PARADISE

By mtch_n

33.4K 3.7K 282

Published in ffn at Sept 8, 2016. Yifan dan Chanyeol adalah sebuah kekacauan. Sanggupkah mereka menyelamatkan... More

FALLEN LEAVES
Lighter
The Dusk
Hazy
Fuzzy
High
Home
Tremble
Stay With Me
Your Eyes
Solace
Let Me Love You
Cold Water
What is Love?
Freal Luv
If I Have
Cave Me In
Love Me Right
Paradise
Love is a Dog from Hell
The Night in Questions
Yang Fana adalah Waktu
Surefire
Kotonoha no Niwa (Garden of Words)
One More Time, One More Chance
Sometimes, Somewhere
Cinta Tak Pernah Tepat Waktu
Si Me Amas, Serva Me
Sebuah Akhir

A Sky Full of Stars

1K 124 16
By mtch_n

"Chanyeol?"

"Surprise." Sapa Chanyeol sambil tersenyum lebar ketika Yifan membukakan pintu untuknya.

Yifan hanya bisa berkedip dengan ekspresi wajah menunjukkan kebingungan ketika melihat Chanyeol berdiri di balik pintu dengan senyum lebar di wajahnya. Mrs. Wu yang tiba-tiba sudah berdiri di balik punggung Yifan berdehem sebentar.

"Kau tidak menyuruh temanmu masuk?" Tanya Mrs. Wu pada Yifan yang masih berdiri mematung.

"Masuklah." Mrs. Wu mempersilahkan Chanyeol yang sudah dalam proses melepas sepatunya.

Yifan membuka mulutnya kemudian menutupnya lagi. Ia tidak tahu harus bereaksi seperti apa dalam situasi seperti ini.

"Maaf mengganggu tapi kebetulan aku sedang berada di area ini jadi aku memutuskan untuk mampir." Chanyeol meletakkan sekantong plastik hitam di meja ruang tamu apartemen itu.

Yifan bisa merasakan bahwa Chanyeol memang sengaja datang ke rumahnya malam itu dan tidak kebetulan seperti yang dikatakannya barusan. Ia bahkan bisa dengan samar menghirup aroma tubuh Chanyeol yang berbau asap rokok, ia hanya berharap Ibunya tidak mencium bau itu.

"Tidak apa-apa. Aku senang ada teman Yifan datang. Kebetulan kami akan makan malam, kau sudah makan? Aku akan mempersiapkan makanan untuk satu orang lagi." Jawab Mrs. Wu sambil memberi kode pada Chanyeol untuk mengikutinya ke meja makan yang terhubung langsung dengan dapur.

"Ah, aku juga membawa sedikit kimchi untuk Anda. Ini adalah kimchi terbaik di Seoul." Chanyeol menyerahkan kantong plastik yang tadi ia letakkan di atas meja kepada Mrs. Wu yang menerimanya dengan senyum antusias. Yifan yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua hanya bisa mendesah pelan. Chanyeol ternyata cukup licik dengan mengambil hati Ibunya.

Mereka bertiga kemudian duduk di meja makan dengan sup jagung, kimchi dan irisan daging babi rebus sebagai hidangan makan malam. Ini adalah menu makanan yang aneh bagi Chanyeol, tetapi entah kenapa ia begitu menikmatinya. Mrs. Wu meletakkan beberapa iris daging babi rebus di atas mangkuk nasi Chanyeol.

"Tidak usah sungkan. Makanlah yang banyak." Ujar Mrs. Wu.

"Kamsahamnida." Balas Chanyeol sambil tersenyum. Ujung matanya melirik ke arah Yifan yang kedua alisnya bertaut. Chanyeol kemudian mengambil beberapa potong kimchi lobak dan menaruhnya di atas mangkuk Yifan yang segera menatap ke arahnya.

Mrs. Wu tersenyum melihat ekspresi wajah Chanyeol yang terkejut mendapat tatapan mata dari Yifan.

"Yifan tidak suka makanan pedas. Jadi Kimchi bukan makanan favoritnya." Kata Mrs. Wu menjelaskan.

"Ah." Chanyeol mengangguk-angguk.

Yifan berdehem sebentar dan membetulkan postur duduknya. Chanyeol meliriknya dengan pandangan jahil. Ia seperti baru saja mendapatkan informasi yang suatu saat nanti bisa digunakan untuk menyerangnya.

"Kau naik apa ke sini? Kalau kemalaman, kenapa tidak menginap saja di sini?" Kata Mrs. Wu tiba-tiba mengusulkan sebuah ide yang membuat Yifan hampir tersedak sup jagung yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.

"Ma..." Yifan menyela sebelum meneguk segelas air putih.

"Aku membawa mobil dan sepertinya aku tidak bisa menginap. Ayahku pasti mencariku." Kata Chanyeol menghabiskan suap terakhir makanannya. Ia bisa melihat Yifan tidak begitu nyaman dengan ide dari Ibunya itu. Bukannya Chanyeol berharap, tapi tawaran Mrs. Wu itu sebenarnya membuatnya antusias.

Selesai makan malam, Yifan mengizinkan Chanyeol untuk menginvasi kamarnya. Dan sudah seperti yang ia duga, Chanyeol segera mengamati setiap benda di kamar Yifan dengan seringaian di wajahnya seolah ia sedang menjelajahi sebuah tempat yang penuh dengan harta karun. Hari ini Yifan tidak pulang bersama Chanyeol. Begitu bel pulang sekolah berbunyi, Chanyeol sudah langsung melesat keluar kelas tanpa mengatakan sepatah kata pun padanya. Dan sekarang tiba-tiba ia muncul di rumahnya.

"Dari mana kau?" Tanya Yifan sambil duduk di tepi ranjangnya.

Chanyeol yang sedang melihat rak buku Yifan mengangkat bahunya.

"Tidak dari mana-mana." Jawabnya singkat.

"Lalu kenapa kau ke sini?" Tanya Yifan lagi. Seperti sebuah kebiasaan, Chanyeol selalu menjawab pertanyaannya dengan setengah-setengah. Ia seperti tahu bagaimana membuat pemuda itu penasaran.

"Wae?" Chanyeol balik bertanya.

Yifan kemudian mengacuhkannya dan menyandarkan tubuhnya pada di atas tempat tidurnya. Matanya tetap mengawasi Chanyeol yang masih sibuk berkeliling. Tiba-tiba pemuda itu berhenti ketika melihat sesuatu yang menarik perhatiannya.

"Apa di dalamnya gitar sungguhkan?" Tanya Chanyeol sambil menyentuh sebuah tas hitam yang disandarkan di samping rak buku. Yifan memutar bola matanya ketika Chanyeol menemukan benda itu. Tanpa menunggu jawaban dari Yifan, Chanyeol mengangkat tas itu dan mengeluarkan isinya. Gitar akustik berwarna hitam itu adalah kado ulang tahunnya dari Kevin. Ayah tirinya itu dulu mengira Yifan tertarik untuk belajar memainkan alat musik setelah melihat Yifan membaca sebuah buku biografi musisi terkenal.

"Kau bisa memainkannya?" Tanya Chanyeol memeriksa gitar yang kini sudah ditangannya.

"Tidak. Dan aku tidak tertarik untuk memainkannya." Yifan kemudian duduk bersila di samping Chanyeol yang kini duduk di tepi ranjangnya dengan gitar di tangannya.

"Pffttt." Chanyeol menahan tawanya mendengar jawaban yang sudah ia duga dari Yifan.

Chanyeol kemudian mencoba memetik senar gitar yang sudah mulai kendor itu dan membenahinya. Chanyeol tampak terbiasa melakukan hal itu.

"Kau mau aku memainkannya?" Chanyeol menatap ke arah Yifan yang hanya mengangkat bahunya.

"Cause you're sky, cause you're a sky full of star. I'm gonna give you my heart..." Chanyeol mulai memainkan gitarnya sambil menyanyikan sebuah lagu dengan suara lirih. Jari jemari pucatnya tampak dengan lincah memetik senar gitar dan membuatnya mengalunkan nada yang meneduhkan.

"...I don't care go on and tear me apart. I don't care if you do." Yifan dengan canggung hanya duduk mematung sementara Chanyeol terus memainkan gitarnya. Namun satu hal yang tidak mereka sadari adalah bagaimana mata keduanya saling terpaut sementara melodi-melodi itu mengisi setiap sudut kamar itu.

.

.

.

Tap. Tap. Tap.

Chanyeol berjalan dengan limbung di sebuah lorong yang gelap gulita. Nafas pemuda itu naik turun ketika ia tidak juga menemukan jalan keluar. Ia berusaha berteriak meminta tolong tetapi tidak ada suara apapun keluar dari mulutnya. Entah bagaimana Chanyeol bisa berada di tempat ini.

Pemuda itu kemudian berusaha berjalan lagi ketika tiba-tiba cahaya kekuningan muncul dari ujung lorong itu. Dengan samar-samar Chanyeol juga bisa mendengar suara seorang wanita yang menyenandungkan sebuah lagu. Lagu itu seperti pernah Chanyeol dengar sebelumnya, tetapi ia tidak bisa menebaknya. Dengan tergesa ia mengikuti arah cahaya itu.

Ketika sudah dekat, barulah Chanyeol sadar bahwa cahaya itu datang dari celah sebuah pintu. Pintu itu tidak sepenuhnya tertutup namun Chanyeol yang berdiri mematung di hadapannya tidak bisa melihat isi dari balik pintu itu. Dengan ragu-ragu Chanyeol mengulurkan tangannya untuk mendorong kenop pintu itu ketika tiba-tiba semuanya gelap.

Kukkie menggonggong keras ketika Chanyeol akhirnya membuka matanya. Keringat dingin menghiasi wajah pucatnya. Nafas Chanyeol terengah-engah ketika matanya memandang ke arah sekeliling kamarnya. Pemuda itu kemudian menyalakan lampu tidur di atas meja nakasnya ketika Kukkie yang ia biarkan tidur di kamarnya menaiki tempat tidur dan mengendus leher Chanyeol.

"Terima kasih." Ujar Chanyeol pada anjing kesayangannya itu. Tubuhnya masih gemetaran tapi ia bernafas lega ketika bisa terbangun dari mimpi yang terus menghantuinya setiap kali ia meminum obat yang diberikan psikiaternya.

.

.

.

Pada jam istirahat kali itu, Yifan yang biasanya memilih untuk duduk menyendiri membaca novel di atas atap sekolah berjalan menuju kantin sekolah. Hari itu ia merasa cukup lapar hingga ia harus membeli sesuatu untuk mengganjal perutnya. Ia biasanya akan sarapan di rumah dan akan cukup kenyang hingga jam sekolah berakhir. Tetapi hari itu Mrs. Wu terlihat buru-buru berangkat ke kantor dan tidak sempat menyiapkan sarapan untuknya.

Ketika Yifan tengah memesan seporsi kimbap dan sekaleng soda dingin, ia tanpa sengaja mendapati sebuah pemandangan yang membuatnya mengerutkan keningnya. Yifan berusaha mengalihkan perhatiannya agar tidak memandang ke arah kerumunan itu. Namun ketika Yifan berjalan melewati kerumunan itu sambil membawa nampan berisi kimbap dan soda pesanannya, mau tidak mau ia membulatkan matanya.

Di tengah kerumunan itu tampak Chanyeol sedang duduk menghadap sebuah nampan berisi cabai hijau. Beberapa murid tampak tertawa melihat Chanyeol sedang berusaha memasukkan cabai itu ke dalam mulutnya yang sudah memerah. Cabai memang makanan pendamping di Korea dan adalah hal yang biasa bagi mereka untuk menyantapnya begitu saja, tetapi tidak segila itu dengan memakan cabai itu saja tanpa makanan apapun. Apalagi dengan jumlah cabai yang tidak wajar itu, tidak mungkin Chanyeol memakannya dengan serta merta.

Yifan meletakkan nampannya di sebuah meja kosong dan dengan langkah tergesa menghampiri kerumunan itu. Ia kemudian berdiri di samping Chanyeol yang dengan kepala tertunduk terus memasukkan cabai itu ke dalam mulutnya.

"Yah! Kau gila?" Yifan membuka suaranya membuat kerumunan murid-murid yang sebelumnya fokus pada Chanyeol kini menatapnya. Chanyeol dengan perlahan mendongak. Selain mulutnya, mata dan hidung Chanyeol juga sudah memerah menahan rasa pedas.

"Oy, akhirnya pangeranmu datang." Ujar Jongin dengan seringai di sudut bibirnya.

"Apa kau datang untuk menyelamatkan Tuan Putri?" Salah seorang lain yang Yifan tidak ingat namanya ikut menyahut.

Mereka kemudian tertawa ketika wajah Yifan memerah menahan amarah yang entah kenapa menguasai tubuhnya.

"Ayo kita pergi dari sini." Yifan menarik bahu Chanyeol agar bangkit dari tempat duduknya.

Namun Jongin dan yang lain menghadang mereka berdua.

"Tuan Putri tidak akan meninggalkan tempat ini sebelum ia menghabiskan makanannya."

Yifan mendadak merasa mual. Tempat ini sungguh mengerikan dan dipenuhi orang gila. Bagaimana mungkin mereka membiarkan Chanyeol diperlakukan seperti itu? Apa Chanyeol begitu buruk hingga layak diperlakukan dengan tidak manusiawi?

Tanpa mengacuhkan Jongin dan teman-temannya, Yifan menarik tangan Chanyeol dan menggandengnya untuk keluar kerumunan ketika Jongin menahan bahunya.

Yifan yang sudah tidak tahan lagi tiba-tiba berbalik dan mendorong tubuh Jongin yang lebih pendek darinya. Hal itu rupanya membuat Jongin ikut naik darah dan dengan kekuatan penuh mengarahkan tinjunya pada rahang kanan Yifan. Pemuda yang tidak siap dengan serangan itu kemudian terhuyung ke belakang. Ia dapat merasakan darah segar memenuhi mulutnya. Yifan sudah akan melancarkan serangan balasannya ketika seseorang datang dan membuat kerumunan itu bubar. Jongin yang melihat siapa yang datang segera berlari bersama teman-temannya. Hanya ada Chanyeol dan Yifan yang tersisa di tempat itu. Yang lainnya bersikap seolah tidak baru saja menyaksikan peristiwa apapun.

"Kalian berdua ikut ke ruanganku." Pak Guru Kim berjalan mendahului dua orang pemuda yang hanya bisa mengikutinya dengan terpaksa.

"Ceritakan apa yang terjadi." Chanyeol dan Yifan duduk di hadapan Mr. Kim yang melipat tangannya di dada menunggu salah seorang dari kedua pemuda itu untuk membuka mulutnya.

Hening. Tidak ada satu pun dari mereka yang membuka mulut.

"Apa aku harus memanggil orang tua kalian ke sekolah agar kalian mau bicara?" Ancam Mr. Kim pada akhirnya.

Tubuh Chanyeol terlihat gelisah di tempat duduknya.

"Tidak terjadi apa-apa, Mr. Kim." Kata Chanyeol.

Yifan meliriknya dengan tatapan tajam. Dan ternyata memang semua murid di sekolah ini sakit. Batin Yifan ketika Chanyeol masih saja berusaha menutup-nutupi apa yang dilakukan teman-teman padanya.

"Lalu kenapa ada keributan di kantin tadi?" Tanya Mr. Kim yang tidak mempercayai pernyataan Chanyeol sebelumnya.

"Kenapa Anda tidak memanggil Jongin dan teman-temannya juga ke sini?" Tanya Yifan yang akhirnya ikut membuka suara.

"Apa mereka terlibat?" Tanya Mr. Kim lagi. Raut wajahnya terlihat bosan.

Apa ia buta? Batin Yifan kesal.

"Mereka mem-bully Chanyeol." Ungkap Yifan yang membuat Mr. Kim menaikkan salah satu alisnya.

"Benar begitu, Chanyeol?"

Chanyeol hanya membisu.

"Mereka sudah melakukannya sejak lama. Tidak bisakah Anda melihatnya? Seluruh murid di sekolah ini memusuhi Chanyeol. Mereka bahkan melakukan hal-hal yang membahayakannya." Yifan sudah tidak bisa diam lagi melihat Chanyeol yang hanya bisa diam. Ia tidak tahu apa yang membuat pemuda itu begitu takut untuk menceritakan apa yang selama ini dialaminya pada orang lain.

"Apa aku harus memanggil Mr. Park, Chanyeol?" Tanya Mr. Kim lagi.

Entah kenapa Yifan merasa bahwa bukannya mendengarkan cerita Chanyeol, Mr. Kim justru seperti sedang menekan Chanyeol agar terus diam.

Mendengar pertanyaan Mr. Kim itu Chanyeol cepat-cepat menggeleng.

"Tidak, Mr. Kim. Anda tidak perlu menghubunginya. Tadi hanya salah paham. Yifan masih belum terbiasa dengan sekolah ini." Jelas Chanyeol.

Yifan seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Kalau Chanyeol ingin lebih tahu, Yifan tidak akan pernah terbiasa dengan sekolah ini.

"Baiklah kalau begitu. Kali ini aku biarkan kalian lolos, tapi kalau aku melihat kalian membuat masalah lagi, maka aku harus memanggil orang tua kalian ke sekolah."

"What the..." Yifan sudah akan mengumpat ketika Mr. Kim menatapnya dengan tajam.

Chanyeol segera bangkit dan menarik tangan Yifan agar melakukan hal yang sama.

"Kami permisi dulu. Terima kasih, Mr. Kim."

Dengan terburu-buru Chanyeol membungkukkan tubuhnya dan menarik Yifan agar keluar dari ruangan itu.

.

.

.

"Don't fucking talk to me!" Bentak Yifan ketika Chanyeol terus mengekornya di belakang sepulang sekolah. Ia masih tidak mengerti dengan apa yang terjadi di sekolah tadi dan ia juga sudah tidak habis pikir dengan sikap Chanyeol yang menurutnya tidak masuk akal.

Chanyeol berusaha mengimbangi langkah kaki Yifan ketika mereka berjalan menyusuri jalan di taman kota. Ia beberapa kali berusaha menarik tangan Yifan agar berhenti namun pemuda itu terus saja berhasil mengibaskannya.

"I'm sorry." Kata Chanyeol sedikit terengah. Yifan masih terus berjalan dengan tergesa.

"Simpan permintaan maafmu itu. Aku tidak perlu mendengarnya setiap kali kau merasa bersalah padaku. Aku tidak membutuhkannya!" Kesabaran Yifan sudah habis. Setiap kali ia berusaha mengerti apa yang Chanyeol hadapi, maka pada saat itu juga pemuda itu justru berusaha membuatnya keluar dari lingkarannya.

"Berhenti." Chanyeol menahan bahu Yifan namun pemuda yang lebih tinggi darinya itu menghempaskan tangannya dengan kasar sebelum ia berbalik dan menatap Chanyeol.

"Apa kau tidak lelah diperlakukan seperti itu? Bagaimana bisa kau membiarkan dirimu diperlakukan seperti itu?" Yifan mencengkeram kedua bahu Chanyeol yang berdiri mematung.

"Kau terus meminta maaf padaku tapi kau sendiri tidak mau menyelamatkan dirimu sendiri. Aku merasa seperti orang bodoh karena membelamu tadi."

Chanyeol menyentuh tangan Yifan pelan dan tanpa berbicara sepatah katapun membimbing Yifan untuk duduk di kursi taman yang kebetulan berada tak jauh dari tempat mereka berdiri sebelumnya. Yifan tampak lebih tenang setelah duduk meskipun nafasnya masih tampak naik turun tak beraturan setelah meledakkan emosinya.

"Terima kasih karena sudah membelaku, tapi hal itu tidak akan ada gunanya, Yifan." Chanyeol berkata sambil mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.

"Ayahku adalah ketua yayasan di sekolah." Chanyeol memulai ketika tangannya yang memegang selembar tissue mulai membersihkan bibir Yifan yang robek akibat hantaman Jongin tadi.

"Kalau kau masih ingat, aku mempunyai skandal yang cukup memalukan ketika SMP. Seluruh sekolah tahu bahkan para guru dan tim yayasan sekolah. Pada awalnya mereka tidak setuju aku masuk ke SMA yang sekarang karena hal itu akan merusak reputasi sekolah."

Yifan meringis kesakitan ketika tanpa sadar Chanyeol menekan lukanya di bibirnya yang masih menganga.

"Tetapi mengingat Ayahku yang masih memiliki kuasa di sekolah itu dan ia juga berjanji di depan para pengurus yayasan bahwa aku tidak akan membuat masalah, maka mereka mengizinkan aku masuk sekolah itu sekarang."

"Tapi itu tidak berarti kau bisa diam saja-" Yifan berusaha memotong ketika Chanyeol kembali melanjutkan ceritanya.

"Jika aku melawan, mereka akan semakin bersemangat untuk menyiksaku. Hal itu juga berarti akan ada keributan di sekolah, dan karena aku adalah murid yang tidak normal, sekolah akan lebih mempercayai murid-murid lainnya. Mereka akan memanggil Ayahku yang pastinya nanti akan marah besar dengan tindakanku."

Chanyeol menatap Yifan yang balas menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Aku tidak perlu lagi membuat membuat malu Ayahku di hadapan koleganya, karena ternyata selain tidak normal, aku juga anak bandel yang tidak tahu diri."

Yifan kehabisan kata-kata untuk merespons cerita Chanyeol. Mungkin jika ia tidak mendengar hal itu langsung dari mulut Chanyeol, maka ia pasti menganggap orang itu gila.

Yifan masih sibuk mencerna cerita Chanyeol ketika pemuda itu mendekatkan wajahnya pada wajah Yifan. Chanyeol mengecup singkat luka di bibir Yifan sebelum tersenyum padanya.

"Kau tidak perlu lagi membelaku di depan mereka. Kita cukup diam dan membiarkan mereka melakukan apapun yang mereka inginkan. Toh tinggal setahun lagi sebelum kita lulus. Aku bisa bertahan sampai-" belum sempat Chanyeol menyelesaikan kata-katanya, Yifan menarik lehernya dan melumat bibir merah Chanyeol.

Yifan mungkin nanti akan menyesali apa yang ia lakukan sekarang, tetapi saat ini ia tidak peduli karena entah dorongan dari mana ia hanya ingin menyentuh bibir Chanyeol dengan bibirnya.

Chanyeol menutup matanya erat dan mengerang ketika Yifan melesakkan lidahnya ke dalam mulutnya, menyentuh bagian dari dirinya yang orang lain belum pernah lakukan. Sisa-sisa dari cabai hijau yang Chanyeol makan sebelumnya masih terasa, tapi keduanya seperti hanya bisa menyesap rasa manis dari saliva mereka yang tercampur.

Yifan akhirnya melepaskan Chanyeol ketika tanpa sadar Chanyeol menggigit bagian bibirnya yang terluka sebelumnya, membuat ia meringis kesakitan. Chanyeol tertawa melihatnya.

Continue Reading

You'll Also Like

864K 66.1K 39
Baekhyun mengaku normal dan masih bernafsu pada perempuan tapi ibunya malah menjodohkannya dengan lelaki karena ingin mendapatkan calon besan yang ka...
508K 69.3K 57
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] LENGKAP | BELUM REVISI ───────────── When betrayal ruins everything. ───────────── Arenia Calira, nama yang indah tapi tak...
746K 140K 42
Di SMA Banaspati Maratungga dikenal sebagai sosok remaja galak yang bodoh namun berbakat dalam melukis. Tidak ada yang berani dengan Maratungga, tapi...
778K 19.9K 13
Praya Gauri Zivana adalah bentuk dari luka paling sempurna. Menjadi korban kekerasan seksual membuatnya ingin melupakan semua tentang Jogja yang isin...