Candy Boy (COMPLETE)

By _Hyull_

35.4K 6.6K 1.2K

More

Candy Boy (Chapter 1)
Candy Boy (Chapter 3)
Candy Boy (Chapter 4)
Candy Boy (Chapter 5)
Candy Boy (Chapter 6)
Candy Boy (Chapter 7)
Candy Boy (Chapter 8)
Candy Boy (Chapter 9)
Candy Boy (Chapter 10)
Candy Boy (Chapter 11)
Candy Boy (Chapter 12)
Candy Boy (Chapter 13)
Candy Boy (Chapter 14)
Candy Boy (Chapter 15)
Candy Boy (Chapter 16)
Candy Boy (Chapter 17)
Candy Boy (Chapter 18)
Candy Boy (Chapter 19)
Candy Boy (Chapter 20)
Candy Boy (Chapter 21)
Candy Boy (Chapter 22)
Candy Boy (Chapter 23)
Candy Boy (Chapter 24)
Candy Boy (Chapter 25)
Next Story
Candy Boy (Chapter 26) END

Candy Boy (Chapter 2)

1.7K 330 25
By _Hyull_

     Sepatu kerjanya, jas dan dasinya sudah terletak asal di atas lantai—dikamarnya. Masih mengenakan sisa pakaian kantornya, ia berbaring lelah diatas kasurnya. Mata sayunya mengamati langit kamarnya yang gelap—karena ia tidak menyalakan lampu kamar itu. Dalam renungannya, kerinduannya pada sosok mantan istrinya kembali ia rasakan. Ekspresi apa itu? Seperti ada perasaan menyesal, bersalah dan.. kesal?

Trrrt.. Trrrt.. Ponselnya berdering.

     Ia ingat itu, ponselnya masih berada didalam saku jasnya—yang sudah ia lempar asal. Terlalu lelah bergerak, ia memilih tidak menghiraukan panggilan itu. Tapi ponselnya kembali berdering bahkan hingga tiga kali panggilan dan ia tetap tidak menghiraukan panggilan itu. Huh! Kesal dengan suara getar ponselnya yang tak berhenti mengusik ketenangannya, penuh paksaan ia bergerak turun dari kasur lalu mengambil kasar jasnya. Diraihnya ponsel itu lalu meletakkan kembali jas mahalnya di atas lantai.

[Hyung!] seorang pria menyapanya dengan teriakan ekstra.

"Mmm, wae?"

[Bukankah besok kau libur? Boleh aku kerumahmu?] dia bertanya dengan penuh semangat.

"Datanglah."
[Wihii.. Sudah lama sekali aku tidak kerumahmu. Aku akan menghabiskan semua stok jelly dan permenmu! Aaa, katakan pada nuna juga ya kalau aku akan—]


Tuut.. Tuut.. Dia sudah memutuskan panggilan itu—yang ternyata dari adik laki-lakinya.


     Permen? Ia lihat kearah lemari single dengan lapisan kaca disetiap sisinya. Tampak tumpukan permen disetiap rak pada lemari itu. Jika mencoba mengingatnya, sudah lama sejak terakhir kali ia membeli permen, mungkin sebulan yang lalu. Rasa lelah seperti terlupakan. Ia berdiri dari kasurnya, melangkah menuju lemari kaca itu. Ia ambil sebuah paper bag berukuran besar lalu membuka pintu lemari kaca itu.

     Diambilnya beberapa macam permen dengan jumlah yang sangat banyak lalu ia masukan kedalam paper bag. Hampir melewati batas muatan, ia berhenti memilih. Sesaat matanya kembali menjadi sayu tak bersemangat. Ia letakkan paper bag berisikan permen itu ke atas meja—disamping kasurnya—lalu melangkah malas menuju kamar mandi. Disana ia menghujani tubuhnya dengan air hangat dan berusaha mengosongkan pikirannya.


--


     Yoona baru saja mengganti pakaian yang sebelumnya sudah menghapus riasan diwajahnya. Ia duduk termenung dihadapan meja rias, memandangi wajahnya dari pantulan cermin. Yang selalu terpikirkan olehnya ketika dalam posisi itu, Mengapa aku menjadi seperti ini? Mengapa aku mau menikah dengannya? Ia tidak pernah berhenti memikirkan itu. Dan ketika pikiran itu mulai menghampirinya, dadanya akan terasa sesak dan membuatnya harus segera menghirup udara segar diluar sana. Dengan gaun katun selututnya—yang bertangan panjang—dilengkapi kardigan polos, ia keluar dari kamar. Oo?

     Dilihatnya suaminya yang juga tengah keluar dari kamarnya dengan menenteng sebuah paper bag. Seakan tak melihat keberadaannya, suaminya itu melangkah santai menuruni tangga hingga keluar dari rumah—yang sepertinya menuju mobilnya. Sudah lama tidak melihat Sehun mengenakan pakaian seperti itu. Saat itu Sehun mengenakan jeans berwarna hitam, kaos turtle neck berlengan panjang yang juga berwarna hitam, topinya yang juga berwarna hitam, dan satu-satunya sepatu kets berwarna putih yang ia gunakan dengan cara menginjak bagian tumitnya.

     Yoona dapat mengingat dengan baik. Sehun sering mengenakan pakaian seperti itu ketika hendak keluar dimalam hari—tapi sejak bulan lalu Sehun tidak pernah melakukannya—dan kini Yoona melihat hal itu lagi. Ia tidak pernah tahu apa yang suaminya lakukan diluar sana dengan pakaian yang nyaris sama itu. Sungguh, ia penasaran akan itu. Apa tidak masalah jika aku cari tahu?

     Ia mulai melangkah mengendap menuruni tangga. Dengan hanya mengenakan sandal jepit biasa, Yoona berlari menuju gerbang rumah itu setelah mobil Sehun melesat pergi. Loh? Ia melihat mobil Sehun berhenti sejenak disamping tempat sampah yang berada sebelum gerbang rumah itu. Dari kaca mobil yang terbuka, Sehun melempar paper bag yang tadinya ia bawa hingga masuk kedalam tempat sampah, kemudian mobilnya kembali bergerak pergi. Rasa penasaran Yoona kembali menggelitiknya, ia berlari kecil menuju tempat sampah itu.

"Permen? Kenapa lagi-lagi dia membuang permen sebanyak ini? Aa, tidak ada waktu, aku harus segera mengikutinya."


     Sepertinya tuhan sedang berpihak pada Yoona. Taksi melintas didepan gerbang rumahnya dan langsung ia hentikan. Setelah itu ia langsung meminta sopir taksi untuk mengikuti mobil Sehun. Dari yang ia lihat, Sehun mengemudi dengan sangat pelan seakan ia tidak memiliki tujuan tertentu. Pertanyaan yang hendak timbul menjadi ragu mengganggu Yoona. Mungkin karena tidak ada yang mencurigakan dari suaminya itu. Mencurigakan? Kenapa juga aku harus tahu itu? Tunggu, sebenarnya apa yang sedang aku lakukan? Yoona terdiam sesaat dengan situasi yang sedang ia perbuat. Itu pertama kalinya dia mengikuti Sehun. Ee? Candy shop?

     Sopir taksi sudah menepikan mobilnya sesuai dengan target yang ia ikuti. Tetapi Yoona belum juga keluar dari sana. Ia mendadak ragu. Lakukan? Atau tidak? Pikiran itu membuatnya cemas. Pertama ia cemas dengan rasa penasarannya dan kedua tak ingin ketahuan dengan suaminya itu. Oke, tidak masalah. Aku hanya perlu menjaga jarak darinya. Setelah membayar tagihan, ia berjalan kikuk masuk kedalam toko itu.

     Wah.. Yoona terpana akan interiornya. Itu pertama kalinya untuknya memasuki sebuah Candy shop. Disaat memasuki toko itu, pengunjung akan disambut pohon berbentuk lollipop. Di bagian lain, terdapat stoples kaca yang diisi dengan aneka permen dan jelly yang disusun rapi diatas rak kayu. Juga tampak beberapa macam camilan manis yang terdapat didalam etalase kue.

     Jendela kaca ditetapkan sebagai pembatas antara toko dan dapur membuat pengunjung dapat melihat aktivitas di dapur. Tidak hanya pastry chef yang berada di dapur, juga terdapat sebuah ruangan—yang letaknya tepat disamping dapur—dimana para pengunjung bisa langsung mencoba untuk membuat camilan mereka sendiri.

     Tak hanya produk buatan sendiri, toko itu juga menjual permen internasional. Salah satunya M&M dan Hershey yang merupakan brand permen ternama. Produk dan interiornya benar-benar menyatu. Color full dan pastinya akan membuat pengunjung berlama-lama didalam sana. Seperti yang terjadi pada Yoona, bukannya mencari keberadaan suaminya, ia malah mencoba aneka tester yang toko itu sediakan.

"Nona, apa anda mau merasakan permen terbaru kami? Baru saja di launching minggu lalu." Sapa seorang pelayan dengan sebuah nampan di tangannya.

"Aa, baiklah." Dia terlihat sangat antusias. Tidak pernah berpikir bahawa dirinya akan menyukai camilan manis seperti itu. "oo? Teksturnya kenyal dan rasanya asam. Aku suka ini." kata Yoona ketika mendapatkan cita rasa yang berbeda.

"Iya Nona. Kami mencampurkan anggur hijau dan kismis muda." Jelas si pelayan sama antusias dengannya.

"Kalau begitu aku akan beli ini." Mungkin karena dirinya tidak terlalu menggilai rasa manis yang terlalu berlebihan, permen dengan rasa asam menjadi pilihannya. Oo? Dimana dia? Ia sadari itu, ia tidak dapat menemukan Sehun disana. Ia coba untuk menelusuri toko itu sekali lagi. Sehun benar-benar sudah tidak berada disana lagi. Penuh penyesalan, Yoona melangkah keluar dari toko itu—sambil mengutuk kebodohan dirinya—membawa sebuah paper bag dengan logo lollipop yang berisikan permen yang tadinya ia beli.


     Didalam taksi ia pandangi paper bag itu. Gara-gara permen ini aku jadi melupakannya. Batinnya, masih menyesali perbuatannya. Penyesalannya itu membuatnya tak sadar bahwa taksi yang ia tumpangi sudah tiba didepan gerbang rumahnya. Ia melangkah melalui gerbang yang tak tertutup rapat—disambut Paman Kang yang kebetulan sedang duduk santai di sekitar pepohonan, mungkin memang sedang menunggu kepulangannya. Merasa sedang tidak mood untuk mengobrol, Yoona lanjut melangkah menuju rumahnya.

     Kaki jenjangnya menapak pelan diatas aspal berwarna hitam pekat—yang merupakan jalan menuju rumahnya. Jarak antara gerbang dan rumah lumayan jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Tetapi udara sejuk dari pepohonan—yang berbaris di sepanjang tepi jalan—membuatnya sangat menikmati itu. Malam sudah terhitung larut, dan udara juga berangsur menusuk. Tak terlalu, karena udara segar dari pepohonan membuat Yoona tak begitu menghiraukan dinginnya cuaca pada malam itu.

     Bibi Kim yang juga sedang menunggunya langsung berlari penuh tenaga. Dengan tubuh gempalnya, menghampiri Yoona yang sedang menaiki tangga kecil beranda rumah mewah itu. Tetapi lagi-lagi Yoona hanya memperlihatkan senyumnya—yang jelas sekali tampak terpaksa—dan terus melangkah melewati kepala pelayan itu.

     Menaiki tangga menuju lantai 2 saja membuatnya tak bersemangat. Entahlah, dia juga tidak mengerti mengapa dirinya menjadi tak bersemangat seperti itu. Dugg! Suaminya sedang berdiri bersandar didepan pintu kamarnya. Melihat kearahnya dengan tatapan penuh amarah. Oh tidak! Tatapan suaminya beralih ke paper bag yang ada ditangan Yoona. Tentu, tenaga Yoona mendadak menghilang. Ia tak mampu melangkah dan hanya mematung diposisinya—tidak jauh dari pintu kamarnya—dimana Sehun masih berdiri disana, dan sekarang sedang melangkah menghampirinya.

"Kau tidak sedang menguntitku kan?" suaranya rendah dan sangat berat. Mata kelamnya menatap Yoona tak suka. Saking ketakutan, Yoona bahkan tak bisa bicara. "wae? Apa ayahku yang menyuruhmu? Mencari tahu mengenai aktifitasku?" nada ketus itu semakin membuat jantung Yoona melemah. "jika memang—"

"Tidak, aku.." Yoona alihkan pandangannya dari wajah itu, terlalu menegangkan jika terus membalas tatapan suaminya itu. "mianhaeyo." Hanya itu yang bisa ia katakan. Yoona yang sedang merunduk dapat melihat kepalan tangan Sehun yang tengah memegang geram sebuah paper bag—sama seperti miliknya. Hela nafas pria itu terdengar jelas olehnya, yang tak lama dari itu melangkah menjauh darinya lalu masuk kedalam kamar dengan suara bantingan pintu yang sangat keras. Yoona sampai mengerjap kaget saking kerasnya suara itu. Huh.. Tamat sudah riwayatku.


--


     Yoona baru saja selesai memoles wajahnya dengan sedikit krim wajah dan lipstik. Tak lupa menyemprotkan parfum beraroma mirip dengan wangi pegunungan dimusim semi yang berasal dari bunga-bunga di pegunungan. Ia pandangi pantulan tubuhnya di cermin. Dengan mengenakan blouse berlengan panjang berwarna cream dipadani dengan rok panjang berwarna kuning muda bercorak bunga. Rambut coklatnya yang panjang ia gerai dan menjepit poninya ke samping. Ia merasa puas dengan pakaiannya di pagi itu. Terlihat bersemangat—karena akan mengunjungi rumah Paman Ji ayahnya Sejeong—Yoona pakai sepatu ketsnya lalu berjalan riang keluar dari kamarnya.

     Ketika hendak menuruni tangga, tubuhnya mendadak berbalik. Ia melihat pintu ruang kerja suaminya terbuka setengah. Merasa penasaran, ia berlari kecil menuju pintu itu. Terlihat Sehun disana. Sedang tertidur nyenyak disebuah sofa disamping meja kerjanya. Dari bahasa tubuh suaminya, sepertinya dia tengah kedinginan. Tentu saja, pintu ruangan itu lupa ia tutup rapat.

     Dengan mengendap-endap, Yoona masuk kedalam ruangan itu. Ia buka laci di sebuah lemari guna mengambil selimut. Kembali mengendap-endap, ia hampiri tubuh suaminya. Segera ia selimuti tubuh itu. Setelah itu ia sudah berlari kecil keluar dari ruangan itu dan tak lupa menutup pintunya. Huh.. Cukup menegangkan untuknya. Kini senyuman diwajahnya mengembang manis.

"Nuna!" teriak seseorang dari lantai bawah. "oo? Kau mau kemana?" tampaklah Daniel disana, sedang menaiki tangga. Sebelum suara Daniel membangunkan Sehun dari tidurnya, Yoona segera menarik Daniel untuk turun bersamanya. "wae? wae?"

"Jangan berisik. Dia sedang tidur." Ujar Yoona pelan yang sudah membawa Daniel ke meja makan.

"Aa.." Daniel mengangguk, mungkin baru paham.

"Kau sudah sarapan?" tanya Yoona yang sudah duduk di kursi.

"Belum. Wah.. Bibi Kim! Aku rindu sekali masakanmu!" suaranya kembali menggelegar dilantai 1 itu. Mata sipitnya langsung membesar ketika dilihatnya Bibi Kim membawa makanan kesukaannya.

"Tadi malam tuan mengatakan padaku, bahwa anda akan datang kesini. Karena itu saya masakan sup ayam gingseng kesukaan anda."

"Benarkah? Hyung perhatian sekali padaku!"

"Makanlah dan jangan berisik." Tegur Yoona, memaksa Daniel meraih sumpit dan sendoknya. Benar sekali, usai itu dia sudah meraih semua side dish di meja itu.

"Nuna, kau mau pergi? Kenapa rapi sekali?" mulutnya memang tidak bisa diam meski sedang makan.

"Aku mau kerumah pamanku."

"Rumah Sejeong?" suaranya mendadak pelan. Yoona lirik ia sejenak, Daniel tampak murung beberapa detik yang setelah itu kembali mengunyah dengan semangat.

"Kau mau ikut?" tawar Yoona.

"Oho! Kenapa juga aku harus ikut? Tidak ada alasanku untuk kesana. Lagi pula aku kesini mau menghabiskan jelly milik hyung!" dan kenapa juga dia harus berteriak seperti ini?

"Baiklah, aku tahu itu. Lanjutkan saja makannya." Mungkin makhluk disebelahnya itu tidak bisa jika tidak berteriak. Syukur Yoona sudah terbiasa dengan tingkah anehnya itu. Yoona menyudahi sarapannya. "Bibi Kim, mianhaeyo. Aku bukannya tidak mau menghabiskan sarapanku, tapi aku sudah terlanjur berjanji untuk makan bersama pamanku."

"Tidak masalah. Lagi pula ada Tuan Daniel disini. Sudah, Nyonya pergi saja."

"Kalau begitu aku pergi dulu."

"Nuna!" panggil Daniel disaat Yoona hendak melangkah pergi.

"Oo wae?!"

"Aa.. Tidak jadi." Mimik keraguan diwajah Daniel membuat Yoona tersenyum.


--


     Dia termenung setelah terbangun dari tidurnya. Masih berbaring di sofa, masih di posisi yang sama. Menatap kosong ke langit ruang kerjanya—yang sudah terang dikarenakan cahaya matahari yang berhasil menembus gorden di ruangan itu. Sesuatu menyelimutinya. Membuatnya segera bergerak untuk duduk dan setelah itu mengamati selimut itu—yang tengah ia lipat. Tentu ia tahu perbuatan siapa itu.

"Hyung! Apa-apaan ini? Kau tidur disini?" Daniel masuk kedalam ruang kerjanya dengan sebuah paper bag yang tadinya ia ambil di kamar Sehun—sewaktu mencari keberadaan saudara laki-lakinya itu. Mulutnya yang tengah mengunyah sebuah jelly kini tersenyum ramah karena akhirnya bisa melihat saudaranya yang tampan itu. "wah, aku sangat merindukanmu hyung." Ucapnya sambil mengunyah jelly dan permen sekaligus dan kini sudah duduk disamping Sehun. Sedari tadi Sehun hanya mengamati paper bag yang ada pada adiknya. Ada gambaran tak suka dari sorot matanya. "waeyo hyung? Apa ada yang salah?" dan akhirnya Daniel menyadari sorot mata itu—yang mengarah ke paper bag—yang ada dipangkuannya.

"Kau sudah sarapan?" tidak merespon, Sehun melangkah santai menuju pintu.

"Tadi aku sarapan bersama nuna." Langkah Sehun terhenti sejenak. Ia tampak memikirkan sesuatu yang beberapa detik setelah itu lanjut melangkah.

"Kalau begitu aku mau sarapan dulu."

"Aku akan menemanimu hyung!" pada akhirnya Daniel kembali sarapan bersama Sehun.




Continued..



Jangan lupa ya kalau cerita ini ada giveawaynya..

Berikan komentar kalian!





Continue Reading

You'll Also Like

98.6K 1.7K 7
His eyes darkened. "What did you say?" he asked through his gritted teeth. My heartbeat doubled in speed when I realised what I've just said. I'm so...
7.3K 150 60
Imagines of this cute boy Enjoy and vote, love you guys 🩷🩷
38.3K 1K 24
This one is about Deku having a wolf quirk. DaddyAizawa. Izuku gets a quirk but is met with a tragic fate. He doesn't trust anyone and acts like a l...
2.1M 110K 62
↳ ❝ [ INSANITY ] ❞ ━ yandere alastor x fem! reader β”• 𝐈𝐧 𝐰𝐑𝐒𝐜𝐑, (y/n) dies and for some strange reason, reincarnates as a ...