamar, dengan gaya bridal Kai memindahkan Myunghee dari kursi roda ke atas tempat tidur.

"terima kasih oppa." Ucap Myunghee. Kai tersenyum sambil mengelus lembut puncak kepala Myunghee.

"Oh ya, bisakah saat malam natal nanti kita makan malam berdua di restoran tempat kita kencan dulu?" tanya Myunghee dengan wajah yang terlihat antusias.

"Myunghee-ya maafkan aku. Aku tidak bisa." Jawab Kai.

"Kenapa? Apa oppa sibuk?"

Kai menggelengkan kepalanya.

"Apa karena penyakitku?"

Kini Kai terdiam.

"Oppa jangan bilang karena penyakitku ini oppa mengatakan tidak bisa." Ujar Myunghee. Raut wajah serta sorot matanya menyiratkan kecewa saat melihat ekspresi kekasihnya ini.

"Myunghee-ya..."

"Oppa aku mohon. Anggap saja ini permintaan terakhirku padamu."

DEG

Kai tercekat mendengar ucapan Myunghee.

"Sayang tolong jangan mengatakan itu."

Myunghee menggenggam tangan Kai "Oppa~"

"Myunghee-ya kau akan sembuh, kau akan segera mendapatkan donor, kau akan..." suara Kai bergetar menahan tangis. Bahkan matanya mulai berkaca-kaca. Ya, jika sudah menyangkut soal Myunghee apalagi soal kesehatan perempuan itu, Kai mudah sekali menjadi lemah dan menangis.

Karena dia benar-benar sangat mencintai kekasihnya ini.

GREP!

Tak tahan melihat ekspresi yang diperlihatkan sang kekasih, Myunghee memeluknya.

"Jangan menangis oppa~" Myunghee menyuruh Kai untuk tidak menangis tapi dia sendiri malah menangis.

Kai membalas pelukan Myunghee, bahkan dia memeluknya dengan erat seolah tidak ingin kehilangan kekasih tercintanya ini.

"Jangan mengatakan itu lagi. Aku mohon."

"Hmm, tak akan. Maafkan aku."

"Myunghee, aku akan mengabulkan permintaanmu." Ucap Kai.

"Benarkah itu oppa?"

"Hmm...."

"Terima kasih oppa. Aku sangat mencintaimu."

"Aku juga sangat mencintaimu."

***

Le Samedi

***

Jiyeon terbangun saat ponselnya berdering nyaring. Dengan mata yang masih setengah terpejam, dia meraih ponselnya dinakas kemudian mengeceknya.

Ada panggilan masuk dan itu dari Seung Ho.

Jiyeon mendudukan diri kemudian berdehem sebelum akhirnya menjawab panggilan itu. "Halo."

["Ku tebak kau baru bangun."]

Jiyeon tersenyum. "Hmm, bagaimana bisa oppa mengetahuinya?"

["Suaramu."]

"Suaraku?"

["Ya, suaramu terdengar seperti yang baru bangun."]

Jiyeon terkekeh. "Iya, semalam aku tidak bisa tidur. Jadi aku bangun kesiangan." Jiyeon melirik jam yang ternyata sudah menunjukan pukul delapan pagi.

["Apa ada hal yang mengganggumu?"]

Jiyeon menyingkap selimut lalu menyelipkan ponsel diantara pipi dan bahunya. Sedang tangannya berusaha mengikat rambut.

"Sedikit. Tapi tidak masalah." Dia kembali memegang ponselnya.

["Sungguh?"]

"Huum." Jiyeon beranjak dari duduknya lalu menatap ranjang. Disana, disisi kosong, tidak ada siapapun dan terlihat rapi. Dia menggedikan bahunya tak acuh. "Suasana hatiku sedang buruk. Oppa bisa menghiburku?" Kakinya melangkah keluar kamar menuju dapur.

["Lotte World?"]

Tawaran yang cukup menggiurkan.

Jiyeon tersenyum lebar. "Call! Jemput aku jam sepuluh ah, tidak jam setengah sebelas ditaman dekat rumahku." Jiyeon mengambil gelas lalu mengisinya dengan air putih dari teko yang ada dimeja makan.

["Baiklah. Jangan berdandan terlalu cantik. Aku tidak ingin para pria menatap sembarangan wanita-ku."]

"Eyyy... Sudah, aku tutup ya~" Jiyeon menutup panggilannya lalu meneguk minumnya.

Saat melihat ke sekitar, dia tersedak karena menemukan Sehun berdiri didekat lemari es.

Sejak kapan pria itu ada di sana?

"Uhuk uhuk..." Jiyeon menepuk-nepuk dadanya, mencoba meredakan batuknya.

"Kau akan pergi?"

Jiyeon yang masih terbatuk menganggukan kepalaya. Diletakannya gelas dimeja.

"Dengan pria itu?"

Jiyeon yang sudah selesai dengan terbatuknya, berdeham pelan. "Dengan teman-temanku."

"Oh begitu. Baiklah. Hati-hati." Sehun melangkah menuju kamar.

"Jika terjadi sesuatu. Hubungi aku." Sambungnya sebelum masuk ke dalam kamar.

Jiyeon terdiam. Dia memikirkan jawaban palsu yang diberikannya pada Sehun tadi.

Kenapa dia malah berbohong?

Kenapa tidak jawab yang sebenarnya saja?

Bukankah dirinya ingin berpisah dengan Sehun?

Dengan mengatakan hal yang sebenarnya dapat membantunya untuk membuat Sehun menyetujui permintaannya.

Tapi kenapa dirinya malah berbohong?

---

Le Samedi

---

Pukul sepuluh lebih dua puluh menit. Berjalan kaki menuju taman tidak membutuhkan waktu yang lama jadi dia tidak akan terlambat dan membuat Seung Ho menunggu.

Jiyeon keluar kamar dalam keadaan sangat rapi dan cantik.

Sebenarnya dia agak kurang nyaman dengan pakaiannya tapi karena terlalu lama memilah baju sampai-sampai dia lupa waktu, akhirnya dia memutuskan untuk memakai pakaian itu.

Melihat ke sekeliling rumah dan tak menemukan siapapun.

Sehun pasti sudah pergi bekerja, pikirnya.

Setelah memastikan riasan dan pakaiannya sempurna, Jiyeon berjalan keluar rumah. Dia mengunci pintu dan saat berjalan keluar pekarangan dia menemukan Sehun di dalam mobil.

Heol, dia kira Sehun sudah pergi.

"Kau masih disini?"

"Aku akan mengantarmu. Ayo."

Jiyeon berdehem gugup.

Yang benar saja. Diantar Sehun? Yang ada nanti dia ketahuan berbohong.

Jiyeon menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku pergi sendiri saja?"

"Akan lebih aman jika aku mengantarmu. Masuklah."

Jiyeon menggigit bibir bawahnya. "Aku__."

"Hari ini aku akan pulang larut dan tidak bisa menjemputmu. Jadi biarkan aku mengantarmu."

Bagaimana ini?

"Kau tidak mau?"

"Ah itu... Baiklah." Dan akhirnya Jiyeon mengiyakan tawaran Sehun. Di dalam hati dia akan mengirim pesan pada Seung Ho dan mengubah tempat bertemu mereka.

---

Sepuluh menit sudah mobil itu melaju dan hanya keheningan yang menemani mereka.

Jiyeon yang terfokus pada ponselnya, mengulas senyum saat Seung Ho tidak mempermasalahkan perubahan tempat bertemu.

"Kalian akan pergi kemana?"

"Huh?" Jiyeon menatap Sehun dengan dahi mengernyit saat mendengar pertanyaan yang memecah keheningan mereka.

"Kau dan teman-temanmu." Sehun memperjelas pertanyaannya tadi.

"Aaah itu... Hari ini kami hanya akan menghabiskan waktu di cafe biasa dan mungkin akan berbelanja juga." Jiyeon tersenyum kecil diakhir ucapannya agar tidak terlihat kaku.

Sehun mengangguk paham. "Jangan pulang terlalu malam."

"Akan aku usahakan." Jiyeon memandang keluar jendela dan tiba-tiba dia teringat sesuatu. Dia kembali menatap Sehun yang sedang fokus menyetir. "Bukankah semalam mobilmu ada di rumah orang tuaku?"

"Hmm.."

"Lalu kenapa sekarang bisa ada bersamamu?"

"Satu jam lalu supir ayahmu mengantarkan mobilku ke rumah."

Jiyeon ber-ah panjang sambil mengangguk angguk kecil.

...

..

"Turunkan aku dihalte itu." Jiyeon menunjuk halte yang tidak terlalu jauh dari posisi mereka saat ini.

"Kenapa?"

"Aku dan Jieun janjian dihalte itu. Kami akan pergi bersama ke cafe. Jadi turunkan aku di sana."

Untuk beberapa saat Sehun memandang Jiyeon dengan kerutan bingung namun pada akhirnya dia menuruti permintaan perempuan itu.

.

Sehun menepikan mobilnya. Matanya memperhatikan Jiyeon yang melepas sabuk pengaman.

Grep!

Dia memegang pergelangan tangan Jiyeon saat perempuan itu hendak membuka pintu.

"Ada apa?" Jiyeon terlihat bingung dan dia semakin bingung saat Sehun menyodorkan sebuah kartu padanya.

Itu adalah kartu debit.

"Apa ini?"

"Ambil dan gunakanlah." Sehun memberikan kartu itu yang diterima ragu oleh Jiyeon. "Isinya tak sebanyak milik orangtuamu jadi gunakanlah dengan bijak."

Jiyeon termangu. Ini adalah kali pertama Sehun memberinya uang. Maksudnya, selama mereka menikah, keperluan dan kebutuhan rumah Sehunlah yang selalu mengurusnya. Dia hanya diam lalu tinggal menggunakan atau menikmatinya.

Jika pun pergi dengan teman-temannya dia menggunakan uang sendiri yang ada ditabungannya -yang setiap minggu atau bulan ditransfer oleh ayahnya.

"Mulai hari ini jangan gunakan uang dari ayah. Jika ingin membeli sesuatu gunakan uang yang aku berikan. Karena sekarang kau adalah tanggung jawabku."

"........................."

"Juga untuk membeli kebutuhan rumah, termasuk makanan, kau yang akan bertanggung jawab."

"EH? Kenapa harus aku? Aku tidak bisa."

"Kau adalah seorang istri jadi kau lah yang mengatur semua yang dibutuhkan. Dan kau pasti bisa melakukannya."

"Tapi__."

"Aku ada rapat." Sehun memotong setelah mengecek jam. "Bersenang-senanglah."

Jiyeon memandang beberapa detik kartu ditangannya sebelum akhirnya turun dari mobil.

Saat mobil yang dikendarai Sehun pergi Jiyeon menghela napasnya, menatap kartu itu lagi kemudian memasukannya ke dalam tas dengan rasa tidak nyaman menyeruak dihatinya.

TIIIN!

Suara klakson mobil membuat Jiyeon sedikit terperanjat. Dia menoleh dan menemukan Seung Ho di dalam mobil tengah melambai dan tersenyum padanya.

"Ayo."

Jiyeon mengangguk lalu masuk ke dalam mobil.

---

Le Samedi

---

Sehun turun dari mobil dan segera berjalan masuk ke dalam kantor polisi. Beberapa polisi sempat bertegur sapa dengannya sebelum akhirnya dia masuk ke dalam ruangannya.

Di sana sudah ada Suho. Sedang kedua rekan lainnya belum ada.

"Hyung."

"Kau terlambat dari jam seharusnya." Suho mengomel dengan wajah kesalnya. Pria itu kemudian meneguk kopi yang sudah hampir dingin.

"Aku ada urusan sebentar." Sehun mendudukan diri dikursi yang bersebrangan dengan Suho.

"Istrimu?"

Sehun mengangguk kecil. "Begitulah."

"Hhhhhhhaahhh, aku jadi iri." Suho menengadahkan kepalanya sembari membuang napas panjang.

"Kalau begitu segera cari pasangan hyung."

Suho menatapnya. "Apa rahasiamu?"

"Huh? Rahasia apa?"

Kedua tangan Suho bersidekap di atas meja, tatapannya terlihat serius.

"Selama ini kau tidak pernah terlihat dekat dengan perempuan. Tapi bagaimana bisa tiba-tiba kau menikah dengan seorang perempuan cantik? Katakan apa rahasiamu?!"

Sehun menggelengkan kepalanya. "Aku tidak punya rahasia apapun hyung."

"Kalau begitu berikan aku tips-nya."

"Juga tidak ada tips."

"Eyyyyy..." Bersamaan dengan Suho yang menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, pintu ruangan terbuka dan masuklah Kai.

Pria tan itu tersenyum lalu menyapa sembari melambaikan tangan.

"Maaf aku terlambat." Dia duduk dikursi yang ada di samping Suho.

"Aku heran, kenapa kalian senang sekali datang terlambat. Padahal ada hal penting yang ingin aku bicarakan."

"Aku terlambat bangun. Maaf." Kai menunjukan cengirannya yang dibalas decakan kesal dari Suho.

"Baiklah." Suho memulai. "Begini, semalam Dongwoo menghubungiku."

"Sungguh?"

Suho mengangguk. "Dia bilang ingin menemui kita hari ini."

"Apa ini ada hubungannya dengan Harry?" Tanya Sehun.

Suho kembali mengangguk. "Ya. Dia akan memberitahu kita informasi tentang Harry. Hhhh... semoga kejadian yang terjadi pada Seunghyun tidak terjadi padanya."

Sehun mengerenyitkan dahinya, dia teringat akan kejadian Seunghyun yang terjadi beberapa minggu yang lalu.

Seingat dia selain Suho, Kai, Kyungsoo, Kris dan dirinya tidak ada orang lain lagi yang mengetahui soal Seunghyun, tapi mengapa disaat mereka akan bertemu dengan Seunghyun, pria itu justru sudah mati karena dibunuh oleh anak buah Harry?

Apa mungkin kebetulan?

Jika itu kebetulan rasanya itu aneh dan janggal. Juga soal terbakarnya rumah serta terbunuhnya Kris, itu juga sangat aneh.

Satu lagi kejanggalan lain yang paling terbaru yaitu saat akan menemui Dongwoo, dia juga melihat tiga anak buah Harry yang menghadang Dongwoo.

Apa mungkin diantara mereka ada mata-mata yang memberikan informasi pada Harry?, pikir Sehun. Dia lantas menatap Suho dan Kai bergantian.

"Ada apa?" tanya Kai saat melihat sikap Sehun yang tidak biasa.

Sehun menggelengkan kepalanya. "Tidak ada apa-apa. Benar apa kata Suho hyung, semoga kejadian pada Seunghyun tidak terjadi pada Dongwoo." Tidak. Dia tidak akan memberitahu kejanggalan ini pada siapapun termasuk rekannya. Karena dia masih belum yakin dengan pemikirannya ini. Jika dia menyampaikan, takutnya itu akan berpengaruh pada apa yang sedang mereka tangani saat ini.

"Iya semoga." Kai meng-iyakan ucapan Sehun.

'Apa itu Suho hyung? atau Kai?' batin Sehun.

"Oh ya Kyungsoo hyung mana?" tanya Kai saat menyadari ketidakhadiran pria bermarga Do itu.

Suho menggelengkan kepalanya. "Entahlah. Aku sudah menghubunginya berkali-kali tapi tidak tersambung. Tidak ada kabar apapun darinya."

'Atau mungkin... Kyungsoo hyung?'

---

Tap tap tap tap tap tap tap tap!

Dengan wajah yang terlihat panik Kyungsoo berlari dilorong rumah sakit yang membawanya menuju sebuah ruangan dimana seorang perempuan yang selama ini memenuhi layar ponselnya berada.

CKLEK!

Kyungsoo membuka pintu dan mata bulatnya menangkap sosok perempuan yang tengah duduk di atas tempat tidur sembari tersenyum manis kepadanya.

Seketika raut panik diwajahnya luntur, berganti menjadi sebuah senyuman yang penuh dengan kelegaan.

---

---

Hari itu Lotte World tampak ramai. Karena memang ini adalah akhir pekan. Dimana orang-orang, seperti keluarga atau sepasang kekasih memilih tempat ini untuk menghabiskan waktu kebersamaan mereka.

Jiyeon dan Seung Ho bukanlah sepasang kekasih ataupun pasangan suami-istri. Tapi bagi siapapun yang melihat mereka akan berpikiran seperti itu.

Pasalnya mereka terlihat sangat dekat dan mesra.

Tangan mereka bertautan dengan begitu erat dan senyuman lebar yang sarat akan bahagia terukir diwajah mereka masing-masing.

"Kau ingin naik itu lagi?" Seung Ho menunjuk komedi putar yang beberapa menit lalu mereka naiki.

"Tidak oppa~. Cukup! Kepalaku akan pusing jika naik itu sekali lagi."

Seung Ho tertawa melihat Jiyeon yang berbicara dengan nada yang imut seperti anak kecil.

"Kau bilang itu romantis. Jadi ayo naik lagi."

Jiyeon mengerucutkan bibirnya. Kesal karena Seung Ho menggodanya.

Iya tadi dia mengira naik komedi putar itu romantis, tapi ternyata malah membuat kepalanya pusing.

"Aku ingin makan. Aku lapar..."

Seung Ho menarik rambut gadis itu yang terselip dimulutnya. "Ya aku bisa lihat itu. Rambutmu saja sampai kau makan."

"Eyyyy..."

"Haha.. ayo, aku akan membawamu ke tempat makan favoritku."

"Apa makanannya enak?"

"Tidak akan jadi favoritku jika makanannya tidak enak"

Jiyeon tersenyum lebar. "Kalau begitu ayooo!!!"

---

Di sebuah perusahaan...

Tap Tap Tap

Seorang pria menghampiri pria lainnya yang duduk dikursi kerjanya.

"Joon kau datang." ujar pria yang duduk di kursi kerjanya itu.

Pria yang dipanggil Joon mengangguk lalu duduk di seberangnya.

"Ada apa kau datang kesini? Tumben sekali."

"Sebaiknya rencana soal membunuh Jiyeon kau hentikan saja." ucap Joon.

Pria itu menatap Joon dengan mata memicing dan dahi mengernyit
"Kenapa? Bukankah seharusnya kau mendukungku karena dulu kau juga dibuang begitu saja oleh dia?"

Joon tersenyum miris saat mendengar ucapan pria yang menjabat sebagai sepupunya itu.

"Sudahlah itu dulu. Lagipula sekarang aku sudah bahagia dengan kekasihku." Joon menghela napasnya. "Lagipula jika kau ketahuan membunuhnya bisa-bisa kau mencoreng nama keluarga kita."

Pria itu tersenyum meremehkan "Jadi kau datang hanya ingin memberitahuku soal itu? Lebih baik kau pergi." usirnya.

"Tapi__."

"Aku tidak akan menghentikannya! Aku akan membunuhnya karena aku tidak bisa memilikinya. Jadi jika aku tidak bisa memilikinya maka siapapun tidak boleh memilikinya." Seringaian terukir diwajah pria itu membuat Joon menghela napas lelah.

Sepupunya ini selain keras kepala sepertinya sudah 'sakit'.

---

Someone POV

Drrrrt Drrrrrt Drrrrrrrrt

From: JB

Harry hyung memberimu waktu sampai natal. Jika sampai batas waktu itu kau belum mengeluarkan Alex hyung maka kami tidak akan segan-segan menghabisi nyawa kekasih tercintamu itu.

Sial! Dasar kurang ajar! Lihat saja jika kau berani-berani menyentuhnya atau membunuhnya aku akan membunuh Alex, ah tidak sekalian akan kubunuh juga kau Harry!

Natal? Itu artinya  satu bulan lagi.

Aish! Waktuku tidak banyak.

~ Le samedi ~

Suho itu tampan. Bahkan dimata orang-orang, Suho itu terlihat seperti orang yang tenang dengan senyuman malaikat yang selalu menghiasi wajahnya.

Tapi ketahuilah, sesungguhnya Suho itu adalah pria yang cerewet. Dia senang sekali mengomel apalagi jika menyangkut soal pekerjaan dan keterlambatan.

Mungkin terdengar wajar tapi bagi ketiga rekannya itu tidak wajar. Bahkan Kai bilang mungkin ke-cerewetan-nya itulah yang membuat para perempuan tidak betah menjalin hubungan dengannya dan ucapan itu tahunya diangguki setuju oleh Sehun dan Kyungsoo.

"Maafkan aku hyung." Kyungsoo terlihat menyesal.

"Setidaknya aktifkan ponselmu! Kau tahu? Gara-gara menunggu dirimu kita jadi membuat waktu kita!"

"......................" Kyungsoo hanya diam.

"Sudahlah hyung. Jika kau terus mengomeli Kyungsoo hyung kapan kita akan pergi ke sana?" Kai buka suara. Sudah hampir 20 menit dia dan Sehun mendengar omelan Suho.

Suho menghela napasnya. Kedua tangannya berkacak pinggang sedang matanya menatap Kyungsoo yang berdiri tertunduk.

"Jika kau akan datang terlambat setidaknya beritahu aku. Jangan kau ulangi lagi."

"Ya hyung."

"Kalian juga!" Tunjuknya pada Sehun dan Kai.

"Aku mengerti." Sehun dan Kai menjawab bersamaan.

"Ayo pergi." Suho meninggalkan ruangan terlebih dulu yang disusul oleh Sehun lalu Kai yang merangkul Kyungsoo.

"Jangan didengarkan. Suho hyung memang selalu begitu. Biasa, terlalu lama menyendiri."

Kyungsoo tersenyum. "Kau benar. Dia harus segera mencari kekasih agar tidak marah marah terus."

---

---

Seung Ho benar, meski tempatnya tidak mewah dan luas serta harga yang murah atau terjangkau, rasa makanan yang mereka pesan di restoran favorit pria itu semuanya enak.

"Kau ingin makan yang lain?" Seung Ho bertanya sembari menyeka sudut bibir Jiyeon dimana terdapat sedikit noda makanan.

"Ehmm... Aku ingin es krim."

"Es krim? Hm, aku tak tahu kedai penjual es krim yang enak."

Jiyeon tersenyum. "Aku tahu dan ini adalah kedai favoritku."

"Sungguh?"

Jiyeon mengangguk.

"Kalau begitu ayo kita kesana." Seung Ho menjulurkan tangannya yang langsung disambut oleh Jiyeon.

"Kau tunggu diluar, aku akan membayar."

"Oke." Jiyeon melangkah keluar restoran lalu sembari menunggu Seung Ho, dia mengeluarkan ponsel dari tasnya dan matanya tak sengaja menangkap kartu yang diberikan Sehun tadi.

Dikeluarkannya kartu tadi dan bayangan saat Sehun memberikan kartu itu padanya melintas dipikirannya.

"Mulai hari ini jangan gunakan uang dari ayah. Jika ingin membeli sesuatu gunakan uang yang aku berikan. Karena sekarang kau adalah tanggung jawabku."

Tanggung jawabnya?

"Kau adalah seorang istri jadi kau lah yang mengatur semua yang dibutuhkan. Dan kau pasti bisa melakukannya."

Seorang istri....

Jiyeon menghela napasnya cukup panjang dan saat ada yang menepuk bahunya dari belakang, dia segera menyimpan kembali kartu itu.

"Apa tempatnya jauh?" Itu Seung Ho.

Jiyeon menggeleng kecil. "Tidak. Karena kebetulan kedai itu lumayan dekat dengan tempat ini."

"Sungguh?"

Jiyeon mengangguk. "Huum..."

"Kalau begitu ayo." Seung Ho menggenggam tangan Jiyeon dan mereka berjalan bersama.

.

.

Selama perjalanan menuju kedai Jiyeon hanya diam dan sesekali berbicara jika Seung Ho bertanya padanya.

Saat ini pria bernama Sehun tiba-tiba saja memenuhi isi kepalanya yang membuatnya terdiam karena perasaan tidak nyaman menyeruak dihatinya.

Haruskah?

TAP!

Jiyeon menghentikan langkahnya membuat Seung Ho ikut berhenti dan menatapnya bingung.

"Ada apa?"

"Oppa..." Jiyeon menggigit bibir bawahnya, nampak ragu.

"Hm? Ada yang ingin kau katakan padaku?" Seung Ho membelai lembut pipi Jiyeon.

"Aku..."

"Ya, ada apa denganmu?"

"Aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Tapi berjanjilah kau tidak akan marah padaku."

Dahi Seung Ho mengernyit.

"Berjanjilah." Ulang Jiyeon.

"Baik. Aku berjanji tak akan marah."

Jiyeon mengambil dan membuang napasnya. "Sebenarnya...Aku... ehm aku... sudah... aku sudah menikah." Jiyeon mengatakannya dengan tempo yang cukup cepat sembari memejamkan matanya.

Lima belas detik berlalu namun tak ada jawaban.

Jiyeon perlahan membuka matanya dan menatap Seung Ho yang terdiam.

"Oppa, kau... marah padaku?"

Seung Ho berdehem. Tangannya yang menggenggam Jiyeon terlepas lalu diselipkannya kedua tangan itu ke dalam saku celananya.

"Kau marah padaku?"

"Aku tidak marah."

"Lalu kenapa kau diam saja?"

"Aku terkejut. Sangat terkejut sampai tak bisa berkata-kata."

Jiyeon mengulum bibir atas dan bawahnya. Sorot matanya terlihat khawatir.

"Kau akan meninggalkanku?"

"Bukankah seharusnya aku yang bertanya seperti itu padamu?"

"Aku..."

"Aku tidak tahu jika selama ini aku menyukai perempuan yang sudah memiliki suami."

"Maafkan aku."

Seung Ho menggelengkan kepalanya. "Tidak. Ini salahku karena tak bertanya padamu tentang statusmu."

Kini giliran Jiyeon yang menggelengkan kepalanya. "Tidak. Ini salahku karena terus menutupinya dari dirimu."

"Lalu mengapa sekarang kau mengatakannya?"

"Karena.... karena aku tidak ingin ada rahasia lagi diantara kita. Apalagi kau sudah menyatakan perasaanmu padaku."

"Kau... akan menolakku?"

"Tidak. Bukan begitu... maksudku__."

"Kalau begitu kau akan menerima pernyataanku?"

"Oppa__."

Grep!

Seung Ho memegang kedua bahu Jiyeon. "Kau memilihku?"

"Aku tidak tahu."

"Apa?"

"Aku mencintaimu oppa."

"Kalau begitu pilih aku. Aku tidak masalah jika harus menunggu sampai kau berpisah dengan suamimu."

"........................"

"Aku sangat mencintaimu Jiy. Aku tak akan bisa hidup tanpamu." Jeda sejenak. "Hiduplah bersamaku Jiy. Aku janji akan melindungi dan membahagiakanmu. Aku sudah jatuh terlalu dalam jadi aku mohon."

"Aku tidak bisa memutuskannya sekarang. Aku bingung. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan."

"Baiklah. Kalau begitu pikirkan baik-baik keputusan mana yang akan kau ambil."

"......................"

"Tapi aku harap kau memilihku."

"Aku juga ingin memilihmu." Jiyeon meraih tangan kanan Seung Ho lalu menggenggamnya. "Hanya saja aku tidak bisa cepat mengambil keputusan. Pria yang menjadi suamiku sekarang adalah pilihan ayah.... Aku akan mencoba untuk berbicara padanya juga ayah perihal keinginanku untuk berpisah dengannya."

"Baiklah." Seung Ho mengangguk paham. "Aku akan menunggu. Jika kau butuh bantuan katakan padaku."

Jiyeon mengulas senyumannya. "Terima kasih. Tapi oppa, kau sungguh tak marah padaku?"

Seung Ho menggelengkan kepalanya. "Untuk apa aku marah pada perempuan yang jelas mencintai dan memilihku?"

"Kau tidak bohong?"

"Tidak. Ehm, oke, awalnya aku memang marah tapi mendengar kau akan memilihku kemarahanku menguap begitu saja. Aku bahagia karena kau mau memilihku."

"Syukurlah."

Seung Ho membalas genggaman tangan Jiyeon. Tangan lainnya mengusap puncak kepala Jiyeon dengan penuh sayang.

"Masih ingin es krim?"

Jiyeon mengangguk semangat dengan sebuah senyuman manis terukir diwajahnya. "Tentu. Lagipula kita sudah dekat dengan kedainya."

"Kalau begitu..." Chup. Kecupan Seung Ho daratkan dikening Jiyeon. "Ayo."

Disaat Seung Ho kembali mengajak untuk melanjutkan perjalanan, kedua manik perempuan itu membulat kaget saat mengetahui ada sosok yang memperhatikannya dari dalam mobil yang berada tak jauh dari posisi dirinya dan Seung Ho saat ini.

Itu....

Sehun...

.

Sehun hanya mampu diam saat kedua maniknya menangkap sosok Jiyeon bersama seorang pria dan terlihat sangat intim. Bahkan pria itu mengecup kening istrinya dan tak ada penolakan.

Pandangannya bertemu dengan pandangan sang istri.

Mereka saling bertukar pandang dalam keterdiaman.

Jiyeon terdiam dalam keterkejutannya.

Sedang Sehun terdiam dalam kekecewaan dan kemarahannya.

- To Be Continued -
.

.

.

A/n :

Maaf untuk update-an yang sangat telaattttt...
Semoga suka dan jangan lupa vote komen 😁
Thank Youu 😙😙😙😙😙

Continue Reading

You'll Also Like

166K 17.6K 23
"𝙏𝙤𝙪𝙘𝙝 𝙮𝙤𝙪𝙧𝙨𝙚𝙡𝙛, 𝙜𝙞𝙧𝙡. 𝙄 𝙬𝙖𝙣𝙣𝙖 𝙨𝙚𝙚 𝙞𝙩" Mr Jeon's word lingered on my skin and ignited me. The feeling that comes when yo...
138K 3.1K 13
Well the jokes on him, I've already died
1.3K 75 7
They were born from same womb. But were not the best thing to keep together. From the birth,or before birth,they made choices. One almost died feedin...
437K 9.6K 53
Story of Louisa Shenrey Sapphire Kim the adopted daughter of Kim Family. Her life is full of challenges and full of lies. She is A Gangster not only...