A SECOND CHANCE

Par momomalili

396K 2K 34

From : Dewa-ku It's never easy to say some crap like this. But I have to. After I made a deep thinking about... Plus

Seribu Malaikat

74.6K 2K 34
Par momomalili


A thousand angels dance around you

I am complete now that I found you

(I Knew I Loved You – Savage Garden)

 

“Wa…” Sena menatap sahabatnya yang terpekur memandangi segelas Jack Daniels di tangan. Dewa hanya diam. Tak menanggapi.

“Pulang yuk… Besok ada quiz lho…” ujar Sena lirih. Dewa tetap diam, sambil sesekali menghabiskan isi gelas di tangannya, sebelum kemudian mengisinya lagi. Sena menghela nafas. Ini udah gelas yang kesekian. Dewa juga udah mabuk. Setiap malam selalu seperti ini. Sejak tiga bulan yang lalu. Setelah main, Dewa minum-minum sampai mabuk, terkapar sampai muntah-muntah, baru Sena dan teman-teman satu band-nya yang tergopoh-gopoh menggotongnya pulang. Setiap malam. Bukannya munafik, Sena dan yang lain juga lumayan sering mabuk. Tapi nggak kaya’ gini. Padahal dulu Dewa yang paling jarang tepar di antara teman-teman satu band-nya. Sekarang? Semalam saja dia nggak mabuk udah keajaiban!

“Sen...” bisik Dewa lirih. Sena diam. Ini dia! Rengekan khas Dewa kalau udah mulai mabuk.

“Gue pengen ketemu Ranti, Sen...” Tuh kan bener! Setiap malam saat mabuk, Dewa selalu merengek seperti itu. Kata-kata yang sama persis. Seperti kaset rusak. Pengen ketemu Ranti. Ranti, Ranti, Ranti. Ada apanya sih tu cewek? Selama Sena mengenal Dewa, belum pernah Dewa begitu peduli sama cewek kaya’ dia peduli sama Ranti. Sebagai keyboardist band yang cukup terkenal, Worst Than Yours, Dewa bisa mendapatkan perempuan mana pun yang dia mau. Semudah menjentikkan jari. Dan dulu, Dewa orang yang seperti itu, sama seperti sebagian besar teman-temannya yang lain. Kenalan sama cewek, have a  fun one night stand relationship, and everybody’s happy. Tidak pernah dan tidak akan pernah terikat. Itu yang selalu Dewa bilang dulu. Prinsipnya, cewek datang, pantang ditolak. Walaupun Sena tidak sependapat, tetapi Sena menghormati pilihan hidup sahabatnya. Banyak juga cewek yang tidak keberatan dengan hubungan semacam itu, membuat Dewa dikenal sebagai playboy kelas hiu. Cewek-ceweknya bertebaran dimana-mana. Itu sebelum dia bertemu Ranti setahun yang lalu. Padahal, apa sih lebihnya Ranti? Banyak cewek lain yang lebih cantik dan lebih sexy, dan yang terpenting, tidak pernah membuat Dewa seperti ini! Sebenarnya Sena tidak tahu ada apa dengan Ranti dan Dewa. Bagaimana hubungan mereka sekarang. Dewa tidak pernah bercerita. Dan Sena juga tidak pernah bertanya.

“Sen… Pengen ketemu Ranti, Sen…” rengek Dewa lagi. Sena manyun. Betapa Sena sangat merindukan masa-masa saat Dewa belum bertemu Ranti. Saat itu dia tidak pernah merepotkan!

“Napa, Sen? Ranti lagi ya?” Nara, drummer band mereka, duduk di samping Sena sambil menatap Dewa yang sekarang menelungkupkan kepalanya di meja. Sena mengangguk lesu.

“Iya nih…Sebelum tepar dia nggak akan bisa diajak pulang! Mana besok gue ada quiz…” keluh Sena. Nara nyengir.

“Tumben masih mikirin quiz! Ya udah, lo pulang aja duluan. Tar gue sama anak-anak yang bawa dia pulang…” Nara menandaskan isi gelas bir di tangannya.

“Gue udah ngulang 3 kaliii... Masa iya gue udah skripsi tapi masi kepentok sama kuliah... Berdua ni sama si bego! Nggak lucu kan kalo gue udah lulus sidang tapi masi nggak bisa yudisium gara-gara satu mata kuliah. Nyokap gue bisa marah-marah! Kalo bisa pulang sih, gue udah pulang dari tadi! Gue nebeng sama dia, mobil gue masuk bengkel!” omel Sena. Nara tertawa.

“Sen…” suara Dewa terdengar samar. Sena makin manyun.

“Ya udah lah, Wa… Kalau mau ketemu ya ketemu aja! Ngapain susah-susah! Biasanya juga lo main nyosor aja kaya’ bebek!” Akhirnya Sena kehilangan kesabaran. Suaranya meningkat beberapa desibel. Nadia dan Ferdy, duo vocalist band mereka, datang menghampiri.

“Wow, wow… Ada apa neh? Si kunyuk kumat lagi?” Nadia mengedikkan bahunya ke arah Dewa. Sena mengangguk.

“Dewa... Ada cewek tuh Wa... Gila body-nya… Kalah deh biola…” Indra, sang  bassist yang tiba-tiba bergabung, menepuk-nepuk pundak Dewa. Ferdy menoyor kepala Indra.

“Dasar! Tapi iya Wa… Gila… Selera lo banget tuh…” Nara buka suara.

“Gue pengen ketemu Ranti… Sen, teleponin Ranti dong, Sen… Gue kangen banget…” Dewa mengangkat kepalanya, menatap Sena memelas, tak mempedulikan ocehan teman-temannya.

“Kok gue? Telepon aja sendiri! Gue kan nggak terlalu kenal sama Ranti!” tolak Sena. Dewa menatap Sena. Matanya berkaca-kaca.

“Tapi gue nggak bisa, Sen… Nggak bisa…“ Dan Dewa kembali menelungkupkan kepalanya di meja, menangis terisak-isak seperti anak kecil! Semua yang ada di meja itu tertegun. Sena nyaris ternganga! 4 tahun dia kenal Dewa, belum pernah Dewa kaya’ gini, nangis cuma gara-gara cewek! Dewa yang itu! Oh My God, must be something wrong here…

Guys… Sebaiknya kita pulang aja… Nggak enak dilihat orang-orang…” Nadia, satu-satunya cewek dalam band mereka, beranjak berdiri. Yang lain mengikuti. Sena dan Nara memegang lengan Dewa dan menariknya berdiri. Berdua mereka memapah Dewa yang masih terisak keluar dari café, diiringi tatapan heran para waiter dan waitress.

“Lho, Dewa kenapa? Mabuk lagi?” Dian, receptionist yang dulu pernah naksir abis sama Dewa, menyapa saat mereka keluar dari pintu. Sena cuma mengangguk. Dian menarik nafas.

“Makin sering ya akhir-akhir ini? Kenapa? Lagi patah hati?” tanya Dian.

“Nggak tahu. Menurut lo kenapa?” Sena balik bertanya dengan malas. Tak lama, Panther hitam Indra sudah berhenti di depan mereka.

“Gue anterin pulang sekalian deh, mobilnya Dewa lo aja yang bawa, Sen,” ujar Indra. Sebelum Sena sempat menjawab…

“Whoeekk!!!” Dewa muntah, dan muntahannya muncrat kemana-mana, termasuk ke sepatu Sena dan Nara.

“Euuuuhhhh!!! Anjriiittt…Kalo mau jackpot bilang-bilang dong!!!” Nara memaki-maki dan melepaskan pegangannya pada lengan Dewa. Dewa langsung oleng. Buru-buru Nara memegang lengannya lagi.

“Yah, kalo kaya’ gini sih mendingan dia naik mobilnya sendiri deh. Lo mau dia jackpot di mobil lo?” ujar Sena sambil nyengir pada Indra. Indra nyengir juga.

“Makasih! Ya udah, sini kuncinya, biar gue ambil mobilnya dia dulu,” Indra turun dari mobilnya dan berlari-lari ke tempat parkir. Nadia dan Ferdy yang tadinya sudah di dalam mobil Indra, ikut turun. Menghampiri Nara dan Sena yang memegangi Dewa. Sementara Pak Udin, satpam café, sedang menyiram muntahan Dewa dengan seember air.

“Siram sepatu saya juga dong, Pak!” pinta Nara. Pak Udin tertawa, tapi menuruti permintaan Nara.

“Mas Sena juga disiram?” tanya Pak Udin polos.

“Nggak usah Pak, dia aja nih yang disiram kepalanya! Biar sadar!”  Sena nyengir.

“Sen, sebenarnya ada apa sih? Lo kan yang paling deket sama dia. Kaya’nya udah mulai parah deh…” Nadia menatap Dewa prihatin. Sementara Dewa kaya’nya udah nggak sadar.

“Mana gue tahu! Dia nggak pernah cerita sama gue. Walaupun gue deket sama dia, lo tahu kan, untuk masalah pribadi gitu dia tertutup banget,” omel Sena.

 “Ranti tuh siapa sih, Sen? Perasaan dia kenal Ranti udah lama, tapi kita nggak pernah sekalipun ketemu sama dia! Kita cuma sering denger namanya aja, itupun kalau dia lagi mabuk!  Sekarang kan dia nggak pernah mau kalau diajak hunting! Apa gara-gara Ranti ini? Ranti pacarnya ya?” tanya Ferdy juga. Sena menggeleng.

“Gue bener-bener nggak tahu! Gue kenal Ranti, Dewa pernah bawa dia beberapa kali ke tempat gue. Tapi ya kenal gitu aja, nggak deket banget. Dia anak Psikologi. Girl next door. Kayanya sih dari gelagatnya, si Ranti itu pacar Dewa. Dulu ya. Sekarang gue nggak tau. Soalnya akhir-akhir ini gue nggak pernah ketemu dia lagi. Sejak itu juga Dewa jadi aneh gini,” jelas Sena.

“Mungkin ada hubungannya.  Kalau menurut gue sih, mending lo cari si Ranti ini, dan tanya sama dia ada apa. Soalnya kalo nanya ke Dewa kan dia nggak bakalan jawab. Kalo gue perhatiin, dia nyebut-nyebut Ranti kalau lagi mabuk aja kan? Selain itu? He’ s totally rational. Kaya’ nggak ada apa-apa. Becandaannya juga masih jayus seperti biasa. Kalau gue bilang sih, dia ini lagi patah hati…” jelas Nara panjang lebar.

Nadia tertawa sinis. “Dia? Patah hati? Give me a break! Nggak mungkin! Dewa gitu patah hati! Dia bikin patah hati, nah itu baru iya!”

“Pengalaman pribadi, Nad?” sindir Ferdy sambil tersenyum jahil. Nadia langsung menjotos bahu Ferdy sekuat tenaga. Wajahnya merona.

“Ehm… Tapi mungkin Nara bener juga. Kelihatan kok kalau Dewa memperlakukan si Ranti ini beda sama cewek-cewek lain. Lo tahuu laah dia, dulu mana pernah dia jalan sama cewek yang sama lebih dari sekali! Gue masih takjub aja sampai sekarang gak ada yang nuntut tanggung jawab sama si kunyuk ini. Makanya, gue curiga si Ranti ini spesial buat Dewa. Lo harus lihat ekspresinya Dewa kalau lagi sms-an sama Ranti. Senyum-senyum sendiri. Terus, dia care banget sama Ranti. Dikit-dikit nelpon, nanyain Ranti udah makan belum. Terus, pernah waktu mereka main ke tempat gue, Dewa ngelus-elus rambutnya Ranti, ekspresinya penuh cinta gitu…”

“Kaya’ lo kalo sama Vina gitu ya, Sen?” Ferdy menyahut iseng.

“Jangan ungkit masa lalu! Berisik nih!” wajah Sena memerah.

“Nah! Ya udah kan! Jelas! Patah hati nih! Ya udah gih, lo cari aja si Ranti ini, tanya sama dia, Dewa dia apain sampai bisa ancur begini…” Nara menepuk-nepuk pundak Dewa.

“Sen, Ranti secakep apa sih, sampai Dewa segitunya sama dia?” tanya Ferdy penasaran. Iyalaah, cewek-cewek yang dulu dekat sama Dewa, semuanya cantik. Semuanya sexy. Minimal tampangnya setipe sama Pevita Pearce. Mi-ni-mal.

Sena berpikir sebentar. “Ehm…Yah, lo tahu seleranya bajingan satu ini kan? Cantik, body kaya’ gitar, tinggi, putih, dewasa, bisa manjain, bisa diapa-apain…”

“Wooow!!! Mau dong gue dikenalin…” Ferdy langsung semangat.

Sena mengerutkan kening. “Justru itu. Ranti ini sama sekali nggak kaya’ gitu. Anaknya kecil mungil. Lihat dia, lo pasti ngirain dia anak SMP. Manis banget sih emang, imut-imut gitu deh. Putih, tapi body-nya biasa aja, ya kaya’ anak SMP gitu lah. Mana kerjaan dia tuh guru TK! Lengkap deh, kaya’ anak kecil! Pokoknya nggak Dewa banget.  Lo pasti kaget kalo liat…”

“O ya? Lhah, terus gimana bisa Dewa kecantol sama dia?” Ferdy makin penasaran.

“Uhm…Gue juga nggak tahu. Ranti beda kampus sama kita kan, jadi ya gue jarang ketemu dia...” Sena terdiam. 

Tak lama, Evoque biru Dewa udah berhenti di depan mereka. Indra keluar dari mobil dan melempar kuncinya ke Sena.

“Kaya’nya lo nggak bisa mulangin dia ke rumah deh. Lo kan tau pembokatnya cerewet banget. Mendingan lo bawa aja ke rumah lo. Lumayan lah, lo nggak perlu repot nganterin dia,” usul Indra.

“Oke deh. Lagian gue juga udah capek banget. Ya udah deh, gue duluan ya guys…” Sena memapah Dewa masuk ke mobil. Indra, Nadia, dan Ferdy masuk ke mobil Indra, karena rumah mereka searah. Nara pergi ke tempat parkir untuk mengambil CRV silver-nya. Fajar semakin dekat.

                                       ***

     

Sena mengerjap-ngerjapkan mata, silau. Buset, udah jam berapa nih!, Sena langsung panik saat menyadari matahari sudah tinggi. Sena menyambar jam tangannya, dan menarik nafas lega. Masih jam 7. Kuliah Hukum Pidana jam 11. Masih lama. Tapi ada quiz, dan Sena belum belajar. Sena berbaring lagi sambil melirik Dewa yang tertidur pulas di kasurnya, membuat Sena harus rela tidur dengan separuh badan di karpet. Sena menatap sahabatnya lama. Bukan, bukan naksir. Sena masih normal kok. Sena cuma berpikir, apa ya yang terjadi sama Dewa, sampai dia bisa kaya’ gini? Nggak Dewa banget! Saat Sena sedang bengong begitu, tiba-tiba Dewa membuka mata.

”Uuugghh... Gue dimana nih...” Dewa mengerjapkan mata.

”Di kamar gue lah, mau dimana lagi?” Sena meraih gulingnya dan bersiap-siap tidur lagi. Dewa berusaha bangun dari tidurnya, tetapi dengan cepat menghempaskan badannya lagi ke kasur.

”Gila, pusing banget... Hangover nih...”

”Ya jelas aja lo hangover, mabok kaya’ gitu! Tadi malem lo jackpot di atas Converse baru gue, tahu!” omel Sena.

“O ya? Sorry bro… Nggak sadar gue…” Dewa meletakkan lengannya di atas dahi.

”Seribu malaikat...” Dewa berbisik lirih. Sena mengernyit.

”Hah? Apa? Lo bilang apa?” tanya Sena.

”Kalo lagi hangover gini, katanya rasanya sama kaya’ kalo ada seribu malaikat lagi main basket di kepala lo...”*

”Haiaaahhh... Tumben banget lo melankolis gitu...”

”Ranti yang kasih tau gue... Itu kata-kata dari komik kesukaan dia... Hhh... Kalo ada seribu malaikat yang segitu nganggurnya, gue bisa nggak ya, minta mereka bantuin gue... Bantuin gue ngelupain Ranti...”

      Sena terdiam. Dilihatnya, di balik lengan yang menutupi mukanya, air mata Dewa mengalir pelan. O oooww...

”Mmm... Gue ambil minum dulu ya?” Sena beranjak berdiri. Dia tahu, di saat seperti ini, Dewa pasti ingin sendiri. Dia bukan tipe orang yang bisa mengungkapkan perasaannya begitu saja. Kecuali kalau lagi mabuk.

      Sepeninggal Sena, Dewa mengusap air mata yang nekat mengalir itu. Rasanya lelah sekali. Dewa meraih Oppo-nya dari atas meja. Membuka folder ’MyBee’. Menatap foto Ranti yang tersenyum lebar sambil memeluk boneka Cookie Monster. Ranti tersayangnya. Hanya Tuhan dan Dewa yang tahu, sebesar apa rindunya pada Ranti. It’s been three months, dan Dewa masih belum bisa menghapus Ranti dari pikirannya. Dan hatinya.

”Wa?” Sena masuk ke kamar sambil membawa dua mug yang mengepul.

”Kopi nih, biar melek mata lo...” Sena meletakkan mug di depan Dewa. Dewa buru-buru menutup handphone­nya.

Thanks ya....” Dewa mengambil mug kopi itu. Wangi kopi menyebar ke seluruh kamar.

”Masih pusing nggak? Mau aspirin?” tanya Sena. Dewa menggeleng.

”Gue mau pulang aja deh...” Dewa meneguk kopinya lalu berdiri, dan badannya terhuyung. Sena buru-buru berdiri dan memegang lengan Dewa.

”Masih kaya’ gini lo mau pulang? Yang bener aja deh. Udah, lo istirahat aja dulu. Tar lo sama gue aja, sekalian gue ke kampus,” ujar Sena. Dewa duduk lagi.

”Ngapain?” Dewa mengernyit.

”Kuliah. Ada quiz,” Sena mengambil binder file-nya di atas meja, lalu mulai membukanya. Nyari catatan bahan quiz nanti.

”Lhah, berarti gue juga quiz dong?” tanya Dewa tolol. Sena nyengir.

”Baru sadar?”

”Gila ya! Gue lupa! Anjriiittt...” Dewa menyambar binder file Sena. Wajahnya panik banget.

”Ya jelas lupa! Yang lo inget cuma Ranti!” Sena tergelak sambil merebut binder file­-nya lagi. Dewa langsung diam. Sena menyadari kesalahannya.

”Sori, Wa... Sori...” Sena meminta maaf. Tapi Dewa tetap diam. Sena jadi salah tingkah.

”Tadi malam, gue ngoceh apa aja?” tanya Dewa pelan.

”Mmm... Ya gitu deh... Udah ah. Belajar gih! Nih, gue pinjemin catetan gue. Gue mandi dulu aja,” Sena melempar binder file-nya ke pangkuan Dewa dan berdiri, beranjak ke kamar mandi. Alasan aja sih. Sebenernya Sena menghindari menjawab pertanyaan Dewa. Bingung aja harus jawab apa.

      Dewa sudah kehilangan mood untuk belajar. Pasrah. Sepertinya Sena sudah sadar, sesuatu terjadi di antara dirinya dan Ranti. Dewa menghela nafas. Dewa memang tidak pernah menceritakan tentang Ranti kepada siapa pun. Buat Dewa, Ranti dan segala yang menyangkut dia, terlalu istimewa untuk diceritakan kepada orang lain. Dewa bukan tipe orang yang mudah bercerita tentang masalah pribadi. Dewa sudah berusaha menahan diri untuk selalu terlihat normal, meskipun di dalam, dia hanya sekumpulan debu. Hancur. Dewa tahu, dengan lari ke minuman, tidak akan menyelesaikan masalah. Hanya akan memperparah. Tetapi hanya dengan mabuk dia bisa melupakan rasa sakit itu...

                                                      ***

* From “For The Rose” by Akemi Yoshimura, published by Elex Media Komputindo, 2005

Author's Note 😊

Hiya, gals... 

Buat pembaca lama mungkin sempat baca cerita ini. Nhaaa sekarang, mereka siap menghuni rak buku di rumah kalian 😄

Buat yang berminat untuk pre order, bisa langsung ke email yang tertera di bawah ya... Limited 50 pax only!

Thanks a bunch! 🥰

Continuer la Lecture

Vous Aimerez Aussi

491 111 13
[Event April] Selamat Hari Bumi
Runaway From You Par Aqessa

Roman pour Adolescents

1.4M 18.5K 5
[MOVED TO STORIAL] Hanandio Emir, baginya apapun bisa dibawa santai dan bercanda. Emir yang easy going, cuek, dan antik. Karena hobinya gitaran lagu...
850K 11.2K 32
Karena kematian orang tuanya yang disebabkan oleh bibinya sendiri, membuat Rindu bertekad untuk membalas dendam pada wanita itu. Dia sengaja tinggal...
974K 45.1K 66
Follow ig author: @wp.gulajawa TikTok author :Gula Jawa . Budidayakan vote dan komen Ziva Atau Aziva Shani Zulfan adalah gadis kecil berusia 16 tah...