Pelangi Tengah Malam

By naiqueen

428K 59.6K 6.8K

Annamaraluna Tejakusuma tidak pernah ingin menjadi penerus Tejan Investama, namun perusahaan rokok keluarga y... More

1. Menjelang Ajal
2. Mimpi buruk
3. Pertemuan kembali
4. Saran
5. Sumber kebencian
6. Masa yang terlewati
7. Yang lebih baik
8. Serangan
9. Si Cantik
10. Presumption
11. Between Camouflage and Allegation
12. Miliknya
13. Confession
14. Hati ke hati
15. Bangga
16. Menyambut badai
17. Ice Cream Monsters
Duuuuuh!!!
19. Gosip
20. Ingin menyerah
21. Rahasia
22. Sesederhana itu
23. The Deal
24. Kegemparan (1)
25. Kegemparan (2)
26. Confrontation
27. Past and Future

18. Wanita Ular

13.7K 2.2K 246
By naiqueen


Mereka menghabiskan sepanjang sore di toko es krim Zangrandi.

Luna sengaja meminta penerbangan lepas Maghrib agar Vale puas menyicipi seluruh es krim yang diinginkannya dan tidak harus buru-buru mengejar jadwal penerbangan ke Denpasar.

Mereka tiba lebih cepat ke bandara dan masih sempat menikmati makan malam di lounge khusus penumpang jet pribadi.
Kenyang oleh es krim membuat Vale sedikit rewel dan menolak makan hingga nyaris menangis saat Luna tetap memaksa.

El yang tanggap membujuk puteri dadakannya itu, dan penolakan Vale melemah saat El menawarkan soto banjar miliknya untuk dicicipi.

Luna memijat pelipisnya pelan, dan mengatakan kekhawatiran yang selama dua hari ini mengganggu pikirannya. "El, kamu nggak bisa seperti ini terus."

El mengangkat wajahnya dan memberi Luna tatapan bertanya.

"Maksud aku jangan terlalu memanjakan Vale."

"Kenapa?"

"El, Vale masih harus pulang ke Bangkok bersama Gwen dan Khem besok, tapi melihat dia nempel terus ke kamu aku jadi ...,"

Dua pasang mata menghujam kearah Luna, sepasang mata lebar nan polos yang memerah menatapnya seakan mengatakan penolakan. Sementara sepasang mata lebar dengan sorot tajam dengan tegas menghujamkan ketidaksetujuannya.

"Kenapa Vale harus ikut teman kamu lagi?"

"Kalau kamu lupa, sahabatku Gwen juga Ibu Vale, dan karena masih punya tanggung jawab yang harus diselesaikan Valeraine harus ikut mereka ke Bangkok."

Sebenarnya Luna sendiri meragukan pilihan itu. Mengingat Gwen yang sedang hamil muda, meski Gwen tidak pernah menolak, Luna tidak ingin membuat sahabatnya kelelahan dengan tanggung jawab mengurus Vale.

Jemari mungil Vale mencengkram kemeja El erat, sementara gadis itu menyembunyikan wajah di dada El seakan meminta perlindungan dari Daddynya. Tanpa sadar El mengeratkan pelukannya ke tubuh mungil itu.

"Aku menolak."

"...."

"Kamu sudah dengar kan barusan, aku menolak membiarkan Vale kembali ke Bangkok kalau memang Valeraine nggak mau ikut mereka."

Luna tertawa dingin, "apa kamu lagi bikin lelucon sama aku, El!? Sama sekali nggak lucu!"

Tapi tatapan tegas El menatapnya tak berkedip, hingga mau tak mau Luna hanya bisa memicingkan mata saat sadar kehendak El tidak bisa digoyahkan begitu saja.

"Seperti yang aku bilang, Valeraine punya kewajiban yang harus dia selesaikan ... dia ikut preschool di Bangkok, jadi sampai kelasnya selesai tiga bulan lagi Vale belum bisa ikut sama aku ke Jakarta."

El mengacungkan jarinya menunjuk Luna, "cuma gara-gara itu kamu mau memisahkan Vale dari keluarganya!? Kayaknya kamu yang lagi ngelucu sama aku Luv!"

"Aku nggak sedang becanda!" bantah Luna kesal.

"Apalagi aku," balas El tidak mau kalah. "Sudah, biar aku urus semuanya, tapi yang jelas Vale nggak boleh ikut balik ke Bangkok besok ... Vale akan tinggal sama kita di Jakarta."

Kepala Luna rasanya berputar-putar saking pusingnya. Tinggal bersama mereka di Jakarta. Bagaimana bisa? Bahkan mereka tidak tinggal di rumah yang sama.

"Maksud kamu dia tinggal sama aku kan?" koreksinya cepat.

El mengalihkan tatapan ke Valeraine dan tersenyum, "Vale yang berhak menentukan mau tinggal dengan siapa," cetusnya seketika membuat Luna menahan nafas.
Tapi Valeraine jelas bukan balita biasa, bocah empat tahun itu sepertinya tahu dengan makna yang tersirat dari kalimat itu mengacu pada pilihan yang harus dibuatnya dan arti lain yang ... agak sedikit membuatnya kecewa.

"Mom sama Dad nggak tinggal sama-sama kayak Mami Gwen sama Papi Khem?"

"Vale,"

"Belum, Sayang," El memotong apapun yang hendak Luna katakan. "Mommy kan baru pindah dari Amsterdam jadi masih tinggal di rumah pemberian Opa Handy ... rumah Daddy juga belum selesai direnovasi jadi belum bisa ditempati."

"Jadi ... Vale nggak bisa tinggal sama Daddy?"

"Bisa, tentu aja bisa. Nanti kita atur jadwal ... kapan Dad yang ke rumah Mom dan kapan Mom yang harus ke apartemen Dad."

"Oh!" Vale kembali antusias.
Luna kembali membuka mulut hendak melontarkan penolakan tapi tatapan El seakan menegurnya, dan gelengan kepala sekilas laki-laki itu menghentikan segalanya.

"Kita bahas ini nanti, Luv," putus El cepat. Meski kesal Luna terpaksa menyetujui itu dengan anggukan, bagaimanapun tidak ada untungnya terus menerus berdebat dengan El di depan Valeraine.

El kembali membujuk Vale untuk menghabiskan makanannya sementara Luna memilih pergi ke toilet, memanfaatkan waktu untuk menuntaskan kebutuhannya, sekeluarnya dari toilet dia ke wastafel untuk merapikan lipstiknya yang sudah mulai pudar.

Di hari-hari biasa Luna tidak memakai riasan apapun selain skincare dan lipbalm-nya tapi sejak berada di Jakarta dan kembali aktif bekerja dia harus merias wajahnya sesuai dengan kebutuhan.

Luna tengah mengetapkan bibirnya dan sedikit mendekat ke kaca untuk memastikan pengaplikasian lipstiknya rapi saat suara yang cukup familiar itu menyapanya.

"Wah! Anak kesayangan mantan suamiku ada disini rupanya."

Sosok wanita yang terlihat sedikit lebih tua dari Luna menyapa. Penampilannya cukup modis dalam balutan jumpsuit Chanel keluaran terbaru sementara tas Hermes Birkin tersampir di lengannya.

Luna mengangkat dagu, menyembunyikan keterkejutannya saat menatap bayangan milik wanita yang berdiri disebelahnya sambil memamerkan senyuman iblis.

Kemunculan tak terduga Eloise membuatnya kembali merasakan sakit yang dia pendam sejak sepuluh tahun lalu. Rasa sakit yang muncul akibat ketidakmampuannya melindungi El juga menentang kehendak papinya.

Kedua tangan Luna mengelus bekas luka lama yang hanya menyisakan jejak samar di sepanjang lengan kanan bagian dalam. Bukti tersembunyi jika dia pernah membangkang dengan sedemikian hebatnya.

El tidak tahu itu. Tapi Eloise tahu dan menikmati deritanya sambil tertawa bahagia. Dan kali ini kemunculannya pun bisa dipastikan hanya akan membawa masalah untuknya. Tapi Eloise lupa, dirinya yang sekarang adalah penguasa tunggal TIV, konglomerasi adikuasa yang bahkan bisa menjungkirbalikkan nasib seseorang hanya dengan satu jentikan jemari.

Dirinya tidak akan tinggal diam jika Eloise masih ingin mengusik El, Luna tidak akan tinggal diam. Hanya saja El tidak perlu tahu apa yang akan dilakukannya dibalik punggung lelaki itu.

"Aku tidak pernah ada hubungan dengan wanita ular sepertimu," katanya dingin.

Eloise Hariwangsa terkekeh, "kalau kamu lupa, aku pernah menikah dengan ayahmu, Sayang!"

"Ibuku cuma satu, dan namanya adalah Kartika Tejakusuma, apa kau punya nama keluarga yang sama?" sinis Luna seraya melempar tatapan menghinanya yang membuat wajah Eloise berubah jadi merah padam oleh amarah.

"Tanpa nama belakang itu sekalipun ... kau tidak akan bisa melupakan fakta jika aku pernah menjadi istri Papimu."

Luna berbalik ke samping, menatap langsung wanita ular yang sudah menghancurkan hidupnya juga hidup El.

"Aku bahkan tidak pernah menganggap kau ada!" Luna memberikan senyuman terbaiknya kemudian berlalu meninggalkan wanita itu begitu saja.

Eloise mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras dan tatapannya berubah dingin saat menatap bayangannya sendiri di cermin wastafel. Dalam beberapa detik kemudian wanita itu tersenyum sambil menghela nafas panjang. Ponsel mahal ditangannya menyala saat disentuh, langsung membuka pada jendela galeri yang menampilkan deretan foto El, Luna dan seorang bocah perempuan yang tampak menikmati makan malamnya seperti keluarga normal yang bahagia.

"Sang tuan puteri sombong pikir aku sudah kehilangan kemampuan terbaikku untuk menghancurkannya, liat saja apa yang aku lakukan nanti,'' sambungnya dingin.

*****

Luna berubah jadi lebih diam dan dingin sejak kembali dari toilet. El bisa merasakan perubahan suasana hati Luna dan itu sedikit banyak mempengaruhinya. Meski demikian dia memutuskan untuk tidak bertanya karena mereka memang harus segera naik ke pesawat dan selama penerbangan berlangsung Valeraine seakan memonopoli perhatian dengan coleteh yang tak ada habisnya.

Mereka sampai di Bandara Ngurah Rai hampir pukul setengah delapan waktu Indonesia tengah, El menolak saat Risa menanyakan apa El ingin diantar terlebih dahulu ke hotelnya.

Saat itu Luna sudah kembali ke mode sadarnya dan menatap pada El disebelah. "Vale sudah tidur, kurasa nggak masalah kalau kami mengantarmu lebih dulu ke Karma Resort."

"Aku sudah pindah ke hotel yang sama denganmu tadi pagi," jelasnya yang membuat Luna hanya bisa menatapnya tak percaya. "Lagipula masih ada yang harus kita bicarakan, Luv."

Luna mengerti itu. Jadi dia hanya mengangguk.

Mobil sampai ke resort tidak sampai setengah jam. Usai menidurkan Valeraine, El mengikuti Luna untuk duduk bersama di halaman belakang resort yang menghadap langsung ke samudera.

Angin yang bertiup cukup kencang, tapi suasana malam terasa hangat sehingga masih nyaman untuk duduk menghabiskan waktu di luar ruangan. Dari jauh suara debur ombak terdengar samar, sementara aroma stik aroma terapi cendana padu dengan keharuman semak melati dan aroma manis bunga plumeria merah yang mekar di pohonnya. Keindahan itu seakan dilengkapi oleh bulan purnama yang mulai beranjak naik dan menampilkan refleksinya diatas gelombang lautan.

"Mana yang akan lebih dulu kita bahas, Luv!" kata El setenang biasa, "perkara Vale atau perubahan suasana hatimu yang begitu tiba-tiba."

Luna terkejut, tidak menyangka jika El cukup sensitif untuk peduli dengan sikapnya.

"Bisa katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya?" bujuk El dengan kepeduliannya yang kentara.

"Itu bukan yang ingin aku bahas sekarang," elak Luna datar.

"Kalau tentang Vale aku,"

"Aku berterima kasih atas apa yang sudah kamu lakukan untuk Valeraine selama dua hari ini," potong Luna tegas. "Hanya saja bagiku apa yang kamu lakukan hanya akan menyulitkan kita semua di masa depan."

El menarik sudut-sudut bibirnya membentuk senyum khasnya yang terlihat malas dan selalu disertai sedikit ejekan, "semua yang menyangkut dirimu selalu membuatku berakhir dalam kesulitan Luv, tapi jangan khawatir karena aku sudah terbiasa."

Pelayan datang membawakan almond puff pastry bersama teh rempah, memberi kesempatan untuk Luna sedikit mengalihkan pikiran dari tekanan yang diterimanya karena interaksinya dengan El.

Luna tak dapat mengingat dengan tepat, sejak kapan sikap El bisa begitu mengintimidasi tapi Luna masih bisa mengingat dengan jelas kalau menghadapi El yang seperti itu harus dengan cara persuasif, karena penolakan hanya akan membuat El makin keras kepala.

"Aku tidak pernah berbohong pada Vale tentang asal usulnya, jadi kupikir pengakuan sepihakmu kemarin hanya akan membuatnya bingung."

"Dia tidak akan bingung kalau kamu mau bekerjasama denganku."

"Dengan mengatakan kebohongan kalau kamu lah Ayahnya? Itu gila! Lagipula ...," Luna terlihat ragu sejenak. "Dia tampak lebih manja saat bersama kamu."

El mendengkus pelan, "dan kerena itu kamu berpikir aku hanya membawa dampak buruk? Kalau kamu ingin tahu Luv, disayangi dan dimanjakan pada anak usia Vale bukanlah suatu kesalahan."

Tanggapan El membuat Luna merasa tersentil juga bertanya-tanya apa sebegitu payahnya pola asuh yang dia terapkan pada Vale, "aku tidak pernah berpikir seperti itu hanya saja ... akan menyakitkan untuk Vale saat kamu sudah bosan bermain peranmu tapi dia menganggap kamu akan bersama dengannya selamanya."

"Luv,"

"El, aku dibesarkan oleh lelaki yang memanjakanku sejak bayi tapi kemudian menarik diri begitu saja saat Mami meninggal dan kemudian membuangku untuk tinggal mandiri di Jakarta."

El seketika mengerti kemana Luna membawa percakapan mereka, rasa marah membakar dadanya bagai api kecil di bawah tumpukan sekam. "Aku bukan Papi mu Luv, aku tidak akan pernah membuang anakku sendiri hanya karena tidak mampu mengatasi kesedihan," andai saja El mampu jujur kalau Vale adalah caranya untuk merengkuh Luna lebih dekat.

"Dan aku tidak akan pernah jadi bodoh untuk membuat anakku menderita dengan menikahi wanita ular seperti Eloise, jadi dari sisi mana kamu meragukanku untuk jadi Ayah Vale?"

"Vale bahkan bukan anakmu!"

"Kamu picik kalau menilai ketulusanku hanya dari hal itu."

"El," desah Luna tak tahu lagi harus berkata apa.

"Luv, selama kamu mengijinkan ... dan selama yang Vale mau, aku bisa menjadi Ayah yang sebenarnya untuk Valeraine," El mengulurkan tangan untuk menggenggam jemari Luna erat, berusaha meyakinkan kalau apa yang dikatakan olehnya tidak akan hanya jadi sekedar janji.

"Aku janji akan selalu ada untuk Vale, akan kuterima semua tanggung jawab untuk memberi kasih sayang dan membesarkannya ... dan kelak, saat dia pada akhirnya memilih lelaki yang dicintainya akulah satu-satunya orang yang memiliki hak untuk mengantarnya sampai ke altar."

Luna melihatnya ... ketulusan El. Keyakinannya. Kebenaran atas janjinya yang seperti sumpah.
Semuanya tersampaikan langsung pada Luna. Membuatnya tidak bisa mengelak lagi hanya mampu balas meremas jemari yang menggenggamnya dalam sentuhan lembut dan menenangkan.

"Sejujurnya kamu Ayah yang sempurna untuk Vale, El."

El tersenyum lebar tak mampu menutupi rasa bahagianya lagi, "terima kasih."

"Tolong jangan pernah mengecewakan Vale. Dia satu-satunya milikku yang paling berharga."

El mengangguk mantap.
Luna terlihat ragu sejenak tapi tahu dia harus membahas tentang ini, "soal di mana Vale akan tinggal,"

"Sudah tugas kita untuk mempermudahnya," tukas El yang seketika membuat Luna mengernyit tak mengerti.

"Jangan bilang kamu ingin kita tinggal serumah?"

El tertawa, "aku tahu untuk saat ini itu tidak mungkin, tapi kita tidak perlu membuat hal ini jadi masalah. Kapanpun Vale butuh, aku akan datang ... dan saat aku sedang sibuk aku tidak akan pernah keberatan kalau kalian yang mencariku lebih dulu."

Luna tahu sejak dulu sikap fleksibel El membuatnya mudah melangkahi batasan apapun. Dalam mengatasi masalah El tidak terpaku pada hal-hal yang memberatkan justru selalu berhasil menemukan penyelesaian dengan cara sederhana namun tidak mampu dipikirkan orang lain.

El adalah pemimpin yang baik juga sosok ayah ideal ... hingga Vale pun nyaman memperlihatkan kemanjaan yang tidak pernah diperlihatkannya pada lelaki manapun, bahkan pada Khem yang sudah mengenalnya sejak bayi.

Sebagai pria ..., tidak, Luna tidak akan pernah membiarkan dirinya menatap El dengan sisi feminimnya. Luna sudah membunuh sisi itu bersama harapannya kemudian mengubur keinginan untuk memiliki sejak lama. Hanya melindungi itulah tugasnya kini. Dan untuk melindungi El mungkin dia memang harus membawa lelaki itu lebih dekat padanya.

Luna yang tampak terdistraksi oleh pikirannya sendiri kembali mengingatkan El kalau bukan hanya tentang Vale yang ingin dirinya bahas bersama Luna.

Pancaran amarah samar di mata kristal yang terlihat oleh El, membuat lelaki itu mengetahui sesuatu tengah mengusik pikiran wanitanya.

"Ada apa Luv?" tanya El pelan, apa yang membuatmu sangat gelisah hari ini?"

Luna memijat bagian belakang lehernya pelan. "Tidak, mungkin aku cuma lelah."

"Aku memperhatikannya sejak dari toilet bandara kamu mulai bersikap aneh, apa terjadi sesuatu yang mengganggumu?"

"Aku ..., bertemu dengan Eloise di toilet," Luna memutuskan untuk bicara jujur karena tahu cepat atau lambat El pasti akan tahu. Musuh mereka adalah wanita yang sama. Tidak-ralat Luna dalam hati-Eloise mungkin musuhnya tapi dia hanya menjadi musuh El setelah El menunjukkan keberpihakan padanya dengan terang-terangan.

Diluar dugaan reaksi El tidak menunjukkan keterkejutan sama sekali. "Apa yang harus kamu khawatirkan dari wanita itu lagi, Luv, sudah jangan pedulikan. Dia hanya wanita yang nggak bahagia ... dalam sepuluh tahun ini dia sudah menikah empat kali dan bercerai tiga kali, reputasinya nggak sebagus dulu dan bahkan suaminya yang sekarang terbelit kasus penipuan travel haji dan sedang berada dalam penyidikan kepolisian."

Kata-kata El seharusnya bisa memberi Luna ketenangan namun yang terjadi justru kecemasannya kian pekat, ada sesuatu mengganggu intuisinya ... seakan mengatakan jika akan terjadi hal lain yang berimbas tidak baik untuknya juga El.

"Kadang kupikir jika dulu aku bersikap lebih lunak padanya mungkin dia tidak akan begitu mengancam seperti saat ini," gumam Luna pelan. Ekspresi wajahnya datar namun menyatakan penyesalannya dengan terang-terangan.

"Itu sama sekali bukan pilihan ... wanita itu terlalu licik untuk disikapi dengan cara baik-baik. Jika dia bukan ancaman bagimu ... aku tidak akan pernah mendekatinya hanya untuk di cap sebagai simpanan tante-tante."

Ketenangan El saat membahas Eloise seakan tidak menyiratkan jika dirinya pernah menjadi korban kejahatan mantan ibu tiri Luna itu. Padahal jika diingat lagi hidup El nyaris hancur karena perbuatan licik Eloise. Dan saat itu Luna bahkan tidak bisa turun tangan memberikan bantuan.

"Aku punya firasat kalau kemunculannya yang tiba-tiba ini akan membawa dampak yang sama seperti apa yang dia lakukan sepuluh tahun yang lalu," gumam Luna pelan. "Mungkin lebih parah lagi."

El mengedikkan bahu tak peduli. "Aku tidak akan heran, tapi tidak juga khawatir terhadap itu."

Luna menatap balik laki-laki yang memilih duduk bersisian dengannya itu, "saat ini kamu ada di puncak karir ... apa kamu nggak khawatir kalau dia membuat isu tentang kedekatan kita yang membawa efek tidak bagus untuk karirmu?"

"Aku tidak peduli."

"El!?"

"Yang aku ingin tahu justru kamu Luv?"

"Aku?"

El mengangguk, "Jika memang Eloise kembali muncul untuk menghancurkanku ... apa kamu masih akan bersikap sama seperti dulu Luv! Mengabaikan dan meninggalkan aku?"

Pertanyaan itu membekukan benak Luna seketika. Membuatnya terdiam kehilangan kata-kata.

Sungguh bukan pertanyaan yang mudah untuk dijawab. Karena kejujuran hanya akan membuat dirinya dan El sama-sama terluka.

Sama seperti sepuluh tahun yang lalu. Rasa sesak yang memenuhi dada Luna membuatnya bertanya-tanya apakah sudah waktunya untuk membuka segalanya. Memberi tahu El jika mereka berdua sama-sama melakukan segala cara untuk saling melindungi. El dengan mendekati Eloise untuk membongkar rahasianya ... Sedangkan Luna bahkan harus mengorbankan diri demi menjamin masa depan lelaki itu.

Luna tidak yakin itu pilihan yang tepat.
Mengeraskan hati sambil berusaha mengabaikan rasa bersalahnya untuk apa yang pernah terjadi Luna balas menatap El yang masih menunggu jawab.

Luna tersenyum dingin, "tergantung," jawabnya dingin. "apa itu ada untungnya untukku, jika ada ... maka aku tentu nggak akan ragu-ragu melakukannya."

Manik gelap El meredup, menunjukkan lukanya atas perkataan Luna barusan yang hanya memberi kepastian atas dugaan bahwa pengorbanan dan kesetiaannya selama ini tidak cukup berharga di mata wanita kecintaannya itu.

Bahkan setelah dia rela menenggak habis minuman bercampur obat perangsang yang sengaja ibu tiri Luna beri untuk mempermalukan Luna di pesta prom sekolah mereka yang membuatnya terpaksa menahan siksaan nafsu dengan sepasang lengan yang terborgol.

Untuk Luna dia rela menerimanya, terlebih saat Luna cukup peduli untuk menemaninya nyaris disepanjang malam selama kesakitannya berlangsung. Malam itu tubuhnya tersiksa, tapi semua interaksi mereka membuatnya berani berharap bahwa mungkin saja Luna merasakan hal yang sama dengannya. Mencintainya.

Setelah itupun, untuk melindungi Luna membuatnya berani mengancam balik Eloise apa yang berakhir fatal karena wanita ular itu memutar balikkan fakta dengan menyebarkan isu seolah telah menjadi korban pelecehan seksual oleh pengawal sekaligus kekasih anak tirinya sendiri.

Hari dimana pihak sekolah memfasilitasi dirinya untuk menjelaskan yang sesungguhnya pada media, Luna sudah berjanji untuk ikut menjenihkan situasi. Akan tetapi sampai jadwal teleconference ditunda satu jam setelahnya pun Luna tidak pernah muncul.

Membiarkannya menghadapi media sendirian, membuatnya terlihat bagai seorang penipu yang ketahuan namun masih mengharap bantuan dari orang yang ditipunya, apa yang membuatnya menerima lemparan telur busuk dari orang-orang bayaran Eloise.

Dan kehilangan nama baik juga kepercayaan sekolah.

Sejumlah beasiswa yang semula diterima atas prestasinya di batalkan. Juga takdir baik yang semula sudah digenggamnya berkat bantuan seperti tersedot habis dan mengembalikannya pada kegelapan yang melingkupinya sebelum kehadiran gadis itu.

Meskipun begitu El tidak pernah berusaha membuang perasaannya dan tetap menggenggam kesetiaan sepenuhnya untuk Luna sembari menunggu kedatangannya untuk sebuah penjelasan yang ingin dia dengar.

Tapi kemudian yang datang menemuinya justru Handoko Tejakusuma. Ayah Luna meminta maaf untuk apa yang sudah dilakukan sang istri padanya dan siap memberikan kompensasi berupa beasiswa untuknya bersekolah kemana saja yang dia ingin, namun disaat yang sama menegaskan jika Luna tidak dapat lagi bergaul dengan orang yang sudah mencoreng nama baik keluarganya.

Pada akhirnya Luna telah memilih. Dan El sama sekali bukan pilihan itu.

Karena itu El menerima beasiswa itu, dan pergi dengan satu tujuan besar, menghancurkan apa saja yang menjauhkan Luna darinya.

Bibir El mengukir senyum yang sama dinginnya seperti yang Luna beri. "Jadi seperti itu," gumamnya datar, seolah-olah kata-kata.menyakitkan dari Luna sama sekali tak ada arti baginya.

"Kalau begitu kupastikan mulai saat ini kamu akan selalu berpihak padaku."El mengatakannya dengan terang-terangan, seakan memang dirinya tidak akan memberi pilihan apapun selain membuat Luna selalu berada satu jalur dengannya.

Apa yang tidak pernah El ketahui adalah fakta kalau Luna selalu memihak padanya. Selalu. Bahkan sejak dulu. Tetapi untuk mengatakan apa yang sudah dilakukannya secara langsung pada El sama sekali bukanlah gaya Luna.

tbc

Lamban bener yah alur cerita ini 😅😅 jujur tadinya mau dipotong aja bagian ini langsung lompat ke konflik bisnis lagi. Tapi ntar jadi pusing kalo ujug2 si ulet sawah dateng2 bikin isu2 yang not good.

Oh ya untuk keterlambatan ceritanya harap dimaklumi yah ... Emak kena serangan negara api (vertigo) jadi rasanya buat pegang hape aja males betul apalagi buat potong2 cerita sampe layak buat diunggah.

Vote n komen tetep ditunggu n part baru bakal diunggah kalo udah lewat 1k deh ya 😊😊😊 (lumayan biar ada waktu buat emak nyantai2)

Tentang JMO itu paling sebulan 2 kali deh aku unggah jd jadi jangan ditungguin bener. Yg nungguin Pengantin Bunian kudu siapin kesabaran yang lebih banyak lagi 😊😊
Yang nungguin Stuntmant juga kudu sabar emak kok belum tergerak buat unggah sebab kesannya malah jadi kayak bocorin nasib Annisa TKI paska dicere Ucup 🤣🤣🤣

Yang nungguin La Magia emak belum unggah sebab emak galau mau baik hati kasih full version dari awal apa unggah apa adanya aja (Mak kok dikau ahli PHP ahli ngeles juga sih🤣🤣🤣🤣🤣) maklumin yo emak suka rada2 emang ... Tapikan kalo udah unggah lagi biasanya cerita2 emakkan jadi lebih beauty n bikin happy ya gak ... ya gak ... ya gak!! (Iyain aja awas kalo nggak!!)




Continue Reading

You'll Also Like

1.8M 84.7K 52
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _π‡πžπ₯𝐞𝐧𝐚 π€ππžπ₯𝐚𝐒𝐝𝐞
6M 315K 73
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...
5M 269K 53
Tanpa Cleo sadari, lelaki yang menjaganya itu adalah stalker gila yang bermimpi ingin merusaknya sejak 7 tahun lalu. Galenio Skyler hanyalah iblis ya...
27.4M 543K 59
Warning⚠ 21+++ >Dibawah umur menjauh yaahh >Bijak dalam membaca entar gak kuat :) >Banyak typo bertebaran >Banyak umpatan kasar ~~~~~~~ D...