Pekan Mimpi

By SynSarayu

71 4 0

Aku adalah impi yang tertunda Atau bahkan tak terwujud sama sekali Aku hanya mampu berdiri, berjalan Mengikut... More

Melalui Musik

Mimpiku Itu adalah ...

51 3 0
By SynSarayu

aku berjuang, dulu

tak kenal apa itu lelah

tak kenal apa itu menyerah

aku berjuang, dulu

sebelum nyata itu membeku

menghentiku

***

Aku menatap pada benda berwarna putih, dengan bulu-bulu angsa mengelilinginya, yang aku pegang dengan perasaan tegang. Sesekali mataku mengawasi seseorang yang ada diseberangku. Terbatas oleh jaring net, yang menggunakan seragam berwarna biru dengan celana hitam dan raket yang ada digenggaman tangan kanannya. Di bagian dada kirinya terdapat bendera negara tetangga. Malaysia. Kemudian mataku menelisik layar skor yang menunjukkan angka 21-19 dan 12-11. 

Aku sempat unggul di game pertama. Lalu aku unggul atas perolehan angka dari Malaysia di interval game kedua ini. Namun, perolehan angka sangat tipis dibabak kedua ini, setelah interval, membuatku dituntut untuk menguras otak dan menyugesti diriku agar tidak melakukan kesalahan sendiri.

Aku berdiri dengan perasaan gugup dengan campuran rasa semangat. Pertandingan final bulutangkis, SEA GAMES, partai tunggal putri, antara Indonesia melawan Malaysia, yang berlangsung di Singapore Indoor Stadium, Kluster Kallang, Singapura. Salah satu impian terbesarku—selain memenangkan Kejuaraan Dunia Bulutangkis tahun 2020 di Tokyo. Berdiri di partai final Sea Games. Dengan membawa pulang medali emas yang kusembahkan untuk Indonesia. Bangsa yang aku cintai.

Aku menghembuskan nafas dengan pelan, menormalkan deru nafas setelah rally panjang tadi. Yang membuatku mengumpulkan satu point tambahan. Pikiranku merangkai berbagai strategi untuk rally selanjutnya. Mataku menelisik lebih intens menatap lawan dihadapku. Menerka-nerka arah pengembalian kemana yang akan dilakakukan pemain Malaysia ini.

Saat wasit mengatakan kata play, sejenak aku mengawasi shuttlecock di tangan kiriku. Memberi jeda satu detik, lalu aku menservisnya. Bola kok melambung melewati jaring net, dan berakhir disisi depan lapangan tunggal putri Malaysia. Namun, dengan mudah dia mengembalikan bola itu dengan net tipis yang dilakukannya. Membuatku mau tak mau bergerak kesisi depan lapangan.

Melambungkan bola adalah salah satu cara untuk mengembalikannya. Aku tak ingin mengambil resiko membuat bola jatuh ke area lapanganku sendiri, seperti tersangkut di net saat aku akan melakukan netting atau bola tak menyebrang saat aku akan melakukan netting silang.

Bola melambung kearah area belakang lapangan pemain Malaysia, membuatnya berlari kebalakang. Dan saat itu juga aku kembali ke possisi tengah lapangan menanti bola kembali kepadaku. Dia melompat, dan aku siap dengan pukulan smash yang akan dia lakukan. Aku memundurkan tubuhku sedikit kebalakang. Menanti pukulan kerasnya.

Dengan tubuh melayang diudara, dia melakukan pukulan mematikan itu. Aku bisa, rapalku. Namun, yang terjadi membuatku mengumpat dalam hati. Bola itu terbentur garis putih diujung net dan yang paling mengesalkan, bola itu jatuh di depan lapangan permainanku.

Seketika sorak sorai untuk pemain Malaysia ini terdengar di seluruh penjuru Singapore Indoor Stadium. Membuatku menghela nafas lelah dan sekalikus merasa tertekan.

Kudengar pemain Malaysia yang ada disebarangku berteriak menyuarakan keberhasilan akan satu point yang direbutnya. Sambil mengepalkan tangan kirinya ke udara dia berjalan ke area belakang lapanganya.

Aku menyeka keringat yang ada dipelipisku. Membuangnya ke luar lapangan agar tak menimbulkan area lapangaku licin sehingga tidak menyebabkan kakiku akan terpelest saat aku mengejar bola nanti.

Mataku melirik coach Suhardi yang ada dipojok belakang lapanganku. Beliau mengisyaratkan agar aku tidak kepancing. Ya, masalah terbesarkau adalah kurang bisa mengendalikan emosi. Saat pemain lawan melakukan provokasi terhadapku, saat itu juga aku akan melakukan berbagai kesalahan. Seperti bola keluar, pukulan smashku nyangkut di net, dan yang paling parah servisku tidak sampai. Dan semua itu membuat lawan tersenyum puas karena berhasil mempengaruhiku.

Pelatih Suhardi juga mengisyaratkan bahwa aku harus tampil dengan percaya diri. Mungkin beliau tahu saat aku menghindari netting tadi. Membuatku melakukan kesalahan karena memberikan kesempatan pada lawan untuk mematikan langkahku.

Aku memasang posisi kuda-kuda saat wasit mengeluarkan kata play. Lalu bola datang dari seberang lapangan. Pengembalian servis yang kulakukan berhasil. Membuat bola melambung melewati jaring net. Dengan mudahnya pemain Malaysia mengembalikannya dengan pukulan forehand sehingga membuat bola kembali melewati jaring net dengan jarak yang tipis. Kali ini aku tidak lari. Aku kembalikan lagi bola itu dengan netting yang tipis. Membuat pemain Malaysia ini melambungkan bola sudut kanan belakang lapangan. Kepalaku menunduk sedikit, mengawasi garis putih dilapangan. Tidak keluar. Lalu kesempatanku datang. Aku berancang-ancang melakukan pukulan smash. Bola sudah kupul, dan kulihat pemain lawan sudah berada di garis belakang pertahanan—siap menerima pukulanku. Kuarahkan bolaku menuju area depan sisi kanan pemain lawan. Dan yaaa, berhasil. Bola kokku mendarat dengan cantik disis depan lapangan pemain Malaysia ini. Dropshoot silang yang kulakukan berhasil membuahkan poin.

Aku masih bisa mempertahankan keunggulaku meskipun hanya satu angka. Wasit menyatakan pindah servis dan mengumumkan skor sementara. Tiga belas-dua belas.

Permainan dimulai kembali. Kali ini aku lebih percaya diri untuk melakukan permainan yang membahayakan poinku. Setelah arahan dari coach Suhardi tadi, aku mulai melakukan netting, smash silang, dan pukulan dropshoot menyilang. Selain memperuncing senjata-senjata andalanku, aku juga memperkokoh pertahananku sendiri saat pemain Malaysia mulai menyerang.

Sesaat aku mulai menyadari bahwa pemainan lawanku kali ini mulai berbeda. Dia lebih sering melambungkan bola tinggi, memancingku untuk melakukan pukulan smash, sehingga membuatku mati langkah sendiri saat pukulanku tidak menyebrang net, malah menyangkut dan jatuh di lapangan permanainanku sendiri.

Aku semakin keteteran ketika permainan lawanku mulai agresif. Melambungkan bola tinggi kesudut kiri atau kanan lapanganku lalu melakukan netting tipis membuatku pontang-panting. Berlaian dari sisi belakang lapangan kemudian ke bagian depan lapangan. Membuatku malakukan pengembalian bola yang tanggung. Sehingga pemain lawan dapat menyergap dan menempatkan bola ke bagian lapangan yang kosong. Membuahkan hasil yang cukup untuk membuatku frustasi dan memaksaku mengatur ulang strategiku.

Kujatuhkan tubuhku dalam pengejaran bola. Hal ini dapat mengakibatkan break selama petugas atau hakim garis mengelap keringat yang menempel pada lantai lapangan karena tubuhku. Selain itu, ini kesempatan untukku berpikir dalam mengatasi keagresifan permainan lawan. Sekaligus juga dapat menenangkan pikiranku dan mengambil nafas.

Setelah hakim garis keluar dari lapangan, aku mulai memeriksa bagian lapangan tadi. Memastikannya tidak licin. Setelah itu aku mulai bersiap saat wasit mengatakan kata play. Skor sementara sudah enam belas-delapan belas. Tertinggal dua angka yang membuatku mati-matian untuk mengejar ketertinggalan.

Pemain tunggal putri Malaysia sudah melakukan servis. Bola melambung cukup tinggi melewati kepalaku dan mengarah ke bagian belakang lawan. Saat aku sudah melakukan pengembalian, service judge menyatakan bahwa servis pemain Malaysia fault. Satu keuntungan buatku. Mendapatkan satu angka dengan cara lawan melakukan satu kesalahan adalah salah satu hal yang dapat membuat kerecayaan diri pemain meningkat.

Kulihat pemain Malaysia melakukaan protes akan keputusan wasit. Dan sepertia biasa, wasit utama memberikan pengarahan bahwa servis yang dia lakukan lebih dari seipinggang. Wasit menyatakan pindah servis. Kali ini giliranku untuk memulai pertandingan dan mengejar ketertinggalan.

Bola kok melambung setelah aku memukulnya. Melayang melewati garis net dan mengarah pada sisi kanan lapangan pemain Malaysia. Pengembalian kok yang sempurna, menurutku. Bola kembali melayang di lapangan permainanku. Melambung cukup tinggi sehingga aku dapat melakukan pukulan drive lurus mengarah ke sisi kiri lapangan lawan. Dengan mudahnya pemain Malaysia melakukan backhand dan kembali bola melayang ke daerah kekuasaanku.

Terjadi rally yang cukup panjang. Membuat nafasku semakin memburu. Membuat kedua kakiku terasa kebas dan seakan tak sanggup lagi untuk mengejar bola yang dirahkan ke sana dan ke mari oleh lawan. Namun, semangat untuk menjadi juara dan euforia yang aku rasakan selama di tengah pertandingan mengalahkan semua hal yang mampu membuatku untuk menyerah.

Aku menikmati semua rasa yang aku rasakan saat aku berdiri ditengah lapangan. Semua hal. Suara decitan akibat benturan antara sepatu dan lantai lapangan. Suara tabrakkan antara raket dan kok. Suara nafas yang memburu. Suara riuh dari penonton yang ada ditribun sekitar lapangan. Suara teriakan kelegaan saat berhasil mencuri satu angka dari lawan. Semua hal, termasuk tangis kekalahan yang pernah aku rasakan selama aku bermain.

Pukulan smash tajam sehingga membetur jaring net lalu jatuh di lapangan lawan dan terjatuhnya pemain Malaysia dalam mengejar bola, mengakhiri rally panjang ini. Ada sekitar empat puluh lima pukulan semala rally berlangsung. Break sebentar terjadi. Membuatku mendapat kesempatan untuk meraup oksigen sebanyak-banyakny dan mengelap keringat yang bercucuran di pelipis, sekitar leher, dan kedua lenganku.

Kutenggak air putih untuk menghilangkan rasa kekeringan di tenggorokkanku. Dalam hati aku mulai menyugesti diri sendiri agar tidak terlalu terburu-buru. Apalagi disaat poin-poin kritis ini.

"Jangan kepancing Ya, terus tekan lawan," teriakkan dari coach Suhardi hanya kubalas dengan anggukkan. Ya, jangan kepancing dan terus menekan. Yang bisa aku lakukan saat ini adalah terus menekan dan menanti dengan sabar kesempatan untuk mematikan langkah lawan.

Kata play kembali terdenngar. Perolehan angka kembali seimbang. Dan aku membutuhkan tiga angka lagi untuk memenangkan pertandingan ini. Untuk mengibarkan bendera Merah Putih di tanah Singapore ini. Dan mengumandangkan lagu Indonesia Raya disini.

Kembali terjadi rally yang cukup panjang. Kuakui, stamina tunggal putri Malaysia ini cukup membuatku iri. Meskipun kami tidak bermain rubber game, yang cukup menguras tenaga dan aku tidak berniat untuk mengalah, dengan banyaknya rally panjang tadi seharusnya membuat pertahanan lawan mengendor kerana staminanya berkurang. Namun, apa yang aku pikirkan ternyata tidak terbukti. Dia masih bisa melakukan jumping smash dan pukulan-pukulan yang menyulitkan untuk dikembalikan. Sialan benget ini orang.

Dan skor bertambah lagi untuk pemain Malaysia. Bola yang kukira jatuh diarea luar lapangan, ternyata diyantakan masuk oleh hakim garis. Membuatku membuang satu poin percuma diangka-angka kritis ini.

Kudengar teriakkan keras dari sisi lapanganku. Membuatku menggelengkan kepala pelan. Aku tau apa yang ada dipikiran tunggal putri Malaysia itu, game ketiga, namun aku tidak akan membaut hal itu akan menjadi mudah terlaksanakan.

Permainan kembali dimulai. Setelah aku memasang posisi siap, pemain Malaysia mulai melakukan kok. Naas, bola kok tidak menyebrang net. Kok membentur jaring net dan jatuh diarea lapanganku. Akhirnya, tunggal putri ini melakukan eror service sehingga menghasilakan satu angka untukku. Skor semenatara sembilan belas sama.

Wasit mengumumkan pindah servis. Kupungut bola kok yang ada di garis depan pertahananku. Aku melihatnya sekilas, salah satu bulunya sudah menyutat tidak serapi tadi. Tanpa ragu, aku mengacungkannya—meminta pergantian shuttlecock, ketika wasit dan pemain diseberang lapangan menyetujuinya, aku malangkah ke arah service judge untuk melakukan pergantian kok.

Aku memperhatikan lawan. Saat lawan sudah memasang posisi siap, dengan segera aku melakukan serve. Kali ini aku mengarahakan bola kok ke sisi kiri lapangan lawan. Dengan sigap, seakan sudah menebak arah datangnya bola, pemain Malaysia ini sudah melakukan pengembalian dengan netting tipis di depan net. Membuatku maju kedepan. Tanpa ragu, aku juga malakuakan hal yang sama. Sehingga membuat lawan terpaksa melambungkan bola cukup tinggi ke bagian belakang lapangan permainanku. Aku menunduk sedikit. Melihat batas garis keluar. Lalu kepalaku mendongak lagi, menatap shuttlecock, memperkirakan, bola akan jatuh di dalam lapangan atau di luar lapangan.

Dengan kepercayaan diri tinggi. Aku membiarkan kok itu jatuh dilantai. Lalu saat hakim meneriakkan kata out—dengan merentangkan kedua lengannya, aku berteriak sekencang-kencanganya. Anatara menyuarakan kelegaan dan keberhasilanku setelah mencuri satu point dari lawan.

Tanpa membuang waktu lagi, aku membawa bola kok kedepan. Siap untuk melakukan servis. Saat aku melihat lawan sudah siap, aku mulai memukul shuttlecock kemudian benda yang diberi bulu-bulu unggas dipasang melingkar itu, melayang melewati net mengarah ke bagian depan tubuh tunggal putrid Malaysia itu.

Dengan mudah lawan mengembalikan shuttlecock kepadaku. Melambungkan bola tingga kearah bagian belakang lapangan permainanku. Seperti yang sudah sudah. Aku ingin melakukan pukulan smash, tapi posisi yang tidak memungkinkan. Dengan terpaksa aku melakukan lob-lob tinggi. Dan satu kesalahan dengan begitu aku membuka kesempatan untuk pemain tunggal Malaysia ini untuk menyerangku.

Pukulan smash tajam sudah dilakukan. Mengarah tepat ketenah lapangan. Membuatku lebih mudah untuk melakukan pengembalian.

Nemun, bola tanggung yang kukembalikan membuat pemain tunggal putri Malaysia ini melakukan smash di depan net.

"Aaaahhhhh!!!!"

Teriakkanku langsung menggema diseluruh stadion mengalahkan riuh ramai penonton, saat kulihat shuttlecock menyangkut di jaring net. Satu poin tambahan untukku. Hanya butuh satu angka keberuntungan untuk memenangkan game ini.

Shuttlecock sudah ada digenggaman tangan kiriku. Bersiap melalakuka servis. Mataku menatap pada lawan yang terlihat sangat berkonsentrasi. Perlahan, sku membuang nafas berat sebelum melakukan pukulan servis.

Servis sudah kulakukan. Kali ini aku melakukan servis tinggi. Mengarah pada bagian belakang lapangan permainan tunggal putri Malaysia. Dengan pengembalian dropshot meyilang yang dilakukan lawan, membuatku berlari ke sisi depan bagian kiri lapangan. Kulakukan netting yang sangat tipis, dan bola kok tadi sempat membentur jarring net.

Entah keberuntungan atau memang dia dapat menjangkau bola, pemain tunggal putrid Malaysia ini, mampu mengembalikan shuttlecock dengan melambungkan bola tinggi kearah belakang lapanganku. Aku mengajarnya. Lalu melompat. Dan pukulan smash menyilang kulakukan.

Seketika kurasakan semilir angin yang menerpa tubuh bagian belakangku. Membuat tekuk leherku meramang. Dan sekujur tubuhku mendingin padahal aku berkeringat sangat banyak. Kupejamkan mata sejenak untuk menikmatinya.

Dan saat kubuka mata dengan lebar, kulihat pemain lawan membiarkan shuttlecock bergulir dan jatuh diatas lapangan. Lalu teriakan kerasku terdengar. Menggema bersama sorak sorai kemenangan dari penononton yang melihat. Bolaku dinyatakan masuk oleh hakim garis—dengan posisi satu tangan lurus kedepan. Yang membuatku memenangkan pertandingan ini.

Tanpa mengindahkan wasit yang mengucap kata ­game. Aku merebahkan tubuhku diatas lapangan. Sesakku rasakan. Rasanya dadaku terhimpit oleh euphoria kemenangan. Nafasku saling berkejaran. Dan dapat kurasakan, kedua kaki rasanya tak sanggup untuk menahan beban tubuhku.

Tapi, aku menikmatinya. Ini menyenangkan. Sangat menyenangkan. Rasa ini membuatku menangis dan tertawa secara bersamaan.

Aku bangun dari posisi terlentangku. Berlari kearah coach Suhardi lalu memeluknya dengan erat.

"Good job, Ya," bisikannya hanya kubalas dengan senyum lebarku.

Kemudian, aku berlari ketangah lapangan dimana pemain tunggal putri Malysia, Goh Liu Ying, yang sudah menunggu ditengah lapangan.

Dia mnegulurkan tanganya, "congratulation for you," ucapnya sesaat setelah aku menyambut uluran tangannya.

Kubalas dia dengan senyum, "thank you," balasku. Lalu aku berlari kerah service judge dan match umpire. Kemudian aku berjalan kearah box yang terdapat tas raketku. Kulihat coach Suhardi sudah disana.

Dan tanpa sadar, aku sudah berdiri dipodium pertama di Singapore Indoor Stadium. Satu persatu petinggi Sea Games mamasuki area dan memberiku bunga jargon Sea Games kali ini, yang saat itu adalah boneka singa, lalu mendali emas yang dikalungkan dileherku.

Kudengar pembawa acara mengumumkan bahwa akan dikumandangkan lagu Indonesia Raya dan berkibarnya bendera Merah Putih. Inilah momen yang aku tunggu-tunggu sejak aku memasuki dunia bulutangkis. Melihat dan mendengar kedua symbol negara dikumandangkan dan dikibarkan dinegara lain.

Secara otomatis tubuhku mengahadap tiang bendera—yang disediakan, disebalah kananku. Setelah intro lagu Indonesia Raya terdengar, saat itulah air mataku mengalir secara perlahan. Saat itulah aku mulai merasakan gemetar yang membuatku dapat meluruh seketika. Ada perasaan magis yang kurasakan setiap pemain Indonesia lainnya mampu membuat lagu kebangsaan kita berkumandang dinegara lain.

Lalu suara tepuk tangan menyambut saat nada lagu sudah selesai dimainkan. Kuputar kembali tubuhku empat puluh lima derajat kembali kedapan, saat itu pula kilatan blitz dari kamera para wartawan menerpa mataku. Samar-samar kudengar suara yang memangil namaku berulang kali.

"Aya!!!"

Namun, setiap kali aku menelisik para wartawan tidak kutemukan orang yang memanggilku.

"Aya!!!!" aku mengacuhkannya.

"Freya Anandita cepat bangun!!!"

Loh? Aku bertanya dalam hati. Bersamaan dengan itu, kurasakan tempatku berpijak terasa berguncang. Tapi saat kulihat sekeliling orang-orang tetap diam dan serasa tidak terjadi apapun pada meraka.

Aku mengedarkan mataku dengan awas. Menatap tajam setiap orang yang menatapku. Lalu saat aku memejamkan mata untuk berkedip, saat itu pula aku merasakan guyuran air dikepalaku.

Dengan cepat aku membuka mata dan spontan langsung duduk. Kepalaku beredar. Bola mataku mengelilingi ruangan yang bercat biru mudah yang sangat kuhapal ini. Sesaat aku merasa disorientasi. Pikiranku rasanya tidak kuat untuk berpikir berat-berat. Sampai suatu suara membuatku sadar bahwa aku sudah terjatuh kedalam lubang mimpi.

"Kamu nggak ngajar?" suara itu milik orang yang sangat aku hapal. Kutolehkan kepalaku kekanan, dan mataku menemukan sosok ibuku dalam balutan daster belel yang warnanya sudah memeudar.

"Ha?"

Ibuku berdecak pelan saat mendengan kata yang keluar dari mulutku, "ha he ha he, cepat mandi, sekarang sudah jam tujuh kurang lima belas menit, kamu mau telat keskolah?" tanpa menunggu jawaban dariku, ibuku langsung pergi meningglkan kamarku dengan dumelan yang masih mampu kudengar.

Sesaat sepi terkuar didalam kamar. Kepalaku mulai tertunduk dengan perlahan saat bayangan ibuku sudah hilang dari pandanganku. Aku bertanya-tanya dalam hati, kenapa peristiwa itu? Namun, yang kutemukan bukan jawaban melainkan rasa kosong sekaligus sepi yang semakin dalam membelenggu.

***

Halooo 😊

Akhirnya, setelah hanya menjadi pembaca saja selama beberapa minggu (atau bulan) aku update cerita baru 😅 

Seperti biasa, jangan lupa tinggalkan komen kalian, karena sesungguhnya Syn kalau lagi nulis selalu nunggu mood bagus ini, butuh sekali kritik dan saran kalian semua

Note:

Kalau ada istilah yang salah atau kurang benar bilang ya :) Enjoy the story


Salam Syn, yang lagi bingung antara lanjut nugas atau tidur saja 

Continue Reading

You'll Also Like

16.3M 545K 35
Down-on-her-luck Aubrey gets the job offer of a lifetime, with one catch: her ex-husband is her new boss. *** Aubrey...
28.9M 916K 49
[BOOK ONE] [Completed] [Voted #1 Best Action Story in the 2019 Fiction Awards] Liam Luciano is one of the most feared men in all the world. At the yo...