Pelarian (COMPLETE)

By AmateurDaisy

303K 18.2K 476

"Maaf, ini hati. Bukan running track yang bisa kamu jadikan sebagai ajang berlari, apalagi pelarian!" :::::::... More

Prolog
Minta wa lo?
Night. Jgn lupa mimpiin gue
ABD
Tersedak nasi goreng
Percakapan dengan Zera
Semoga saja
Apa bisa percaya?
Faris Natawijaya
Makan es krim berempat
Anak baru
Ulat Bulu
Lo mau gk jd pcr gue?
Berbeda?
Sandra bahagia
Sandra marah
Gengsi
Besok gue mau nembak lo
Tidak sabar
Terbuang
Keluar malem?
Diculik?
Resmi!!!
Cie ...
Tidak boleh!
Tidak sabar
Be strong, Zera!
Tidak akan pernah
jogging
Skip?
Makan!
Hujan
Putus?
Ke Australia
Kenangan
Jarak
Epilog

Salah tanya?

5.2K 345 3
By AmateurDaisy

"Selagi cinta itu masih ada, aku gak perlu pinjem alat doraemon buat nemuin kakak. Karena hati itu udah cukup sebagai kompasnya."

Budayakan vote sebelum membacaa. Makasih😊

***

Sandra tertawa-tawa sendiri di dalam mobilnya. Pasalnya, dia merasa seperti dikawal saat ini. Berhubung tadi Bara membawa motor dan Sandra membawa mobil ke sekolah, jadilah mereka hanya berjalan beriringan dengan kendaraan masing-masing.

Sandra menepikan mobilnya yang langsung diikuti oleh Bara. Sandra keluar dari mobil, dan menghampiri Bara dengan sisa-sisa tawanya.

"Kenapa?" Bara mengernyit bingung.

"Gak papa. Lucu aja. Jadi, kita mau kemana?"

"Katanya mau makan."

"Gak jadi ah. Gak laper ..."

"Pulang aja kalau gitu."

"Enak aja. Gak mau gak mau! Pokoknya date pertama kita harus jadi!" sangkal Sandra dengan tangan yang ia silangkan di depan dada.

"Date?"

Sandra mengangguk acuh. "Kak Bara tau tempat yang bagus gak?"

Bara terlihat berpikir sejenak. Sandra masih menunggu jawabannya sembari berpikir juga. "Gak ada," jawab Bara setelah sekian lama diam.

Sandra menghela napasnya kecewa. Lalu, ia menarik tangan Bara untuk melihat waktu di arloji cowok itu. Sudah menunjuk pukul lima sore.

"Ke rumah gue aja gimana?" tawar Bara. Sandra mengernyit bingung. Sebenarnya sih, dia sudah bilang ke Serin kalau dia akan pulang telat karena ada urusan dengan Bara.

"Mau gak?"

Sandra mengangguk sebagai jawaban. Lalu, mereka kembali membelah jalanan dengan kendaraan masing-masing. Hal yang masih saja nampak lucu di mata Sandra. Namun, dalam waktu bersamaan juga nampak romantis baginya.

***

"Kak, kita beneran mau ngedate di rumah kakak?"

"Siapa yang mau ngedate?"

"Jadi ini bukan date?"

"Bukanlah. Lagian lo aneh-aneh aja. Udah ah, yuk masuk!" Bara mengetuk pintu rumahnya. Lalu, muncullah seorang pembantu rumah tangga yang membukakan pintu. Mereka dipersilakan untuk masuk.

"Bunda gue di dapur kayaknya, bantuin bibi masak," ucap Bara seraya terus melangkah menuju dapur. Sedangkan Sandra hanya mengikutinya saja. Dia agak deg-degan sebenarnya mau bertemu dengan calon mertua.

"Assalamu'alaikum bunda!" sapa Bara riang seraya menyalami punggung tangan bundanya. Sandra ikut melakukan apa yang dilakukan cowok itu.

"Wa'alaikumsalam. Kamu bawa bidadari darimana? Nyulik dimana sih?" tanyanya pada Bara ketika melihat Sandra.

"Calon menantu, bun! Nyulik dari sekolah!" sahut Bara yang sedang mengambil minuman dari kulkas.

Rintan -bunda Bara- menuntun Sandra ke meja makan yang dibatasi sekat berupa dinding dengan dapur. Rintan mempersilakan Sandra untuk duduk di salah satu kursi meja makan. Rintan memotong beberapa buah apel, setelah sebelumnya mengupasnya dengan telaten.

"Nama kamu pasti Sandra," ucap Rintan tanpa menghentikan aktivitasnya.

Sandra mengangguk. "Iya tante!"

"Panggil bunda aja, sayang. Bara sering cerita lho tentang kamu. Bahkan dia pernah dilema mau nembak kamu atau enggak. Sampai gak enak makan gitu ..."

Sandra tertawa pelan. Dalam hatinya, dia bersorak gembira. Ternyata Bara sering menceritakan dirinya ke sang bunda. Ah, Sandra merasa spesial.

"Bunda sering masak?"

"Iya. Kok kamu tau?"

"Tadi, waktu barusan masuk, Kak Bara bilang, bunda pasti lagi masak. Gitu katanya, bunda emang sering masak?"

"Iya. Kamu suka masak?"

"Gak terlalu bisa sih, bun."

"Ya udah, gak papa. Kapan-kapan kita masak bareng di sini, mau ya?"

Sandra tentu saja mengangguk antusias. Kapan lagi bisa masak bareng sama calon mertua?

Rintan menyodorkan apel yang sudah ia potong menjadi masing-masing empat bagian. "Dimakan sayang."

"Iya bun." Sandra mengambil satu dan langsung memakannya. Tak lama kemudian, Bara datang dengan segelas susu di tangan kanannya, dan segelas air putih dingin di tangan kirinya.

"Nih, harus abis pokoknya!" ucapnya seraya meletakkan dua gelas itu di atas meja di depan Sandra.

"Buat aku?"

"Enggak. Buat kucing tetangga. Ya iyalah, Sandra!"

"Oh. Hehe, makasih kak! Tapi btw ini dua-duanya harus diminum? Satu aja kalik ya?"

"Diminumlah! Pertama minum dulu air dinginnya, baru deh lo minum susunya!"

"Iya deh iya."

"Bun, titip masa depan ya? Bara mau salin dulu." ucapnya pada Rintan yang diiyakan sang bunda. Sebelum ke atas, sempat-sempatnya cowok itu mencium kening sang bunda. Lalu, ia naik ke atas, menuju ke kamarnya untuk berganti pakaian.

***

"Sembilan puluh sembilan, seratus, seratus satu." Sandra menggerak-gerakkan tangannya ke langit untuk menghitung banyaknya bintang di langit sana.

"San, gak usah dihitung. Bikin lo capek aja," komentar Bara.

Saat ini, mereka sedang di taman belakang rumah Bara dalam posisi tidur telentang menghadap langit. Bara sudah memakai pakaian casual nya, sedangkan Sandra masih memakai seragam sekolah dan dibaluti hoodie yang ia bawa dari rumah.

"Ih! Tadi udah berapa ya? Lupa kan!" Sandra mengerucutkan bibirnya kesal.

"Makanya, gak usah dihitung. Mereka itu gak akan kehitung, sama kayak cinta gue ke lo."

Sial.

Pipi Sandra rasanya sudah memanas. Untung saja penerangan di luar ruangan ini secukupnya, dan tidak terlalu terang. Semoga saja Bara tidak melihatnya.

"Gombal!"

"Enggak. Itu kenyataan." Baiklah. Sandra hanya bisa diam mendengar balasan dari Bara tadi sembari menetralkan suhu di wajahnya.

"Lo udah bilang kalau pulang malem?"

"Udah. Tadi waktu Kak Bara salin," jawab Sandra tanpa mengalihkan pandangannya dari langit malam yang indah.

Bara hanya ber-oh ria. "San, kalau suatu hari gue pergi, lo mau apa?"

Sandra dengan cepat menoleh ke samping untuk melihat Bara. Cowok itu masih fokus menatap langit. "Maksudnya?"

"Kalau gue menghilang, apa lo akan benci sama gue?"

"Meng ... Hilang? Menghilang kemana?"

"Kemana aja."

"Aku akan cariin kakak sampai ketemu, jika menghilang yang kakak maksud bukan pulang ke Allah."

"Kalau gue gak mau nemuin lo?"

"Selagi cinta itu masih ada, aku gak perlu pinjem alat doraemon buat nemuin kakak. Karena hati itu udah cukup sebagai kompasnya."

Bara hanya tersenyum di tempatnya. Ia takut memandang gadisnya. Takut jika air mata ini akan keluar. Entah kenapa, Bara teringat lagi akan risiko itu.

Sebenarnya, tadi Zera mengiriminya pesan. Yang berisi:

Zera malika: Tadi aku liat kakak sama Sandra di koridor. Aku seneng karena kakak bisa bikin dia ketawa saat dia kehilangan sahabatnya. Tapi, aku cuma mau mengingatkan satu hal. Kakak udah menanamkan cinta yang terlalu dalam, dan di waktu bersamaan, kakak udah menempatkan risiko itu jauh lebih dalam. Aku harap kakak gak menciptakan tangis setelah menciptakan tawa.

Tidak. Bara menggelengkan kepalanya. Risiko itu tidak akan muncul. Dia tidak akan menyakiti Sandra lagi. Bara harus optimis.

"Kakak kenapa tiba-tiba nanya gitu? Kakak mau ninggalin aku?" Saat ini, posisi Sanda sudah tidur miring menghadap Bara. Dia tidak lagi menghiraukan bintang di atas sana, karena yang di sampingnya ini lebih bersinar di matanya.

"Enggak. Gue cuma takut."

"Takut apa?"

"Sayang! Bunda udah siapin makan malam! Makan dulu, yuk! Nanti Sandra pulang belum makan." Rintan tiba-tiba datang dari pintu belakang yang menghubungkan dengan dapur. Sandra menghela napasnya, tidak mendapat jawaban. Karena Bara sudah lebih dulu bangun dan mengulurkan tangannya. Sandra menerima uluran tangan Bara dan berusaha untuk bangun.

"Yuk, makan yuk! Bunda udah siapin makanan spesial buat Sandra!" ucap Rintan yang langsung menggandeng bahu Sandra untuk masuk ke dalam.

Setelah selesai makan malam, Sandra langsung pamit untuk pulang. Tapi, Bara memintanya untuk menunggu cowok itu mengambil jaketnya sebentar. Jadilah Sandra duduk di ruang keluarga dengan televisi yang dihidupkan. Dia duduk di ruangan itu sendiri, tadinya berdua dengan Rintan, tapi calon mertuanya itu harus menerima telepon yang menurut Sandra sangatlah penting.

Sandra bosan hanya duduk di sana. Ia memilih untuk berdiri dan mematikan televisi. Saat ia menoleh ke samping, ternyata terdapat sebuah foto keluarga yang berukuran cukup besar. Di sana ada seorang anak kecil yang Sandra yakini adalah Bara. Ada seorang anak perempuan yang sangat cantik juga manis, dia menggandeng bahu Bara. Dari kelihatannya, sepertinya anak itu lebih tua dari Bara. Dan di sana juga ada Rintan, yang sedang bersama ... Oh, pasti itu ayah Bara. Lelaki itu terlihat sangat tampan, mirip dengan anaknya, tapi tidak mempunyai lesung pipi seperti Bara.

Sandra masih menikmati foto keluarga kecil yang bahagia itu. Mereka seperti sedang berlibur ke suatu tempat. Sepertinya, puncak.

Sandra berjalan ke ruang tamu. Lagi-lagi ada foto keluarga kecil itu. Di sana terdapat dua foto berukuran besar. Di foto pertama, masih menampilkan empat anggota keluarga itu. Bara kecil mengenakan jas kebesaran, gadis itu mengenakan dress selutut, senyumnya sama seperti Bara. Dia jadi iri, cewek itu sangat cantik. Rintan dan suaminya berdiri di belakang kedua anak kecil itu.

Di foto kedua, Bara sudah besar. Menurut perkiraan Sandra, foto itu diambil satu atau dua tahun yang lalu. Mereka di foto itu masih mengenakan pakaian formal, jas dan kebaya dress. Namun, ada yang berbeda. Di sana hanya ada tiga orang, gadis kecil itu tidak lagi terlihat di foto.

"Sayang? Bara belum turun juga?" Sandra agak terkejut mendengar suara wanita paruh baya yang baru saja selesai menelepon itu.

"Eh? Iya bun. Sandra boleh nanya?"

Rintan mengangguk dan berjalan ke arah Sandra. "Tanya apa, sayang? Cewek itu?" tanya Rintan tepat sasaran. Dia ikut memandang foto keluarganya. Foto yang diambil beberapa tahun lalu.

"Eh? Kok bunda tau? Iya bun! Dia siapa?"

"Dia kakaknya Bara. Putri pertama bunda, namanya Rae."

"Oh ... Kak Rae cantik ya, bun! Sekarang dia lagi dimana? Lagi kuliah? Atau udah sama suaminya?"

"Dia ..." Sandra tahu, bibir Rintan kelu untuk mengatakannya. Tapi Sandra ingin tahu. "Udah meninggal, sayang," lanjut Rintan dengan air wajah yang sudah tidak dapat dibilang ceria.

"Dia meninggal saat Bara masih SD. Bara sangat terpukul, bunda mohon sama kamu, jangan bahas soal Rae di depan Bara, ya nak?"

Sandra mengangguk mengerti. Dia jadi tidak enak hati telah menanyakan perihal ini.

Telepon di tangan Rintan kembali berdering. "Aduuh ... ini ribut amat, sih! Bunda ke atas dulu, ya sayang?"

"Iya bunda. Sandra juga mau sekalian pamit pulang, Kak Bara udah turun," ucap Sandra seraya melirik Bara yang baru saja datang dari arah belakang Rintan.

"Ya udah, hati-hati ya sayang." Rintan pergi ke dalam dan kembali berkutat dengan ponselnya. Sedangkan Sandra, ia masih belum merasa puas. Ada satu hal yang belum ia tanyakan. Kemana ayah Bara?

"Yuk?" Sandra mengangguk untuk menanggapi ajakan Bara. Mereka berjalan ke arah halaman rumah Bara yang cukup luas.

"Lo bawa mobilnya jangan kebut-kebut, ya?" Sandra mengangguk. Rasanya, seperti ada yang mengganjal di hatinya. Ia ingin bertanya, tapi takut salah tanya lagi.

"Ya udah yuk, jalan!" Bara hendak berjalan ke motornya, tapi Sandra mencekal tangan cowok itu.

"Aku boleh tanya sesuatu?" tanya Sandra takut-takut.

"Boleh. Apa?"

Sandra menarik napasnya dalam-dalam. Bahkan untuk mendongak menatap manik mata cowok di depannya pun Sandra tak berani. "Ayah kakak kemana?"

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Sial. Mereka masih dalam posisi diam. Apakah Sandra salah tanya lagi?

***

Jangan lupa vote comment

With love,

U

Continue Reading

You'll Also Like

373 73 26
Cerita tentang 2 orang yang awalnya saling bersaing dalam mendapatkan nilai yang paling tertinggi di sekolah tetapi, karna adanya sesuatu hal yang me...
316K 17K 39
(FOLLOW DULU YA!) Gimana rasanya suka sama sahabatmu sendiri? Itulah yang sedang aku rasakan. Mencintai dia yang menganggapku sahabatnya sejak dulu...
1.8K 211 56
Penghuni kost Arjuna said, "Maaf ya banyak ngeluh, soalnya baru pertama kali ini hidup di dunia." Part 1-4 berisi pesan teks. Cerita dimulai dari par...
17.6K 2.2K 45
This my first story! Belum ada niat untuk merevisi, jadi kalau Kata-katanya berantakan dan alurnya tidak tertata. I'm so sorry:) ... Hidup Bulan pe...