PARADISE

By mtch_n

33.4K 3.7K 282

Published in ffn at Sept 8, 2016. Yifan dan Chanyeol adalah sebuah kekacauan. Sanggupkah mereka menyelamatkan... More

FALLEN LEAVES
Lighter
The Dusk
Hazy
Fuzzy
High
Home
A Sky Full of Stars
Tremble
Stay With Me
Your Eyes
Solace
Let Me Love You
Cold Water
What is Love?
Freal Luv
If I Have
Cave Me In
Love Me Right
Paradise
Love is a Dog from Hell
The Night in Questions
Yang Fana adalah Waktu
Surefire
Kotonoha no Niwa (Garden of Words)
One More Time, One More Chance
Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
Si Me Amas, Serva Me
Sebuah Akhir

Sometimes, Somewhere

819 109 3
By mtch_n

Memberikan segalanya untuk orang yang kita cintai tidak pernah salah, hanya saja terkadang beberapa orang memang tidak ditakdirkan untuk berada dalam kehidupan kita. Mr. Park telah belajar mengenai hal itu sejak mendiang istrinya dinyatakan menderita kelainan mental yang membuatnya tidak bisa berfungsi normal seperti orang kebanyakan. Tidak perlu diragukan lagi betapa Mr. Park mencintai istrinya itu dengan segala yang ia miliki, tetapi terkadang hal itu saja tidak cukup.

"Kau sudah meminum obatmu?" Tanya laki-laki berkacamata itu.

Wanita di sampingnya tersenyum dan mengangguk. "Tentu saja. Aku tidak akan pernah lupa."

Laki-laki itu bisa sedikit bernafas lega. Sejak melahirkan putra pertama mereka, wanita itu lebih sering mengalami ketidakstabilan. Ia sering tiba-tiba linglung dan emosinya meledak-ledak.

"Yeobo,"

Mrs. Park mendekap bayi di dalam lengannya lebih erat dari sebelumnya dan menatap ke arah suaminya. Mr. Park menunggu pernyataan apa yang akan meluncur dari bibir istrinya. Wanita itu jarang memanggilnya dengan sebutan itu selama pernikahan mereka.

"Apa kau benar-benar mencintaiku?" Tanya Mrs. Park pelan.

Mr. Park merangkul bahu wanita itu dan sesekali memperhatikan putra pertamanya yang terlelap.

"Tentu saja." Jawab Mr. Park dengan yakin.

Mrs. Park terlihat puas dengan jawaban itu. "Apa kau juga mencintai Chanyeol?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? tentu saja aku mencintai Chanyeol." Mr. Park tiba-tiba merasa khawatir.

Mrs. Park memang sering tiba-tiba menanyakan hal-hal yang aneh padanya, dan hal itu biasanya ia lakukan ketika sedang merasa tidak aman atau tidak percaya diri dengan dirinya sendiri. Pada saat seperti itu, Mr. Park akan selalu memastikan bahwa ia akan berada di sampingnya.

"Kalau begitu, berjanjilah padaku bahwa apapun yang terjadi kau akan melindungi dan mencintai Chanyeol. Bahkan jika aku sudah tidak ada nanti." Ucap Mrs. Park dengan jemarinya yang mengelus pipi chubby putranya itu. Bayi kecil itu menggeliat dalam tidurnya merasakan sentuhan Ibunya.

Mr. Park melepaskan diri dari istrinya.

"Apa yang kau bicarakan? Aku tidak suka jika kau berbicara seperti ini."

Mrs. Park tiba-tiba menangis. "Berjanjilah." Pintanya.

Mr. Park memalingkan wajahnya. Masih segar dalam ingatannya ketika wanita itu sudah melakukan percobaan bunuh diri selama beberapa kali. Ia pikir Mrs. Park akan merasa lebih baik ketika putra mereka lahir, namun sepertinya hal itu tidak terjadi.

"Aku tidak akan menjanjikan apapun padamu. Aku justru akan bersumpah akan membenci Chanyeol seumur hidupku kalau kau berani meninggalkan aku." Ucap Mr. Park.

Mrs. Park semakin tersedu, namun ia berusaha menahan isakannya agar putranya tidak terbangun dalam dekapannya.

Mr. Park menyesali kalimat yang baru saja ia ucapkan. Bagaimana ia akan membenci putra semata wayang yang sudah ia tunggu-tunggu kehadirannya itu.

"Aku tidak bisa bertahan lagi. Aku sudah lelah." Kata Mrs. Park.

"Lalu bagaimana dengan aku dan Chanyeol? Apa kau akan meninggalkan kami begitu saja?"

Mrs. Park menggeleng lemah. Wajahnya sudah basah oleh air mata yang terus berjatuhan dari pelupuk matanya.

"Bertahanlah lebih lama lagi. Demi Chanyeol." Kata Mr. Park dengan suara bergetar.

Wanita itu mengangguk. Chanyeol kecil akhirnya membuka matanya dan menangis dalam dekapan Ibunya.

.

Mrs. Park memang bertahan untuk beberapa lama. Suaminya itu bahkan sudah merasa bahwa Mrs. Park sudah sembuh total dengan tidak menunjukkan sikap aneh selama ini.

Namun ketika Chanyeol menginjak ke usia 3 tahun, Mrs. Park memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Sebuah keputusan yang membuat Mr. Park merasa begitu kehilangan hingga ia berjanji untuk melindungi Chanyeol dengan caranya sendiri, agar ia tidak kehilangan orang yang ia sayangi lagi.

.

.

.

Yifan masih tidak percaya bahwa orang yang duduk di hadapannya saat ini adalah Park Chanyeol. Chanyeol­-nya. Tidak banyak yang berubah dalam penampilan pemuda itu selain bertambahnya usia yang membuatnya terlihat lebih matang dan dewasa, juga kenyataan bahwa ia tidak mengenali Yifan sedikit pun.

"Apa nama Korea yang tepat untuk Pu Chanlie?"

Yifan merasakan keanehan dalam gerak-gerik Chanyeol kala itu. Ia terlihat gelisah dan menahan sesuatu. Kedua mata besarnya bahkan tidak fokus dan menghindari tatapan mata Yifan.

"Park Chanyeol. Pu Chanlie adalah Park Chanyeol..." Bisik Yifan.

Yifan pikir hal itu hanya perasaannya saja ketika ia melihat Chanyeol seperti terhenyak dan kesulitan bernafas. Beberapa kali pemuda itu berusaha menghirup nafas dalam-dalam namun yang terjadi justru dadanya naik turun tidak beraturan dengan nafas pendek-pendek.

Yifan mengernyit ketika Chanyeol bangkit terburu-buru dengan sudut pipi kirinya yang basah. Apakah pemuda itu menangis?

Chanyeol kemudian jatuh tersungkur sambil memegangi dadanya ketika serangan hiperventilasi itu berhasil menguasai tubuhnya. Rasa sesak membuat pemuda itu panik dan mengerang kesakitan. Rasanya begitu menyakitkan ketika Chanyeol pikir ia tidak bisa lagi bernafas.

Sementara Yifan yang menyaksikan hal itu sempat terpaku di tempatnya dan hanya sanggup memperhatikan keadaan Chanyeol tanpa bisa berbuat apapun. Syaraf di tubuhnya seperti lumpuh melihat Chanyeol kesakitan di depan matanya. Namun Yifan berhasil menguasai dirinya kembali ketika ia kemudian berlutut di hadapan pemuda itu dan memeluknya. Satu-satunya gestur yang sanggup pikiran buntunya pikirkan.

Aroma tembakau memenuhi indra penciuman Chanyeol yang tidak berfungsi normal kala itu. Aroma yang seharusnya membuat ia semakin sesak nafas itu justru perlahan-lahan meredakan rasa panik yang melandanya. Chanyeol masih mencengkeram lengan pria yang memeluknya itu ketika paru-parunya mulai bekerja kembali.

Pandangan Chanyeol masih kabur. Oleh cairan yang mengalir dari matanya, oleh rasa pening dan sakit yang dirasakan tubuhnya.

"Chanyeol..."

Tak berapa lama kemudian Yifan bisa mendengar suara langkah kaki di belakang mereka ketika seseorang akhirnya menghampiri dan memanggil nama pemuda yang ada di dalam pelukannya.

"Chanyeol.. hey..." Baekhyun berjalan mendekat dan berusaha mengetahui keadaan pemuda itu ketika ia melihat sosok yang saat ini mendekap Chanyeol yang masih terengah.

Baekhyun tanpa sadar membelalakkan matanya melihat sosok yang tidak asing baginya itu. Meskipun hanya melihatnya beberapa kali di dalam foto, namun tidak sulit bagi psikiater itu untuk mengenali Yifan.

Baekhyun dan Yifan sempat beradu pandang sebelum pemuda yang lebih tua di antara mereka memutuskan untuk segera membawa Chanyeol ke rumah sakit. Yifan membantu Baekhyun untuk mengangkat Chanyeol ke dalam mobilnya.

"Terima kasih." Kata Baekhyun ketika ia duduk di belakang kemudi mobilnya.

Yifan menganggukkan sedikit kepalanya ketika mobil itu akhirnya melaju membawa Chanyeol-nya. Keadaan yang begitu kacau membuat Yifan tidak mempunyai alasan untuk ikut menemani Chanyeol ke rumah sakit. Atau mungkin Yifan belum cukup belajar untuk mengikuti kata hatinya dan membuat keputusan yang benar.

.

.

.

Baekhyun terlihat duduk dengan gelisah ketika ia mendengar suara langkah kaki menggema di koridor ruang tunggu ICU itu. Raut wajah Kangin terlihat khawatir ketika ia menghampiri Baekhyun yang segera menyambutnya. Namun belum sempat Baekhyun memberikan penjelasan mengenai apa yang terjadi hingga ia menelepon laki-laki itu agar datang ke rumah sakit, dokter dan perawat tampak keluar dari sebuah ruangan dan menghampiri mereka.

"Bagaimana keadaan Chanyeol?" Tanya Baekhyun pada seseorang yang sudah beberapa tahun ini ia kenal.

Dokter Kim menerima catatan dari seorang perawat dan memeriksanya.

"Sudah berapa kali serangan hiperventilasi Chanyeol kambuh dalam bulan ini?" Tanya Dokter dengan rambut yang sudah beruban di sana sini itu.

Baekhyun dan Kangin saling berpandangan.

"Setahuku baru tadi." Jawab pemuda berbibir tipis itu.

"Chanyeol mengalami shock karena ada rangsangan dari otaknya. Aku memberinya beberapa ml propofol agar dia bisa tidur. Setelah itu kita akan melakukan scan ulang untuk cedera di kepalanya." Jelas Dokter Kim.

Baekhyun menganggukkan kepalanya ketika Dokter Kim menyebutkan obat bius yang ia gunakan pada Chanyeol. Pemuda itu memang butuh tidur ketika Baekhyun ingat betul Chanyeol sering menghabiskan waktunya untuk membaca novel beberapa hari yang lalu.

Setelah Dokter Kim berlalu, Baekhyun dan Kangin kembali duduk di deretan kursi ruang tunggu sembari menunggu Chanyeol hingga sadar.

"Ada sesuatu yang aku lewatkan di sini?" Tanya Kangin ketika Baekhyun masih bungkam mengenai apa yang terjadi pada Chanyeol.

Baekhyun melipat kedua tangannya di dada sebelum menggigit bibir bawahnya.

"Apa Chanyeol terlihat baik-baik saja ketika di kantor?" Tanya Baekhyun memulai.

Kangin mengernyit. Ia kemudian mengingat-ingat kembali performa Chanyeol yang menurutnya baik-baik saja selama ini.

"Aku tidak melihat ada keanehan. Dia terlihat normal." Kata Kangin.

Baekhyun menggaruk dahinya yang tidak gatal.

"Aku tidak tahu betul apa yang terjadi dengannya tapi sepertinya Chanyeol butuh bantuan."

Lagi-lagi Kangin mengernyit mendengar hal itu. Laki-laki yang menjadi wali dari Chanyeol itu tidak mengerti dengan bantuan yang Baekhyun maksud.

"Ada kantung mata yang menghitam di sekitar mata Chanyeol yang aku duga dia mulai kesulitan tidur. Nafsu makannya menurun. Ia sering sakit kepala dan menarik diri dari dunia luar.. Ini adalah tanda-tanda depresi tahap awal." Baekhyun melanjutkan.

"Ketika aku menemuinya di apartemen, ia bahkan tidak sadar meletakkan ponselnya di atas wastafel."

Kangin mengusap wajahnya mendengar pernyataan Baekhyun.

"Apa serangan hiperventilasinya kali ini juga ada hubungannya dengan depresinya?" Tanya Kangin.

Baekhyun terdiam sebelum menggeleng. Ia tampak ragu-ragu untuk menceritakan kejadian yang Chanyeol alami tadi pada walinya itu.

"Serangan hiperventilasinya ini sepertinya terjadi karena otaknya berusaha mengingat memorinya yang hilang setelah kecelakaan itu. Dia pasti panik karena tidak ada memori apapun yang muncul."

Kangin tiba-tiba menoleh ke arah Baekhyun.

"Aku baru ingat kalau hari ini Chanyeol membuat janji untuk bertemu dengan penulis buku yang akan kami terbitkan. Apa dia sempat—"

Baekhyun menahan nafas. Chanyeol juga sempat memberitahunya mengenai janjinya dengan penulis buku itu dan bahkan memintanya untuk menjemputnya setelah pertemuan itu selesai. Tapi di Cafe tadi, Chanyeol justru terlihat bersama— Otak Baekhyun memutar kembali ingatan di mana Chanyeol menghabiskan waktunya untuk membaca novel dari pengarang bernama Kris Wu.

Baekhyun menggigit punggung tangannya ketika pada saat yang bersamaan jantungnya memompa lebih cepat. Kris Wu. Wu Yifan. Benarkah mereka orang yang sama?

"Dari mana Chanyeol bisa mengenal penulis itu?" Tanya Baekhyun.

"Ada pegawai mutasi baru dari China di perusahaan. Dia mengusulkan buku itu pada Chanyeol." Kata Kangin.

"Apa kau pernah bertemu dengannya?"

Kangin menggeleng dan terlihat keheranan ketika Baekhyun seperti mengetahui sesuatu.

"Setahuku penulis ini sangat tertutup dan tidak pernah mengekspos dirinya pada publik. Chanyeol dan tim produksi berhubungan dengannya melalui pegawai itu dan penerbitnya di China. Aku sempat heran ketika Chanyeol berhasil membuat janji dengannya di Korea."

Kangin kemudian melanjutkan, "Apa ini ada hubungannya dengan apa yang terjadi pada Chanyeol tadi? Di mana dia mengalami serangan itu—"

Baekhyun mengeluarkan jurnalnya dan menarik selembar foto yang ia lipat dan simpan di dalamnya selama bertahun-tahun –dan entah untuk apa ia melakukannya. Psikiater itu kemudian menunjukkan foto itu pada Kangin.

"Chanyeol mengalami serangan hiperventilasi itu ketika ia bertemu dengan Kris Wu, penulis novel yang kau maksud. Chanyeol juga mengalami hal yang sama beberapa tahun lalu ketika aku menyebutkan Wu Yifan –nama aslinya."

Kangin mengamati foto dua orang pemuda yang tampaknya di ambil beberapa tahun yang lalu itu. Di sana terlihat Chanyeol bersama dengan seorang pemuda yang belum pernah Kangin kenal sebelumnya.

.

.

.

Lorong di mana Chanyeol berdiri saat ini gelap. Pemuda itu beberapa kali mengerjapkan matanya untuk membiasakan diri dengan keadaan itu. Keheningan di tempat itu juga membuat Chanyeol seolah bisa mendengar suara detak jantungnya sendiri. Pemuda itu kemudian bergerak dan samar-samar ia bisa melihat beberapa pintu di kanan kirinya.

Ia tiba-tiba mendengar suara seperti pintu terbuka dan sebuah cahaya yang berasal dari ujung lorong itu berhasil ditangkap matanya. Mengikuti instingnya, Chanyeol menghampiri cahaya itu perlahan. Ia kini mulai bisa mendengar suara orang bercakap-cakap dari sumber cahaya itu.

"Ayolah. Kau tidak akan mati hanya karena menyentuh bekas bibirku."

"Apa kau selalu begitu?"

"Begitu?"

"Um, maksudku, mengacuhkan orang lain?"

"Tidak. Aku tidak melakukannya dengan sengaja. Sekarang aku hanya..."

"Sedih?"

"Kalau begitu mungkin kau ini memang brengsek."

"Telingamu aneh."

"Alismu lebih aneh."

Chanyeol berjalan semakin mendekat. Percakapan itu sepertinya dilakukan oleh dua orang laki-laki. Ia mendengar keduanya tertawa sesekali. Cahaya itu meredup ketika Chanyeol berdiri di ambang pintunya.

Pemuda itu meraih kenop pintu dan melongok sedikit ke dalam ruangan yang berada di ujung lorong itu. Chanyeol bisa melihat dirinya sendiri duduk memakai seragam SMA dengan rokok terselip di antara jemarinya. Asap tembakau mengepul dan menyeruak di seluruh ruangan itu. Chanyeol menyapukan pandangannya ke sekeliling dan kemudian terjatuh pada sebuah sosok bertubuh tinggi yang berdiri memunggunginya.

Belum sempat Chanyeol melihat wajah dari sosok itu ketika ia menoleh, Chanyeol terbangun dan membuka matanya dengan tiba-tiba. Pemuda itu terengah dengan keringat dingin membanjiri tubuhnya. Yang pertama kali Chanyeol lihat adalah sebuah lampu yang berpendar di langit-langit ruangan itu. Ia kemudian melihat ke sekelilingnya dan menyadari bahwa ia terbaring di sebuah ranjang dengan selang infus terhubung di tangannya.

Chanyeol menelan ludahnya dengan susah payah sambil berusaha mengatur nafasnya ketika ia mendengar pintu ruangan itu terbuka. Baekhyun yang kemudian muncul dari balik pintu sepertinya terkejut mendapatinya sudah sadar.

"Kau sudah bangun?" Baekhyun menghampiri tubuh Chanyeol yang gemetar dan membantu pemuda yang beberapa tahun lebih muda darinya itu untuk meneguk air putih yang tersedia di meja nakas.

"Aku di mana?" Tanya Chanyeol ketika tenggorokannya sudah basah.

"Kau di rumah sakit. Kepalamu masih sakit? Atau kau masih sesak nafas?" Tanya Baekhyun.

Chanyeol menggeleng dan berusaha bangkit untuk duduk.

Ia terlihat kebingungan dan terus memandang ke sana ke mari seolah sedang mencari sesuatu.

"Hey..." Baekhyun meletakkan telapak tangannya pada leher Chanyeol untuk membuat pemuda itu tenang. Chanyeol kemudian menatapnya dengan tubuh bergetar.

"Kau baik-baik saja?" Tanya Baekhyun.

Chanyeol tiba-tiba memalingkan wajahnya dan menggigit kuku jemarinya yang sudah cukup tumpul hingga tanpa sadar mengeluarkan darah.

"Chanyeol..."

Pemuda itu kemudian menggeleng dengan mata yang mulai memerah.

Baekhyun menahan nafasnya melihat keadaan Chanyeol kala itu. "Kau mau aku panggilkan Dokter Kim?"

Chanyeol kembali memandang Baekhyun sebelum mencengkeram lengannya.

"Aku ingin kau membantuku. Please, Baekhyun."

Baekhyun melepaskan cengkeraman tangan Chanyeol yang kini dipenuhi darah dari kukunya yang luka sebelum menggenggamnya.

"Aku ingin ingatanku kembali. Aku ingin mengingat semuanya. Tolong bantu aku. Baekhyun, please."

Namun seberapa pun Baekhyun ingin membantu Chanyeol dalam hal ini, dokter muda itu tahu ia tidak bisa melakukannya. Ia sendiri adalah seorang psikiater dan sudah tidak asing dengan hal-hal seperti yang Chanyeol alami. Namun mengingat hubungan dan perasaannya pada pemuda itu, Baekhyun tahu ia tidak akan bisa bersikap profesional.

Dokter itu menggeleng. "Aku tidak bisa, Chanyeol. Aku akan memanggil Dokter Kim untukmu."

Chanyeol menggeleng dan menahan Baekhyun. "Please, Baekhyun."

Pemuda itu mulai menangis dan Baekhyun hanya bisa menyeka wajah pucat Chanyeol.

"Tidak bisa, Chanyeol."

Dan tanpa menunggu persetujuan Chanyeol lebih lanjut, Baekhyun memanggil Dokter Kim yang segera datang dan memeriksa keadaan Chanyeol yang masih gemetaran. Baekhyun menggenggam tangan Chanyeol sambil berusaha menenangkan pemuda itu.

"Kita akan segera melakukan scan ulang untuk cedera di kepalamu." Jelas Dokter Kim sambil terus memeriksa kondisi fisik Chanyeol.

"Apa hal itu bisa membuat ingatanku kembali?" Tanya Chanyeol.

"Kau mau ingatanmu kembali?" Dokter Kim menatap Chanyeol dan Baekhyun bergantian.

Dokter Kim menghela nafas sambil sesekali merapikan jasnya.

"Dengar, Chanyeol. Aku tidak tahu apakah ingatanmu benar-benar bisa pulih seratus persen. Tapi jika kau memang ingin menjalani terapinya, kau hanya punya dua keadaan dan kau tidak bisa memilih salah satunya."

Baekhyun mengeratkan genggamannya di tangan Chanyeol.

"Kita bisa merangsang ingatanmu perlahan-lahan dan menyusunnya satu per satu, atau jika ada sesuatu yang memicu ingatanmu— mereka akan datang bersamaan dan meledak seperti sebuah bom di mana hal itu akan terasa begitu menyakitkan untuk kepalamu. Aku tidak bisa menjamin keadaan mana yang terjadi setelah kita memulai terapinya."

Chanyeol menatap ke arah Dokter Kim sebelum membuka suaranya.

"Aku ingin ingatanku kembali."

Continue Reading

You'll Also Like

171K 7.6K 25
"Basket terooooss sampe istri sama anaknya ditelantarin!" -Jessica "Biarin." -Kris [UPDATE EVERY THURSDAY]
1M 64.2K 34
Terjebak ditubuh Permaisuri Fang Hua yang tidak dicintai Kaisar Yi fan adalah hal yang menyakitkan yang dirasakan Jian Li Kaisar hanya mencintai Seli...
864K 66.1K 39
Baekhyun mengaku normal dan masih bernafsu pada perempuan tapi ibunya malah menjodohkannya dengan lelaki karena ingin mendapatkan calon besan yang ka...