My Dearest Widow(er)/Dearest...

By verlitaisme

1.1M 73.5K 3.5K

Book 1 : Dearest Series A Romance Comedy Memutuskan menikah di usia muda benar-benar sebuah bencana bagi Laya... More

Cerai
Jobless
Mantan Suami
Gengsi
Maaf
Peka
Dulu
Mangsa
Cemburu
Kontrak
Kangen
Janji
Cinta
Hilang
Kecewa
Mood
Debar
Sinting
EBook Ready

Penasaran

33.4K 3.8K 160
By verlitaisme

Aku tercenung di depan layar laptop yang kubuka di atas ranjang. Tidak bisa tidur setelah mendengar omongan Bram tadi di taman. Dia bilang Amira, istrinya, sudah tidak ada. Ketika aku tanya kemana? Dia malah mengalihkan pembicaraan begitu saja, kemudian pamit dan meninggalkanku dengan rasa penasaran.

Dan sejak kapan Bram tinggal di komplek apartemen yang sama denganku? Aku enggak pernah lihat dia mondar-mandir di kawasan apartemen sebelumnya. Kebetulan lagi?

Sepertinya terlalu banyak kebetulan antara aku dan Bram hari ini. Lalu selanjutnya apa akan ada kebetulan lainnya?

Membayangkan hal itu aku mendengus. Tidak seharusnya aku mengharapkan kebetulan yang lainnya. Kisah kami sudah lama lewat, dan sayangnya berakhir tragis. Cerai.

Dengan malas aku menatap laptopku lagi. Mengamati kembali situs lowongan kerja, mulai mencari lagi karena tidak mungkin hanya bergantung pada satu perusahaan yang belum tentu bakal menerimaku.

Setelah mengirimkan setidaknya tiga aplikasi lamaran lagi, akhirnya aku menutup laptop dan meletakkannya ke atas nakas di sisi ranjang. Membaringkan tubuh, pikiranku mulai melayang lagi. Kali ini bukan tentang kebetulan-kebetulan yang terjadi bersama Bram, tapi lebih bagaimana aku menghindarinya.

Dia tidak boleh tahu kalau ternyata aku masih menjanda selama sepuluh tahun, dan tidak memiliki pekerjaan. Mau ditaruh di mana mukaku?

Berarti, mulai besok aku harus waspada tiap melangkah di sekitaran apartemen. Jangan sampai bertemu lagi dengan Bram. Jangan sampai Bram tahu bagaimana keadaanku yang sebenarnya. Jangan sampai ada celah baginya untuk menertawaiku.

Aku segera memejamkan mata erat sampai rasanya sekuruh urat di sekitarnya tertarik. Bayangan bagaimana Bram akan mulai mengejekku sebagaimana kebiasaannya dulu membuatku resah.

Jangan sampai Bram tahu. Enggak boleh!

*******

Dengan semangkuk mi instant di tangan, aku menarik kursi makan dengan malas menggunakan kaki. Ini sudah pagi berikutnya. Belum ada surel atau panggilan telepon dari perusahaan online games yang kemarin aku lamar, apalagi dari tiga perusahaan yang baru kukirimkan aplikasi lamaran semalam.

Mauku tuh, lamar, wawancara dan kepastian diterima terjadi dalam satu hari. Enggak perlu nunggu-nunggu karena dalam kasusku sifatnya urgent! Mendesak. Enggak bisa dilama-lamain, takut aku keburu bangkrut karena sisa uang yang menipis. Ini saja sudah makan mi instan demi penghematan.

Aku menggulung mi-ku dengan garpu sebelum memasukannya ke dalam mulut. Sementara tanganku yang bebas asyik berselancar di atas layar ponsel. Kemudian ada notifikasi surel masuk. Kugeser ketepi layar dengan ibu jari, karena pop-upnya mengganggu pandanganku pada berita yang sedang kubaca. Berita gosip tentang artis yang jadi pejabat pemerintahan terus ketahuan korupsi.

Heran, orang-orang ini, sudah enak-enak dapat kerjaan masih saja cari perkara. Aku saja setengah mati nyari kerjaan baru. Ck!

Hampir saja ponsel terlempar dari tanganku saking terkejutnya ketika sebuah panggilan dari nomor tidak dikenal masuk.

Aku mengerutkan kening, ini panggilan dari fixed line bukan selular. Siapakah?

Dengan cepat kutekan tombol untuk menjawab panggilan.

"Halo?" sapaku.

"Selamat pagi, dengan Ibu Laya Ananta?"

"Saya sendiri," sahutku.

"Saya Donna dari Shem Online Games ...."

Eh, ini yang kemarin aku interview, kan?

"Beberapa saat lalu kami mengirimkan email ke Ibu dan belum mendapat tanggapan. Maaf mendadak, tapi pimpinan kami mau bertemu dengan Ibu jam 9:30 pagi ini. Apa bisa, Bu?"

9:30?
Mataku langsung beralih ke jam di dinding. Sekarang sudah jam 8:45. Mendadak sekali? Tapi kalau aku menolak, bisa jadi aku tidak akan mendapatkan kesempatan ini lagi. Jadi ...

"Bisa!" sahutku. "Saya usahakan tiba tepat waktu. Terima kasih."

Lalu setelahnya, aku melakukan semuanya dengan serba buru-buru. Heh.

*******

Aku bahkan tidak sempat mengeringkan rambut. Hanya sempat memulas lipstik dan sedikit memakai bedak. Dengan terburu-buru aku turun melalui lift. Tujuanku satu, parkiran di lantai basement.

Tapi apa daya lift hanya bisa sampai ke lantai dasar. Basement sedang renovasi sehingga harus memutar melalui lobi untuk mencapai parkiran.

Dengan langkah tergesa aku berjalan buru-buru. Mengumpat dalam hati karena pilihan rok span sebawah lutut ditambah sepatu berhak tinggi agak membuatku kesulitan melangkah dengan cepat.

Aku nyaris berbelok untuk turun ke bawah melalui tangga darurat di sisi lobi --satu-satunya cara untuk mencapai basement saat ini-- ketika seseorang menarik lenganku, membuatku mundur beberapa langkah.

Lagi! Ini seperti kemarin ketika Bram menarikku mundur ketika mau naik bus.

Bram lagi, Bram lagi. Kenapa, sih, otakku selalu tersinkron dengan mantan suamiku itu?

Segera aku berbalik hendak melihat siapa gerangan yang menarikku mundur. Wajah marahku seketika melunak pasrah. Masalahnya, memang Bram lagilah yang menarikku barusan.

Dia lagi.

"Buru-buru?" tanyanya.

Aku menggangguk segera. Enggak sempat basa-basi.

"Enggak dianter?" tanya Bram lagi.

Kali ini aku menjawab dengan gelengan.

Ya Tuhan, ini tinggal lima belas menit lagi sebelum jam 9:30.

"Aku buru-buru banget, Bram. Kita ngobrol nanti aja," kataku gelisah.

"Aku anter? Mau?" tawarnya yang lagi-lagi kujawab dengan gelengan.

"Aku bawa mobil." Kuangkat kunci yang sejak tadi kugenggam.

"Oh!" Bram mengangguk, lalu tersenyum. "Kalau begitu sampai nanti," katanya lagi.

Aku mengangguk dan segera melesat turun melalui anak-anak tangga untuk mencapai parkiran.

*******

"Silakan tunggu di dalam ya, Bu Laya. Bapaknya masih on the way." Gadis muda yang sebelumnya memperkenalkan diri sebagai Donna, mengantarku masuk ke dalam sebuah ruangan yang di pintunya terpasang plang 'CEO'.

Setelah mempersilakanku untuk duduk, Donna yang terlihat santai dengan celana jeans dan atasan sabrina merah muda, meninggalkanku sendirian di dalam ruangan.

Bukannya duduk, mataku malah menjelajah liar ke sekeliling ruangan.

Di ruangan yang cukup besar ini, terdapat beberapa poster besar berbingkai dengan gambar animasi dari permainan online yang sebelumnya pernah aku list untuk bekal wawancara pertama kemarin. Ada juga dua monitor besar berlayar datar di atas meja yang membelakangi jendela. Kalau aku enggak salah nerka, mungkin besar masing-masing monitornya 29 inci.

Dasar aku super penasaran. Aku tidak bisa menahan rasa ingin tahuku sehingga melangkah mendekat ke arah meja. Ada bingkai foto yang letaknya membelakangiku di sana.

Siapa tahu itu adalah foto si CEO. Siapa tahu aku bisa mencuri start untuk melihat wajah si CEO sebelum bertemu langsung nanti. Jadi aku sudah bisa memutuskan sejak awal apakah aku harus memanggilnya dengan sebutan 'Pak' yang sopan, 'Pak' yang ramah, atau 'Pak' yang menggoda. Eh?

Aku bisa melihat foto itu dengan cepat dan mengembalikannya kembali ke posisi awal sebelum si CEO datang. Kalau dihitung ...  membalik, melihat dan meletakkan kembali foto, tidak akan memakan waktu sampai 10 detik.

Jadi, tanganku terulur ke arah foto, meraih dan membaliknya dengan kilat. Menatap foto, untuk kemudian menyesal setelahnya.

"Aria ganteng kan, Laya?"

Aku berbalik ke arah suara sementara tangan yang memegang foto masih berada di udara.

Bram berdiri di ambang pintu, menatapku dengan setelan biru dongker yang necis. Senyumnya lebar sementara matanya menatapku dengan binar jail.

*******

Mari berteman!
Follow aku di :
IG : verlitaisme
FB : verlitaisme
Line : verlitaisme




Continue Reading

You'll Also Like

835K 77K 32
Menjadi gadis paling yang tidak menonjol adalah tujuan Andrea. Selama hidupnya, Ibunya tidak suka jika ia berdandan berlebihan memperlihatkan kemolek...
52.1K 4.2K 37
[REVISI CERITA ETHAN] Romance/Humor/Sad/Family Kami berpisah dengan cara baik-baik. Bahkan di antara kami tidak ada yang merasa tersakiti karena...
1.1K 99 20
Grisha merupakan seorang manager di sebuah galeri seni namun karir cemerlang yang di milikinya tak sejalan dengan kisah cintanya, hingga suatu ketika...
124K 16.5K 36
Kesalahan terbesar Kallenya Sashmita Wangsa (Alena) di masa lalu adalah, membuang anaknya sendiri. Tahun-tahun berlalu, Alena pikir bisa melupakannya...