PARADISE

By mtch_n

33.4K 3.7K 282

Published in ffn at Sept 8, 2016. Yifan dan Chanyeol adalah sebuah kekacauan. Sanggupkah mereka menyelamatkan... More

FALLEN LEAVES
Lighter
The Dusk
Hazy
Fuzzy
High
Home
A Sky Full of Stars
Tremble
Stay With Me
Your Eyes
Solace
Let Me Love You
What is Love?
Freal Luv
If I Have
Cave Me In
Love Me Right
Paradise
Love is a Dog from Hell
The Night in Questions
Yang Fana adalah Waktu
Surefire
Kotonoha no Niwa (Garden of Words)
One More Time, One More Chance
Sometimes, Somewhere
Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
Si Me Amas, Serva Me
Sebuah Akhir

Cold Water

907 120 5
By mtch_n

Hari kembali berganti ketika matahari kembali menjulang dari ujung langit timur. Yifan membuka matanya ketika hidungnya menangkap bau asap rokok di sampingnya. Rasa kantuk masih menyelimutinya ketika ia melihat Chanyeol duduk bersandar pada pagar besi lapangan bola basket itu. Sebatang rokok terselip di antara jemari pucatnya. Mata Chanyeol terlihat menerawang jauh. Lingkar hitam semakin kentara di kantung matanya. Merasa diperhatikan, pemuda itu menolehkan kepalanya dan matanya bertemu Yifan.

"Kau sudah bangun?" Sapa Chanyeol sambil menghisap asap tembakau itu.

Dengan perlahan dan sambil meregangkan tubuhnya, Yifan akhirnya bangkit. Rambutnya masih mencuat tidak beraturan setiap kali ia bangun tidur dan kedua matanya semakin terlihat sipit. Yifan menguap lebar.

"Jam berapa sekarang?" Tanya Yifan setelah ia menyadari ponselnya mati.

Chanyeol mengangkat bahunya. Ia sendiri tidak mengetahuinya karena ponselnya juga dalam keadaan sama. Yifan melihat ke sekelilingnya, beberapa kaleng bir kosong dan sebotol vodka yang masih utuh terlihat di berserakan.

"Apa kita tidak punya minuman biasa di sini?" Ujar Yifan.

"Kau pikir kita sedang camping?" Jawab Chanyeol ketus. Yifan melirik sinis ke arah pemuda yang masih menghabiskan rokok di tangannya.

Pada awalnya, Yifan tidak habis pikir dengan sifat Chanyeol yang sering berubah setiap saat tanpa bisa ia duga. Tapi setelah beberapa waktu ia habiskan dengan pemuda itu, ia mencoba mengerti dengan sifatnya meskipun hal itu terkadang sulit ia lakukan. Yifan kembali memandangi Chanyeol.

"Apa?" Chanyeol membuang rokoknya. Asap berwarna keputihan mengepul di antara bibirnya. Mata keduanya bertemu.

"Kau mau pulang sekarang?" Tanya Yifan, menghancurkan sihir aneh yang sedang menyelimuti mereka. Chanyeol memalingkan wajahnya. Kata pulang terdengar asing baginya, karena ia tidak pernah mengerti arti sebuah rumah.

"Kau bisa ikut denganku kalau kau tidak mau pulang." Kata Yifan lagi ketika ia melihat ekspresi wajah Chanyeol yang semakin terlihat murung.

Chanyeol mencoba untuk tersenyum. "Aku akan pulang. Aku harus mengambil mobil. Aku janji mengajakmu ke pantai, ingat?"

"Kita tunggu sampai Ayahmu berangkat kerja kalau begitu." Yifan kemudian beranjak dan duduk di samping Chanyeol. Dan seperti sudah dipersilahkan, Chanyeol menyandarkan kepalanya pada pundak Yifan.

Keheningan mengelilingi suasana pagi itu hingga Chanyeol akhirnya kembali membuka suaranya.

"Aku tidak bisa tidur semalam." Ucapnya pelan.

"Aku tahu."

.

.

"Jangan buat Ibu berpikir kalau Chanyeol adalah pengaruh yang buruk untukmu, Yifan." Kata Mrs. Wu ketika Yifan masuk ke dalam rumah.

Pemuda itu terkejut ketika Ibunya belum berangkat kerja. Waktu menunjukkan pukul 10.00 pagi kala itu.

"Sudah sarapan?" Ujar Yifan mengalihkan pembicaraan sambil membuka kulkas untuk mengambil air putih.

"Kau kemana saja?" Tanya Mrs. Wu masih belum menyerah.

Yifan menghela nafasnya. Ia tahu Ibunya hanya khawatir tapi ia juga tidak bisa menjelaskan begitu saja bahwa ia baru menghabiskan malam bersama Chanyeol dengan minum bir dan merokok. Ia yakin Ibunya akan terkena serangan jantung pada saat itu juga.

"Aku tidak melakukan hal yang tidak-tidak, Ma." Jawab Yifan sekenanya.

"Itu bukan masalah yang Ibu tanyakan. Kau baru pulang dari Beijing dan sudah keluyuran semalaman." Mrs. Wu melipat kedua tangannya di dada, masih menunggu penjelasan dari putra semata wayangnya itu.

Yifan membuka koper yang ia bawa dari Beijing. Setelah mengambil sebuah kotak berwarna merah, Yifan akhirnya menghampiri Ibunya.

"Untuk Mama." Yifan menyerahkan kotak merah itu. Mrs. Wu menghela nafasnya ketika menerima pemberian putranya itu.

"Aku minta maaf tapi Chanyeol sedang membutuhkan bantuanku." Ujar Yifan.

Mrs. Wu lagi-lagi hanya bisa menghela nafasnya. "Lain kali hubungi Ibu kalau kau tidak pulang."

Mrs. Wu kemudian masuk ke dalam kamar. Yifan membereskan kembali kopernya. Tak lama kemudian Mrs. Wu keluar dan bersiap untuk berangkat kerja.

"Nanti sore aku akan pegi lagi. Is that okay?"

Mrs. Wu menghentikan kakinya dan berbalik.

"Dengan Chanyeol?" Tanya wanita berambut hitam panjang itu.

Yifan mengangguk.

"Ada apa dengan Chanyeol hingga kau harus menghabiskan banyak waktu dengannya? Ibu mengerti kalau kau dulu juga sering menghabiskan waktu bersama Luhan. Tapi Ibu tidak ingat kau bisa semudah ini akrab dengan orang lain."

Yifan membeku. Ia sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Melihat putranya yang tiba-tiba diam, Mrs. Wu mau tidak mau melunak. Ia menyesal telah mengatakan hal itu. Putranya adalah orang yang tertutup, bahkan pada dirinya, dan ia juga tidak seharusnya menghalanginya untuk bersosialisasi dengan orang lain. Tapi apakah Chanyeol bisa dipercaya?

"Kau boleh pergi, tapi jangan pulang terlalu malam." Ucap Mrs. Wu sambil mengelus puncak kepala Yifan.

"Terima kasih untuk oleh-olehnya. Ibu berangkat kerja dulu."

Yifan kembali mengangguk ketika Mrs. Wu mengecup pipinya singkat.

.

.

Mansion besar berlantai dua itu terlihat sepi ketika Chanyeol kembali. Security yang berjaga di sekitar pintu gerbang mengangguk kecil padanya. Seperti sudah otomatis, pemuda itu melirik ke arah garasi mobil yang juga terlihat lengang dengan mobil Ayahnya yang sudah terpakir di sana. Bibi Kim terlihat sedang mengelap ruang tamu ketika Chanyeol akhirnya masuk ke dalam rumah. Wanita itu seperti terkejut ketika melihatnya.

"Apa Aboeji sudah berangkat kerja?" Tanya Chanyeol yang hanya dijawab anggukan oleh Bibi Kim. Tanpa berkata apa-apa lagi Chanyeol bergegas ke kamarnya dan mengambil kunci mobil serta uang tunai yang ia simpan. Pemuda itu terlonjak ketika Kukkie tiba-tiba menggonggong dari pintu kamarnya.

"Hey." Chanyeol berjongkok dan mengelus Kukkie. Sudah lama sekali rasanya pemuda itu tidak menghabiskan waktu dengan anjingnya itu.

"Apa kau sudah makan hari ini? Apa Bibi Kim memberimu makanan enak?" Chanyeol tersenyum ketika anjingnya itu menggonggong seolah mengerti dengan apa yang ia ucapkan.

Kukkie adalah anjing yang diberikan Ayahnya ketika usianya 8 tahun. Tuan Park membelikannya anjing berjenis Golden Retriever itu setelah ia membolos sekolah selama tiga hari untuk bermain di sebuah toko hewan peliharaan. Mata Chanyeol kemudian melirik ke arah jam dinding yang ada di kamarnya yang sudah menunjukkan pukul 11 siang.

"Aku harus pergi. Kau jaga diri baik-baik, okay?" Chanyeol membiarkan anjing itu menjilati dagunya sebelum ia beranjak.

Namun ketika pemuda itu berada di lorong di depan kamarnya, ia berhenti. Rasa penasaran kembali menyeruak dalam diri Chanyeol. Pemandangan lorong ini sama persis dengan yang dilihatnya di dalam mimpi setiap malam. Pemuda itu kemudian mengikuti instingnya dan berjalan ke arah ujung lorong, di mana ada sebuah kamar yang Chanyeol tidak ingat pernah masuki. Ruangan itu terkunci tentu saja.

"Bolehkah aku meminjam kunci untuk kamar di atas?" Tanya Chanyeol pada Bibi Kim yang masih sibuk dengan tugasnya.

"Maksud Tuan?" Bibi Kim menghentikan kegiatannya dan menatap Chanyeol. Wanita yang sudah bertahun-tahun bekerja untuk keluarga Park itu memang bersifat dingin dan jarang menunjukkan emosi apapun.

"Aku ingin masuk ke kamar Ibu. Bibi Kim pasti punya kuncinya."

Bibi Kim mungkin tidak mengenal Mrs. Park, tetapi ia pasti tahu letak ruangan yang dimaksud Chanyeol.

"Maaf, Tuan. Bibi tidak mengerti dengan maksud Tuan."

"Sekali ini saja. Aku ingin melihatnya sekali saja. Aku janji tidak akan mengadukannya pada Aboeji."

Bibi Kim sudah akan berjalan menghindari Chanyeol ketika pemuda itu menahan lengannya. Pemuda itu tanpa sengaja mencengkeram lengan wanita tua itu.

"Aku mohon." Bisik Chanyeol.

Bibi Kim menghela nafas dan berjalan mendahului Chanyeol menuju lantai dua.

.

.

Kamar itu didominasi dengan warna putih. Tirai jendela putih, sprei putih, dan sebuah sofa berwarna senada. Chanyeol menahan nafasnya, berharap kamar itu berbau pengap dan membuatnya tidak nyaman, tapi hal itu tidak terjadi. Jendela kamar itu terbuka lebar membuat udara dari luar leluasa masuk. Chanyeol memperhatikan setiap detail kamar yang sudah dibiarkan tidak terpakai selama bertahun-tahun itu. Rasa takut Chanyeol mengalahkan rasa penasarannya selama ini. Mata pemuda itu kemudian menangkap sebuah figura yang berdiri di meja di dekat tempat tidur. Ia berniat untuk menghampiri figura itu ketika rasa mual tiba-tiba menguasai tubuhnya.

Chanyeol berusaha sekuat tenaga untuk menahannya tapi rasa mualnya justru semakin terasa. Sambil berlari keluar dari kamar, pemuda itu memegang perut dan mulutnya. Rasa mual itu terus menyerang tapi tidak ada yang keluar dari mulutnya bahkan ketika pemuda itu sudah berlutut di depan kloset. Chanyeol berusaha memasukkan jarinya ke dalam mulutnya untuk memuntahkan apapun yang ada di dalam perutnya tapi tetap tidak ada yang keluar.

.

.

.

Yifan mengernyitkan dahinya ketika melihat Chanyeol sudah menunggu di balik kemudi dengan wajah pucat. Pemuda itu berdehem sebentar dan membuyarkan lamunan Chanyeol. Pemuda berambut hitam itu akhirnya tersadar dan tersenyum kecil ke arah Yifan.

"Kau keberatan kalau aku yang menyetir kali ini?" Tanya Yifan setelah ia masuk ke dalam mobil. Chanyeol terlihat berpikir sebentar sebelum menangguk.

"Ku kira itu ide yang bagus."

Mereka berdua kemudian bertukar posisi dengan Yifan yang kini bertugas mengendarai mobil itu. Tidak ada kalimat yang terlontar dari mulut keduanya ketika mereka menghabiskan perjalanan menuju pantai. Hanya sesekali suara dari GPS mobil yang memberitahukan arah ke tempat tujuan mereka yang akan mengisi mobil.

Yifan melirik pada Chanyeol setiap beberapa menit sekali untuk memastikan pemuda itu masih terjaga. Chanyeol tidak tidur selama perjalanan itu, tapi matanya akan menatap jauh ke luar jendela dan jatuh ke dalam lamunan. Yifan mulai merasa khawatir ketika Chanyeol menggigiti kuku jarinya sambil menggerakkan kakinya dengan gelisah.

Tanpa berkata apapun Yifan meletakkan tangan kirinya yang tidak memegang kemudi ke atas lutut Chanyeol. Kaki Chanyeol berhenti bergerak tetapi pemuda itu masih belum berhenti menggigiti kukunya.

Butuh waktu perjalanan hampir 90 menit untuk sampai di tempat tujuan mereka. Tidak ada pantai di Seoul, maka mereka harus berkendara hampir ke Busan untuk menemukan sebuah pantai sesuai keinginan Chanyeol. Musim semi dan liburan sekolah sudah dimulai tetapi tidak banyak pengunjung yang datang ke tempat itu.

"Kita sudah sampai." Kata Yifan ketika Chanyeol masih mematung di tempat duduknya.

Setelah beberapa menit akhirnya Chanyeol tersadar dari lamunannya dan menatap Yifan dengan mata besarnya. Pemuda itu tersenyum lebar pada Yifan dan memperlihatkan deretan gigi rapinya.

Keduanya langsung disambut oleh angin pantai yang segera mengacaukan rambut mereka. Senyuman Chanyeol tak juga memudar dan justru semakin melebar ketika pemuda itu berjalan mendekati bibir pantai. Waktu seakan melambat ketika Yifan memperhatikan betapa menariknya Chanyeol kala itu.

"Apa kau akan selamanya berdiri di tempat itu?" Chanyeol sudah melepas sepatunya dan menenggelamkan kakinya pada pasir kecokelatan yang basah tersiram ombak.

Yifan menyipitkan matanya untuk melihat dengan jelas di antara terpaan angin dan terik matahari.

"Come on!" Chanyeol melambaikan tangannya pada Yifan agar pemuda itu mendekat padanya.

Tapi Yifan justru mengacungkan jari tengahnya pada Chanyeol hingga membuat pemuda itu membulatkan kedua matanya.

Melihat Chanyeol yang sudah sibuk mengejar ombak di antara kakinya, Yifan akhirnya ikut bergabung. Pemuda itu awalnya enggan melepas sepatunya dan membiarkan kakinya basah, tetapi ketika Chanyeol melemparkan air asin itu ke arahnya, ia tidak bisa tinggal diam.

.

.

Namun di antara tawa yang Chanyeol tunjukkan kala itu, Yifan masih sering melihatnya menerawang jauh dengan tatapan kosong. Seolah apa yang mereka lakukan hari ini tidak mampu mengisi kehampaan yang Chanyeol rasakan. Pemuda itu tersenyum ketika Yifan memperhatikannya sebelum kembali menatap ke arah gelombang air di hadapannya. Dengan perlahan Chanyeol berjalan ke arah pantai yang ombaknya semakin meninggi. Pemuda itu tak juga berhenti ketika air laut sudah mencapai perutnya.

"Chanyeol..." Panggil Yifan yang masih memperhatikannya dari bibir pantai.

Pemuda itu tidak juga berhenti dan justru berjalan semakin dalam. Ombak yang datang membuat tubuhnya justru tersapu air sepenuhnya. Tubuh Chanyeol tidak melawan dan membiarkan ombak itu membawanya pada bagian pantai yang lebih dalam. Anehnya, ia tidak merasakan apa-apa, bahkan dadanya yang sesak dan paru-parunya yang memberontak meminta pasokan udara tidak membuatnya berusaha untuk naik ke permukaan. Chanyeol menutup matanya erat-erat dan terus menahan nafasnya di dalam air meskipun ia sudah beberapa kali tersedak. Pemuda itu sudah hampir kehilangan kesadarannya ketika sebuah lengan menangkap lehernya dan menyeretnya kembali ke permukaan.

Chanyeol tersengal ketika hidungnya menghirup udara kembali. Yifan menyeret tubuhnya ke arah bibir pantai dengan susah payah dan melemparkan pemuda itu begitu saja ketika Chanyeol terbatuk dan memuntahkan air asin yang tadi ditelannya. Rasa kembung dan mual di perutnya entah kenapa tidak terasa asing bagi Chanyeol seolah ia sudah terbiasa dengan sensasinya setiap kali ia berusaha menenggelamkan diri.

"Apa kau melakukannya dengan sengaja?" Tanya Yifan setengah membentak ketika Chanyeol masih mengatur nafasnya. Pemuda itu menahan kepala Chanyeol agar menatapnya.

Chanyeol diam. Ia memalingkan wajahnya namun segera ditahan oleh tangan Yifan.

"Jawab aku, Chanyeol! Apa kau melakukannya dengan sengaja?" Yifan kehilangan kesabarannya kali ini.

"Aku tidak tahu." Kekecewaan tergambar jelas pada wajah Yifan ketika jawaban itu meluncur dari mulut Chanyeol.

"Apa kau ke sini untuk bunuh diri?"

Diam.

"Apa kau mengajakku ke sini untuk mengantarmu mati?"

Diam.

"Apa kau semenyedihkan itu hingga harus membunuh dirimu sendiri?"

Diam.

"Ada apa denganmu, Chanyeol?"

Chanyeol menampik kedua tangan Yifan yang sedari tadi memerangkap lehernya. Pemuda itu terus membisu ketika Yifan terus menyerangnya dengan pertanyaan-pertanyaan itu.

"Jawab aku, Chanyeol!" Yifan semakin frustrasi ketika Chanyeol tak juga mengeluarkan suaranya.

"Apa kau sedang berusaha menjadi Ibumu?" Pertanyaan itu membuat Chanyeol tersentak dan secara spontan melayangkan sebuah tamparan pada pipi kanan Yifan yang berjongkok di hadapannya.

"Ku pikir aku sedang membantumu dengan entah apa yang kau rasakan sekarang, tapi aku sepertinya salah karena kau hanyalah seorang egois yang memikirkan perasaanmu sendiri." Dengan kalimat terakhir yang ia lontarkan, Yifan berdiri dan melangkah meninggalkan Chanyeol yang masih duduk mematung.

Chanyeol sendiri tidak tahu dengan apa yang ia rasakan kala ia memutuskan untuk membiarkan tubuhnya tenggelam. Yang pemuda itu tahu hanyalah bagaimana ia bisa mengakhiri hidupnya dan tidak kembali lagi. Yifan seharusnya tidak berhak untuk mengatakan apapun tentangnya. Yifan tidak seharusnya membawanya kembali ke permukaan. Yifan tidak seharusnya berusaha menyelamatkannya. Yifan tidak— Chanyeol seketika bangkit dan berlari mengejar Yifan yang sudah berjalan menjauhinya. Yifan tiba-tiba berhenti dan berbalik ketika mendengar langkah kaki Chanyeol di belakangnya. Chanyeol berdiri dengan jarak beberapa meter darinya dengan tubuh basah kuyup dan gemetaran.

"Sejak awal kita bertemu..." Yifan menatap Chanyeol tajam.

"...aku sudah sadar bahwa kau adalah sosok yang harus kuhindari."

"Tiba-tiba mengajakku bicara dan menawarkan pertemanan ketika kau sendiri sebenarnya terlalu sombong untuk membutuhkan orang lain."

Chanyeol membisu tapi pandangannya tak lepas dari kedua manik hitam milik Yifan.

"Kau..." Dada Yifan naik turun tidak beraturan ketika rasa kesalnya sudah tidak terbendung lagi.

"Kau selalu berusaha untuk membuat orang lain mengerti perasaanmu tapi kau juga tidak mau mengatakan apa yang sebenarnya kau rasakan!"

"Benar-benar tidak adil! Kau datang padaku meminta untuk diselamatkan ketika kau sendiri tidak ingin menyelamatkan dirimu sendiri!"

"Jadi sekarang katakan saja kalau kau tidak percaya padaku. Kalau kau tidak membutuhkan aku!"

Chanyeol yang sempat seperti mati rasa akhirnya bisa menguasai dirinya lagi dan tanpa ia sadari cairan panas itu telah berjatuhan dari kedua matanya. Lidahnya masih kelu tapi ia memaksakan tubuhnya untuk kembali berlari. Pemuda itu menubrukkan tubuhnya pada tubuh Yifan mendekapkan lengannya pada bahu pemuda yang lebih tinggi darinya itu.

Tubuh Yifan yang tidak siap membuat keduanya jatuh di atas pasir dengan Chanyeol yang masih terus mendekap tubuh Yifan. Tidak ada kata-kata yang tepat bagi Chanyeol untuk setiap kalimat yang telah Yifan ungkapan padanya.

"Setiap pagi, aku bangun dan bersiap untuk hidup lagi..."

"Tapi setiap kali itu pula, aku pikir aku akan mencoba untuk bunuh diri lagi."

"Aku juga tidak mengerti dengan keinginan-keinginan itu, tapi aku benar-benar ingin mati." Chanyeol menenggelamkan wajahnya pada lekuk leher Yifan, membisikkan kalimat demi kalimat yang keluar begitu saja dari mulutnya.

"Aku benar-benar ingin diselamatkan olehmu, tapi terkadang aku tidak bisa mengendalikan diriku sendiri."

Continue Reading

You'll Also Like

5.4M 177K 14
Wisnu mendapat ancaman untuk segera menikah, jika tidak ingin namanya dicabut dari salah satu pemegang saham perusahaan. Sementara menikah adalah sal...
1.2M 192K 53
Dinar, seorang caregiver di sebuah daycare suatu hari diminta mendampingi Oca, seorang anak yang punya trauma besar karena ibunya. Kesabaran Dinar me...
745K 140K 42
Di SMA Banaspati Maratungga dikenal sebagai sosok remaja galak yang bodoh namun berbakat dalam melukis. Tidak ada yang berani dengan Maratungga, tapi...
1.2M 38.8K 28
Area 18+ Anak kecil dilarang keras bertengger! Mengandung kata kasar . . Kami tidak bertanggung jawab, karna kami sudah memperingatkan kepada readers...