Onogoro (Trace of A Shadow #2...

By StefaniJovita

12.8K 1.9K 366

[Fantasy - Romance - Adventure - Action] 17+ Warning, karena ada violence. Baca dulu volume 1-nya, Exoli... More

Prolog
Kembali (Part I)
Kembali (Part II)
Kenyataan (Part I)
Kenyataan (Part II)
Kerajaan Magna (Part I)
Kerajaan Magna (Part II)
Chie (Part I)
Chie (Part II)
Hubungan (Part I)
Hubungan (Part II)
Penjelasan dan Keputusan (Part I)
Penjelasan dan Keputusan (Part II)
PEMBERITAHUAN
Persiapan Sebelum Pergi (Part I)
Persiapan Sebelum Pergi (Part II)
Burung Caladria (Part I)
Burung Caladria (Part II)
Pertempuran di Langit
Kepulangan Masing-Masing
Keraguan (Part I)
Keraguan (Part II)
Kesalahan (Part I)
Kesalahan (Part II)
Hukuman (Part I)
Hukuman (Part II)
Determinasi (Part I)
Determinasi (Part II)
Kekacauan di Rayongarde (Part I)
Kekacauan Di Rayongarde (Part II)
SEDIKIT BERBINCANG
Komunikasi (Part I)
Komunikasi (Part II)
Kemungkinan (Part I)
Kemungkinan (Part II)
Rasa Sakit dan Penyesalan
Dunia Bawah Bumi
Gozu dan Mezu (Part I)
Gozu dan Mezu (Part II)
Janji Di Antara Mereka (Part I)
Janji Di Antara Mereka (Part II)
Tenang Sebelum Badai (Part I)
Tenang Sebelum Badai (Part II)
Penyerangan (Part I)
Penyerangan (Part II)
Mereka Yang Menanggung Kesalahan (Part I)
Mereka Yang Menanggung Kesalahan (Part II)
SELAMAT IDUL FITRI
Akhir Pertikaian (Part I)
Akhir Pertikaian (Part II)
KABAR BURUK
Permohonan (Part I)
Permohonan (Part II)
Kematian Chie (Part I)
Kematian Chie (Part II)
KABAR BURUK II
Bidak Eoden (Part I)
Bidak Eoden (Part II)
Last Boss (Part I)
Last Boss (Part II)
Awal Pertempuran Baru
Pertanyaan
SURVEY & SEDIKIT DISKUSI

Antara Mimpi dan Kenyataan

119 27 1
By StefaniJovita

Author's Note: Mohon maaf sebesar-besarnya atas terlambatnya bagian terakhir dari Onogoro, tapi akhirnya, author berhasil menyelesaikan chapter terakhir ini. Mudah-mudahan membawa kesan tersendiri ya. Seperti biasa, author akan memberikan beberapa pertanyaan setelah part ke-2nya ke-upload (meskipun kali ini beda judul), supaya author bisa dapat masukan untuk perbaikan nanti, setelah triloginya selesai dibikin. Thanks sekali lagi buat yang udah sabar ngikutin vol. 2 ini, meski sering telat. Dan enjoy!

Prev Chap: Pertempuran melawan wanita bersayap hitam akhirnya selesai setelah Raja Herberth memberikan serangan terakhir.

******

Ini adalah kemenangan tersunyi sepanjang sejarah Kerajaan Magna.

Bahkan Satsu masih lebih bisa merasakan senang dan lega meski untuk sesaat, ketika dia kembali ke Jepang sebelumnya. Namun kali ini, kebingungan dan rasa lelah bercampur aduk. Dia bergeming menatap pria yang seharusnya sudah tiada itu berdiri di tangga tertinggi. Pantulan sinar matahari mengilat di ujung mahkota emas sang raja.

Raja Herberth.

Pada pertempuran di kerajaan Exolia, Satsu memang sempat kehilangan kesadaran akibat ilmu Imovola dari Tuan Meyr. Namun, dia masih ingat sosok yang terjatuh dalam kubangan darah di sekitar Putri Ester. Setelah mengintai gerak-gerik sang raja sebagai persiapan rencana Pangeran Alvaron waktu itu, tentu Satsu mengenali sang raja dengan baik, meski tak perlu melihat wajahnya.

Yang ada di depan mereka saat ini benar-benar Raja Herberth. Namun, diperhatikan lebih detail pun, tidak ada luka yang memenuhi tubuh sang raja seperti ketika terakhir Satsu melihatnya. Wajahnya yang menyunggingkan seringai juga tidak tampak pucat.

Dia benar-benar hidup.

"Aya ... handa?"

Gumaman itu cukup untuk mengalihkan pandangan Satsu ke Putri Ester. Mata sang putri terbelalak sebelum air matanya tumpah. Meski berusaha mengusapnya berkali-kali, gadis itu tak bisa menyembunyikan perasaannya yang bercampur aduk. Dia tertawa kecil.

"Ayahanda masih hidup," katanya. "Tentu saja. Kenapa aku meragukan hal itu?"

Saat melihat tangannya sendiri, gambaran darah di tangan itu kembali terlintas.

Darah ayahnya.

Senyum Putri Ester lenyap. Dia mengeritkan gigi sambil gemetaran mengepalkan tangan. Itu pasti hanya mimpi buruk, pikirnya.

Tidak boleh! pikir Satsu. Dia tidak boleh membiarkan Putri Ester mendekati Raja Herberth. Kematian sang raja adalah kenyataan. Dua kenyataan tidak bisa saling berkontradiksi, kecuali ada penjelasan logis di baliknya.

Penjelasan yang sederhana.

Satsu ingat bagaimana Raja Herberth dulu menggunakan sihir pedang cahaya seperti Pangeran Alvaron maupun Leonore. Kali ini, sang raja malah memakai kekuatan selayaknya Shadow. Keningnya dulu sering berkerut karena memikirkan banyak hal. Kali ini, seringainya menyatakan kesenangan tanpa kecemasan.

Dia bukan Raja Herberth. Karenanya, Putri Ester tak boleh tertipu dan mendekati.

Satsu mengerahkan sisa-sisa tenaga untuk bergerak, tapi lututnya terdorong jatuh. Beban berat seperti menimpa seluruh tubuh. Dari kaki, kemudian punggung, tangan, dan kepala. Dia menapakkan telapak tangan pada bebatuan halaman istana yang retak. Secuil goresan menimbulkan asap hitam untuk sesaat.

Butuh waktu beberapa detik untuk Satsu sadar bahwa napasnya sendiri memburu. Dengan tangan yang lemas, dia memegang dadanya. Shadow memang tidak bisa terluka, tapi baru kali ini Satsu merasakan batas. Apakah Shadow sesungguhnya bisa mati? Dia belum pernah mempertanyakan hal itu. Sekalipun bisa, bukankah selama ini itulah yang diinginkannya? Lantas kenapa seluruh tubuhnya bergetar? Kenapa matanya tak berkedip seolah menginginkan jawaban itu sebelum menutup kelopak?

Apakah dia ... takut?

Seseorang meneriaki Putri Ester dan menahan tangan gadis itu agar tidak berlari. Dia menggantikan tugas yang seharusnya dilakukan Satsu. Satsu tentu ingat pemuda berambut pirang yang selalu menemani, selalu disebut-sebut oleh Putri Ester itu.

Leonore. Pemuda itu bertengkar mulut dengan sang putri.

Kenyataan mulai menampar Putri Ester. Matanya kembali membulat menunjukkan keterkejutan. Alisnya mengernyit, bibirnya mengatup dalam getar. Satu per satu kata-kata penolakan keluar dari mulutnya. Dari pelan, suaranya mengeras dan bercampur getar.

Putri Ester menangis.

Ah, itulah yang sebenarnya Satsu ingin hindari. Itulah kenapa waktu itu Satsu tak ingin menceritakan penglihatannya mengenai Raja Herberth.

Satsu tak ingin ingat bagaimana dialah yang menjadi salah satu penyebab meninggalnya Raja Herberth dan menderitanya Putri Ester.

"Jika dia bukan Ayahanda, kenapa memakai wujud seperti itu?!" Tanpa menunggu jawaban siapa pun, Putri Ester menunjuk Raja Herberth. Air mata masih menetes dari matanya yang menyorotkan api amarah. "Sebut siapa dirimu!"

Raja Herberth melangkah turun dalam senyum, kontras dengan kekacauan yang masih tersisa di halaman. Dia melipat tangan ke belakang punggung. "Ya, ya, Putri Ester Exolia dari Kerajaan Exolia." Dia mengernyit sambil mengangguk-angguk. "Aku sempat melihat aksi Tuan Putri yang ..."—dia mencibir—"aku akan lebih menyebutnya luar biasa daripada bodoh. Kalau bukan karena dirimu, aku tidak akan berada di sini."

Selesai menuruni tangga, pria itu membungkuk dengan tangan kanan menyentuh perut. "Perkenalkan, namaku Herberth."

Putri Ester terkesiap, kemudian amukannya makin menjadi-jadi.

Raja Herberth terbahak-bahak menanggapi. "Marah melihat ayahnya sendiri. Terakhir kalian bertemu memang kalian bertengkar sih, ya. Klise sekali. Kau tidak punya waktu untuk menunjukkan penyesalanmu kepadanya."

"Keluar sekarang juga atau—"

"Kau mau membunuh lagi ayahmu?" tanya Raja Herberth, dengan seringai yang sama sekali tak menggambarkan sang raja.

Putri Ester terkesiap. Dia hampir saja terjatuh lemas kalau tidak segera ditopang oleh Leonore.

Satsu mengeritkan gigi kencang-kencang. Jari-jarinya meraup debu ketika dia mengepal. Setelah mengumpulkan sisa-sisa tenaga dan dengan dibantu luap kemarahan, dia menendang permukaan dan memelesat.

Otot-otot pahanya sudah menyuruh untuk berhenti, tapi tidak. Satsu menolak untuk diam. Pemuda itu harus segera mengembalikan kenyataan ke tempat yang seharusnya.

Namun, dengan pikiran tak jernih, penilaian Satsu terhadap sekeliling pun berkurang.

Sekumpulan bilah hitam menusuknya dari bawah, mengangkat tubuhnya tinggi-tinggi.

Keheningan menyentak Satsu. Bukan rasa sakit yang memenuhi pikirannya, melainkan kebingungan. Matanya tiba-tiba menemukan permukaan tanah terlalu jauh. Kakinya tidak mampu memijak. Kedua tangannya tak bisa bergerak.

"Aku paling tidak suka orang yang tak bisa melihat situasi," kata Raja Herberth tanpa tersenyum sedikit pun. "Tidurlah."

Bilah-bilah itu tertarik sekaligus ke dalam tanah, ikut menarik Satsu dan menghantamkannya ke bebatuan. Debum keras menyentak kesadaran semua orang pada kejadian itu.

Satsu masih berusaha menggerakkan bagian-bagian tubuhnya, tapi tak ada respon. Otaknya menyuruh tidur. Setelah mendengar beberapa teriakan yang sulit untuk dikenali, pemuda itu akhirnya menyerah pada rasa kantuk dan lelah.

******

Satsu terbangun dalam kubangan air merah. Dia buru-buru bangkit dan melihat sekeliling. Banyak tubuh tergenang di kubangan itu.

Satsu menelan ludah.

Dalam ragu, dia berjalan perlahan menghindari para mayat. Kecipak air mengiringi tiap langkah. Satsu sempat menengadah. Tidak ada langit-langit di tempat itu. Bagian atas gelap, tapi jalan yang dia lalui masih terlihat meski remang-remang. Entah dari mana cahaya berasal.

Bau? Tidak ada aroma apa pun, padahal Satsu yakin bahwa yang dipijaknya adalah genangan darah.

Satu langkah. Dua langkah. Lima langkah. Sepuluh langkah.

Semakin berjalan, langkahnya semakin berat. Apakah air memasuki bot yang dia pakai? Namun, air itu cuma mencapai tumit, tidak setinggi betis seperti sepatunya.

Satsu mengusap peluh yang mulai mengalir di dahi. Kemudian, dia menoleh, bermaksud memastikan alasan kenapa langkahnya makin berat saja.

"Jangan terlalu pelan, Satsu! Kita harus kembali ke Exolia!"

Satsu membelalakkan mata ketika menemukan Putri Ester sudah berada di punggungnya. Sejak kapan dia menggendong sang putri?

"Kita juga harus pulang, Kakak."

Yang ini juga mengejutkannya. Ketika mengembalikan pandangan ke depan, Chie sudah berada di kedua tangan, digendong bak putri raja.

"Pantas saja berat!" keluh Satsu. "Bisakah kalian turun?"

"Aku sedang capek," jawab Chie.

"Kau ini pelayanku. Jangan banyak mengeluh," balas Putri Ester.

Belum selesai masalah dengan mereka, Putri Hilderose memanggil sambil melambai-lambaikan tangan di depan. Tuan Meyr, ayahnya, serta dua pemuda berambut pirang menunggu bersama sang putri.

"Hei, hei, hei, kau mau kabur begitu saja? Game belum selesai selama raja terakhir belum kalah, 'kan?"

Satsu menoleh pada suara yang tidak terlalu asing itu.

Raja Herberth berdiri di belakangnya. Seringai itu tidak sesuai dengan ingatan Satsu tentang sang raja yang berwibawa.

Satsu melemparkan Chie ketika Raja Herberth mulai memelesat maju. Jatuhnya gadis itu ke kubangan air menimbulkan cipratan. Chie sempat berteriak memarahi, tapi hanya jeda beberapa detik, belati sudah tertancap di perut si pemuda.

Waktu seolah berhenti.

Ekspresi Raja Herberth tercetak jelas di mata Satsu. Bibirnya yang melengkung menambah kerut-kerut di wajah tua pria itu. Pupilnya tampak mengecil di tengah matanya yang membulat.

Itulah hal terakhir yang dilihat Satsu sebelum dia berkedip dan membuka mata di tempat lain.

Continue Reading

You'll Also Like

360 154 10
Nevanio Alfareez Edevane. Putra pertama keluarga Edevane yang terlahir 10 menit sebelum kembarannya. Visual Nevanio yang tak main-main membuatnya dik...
48.1K 3.7K 27
sebelumnya sudah pernah ku bikin sekitar tahun 2015. tetapi entah mengapa aku memutuskan untuk membuat yang baru agar para pembaca bisa menikmati cer...
1.3M 94.9K 33
18+ Kayla tidak tahu, bagaimana bisa prolog yang ia baca dengan yang teman-temannya baca dari salah satu web-novel bisa berbeda. Prolog yang Kayla ba...