Day When I Can See You Again

By YamadaAkira

13K 1.3K 226

Halilintar adalah si jenius musik yang bisa menciptakan lagu indah bahkan tanpa perlu berpikir. Bisa memainka... More

Prolog
Beautiful 'Boy'?
Elemental Brothers
New Home
Melody
Something's Gone
One Step Closer
The Sun's Problem
Party Night
Cinderella?
Tears Song
Zero Point
Pengakuan Akira

Place You Called Home

784 103 30
By YamadaAkira

Halo, Akira disini.. 

Apakah masih ada yang ingat cerita ini? 

Sejujurnya Akira sedih karna minimnya voment. Bukan berarti Akira mengharapkannya, hanya saja Akira butuh energi untuk menulis dan energinya berasal dari Voment kalian..

Semakin panjang semakin baik dan cerita ini akan semakin sering update.. :D

Bedewe Akira mau bilang THANK YOU SO MUCH buat kamu-kamu yang masih membaca cerita ini dan yang sudah memberikan apresiasinya. I'm nothing without you.. 

Curcol nya segitu aja.. hehe

Sekarang kita langsung aja ke ceritnya...

Disclaimer and Warning still the same... 

And








Happy reading... 

Don't forget Voment.. :D *kiss

-------

Gempa tidak tau harus berkomentar apa saat melihat keseluruhan kamar Halilintar. Ia sudah mendengar dari Fang kalau komposer mereka ini adalah orang yang jenius music –kalau tidak mau dikatakan gila music, tapi ia sama sekali tidak menyangka akan separah ini. Hampir seluruh ruangan itu di penuhi oleh kertas partitur musik dan beberapa buku dengan topik yang juga tak jauh-jauh dari musik sampai-sampai Gempa berpikir ia tidak bisa melihat lantai ruangan itu. Di salah satu sisi, tepatnya di dekat jendela, terdapat piano besar yang baru saja dipindahkan dari ruang tengah tadi. Sementara di sisi lain terdapat tempat tidur yang juga dipenuhi kertas musik, meja kecil, meja kerja dan sebuah lemari. Dinding ruangan itu berwarna putih tanpa ada hiasan apapun. Gempa bahkan ragu kalau ruangan ini pernah dipakai, terlepas dari fakta bahwa ia kini berada di sana dengan si pemilik kamar.

"Dimana aku meletakkannya?" gumaman Halilintar sampai ke telinganya dan spontan Gempa menghentikan kegiatan observasinya dan beralih pada Halilintar yang sibuk mengobrak-abrik meja kerjanya.

"Kau mencari apa?"

"Sesuatu untuk mengikat rambutku." katanya tanpa menoleh. Gempa mengangguk kecil dan mulai ikut mencari di antara tumpuka kertas yang ada di tempat tidur.

"Kau yakin ini kamarmu?" tanyanya membuka pembicaraan.

"Setidaknya itulah yang dikatakan Fang. Aku bahkan hampir tidak pernah menggunakannya."

Gempa mengerutkan dahi. Tidak percaya.

"Benarkah? Lalu, selama ini kau tidur dimana?"

"Dimana pun aku merasa ngantuk. Kadang di lantai, kadang di tempat tidur. Aku tidak pernah benar-benar memilih. Ah ini dia!"

Gempa menghentikan kedua tangannya lalu menatap Halilintar yang menghampirinya dengan sebuah ikat rambut. "Tolong ya.." katanya, meski Gempa yakin kalau ia sama sekali tidak melihat raut minta tolong di wajah datar itu. Ah, jangan lupakan sepasang iris ruby yang menatapnya tajam. Walau Gempa tau jika Halilintar tidak bermaksud menakutinya, tapi tetap saja Gempa merasa sedikit terancam. Sedikit saja.

"Kau sengaja memanjangkan rambutmu?" tanya Gempa begitu Halilintar sudah duduk di atas kasur dengan dirinya yang merapikan rambut hitam panjang itu agar mudah diikat. Karena terlalu panjang, mungkin mencapai pinggang, Gempa memutuskan untuk mengepangnya. Tolong jangan tanyakan kenapa ia bisa melakukan hal itu sementara semua saudaranya adalah laki-laki.

"Hmm..." Halilintar bergumam. "Bisa dibilang begitu." balasnya terdengar ragu. Gempa agak terkejut, pasalnya dengan kepribadian Halilintar yang didengarnya dari Fang, ia sama sekali tidak berharap kalau pertanyaannya akan dijawab begitu saja. Ternyata Halilintar tidak sependiam yang didengarnya. "Tapi aku tidak menyukainya. Mengurusnya merepotkan. Aku bahkan tidak bisa mengikatnya." Timpalnya kemudian. Membuat Gempa mau tidak mau mengerutkan dahinya penasaran.

"Lalu, kenapa kau membiarkannya?"

"Hmm....." Lagi-lagi bergumam. Tampaknya untuk orang yang jarang bicara seperti Halilintar, mengobrol seperti ini membutuhkan usaha lebih untuknya menyusun kata-kata. "Anggap saja ada alasan mengapa aku membiarkan rambutku panjang." katanya lagi. Gempa mengangguk-angguk. Tangannya dengan telaten menjalin surai gelap yang terasa lembut di tangannya itu.

"Lalu selama ini siapa yang mengikatkannya untukmu?"

"Fang." balasnya singkat dan Gempa merasa kalau ia seharusnya tidak bertanya.

"Selesai!" Gempa menatap hasil kerjanya dengan bangga. Rambut panjang yang tadi terurai tidak beraturan telah berhasil ia kepang dengan rapi. Halilintar pun tampak puas dengan hasil kerjanya.

"Ayo! Yang lain pasti menunggu!" ajak Gempa. Halilintar tampak tersentak lalu mengangguk dan mengikuti Gempa ke luar kamar.

-------

"Mou! Kalian lama sekali!!" itu adalah komentar Blaze yang langsung menyambut mereka begitu keduanya tiba di ruang tengah yang tidak ada apa-apa kecuali beberapa jenis masakan dan minuman yang terhidang di lantai dan beberapa lembar koran yang dijadikan alas.

"Jangan bilang kalian melakukan hal yang 'iya iya'?" tanya Taufan dengan pandangan curiga. Sementara Gempa hanya bisa membalas kedua saudaranya itu dengan tawa gugup. Tidak tau harus menjelaskan apa dan bagaimana. Tidak mungkin bukan , kalau ia menjelaskan semuanya. Pasti nanti akan jadi salah paham dan Gempa sama sekali tidak ingin hal itu terjadi. Terlebih dengan adanya Taufan dan Blaze yang selalu menanggapi segala hal dengan berlebihan.

"Tidak ada apa-apa." kali ini Halilintar turut buka suara. Dan dengan begitu tidak ada lagi yang ingin mempertanyakan apa yang sebenarnya terjadi.

"Wow! Hali-nii, kau cantik sekali. Ayo berfoto denganku." seru Solar yang tiba-tiba sudah berada di samping Halilintar dan mengarahkan lensa kamera ponselnya pada mereka. Gempa sempat melihat Halilintar hendak melancarkan protes namun terlambat ketika Solar menekan ikon kamera pada ponselnya.

"Hei! Jangan lakukan itu." sentak Halilintar tak suka. Namun Solar hanya tersenyum lebar seraya menunjukkan dua jari pertanda damai yang membuat Halilintar akhirnya hanya bisa mendengus kesal.

"Sudahlah, tidak perlu marah begitu!" kata Taufan seraya merangkul Halilintar akrab yang langsung ditepis oleh si pemilik iris ruby. Ia melayangkan tatapan tajam pada Taufan seolah menyiratkan kalau ia tidak ingin disentuh dan memang begitu adanya.

"Aw.. ternyata tsundere...." Komentar Taufan tanpa merasa tersinggung sama sekali. Ia justru tersenyum jahil yang membuat Halilintar makin kesal karenanya.

Menyadari kalau suasana hati sang komposer mulai memburuk, Gempa kemudian berinisiatif untuk mengalihkan kekesalan Halilintar sekaligus menenangkan kegilaan saudara-saudaranya.

"Sudah.. sudah... Ayo kita mulai saja pestanya. Eh, ngomong-ngomong mana Ice?" tanya Gempa begitu menyadari ketidakhadiran salah satu adiknya.

"Aku disini..." sebuah suara terdengar di belakangnya dan Gempa menemukan Ice baru saja turun dari tanggal sembari menguap lebar. Tampaknya masih mengantuk. Cukup aneh mengingat kalau anak itu sudah tidur seharian ini dan ia masih merasa mengantuk.

"Kau baru bangun tidur?" tanya Gempa yang dibalas anggukan singkat oleh Ice yang kemudian menatap Halilintar yang berdiri di samping Gempa. Entah hanya perasaannya saja atau Gempa memang melihat rona merah di wajah Halilintar sebelum kemudian komposer cantik itu memalingkan mukanya ke arah lain.

"Hali-nee kenapa wajahnya memerah? Hali-nee sakit?" pertanyaan polos itu bersumber dari Thorn. Pria yang sedari tadi diam dan menolak untuk ikut terlibat dengan kegilaan saudara-saudaranya itu mendekatkan wajahnya pada Halilintar. Dan momen awkward pun terjadi. Halilintar yang wajahnya sudah memerah pun menjadi semakin merah ketika ia tidak mampu mengantisipasi tindakan si pecinta tanaman. Terlebih ketika dahinya dan dahi Thorn bersentuhan. Halilintar merasa ia kehilangan nafasnya sementara para penonton yang melihat merasa kehilangan kewarasannya.

"Hmm... tidak panas kok.." gumam Thorn dengan polosnya. Ia bahkan tidak menyadari bahaya yang sudah mengintainya semenjak ia dengan lancang melanggar garis privasi sang komposer.

"THORN!!!!!"

"Eh? Kenapa?" Thorn menatap saudara-saudaranya dengan pandangan heran ketika tiba-tiba saja kedua tangannya sudah ditarik dan ditahan oleh Taufan dan Blaze sementara Gempa, Solar dan Ice sudah mengamankan Halilintar yang wajahnya sudah memerah menyaingi iris ruby nya. Pria itu tampak sangat kaget sampai-sampai kehilangan tenaganya. Yahh.. wajar memang, mengingat sifat pendiamnya dan minimnya interaksi yang dilakukan dengan orang lain. Oleh karena itu tindakan spontan yang dilakukan Thorn membuatnya kaget karena dinding privasi yang dibangunnya tiba-tiba saja dihancurkan dengan mudah.

Ahhh... sepertinya akan butuh waktu lama sampai mereka benar-benar bisa memulai pestanya.

-------

Tiga puluh menit kemudian situasi sudah kembali terkontrol. Halilintar sudah mampu mengendalikan dirinya dan memilih untuk duduk di antara Gempa dan Blaze yang ia anggap aman. Meski nyatanya ia sendiri masih tak yakin, oleh karena itu ia masih membuat jarak tertentu dengan kedua orang itu. Tapi yang terpenting sebisa mungkin ia berusaha menghindari Thorn dan Ice yang sempat membuatnya mempermalukan dirinya sendiri. Bahkan untuk menatap mereka saja rasanya enggan, karena dengan begitu bayang-bayang Ice yang muncul di depan kamarnya dan wajah Thorn yang berada sangat dengan dengan wajahnya akan kembali terbayang dan ia merasa tak akan bisa mengendalikan diri dengan baik. Ini semua terlalu tiba-tiba baginya.

Dasar Fang menyebalkan! kutuknya dalam hati pada sang sahabat yang membuat ia harus mengalami semua ini dalam waktu sehari. Sungguh, hatinya belum sanggup.

"Hali-san." Halilintar menengok pada Gempa yang memanggilnya dan ia segera mendapati segelas jus disodorkan padanya. Meski agak bingung tapi ia menerimanya saja sambil menggumamkan kata terima kasih.

"Kupikir kau sama seperti kami yang tidak minum alkohol karena itu...'

"Ah iya. Tidak apa-apa. Aku juga tidak minum alkohol." katanya. Meski pada nyatanya ia sudah melewati batas umur legal untuk mengkonsumsi minuman beralkohol di Jepang, tapi tetap saja Halilintar bukan orang yang suka menikmati minuman yang memabukkan begitu, dan ia bersyukur kalau orang-orang yang mulai hari ini akan berbagi kehidupan dengannya di apartemen tersebut juga –mungkin berpendapat sama dengannya terkait alkohol.

"Benarkah? Sudah kuduga sih.. Soalnya wajahmu sama sekali tidak menunjukkan kalau kau suka minum minuman keras." kata Taufan menimpali. Halilintar menatapnya jengkel.

"Memangnya apa kaitannya dengan wajahku?"

Taufan tersenyum lebar dan jujur Halilintar sama sekali tidak menyukai senyum semacam itu. Justru melihat senyum itu membuatnya ingin melemparkan pria itu dengan sesuatu. Dan itulah yang dilakukannya begitu kalimat berikutnya terlontar dari bibir Taufan.

"Ya.. karna wajahmu can_"

BRUKK!!

"Tau-nii!!"

"Rasakan!!" decih Halilintar seraya membuang wajah. Ia sama sekali tidak peduli pada Taufan yang sudah terkapar di lantai karena ia lempar dengan kaleng minuman bersoda yang masih penuh. Justru dalam hati ia senang karena telah berhasil membalas kekesalannya pada orang yang mengatakan kalau ia itu can_ ia bahkan tidak ingin mengatakannya.

"Hahahaha... Rasain Tau-nii! Hahahaha" tawa Blaze dengan kejamnya. Membuat Taufan menatapnya dengan kesal namun tidak mengatakan apa-apa.

"Kau kejam sekali Hali-chan..." ringis Taufan seraya mengusap-usap kepalanya.

"Berhenti memanggilku begitu! Lagipula aku juga tidak cantik. Aku ini laki-laki." tegas Halilintar dengan nada ditekankan.

"Loh kenapa? Hali­-nee kan can_ ummph.."

Halilintar mengangkat sebelah alisnya begitu Solar tiba-tiba saja menutup mulut Thorn yang hendak mengatakan sesuatu. "Apa?"

"T.. tidak apa-apa kok.. Hehehehe..."

Halilintar tau kalau anak itu menyembunyikan sesuatu dan ia tidak bodoh untuk mengetahui apa yang sebenarnya mereka sembunyikan. Tapi karena ini adalah pesta pertama untuknya, maka sebisa mungkin ia tidak ingin mengacaukannya, jadi ia mengabaikannya saja.

"Y.. ya sudah..." Gempa tampak kesulitan menemukan kata begitu melihat kejadian yang terjadi di depan matanya. Tapi begitu, ia segera menemukan suaranya sekaligus menemukan timing untuk memulai pesta kecil mereka sebelum keadaan jadi semakin buruk.

"Kalau begitu, untuk memperingati terbentuknya Elementals dan bergabungnya kita dengan anggota keluarga baru kita, yaitu Halilintar." Gempa menoleh ke arah Halilintar yang dibalas anggukan dan senyum tipis.

"Bersulang!"

"Bersulang!!!!"

"Yeyyy!!!"

"Pesta! Pesta!!"

"Saatnya makan!!!"

"Aku ingin tidur..."

"Katakan cheese...."

Keceriaan pun pecah, berpadu dengan kehebohan yang ditimbulkan si berisik Taufan dan Blaze serta Solar yang tak ketinggalan mengabadikan momen penting ini dengan kamera ponselnya. Sementara itu Ice dengan malasnya memakan makanan di depannya tanpa banyak berkomentar. Tampaknya anak itu bisa tertidur kapan saja bahkan dalam situasi berisik seperti ini. Halilintar menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Dalam hati ia bertanya-tanya apakah ia akan sanggup menjalani hari-harinya dengan orang-orang tak 'waras' ini? Apakah ia sanggup? Rasanya tidak. Oh tuhan, apa ia baru saja salah mengambil keputusan?

Sentuhan di pundaknya membuat Halilintar tersentak dan spontan menoleh ke kiri dimana Gempa menatapnya seraya tersenyum simpul.

"Mulai hari ini kita adalah keluarga. Dan apartemen ini akan menjadi tempat bagi kita semua untuk pulang..."

Halilintar tertegun. Sesuatu dalam hatinya tiba-tiba saja terasa hangat. Dan entah kenapa saat itu rasanya sulit untuk tidak melengkungkan sebuah senyum. Hingga pada akhirnya ia tidak bisa mengatakan apa-apa dan hanya mengangguk kecil sebagai bentuk persetujuan dan harapan. Tampaknya menjadi keluarga dengan mereka semua bukanlah hal yang buruk.

-------

To be Continued

Sekian....

Tunggu Akira di chapter berikutnya yaa....

Jangan lupa komen yang panjangggggggggg

Bubay... *kiss

Continue Reading

You'll Also Like

483K 14.6K 98
Theresa Murphy, singer-songwriter and rising film star, best friends with Conan Gray and Olivia Rodrigo. Charles Leclerc, Formula 1 driver for Ferrar...
1.3M 58.9K 105
Maddison Sloan starts her residency at Seattle Grace Hospital and runs into old faces and new friends. "Ugh, men are idiots." OC x OC
282K 18K 22
"you might not be my lover, but you still belong to me" "crazy, you don't even love me but you want to claim me as yours? have you lost your mind jeo...
962K 22K 49
In wich a one night stand turns out to be a lot more than that.