SIGNAL: 86

By Arabicca69

109K 17.6K 2.4K

[Misteri/Thriller] Bercerita tentang petualangan dua orang detektif kepolisian dari masa yang berbeda. Kisa... More

PEMBUKA
[Case 1: Home Sweet Home (?)]
1. HT Tua
2. Rumah (?)
3. Informasi Sang Letnan
4. Cerita Masa Lalu
5. Disza Anszani
6. Lapor
7. Fakta
8. Olah TKP Lanjutan
9. Kronologi Tak Terduga
11. Mencari Sebuah Kepastian
12. Benarkah Yang Kita Lakukan Ini?
13. Jangan Kuatir
14. Kabar
[Case 2: Sex Interest (?)]
15. Sign
16. No Angels
17. Letter to You
18. Does God Really Exist?
19. Graveyard (?)
20. Am I Just Dreaming?
21. Treasure
22. Chaos
23. It's Okay
24. To Pieces
25. The Dog Named Hachiko
26. Curious
27. If Only I Could
[[ Jalinan ]]
28. Hopeless and Happiness
29. Hiatus
30. Press Release
30.2. Press Release
31. Tragic
32. Regret
[Case 3: Dust & Gold]
33. Berita Buruk
34. A Thing To Remember
35. A Gift
36. Rahasia Gambar dalam Gambar
[[ Jalinan ]]
37. Seseorang dari Masa Lalu
38. Breath In
39. Kenangan Dalam Sebuah Foto
[[ Jalinan ]]
40. Transmisi Terakhir
41. Transmisi Terakhir II
[[ Jalinan ]]
42. Peti Mati Tanpa Isi
43. Pesan yang Tak Sampai
43.2. Pesan yang Tak Sampai
44. Babak Baru
45. Sebuah Firasat
46. Tensitas
47. Teror
48. Teror [2]
49. Sebuah Fakta
50. Titik Akhir
51. Titik Akhir [2]
52. Kekalutan
53. Kembali
54. Kehilangan
55. Menelisik
55.2 Menelisik Bagian II
56. Kejutan

10. Juru Selamat

1.7K 348 40
By Arabicca69

"Kumohon selamatkan anak itu!"

"Letnan!"

Letnan Samsuri terenyak mendengarnya. "Apa? Ruang bawah tanah?" katanya tidak percaya.

Seluruh jajaran kepolisian telah dikirim ke Karang Sari untuk melakukan olah TKP, tetapi mereka sama sekali tidak menemukan petunjuk apapun di rumah tersebut. Apalagi ini ... ruang bawah tanah? Ini tidak mungkin. Gelengan kepala Letnan itu pun mewakili penyangkalannya. Namun, di sisi lain di dalam hatinya, Letnan Samsuri justru ingin percaya pada ucapan lawan bicaranya itu.

Bagaimana jika memang benar ada anak yang terkurung di sana?

Letnan Samsuri masih terpaku pada jalanan di depan saat HT yang biasa dia bawa ke mana-mana itu mati kemudian.

Letnan Samsuri mengernyit bingung. Padahal dia masih ingin diyakinkan hingga dia yakin seyakin-yakinnya—lebih daripada ini. Namun, sambungan dari sang pembawa informasi tak terduga itu sudah telanjur lenyap dari layar. Hanyalah sisa suaranya saja yang terus terngiang dalam kepala Letnan Samsuri.

Bukankah kemungkinan itu akan selalu ada?

Kali ini, Letnan Samsuri mengangguk, berusaha memantabkan hatinya. Seperti halnya peluang, sebuah kemungkinan juga pasti ada meski kecil pembuktiannya. Dia percaya pada prinsip tersebut. Selain itu, Letnan Samsuri pun sebenarnya masih meragukan jumlah anggota keluarga yang menghuni rumah tersebut. Dan, untuk membuktikan semua ini, setidaknya Letnan Samsuri harus kembali ke tempat itu.

Letnan Samsuri tentu tak ingin membuang kesempatan ini. Sebelum mereka bergerak terlalu jauh, sesegera mungkin Letnan Samsuri bersiasat memutar haluan. Tanpa perlu berpikir lagi, Letnan Samsuri pun menaikkan kecepatan hingga berada di atas rata-rata, menyalip mobil dinas tua yang membawa Ayis dan Kapten Mahler melaju konstan di depannya. Kemudian, ketika matanya melihat sebuah tugu penanda jalan di pertigaan, dengan perasaan was-was, Letnan Samsuri bersiap melakukan drifting. Mobil patrolinya berputar dengan cepat hingga gerakannya nyaris sulit direkam oleh mata. Debu mengepul yang diakibatkan oleh aksinya itu pun lantas membuat Ayis terpaksa menghentikan laju mobil yang dia kendarai. Pedal rem diinjaknya dalam-dalam

Di sebelah Ayis, Kapten Mahler menyumpah-nyumpah. "Apa-apaan ini!" Dia hampir terkena serangan jantung karena ulah bawahannya itu.

Tiga mobil patroli yang melaju di belakang mereka pun terpaksa ikut ngerem mendadak saat mobil patroli Samsuri meluncur keluar tanpa aba-aba—membelah debu yang bergulung-gulung akibat jalanan yang belum diaspal. Mereka nyaris saja bertabrakan kalau Samsuri tidak segera meliukkan laju mobil patrolinya. Aksi gila yang dilakukannya itu membuat jajaran kepolisian sampai terheran-heran.

"Mau kemana kau!" Suara Kapten Mahler masuk melalui radio rik seluruh mobil patroli.

Samsuri tahu pertanyaan itu ditujukan padanya. Dia menarik gagang alat komunikasi pada radio rik dengan susah payah. "Saya merasa harus memeriksa sesuatu, Kapten."

"Memeriksa apa maksudmu? Jangan main-main!"

Kapten Mahler melenguh hebat. Samsuri benar-benar sudah gila. Dia tidak menjelaskan apapun padanya. Tanpa menaruh rasa hormat, dia malah berkata ingin kembali ke TKP untuk buang air.

"Cepat putar balik! Susul dia!" perintah sang Kapten pada seluruh bawahannya.

Mobil patroli pun bergerak serentak sesuai instruksi, mengikuti jejak mobil patroli Letnan Samsuri yang kian lama kian menjauh dari pandangan.

__________

"Di TKP, terdapat sebuah ruang bawah tanah tersembunyi dan ada seorang anak kecil yang terkurung di dalamnya! Kumohon selamatkan anak itu, Letnan!"

Kata-kata itu masih tertanam dalam benak Letnan Samsuri. Begitu tiba di depan rumah besar tersebut, Letnan itu pun segera menghambur ke dalam, dan berlari secepat kilat menuju tempat kejadian.

TKP-nya ada di ruang makan! Letnan Samsuri menggeser letak meja beserta empat kursi yang mengelilinginya. Berulang kali meraba permukaan lantai, tetapi dia tidak menemukan sesuatu yang mirip pegangan pintu yang bisa ditarik pada lantai papan kayu itu.

Letnan Samsuri mondar-mandir dengan wajah penuh kebingunan. Di mana ruang bawah tanah itu kira-kira disembunyikan? Dia harus bergerak cepat sebelum Kapten Mahler tiba dan menyeretnya keluar secara paksa dari dalam rumah ini.

Sementara waktu terus berjalan, Samsuri masih belum menemukan apa-apa. Dari kejauhan, terdengar auman sirene mobil patroli milik jajaran kepolisian yang lama-kelamaan jadi semakin jelas begitu tiba di pekarangan.

"Samsuri, apa kau udah selesai buang air?" Kapten Mahler berderap masuk dan didapatinya ruang tamu yang tampak kosong. Kepalanya yang hampir dipenuhi uban berputar ke kiri saat dilihatnya punggung Samsuri baru saja memasuki ruang keluarga.

"Ada-ada saja kau ini!" sentak Kapten itu sembari mengikuti Samsuri di belakang. Keningnya semakin berkerut dalam ketika mendapati tindak tanduk bawahannya itu makin terlihat aneh. "Kenapa kau tiduran di lantai?"

"Kapten, lantai ini tampak mencurigakan," sergah Samsuri kemudian.

Samsuri mengetuk papan pada lantai di tengah-tengah ruang keluarga berulang kali. Terdengar suara yang cukup nyaring, seolah memang terdapat lubang tersembunyi di bawahnya.

"Kau yakin?" Kapten Mahler ikut berjongkok. Dia menempelkan telinganya ke papan. Begitu yakin dengan indera pendengarannya, Kepten itu pun berteriak dengan lantang, "Ayis, cepat bawakan alat penyongkel kemari!"

Dengan sebuah linggis di genggaman tangan, tak lama Ayis menyusul masuk ke ruang keluarga.

"Di sini, congkel bagian ini!" perintah Letnan Samsuri saat sebuah ceruk berhasil dicengkram olehnya.

Ayis memaksakan linggisnya bekerja dengan susah payah, hingga beberapa menit kemudian, bagian papan yang membentuk ceruk tadi pun menganga sedikit lebar. Letnan Samsuri langsung mengambil alih. Dia menarik papan tersebut, yang begitu diangkat ke atas ternyara mirip sebuah pintu berbentuk bujur sangkar.

Kapten Mahler benar-benar tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sebuah tangga turun yang seolah tak memiliki ujung terbentang ke bawah. Mengantarkan pandangan mata mereka pada kegelapan yang gulita bak lubang penghisap jiwa. Dia merasa tidak yakin akan apa yang ada di dalam sana. Namun, samar-samar dia bisa mendengar gaung dari lirihan seseorang. Tidak begitu jelas. Suara lemah itu menggigil dengan penuh ketakutan. Mereka bertiga saling berpandangan.

"Kapten, bukankah itu seperti suara anak kecil?" tanya Ayis memastikan.

Tidak salah lagi, batin Letnan Samsuri dalam hati. Benar, memang ada seorang anak kecil yang bersembunyi dalam ruang bawah tanah ini.

"Biar saya yang turun ke bawah, Kapten! Saya akan memeriksanya," usul Letnan Samsuri kemudian.

"Baiklah," angguk Kapten Mahler. "Kami akan menyenterimu dari atas sini."

Dengan penuh hati-hati, Letnan Samsuri pun bergerak menuruni tangga. Dia nyaris terjerembab jatuh kalau saja Ayis tak segera menyinari lantai ruang bawah tanah itu dengan senternya. Letnan Samsuri berusaha mencari letak saklar lampu, tetapi dia kesulitan menemukannya, sebab beberapa bagian dari sisi ruangan memang tidak bisa dijangkau sorot lampu senter. Letnan Samsuri terus meraba-raba dinding, hingga kemudian dia mendengar bunyi 'stak'. Bersamaan dengan itu, lampu di sudut ruangan pun menyala seketika, yang refleks membuat matanya menyipit begitu nyala merah dari dua bohlam kecil masuk ke retinanya—cukup membuatnya sakit mata juga. Bohlam lampu pijar itu pun rupanya tidak banyak membantu indera penglihatan Letnan Samsuri untuk dapat menyisir seluruh ruangan kedap cahaya tersebut.

"Apa yang kau lihat di bawah sana, Samsuri?!" gema suara Kapten Mahler memenuhi seisi ruang bawah tanah.

Letnan Samsuri meneliti ruangan tersebut. Tempat itu ternyata dipenuhi banyak sekali alat-alat keperluan laboratorium fotografi. Dia balas berteriak, "Sebuah kamar gelap, Kapten!"

Bola matanya bergerak menyapu sisi kiri ruangan. Betapa terkejutnya Letnan itu saat mendapati seorang bocah kecil tengah meringkuk ketakutan di atas lantai. "Ya, tuhan!" teriak Letnan Samsuri tiba-tiba.

"Ada apa?!"

"Benar ... ada anak kecil di sini," sahut Letnan Samsuri, lebih kepada dirinya sendiri.

Letnan itu segera menghambur ke hadapan anak kecil tersebut. Kemudian, membantu mendudukkannya, membuat punggung anak itu leluasa bersandar pada dinding.

"Kau tidak apa-apa, Nak?" Letnan Samsuri meraup wajah mungilnya. Saat tatapan mata mereka beradu dalam satu garis lurus, Letnan Samsuri dapat merasakan ketakutan yang teramat sangat dalam manik mata anak malang itu.

"Aaaa ... aaaa!" Mendadak, anak kecil itu berteriak histeris. Letnan Samsuri lantas merengkuhnya ke dalam pelukan—memberi banyak kehangatan pada tubuh kecil yang terasa sangat dingin dan lemah itu.

Anak kecil tersebut pasti telah melewati banyak malam di bawah sini—sendirian. Letnan Samsuri merasa bodoh karena tidak segera menyadarinya. Namun, dia sendiri pun tidak menyangka akan mendapati ruangan seperti ini tepat di tengah-tengah ruang keluarga. Kalau saja mereka tidak kembali tadi, sudah bisa dipastikan anak kecil itu akan mati lemas akibat terlalu lama terkurung di bawah sini. Letnan Samsuri menggeleng, tidak mampu membayangkannya.

"Tidak apa-apa. Kau sudah aman sekarang," ucap Letnan Samsuri berusaha menenangkan. Dielus-elusnya kepala anak itu dengan sayang. Namun begitu, tubuh mungilnya masih saja menggigil hebat.

"Bawa dia naik ke atas secepatnya! Olah TKP-nya bisa kita lakukan nanti, Samsuri!"

"Siap, Kapten," desah Letnan Samsuri. Tanpa sadar air matanya sudah meleleh membasahi pipi.

"Inspektur ..., bangun .... Inspektur ...."

Dimas mengerang jengkel lantaran tidur ayamnya diganggu oleh suara berisik Aryan. Aryan mengguncang tubuhnya terlalu kuat hingga Dimas merasa akan terjadi gempa bumi jika ini diteruskan.

"Baiklah. Aku sudah bangun!" geram sang Inspektur yang terkenal bertempramen buruk itu. Entah dari siapa sifat itu diturunkan padanya.

Aryan segera berlalu menuju pojok ruangan. Kemudian, menyeduh kopi dalam kemasan untuk dirinya dan sang Inspektur.

Dimas melirik jam dinding. Masih jam enam kurang, tetapi langit di luar sudah tampak terang benderang. Sinar matahari yang menelusup masuk lewat jendela ruangan membuatnya sedikit meyipitkan mata.

Bau kopi langsung memenuhi seisi ruangan begitu air dispenser mengalir masuk ke dalam mug. Aryan mengaduknya tanpa memberi tambahan gula. Dia tahu seperti apa kebiasaan sang Inspektur. Hal itu pun justru menular padanya. Belakangan, Aryan jadi lebih suka minum kopi pahit, tanpa tambahan krim atau pun susu.

Aryan mengangsurkan mug di tangannya pada Dimas, yang langsung disambut ucapan terima kasih oleh Inspektur itu.

"Hah ...." Dimas mendesah lelah melihat kondisi meja kerjanya yang bagaikan kapal pecah, penuh dengan kertas coretan dan lembaran print out. Namun, rasa peningnya sedikit terobati saat satu teguk kopi mengalir masuk ke kerongkongan.

Kemudian, Dimas menyalakan komputernya yang masih dalam mode sleep. Namun, Insperktur itu justru dibuat kaget bukan main ketika mendapati laporan hasil penyelidikan kerangka yang sudah semalam suntuk dia kerjakan menghilang dari dalam folder.

"Yan, apa yang kamu lakukan pada komputer saya?" Dimas langsung menuduh Briptu itu, sebab hanya Aryan yang bersamanya sejak tadi malam.

"Ha?" Aryan yang duduk persis di sebelahnya melongo bingung. "Memang apa yang saya lakukan, Inspektur? Saya merasa tidak pernah melakukan apapun. Apalagi menyentuh komputer milik Anda."

"Lalu kenapa laporan penyelidikan kerangka itu bisa terhapus dari folder?"

Polisi berpangkat Briptu itu justru makin kebingungan dengan ucapan Inspekturnya. "Penyelidikan kerangka?" Dengan kurang ajarnya Aryan malah berkata, "Apa Inspektur tadi malam bermimpi menyelidiki kasus itu?" Dia tergelak tanpa menyadari raut wajah Dimas yang sudah berubah masam.

"Kamu jangan macam-macam, Yan!"

"Maaf, Inspektur," sahut Aryan menyesal. Padahal dia hanya bermaksud membuat lelucon. "Tapi kita sedang tidak ada kasus belakangan ini. Hari masih tenang, Inspektur. Belum ada laporan pembunuhan yang masuk."

Kali ini Dimas yang dibuat kebingungan. Melihat ekspresi wajah Aryan yang seolah menyiratkan sebuah kejujuran, sepertinya apa yang dikatakan bawahannya itu memang benar adanya. Jelas, Aryan tidak sedang bicara ngawur saat ini. Dimas pun memeriksa agenda juga buku jurnalnya yang ternyata nihil dari coretan penyelidikan kerangka itu. Dimas bahkan ikut memeriksa map yang biasa disusun rapih pada tempat penyimpanan folder. Akan tetapi, berkas laporan kasus itu memang tidak ada, seolah raib begitu saja.

"Kenapa bisa begini?"

Tiba-tiba Dimas teringat akan sesuatu. Dia membuka laci meja kerjanya dengan kasar, sampai-sampai benda-benda kecil di dalamnya ikut berhamburan keluar. Dia mengambil HT tua dari dalam laci tersebut, kemudian menggenggamnya dengan erat seolah tidak ingin kehilangan benda tua itu. Kemarin malam, HT tersebut kembali berbunyi. Dimas ingat, lagi-lagi Letnan Samsuri menghubunginya lewat HT tua tersebut. Dimas yang begitu frustasi memohon pada Letnan itu untuk segera menyelamatkan seorang anak kecil yang sedang bersembunyi di dalam ruang bawah tanah rumah tua itu.

"Apa jangan-jangan ..."

... Letnan Samsuri berhasil menyelamatkan anak itu?

Continue Reading

You'll Also Like

don't hurt Lia (end) By el

Mystery / Thriller

1.3M 97.1K 73
"lo itu cuma milik gue Lia, cuma gue, gak ada yang boleh ambil lo dari gue" tekan Farel "sakit kak" lirih Lia dengan mata berkaca kaca "bilang kalo...
130K 9.4K 26
Disatukan dengan murid-murid ambisius bukanlah keinginan seorang Keyla Zeara. Entah keberuntungan apa yang membuat dia mendapatkan beasiswa hingga bi...
4.5K 437 17
𝐒𝐢𝐧𝐨𝐩𝐬𝐢𝐬: Baru saja Kayla memaki tokoh antagonis dalam novel 'Fall in Love' yang ia baca, Kayla tak menyangka, setelah kecelakaan, ia malah t...
50.2K 6.7K 38
Nera adalah anak yang tumbuh di lingkungan kriminal pinggiran kota. Keputusannya menyelamatkan seorang pria tua yang terkena luka tembak membawanya m...