OS :: The Man Who Can('t) Be...

נכתב על ידי smolfelixfelicio

424 44 19

Terinspirasi dari kisah nyata :)) Jadi, kamu pernah nggak sih keinget sama seseorang yang pernah kamu gebet t... עוד

The Man Who Can('t) Be Moved

424 44 19
נכתב על ידי smolfelixfelicio

The Man Who Can't Be Moved

[]

Kami bertemu secara tidak sengaja. Ya... bisa dibilang jika kebetulan beruntung aku bisa kenal sama dia. Secara,ya... dia itu mana udah manis, pinter juga. Lulusan S2 Edinburgh, coy! Tipe aku banget, lah. Apalagi dia punya wajah yang kalem gitu. Ya ampun.

Jama sekarang, apa-apa pakai media sosial. Jualan, beli barang, beli makan, mamerin hasil karya, sampai nyari pasangan hidup pasti memakai media sosial. Ya, nggak? Orang kamu baca cerita gratisan aja juga pakai media sosial. Jaman sekarang itu kayaknya nggak afdol kalau nggak pakai media sosial. Bisa-bisa, kita dicap katrok. Apalagi kalau kamu hidup di tempat yang udah ada sinyal 4G. Beuh!

Nah, aku juga nyari pasangan tuh pakai aplikasi yang ikonnya mirip bara api. Yang punya dua pilihan itu, lho; sapu ke kiri kalau kamu tidak suka, dan sapu ke kanan kalau kamu berharap kalian saling suka dan akhirnya kalian match. Kalau pakai akun premium, bisa lho, ngasih super like pakai tanda bintang biru di tengah. Itu tandanya kalian ngebet banget kenalan sama doi.

Kebetulan aja, aku orangnya punya prinsip ekomoni yang kuat. Aku menggunakan fitur sapu kiri dan sapu kanan aja. Kalau cocok, ya syukur, kalau nggak cocok ya udah. Masih banyak, kan, cowok di dunia. Cuma yang seperti yang kita idamkan aja yang harus nyari-nyari.

Pas kami cocok dalam satu kesempatan, seneng kan. Apalagi dia orangnya ramah pas diajak kenalan. Bahkan kami sampai tukeran nomor hape. Gileee. Seneng banget aku punya nomor doi.

Terus kalau udah tukeran nomor, kita ngapain? Kalau kamu ngapain tuh, hayo? Mau dong diceritain juga sewaktu kalian kenal sama orang dan saling tukeran nomor hape.

Yang pasti ngobrol, kan, ya. Lewat tulisan, audio, sama audio-visual pastinya. Saling memberi perhatian dan topik-topik yang sekiranya kita bisa nemu kecocokan buat membangun relasi. Ya, meski aku tahu setiap orang itu berbeda-beda, tapi pasti ada salah satu hal yang membuat kita-kita itu bersatu. Misalnya, nih, aku sama temen-temen sepermainan gitu hobinya ngemal seharian penuh bahkan sampai mau tutup. Kalau kamu apa? Hobi ngeghibah gitu, ya?

Nah, aku sama dia juga punya kesamaan. Yang pertama udah jelas : kelamin kami sama. Udah, kan? Kami udah punya kesamaan yang bikin kami ngobrol soal hal yang berbau kecowokan. Apalagi dengan usiaku yang udah seperempat abad. Ya ngobrol soal hidup, kerjaan, dan hal yang remeh. Kaya, "Kamu udah makan? Makan dulu, gih, biar nggak kelaperan."

"Udah, kok. Baru aja selesai. Kalau kamu udah makan belum? Atau nunggu aku ingetin dulu baru kamu makan, nih?"

Ada yang baper dengan perhatian kecil kaya gini? Ada. Aku percaya, hal begini itu pasti dilakukan oleh banyak orang. Serius. Ada juga yang nggak tanya ginian, sih, karena percaya kalau itu orang kalau laper juga udah pasti makan. Udah dewasa, nggak perlu diingetin lagi.

Aku hanya percaya jika orang itu peduli dengan hal-hal kecil, dia pasti memperhatikan hal-hal besar yang ada pada kita. Ya... percaya nggak percaya, tapi aku orangnya mah kaya gitu. Nggak tahu kalau mas Anang.

"Besok Minggu kamu ada acara nggak?" tanyaku, harap-harap cemas menunggu jawaban dari dia yang ada di seberang sana.

"Enggak... kenapa tuh?"

Yes! "Kamu mau nggak, kalau kita jalan kemana, gitu? Mumpung aku Minggu ini nggak pulang kampung."

Ada jeda beberapa saat yang membuatku di sini cukup gugup. "Boleh. Yuk, kita mau kemana emang?"

"Ke mal, gitu? Mau? Aku pengen nge-pump."

Dia terkekeh di seberang sana. "Boleh... boleh. Aku pengen ke karaokean juga, nih. Pengen teriak-teriak gitu."

Kami sama-sama butuh pelepasan dari penatnya hari-hari yang kami lewati. Aku dengan masalah baper karena pemilik tempat aku bekerja itu suka marah-marah gak jelas, dan dia yang belum aku ketahui kenapa. Dia emang curhat, sih, tapi aku nggak tahu alasan yang sebenernya. Apa itu karena kerjaan atau karena hal lain.

Jadi, setelah bertemu dan nge-pump sebentar, kita lanjut makan. Jam makan siang soalnya. Cacing dalam perutku udah minta buka puasa.

"Selalu, ya, kamu pesen teh anget," ucapnya.

Aku tergelak. "Iya. Aku suka banget sama teh anget. Sampai-sampai aku dijuluki kakek-kakek karena sering minum teh anget," ceritaku.

Dia tertawa. Aku mungkin terlalu perasa, tapi aku merasakan ada sesuatu dengan tawanya. Ada sesuatu hal yang kurang lepas.

"Kamu kenapa? Kok kayaknya nggak semangat?"

Dia menggeleng. "Nggak apa-apa kok. Cuma emang butuh pelepasan biar energi balik."

"Oh, gitu? Ya udah. Abis ini ke karaokean, ya. Mau denger suara kamu yang merdu, nih."

Dia memberiku senyum simpul malu-malu.

Ya ampun. Aku gemes!
.
.
.
"Suka lagu apa, nih?"

Dia sedang memilih-milih lagu di mesin operator. Tampak sekali wajahnya terlihat serius. "Sebentar...," wajahnya menoleh ke arahku, "mau nyanyi lagu tapi agak sedih. Nggak masalah, kan?"

"Iya, nggak apa-apa, kok. Kan kamu yang mau melepas penat."

Dia mantap sekali sepertinya setelah aku mengatakan tidak keberatan. Dan pada akhirnya, dia mengambil mik dan menunggu intro lagu terdengar.

The Man Who Can't Be Moved.

Sepertinya aku pernah denger ini lagu, tapi aku nggak tahu. Ya, maklum, aku lebih suka ke lagu-lagu rohani. Bukannya sok suci, tapi emang tiap orang beda-beda, kan.

"Going back to the corner where I first saw you...
Gonna camp in my sleeping bag I'm not gonna move...."

Bagus, kok, lagunya. Aku yang baru tahu apa gimana, nih? Katanya sedih, tapi kok nggak sedih banget?

"And you'll see me waiting for you on the corner of the street...
So I'm not moving... I'm not moving...."

Aku terdiam setelah dia bernyanyi. Baru kali ini aku merasakan bagaimana seseorang bisa menyampaikan lagu dengan baik. Aku sampai merinding.

"Hehehe.... Ada nada yang fals, ya?"

Aku menggelengkan kepala seraya memberikan dua jempol. "Nggak! Bagus banget, lho. Kalau kata Bunda Maya, aku itu sampai merinding disko."

Dia tertawa. "Bisa aja, kamu."

Aku meringis. Dan setelah itu, keheningan menguasai kami. Pas juga dengan waktu karaoke kami yang hanya tinggal lima menit.

"Mau pulang?"

"Jalan sebentar yuk, ke kafe. Aku haus. Sama mau ngobrol sesuatu."

Aku menurutinya. Toh aku juga haus. Mau pulang ke kosan juga masih sore. Belum puas aku main sama dia. Hihihi.

.
.
.

Dia bisa minum kopi, sementara aku menghindari kopi dan es. Berbeda, bukan? Perbedaan bukan alasan untuk terpisah. Karena perbedaan itu bisa menyatukan. Seperti Indonesia, kan?

Tapi, meski kami warga Indonesia yang juga paham dengan Bhinneka Tunggal Ika, sepertinya kami memang tidak bisa bersatu.

"Karena aku tulus. Semisal kamu jadi sama orang lain, aku juga tetep sayang sama kamu."

Nggak perlu aku kasih tahu, kalian pasti tahu obrolan kami kali ini soal apa.

Setelah dua bulan pendekatan sampai main-ehem-coret-jalan bareng kemana-mana, dan pada hari ini kami ngobrol tentang masa depan kami. Dan inilah jawaban dia. Dan aku juga udah ngerasa, sih. Kan aku cowok yang lumayan peka. Jadi, lagu terakhir tadi merupakan isyarat.

"I don't want to be an emotional person. I respect and love you as a best friend. Just wait for the right time if we match.... And if I have a deeper feeling in you."

Aku tersenyum. "Iya, nggak apa-apa, kok. Perasaan itu nggak bisa dipaksakan, lah. Kalau kamu juga bahagia, aku ikut ngerasa seneng. Asal, setelah apa yang terjadi kali ini, kita nggak saling menjauh, apalagi musuhan. Ya, kan?"

"Iya. Makasih, ya, kamu udah mau mengerti."

Masih banyak cowok di dunia. Kalau emang belum bisa lepas dengan bayang-bayang masa lalu ya aku juga nggak bisa maksain buat dia bisa jalan ke depan sama aku. Aku mungkin udah percaya kalau bisa, kalau dia nggak ya... itu artinya kita berbeda kepercayaan. Gitu aja.

Contoh, nih, cowok yang aku maksud itu si Kecilku ini. Yang tiba-tiba cemberut dan wajahnya merah karena nahan mau nangis tapi nggak mau ngomong. Tiba-tiba tingkahnya aneh. Ya, aku jadi cerita aja deh.

"Aku udah pernah cerita, kan, tentang orang yang pernah deket sama aku tahun lalu? Inget nggak, Dek?"

Dia mengangguk. Berangsur-angsur, dia menegakkan tubuh dan sedikit mencondongkan badan. Dia ternyata memang butuh untuk tahu, tapi gengsi mau tanya.

"Aku nggak sengaja lihat lagu yang dia puter di Spotifa'i yang dia sambungin di Blinder dia. Dan itu lagunya ya yang aku buat story di Instogering. Terus kamu respon sama story aku. Tapi aku tahu, kalau kamu berubah mood. Jadi ini penjelasannya."

"Ooh, gitu. Kamu pasti buka Blinder karena kemarin aku bilang kalau aku pengen hapus Blinder dari hape? Sok tahu, sih, tapi semoga aja bener."

Aku tersenyum. "Kamu kalau cemburu kok lucu, sih."

Dia mencebik. Bibirnya menjadi lancip seperti mirip bebek.

"Bercanda, Dek. Lha kamu gimana, udah move on dari si itu?" tanyaku, geli.

Dia terkekeh. "Aku perlu buat lagu kayaknya, deh. Judulnya, The Man Who Can Be Moved."

"Dasar! Aku juga, lho. Aku udah move on dari dia udah lama. Kan sekarang ada kamu. Kamu tenang aja, ya, Dek Sayang."

Sontak, dia menghambur dan memelukku. "Makasih, yaaa. Aku emang cemburu sama gebetanmu itu, kok. Tapi hanya sebentar aja. Kan kamu nggak pacaran sama dia."

Tiba-tiba aja, ini tangan usap-usap punggung dia. "Iyaaa.... Aku pacarannya sama kamu kan."

Nah. Kalau dia senyum gini, hawanya pengen cium. Hihihi.


[]

Hayo ngaku, siapa yang belum move on?
Aku udah, dooong. Hihihi.


Moses

המשך קריאה

You'll Also Like

30.4M 1.7M 65
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 3 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
1.3M 35.4K 8
Di balik dunia yang serba normal, ada hal-hal yang tidak bisa disangkut pautkan dengan kelogisan. Tak selamanya dunia ini masuk akal. Pasti, ada saat...
1M 66.3K 39
SLOW UPDATE [END] Kisah tentang seorang bocah 4 tahun yang nampak seperti seorang bocah berumur 2 tahun dengan tubuh kecil, pipi chubby, bulu mata le...