(TGS 3) Oh! Liana!

By NengNurFitry

1.1K 84 8

Arum Liana Erlangga memutuskan meninggalkan kesenangannya sebagai seorang anggota Kopasus, perempuan berusia... More

Prolog
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Bab 6
Bab 8
Bab 9

Bab 7

71 7 2
By NengNurFitry

      Alvin baru saja terlelap ketika suara ketukan – oh bukan tapi itu gedoran menggema di seluruh penjuru rumah. Alvin berdecak jengkel, dan berpikir jika kemungkinan yang menggedor pintunya adalah orang bodoh, sudah tahu ada bel masih nekat gedor pintu. Menyebalkan sekali.

Alvin menoleh pada Raina yang masih terpejam, mengecup pelipisnya sejenak sebelum beranjak keluar kamar dan bersiap melemparkan bogem terpanas yang dia punya. Keparat sekali orang yang menggedor pintu itu.

Alvin membuka kasar pintu rumahnya dan nyaris memaki keras sebelum dia mengerjap kaget lebih dulu.

Arum berdiri di depannya dengan pakaian loreng dan topi marun andalannya, membuat Alvin berdecak dalam hati karena Arum mendadak jadi gagah sewaktu masih usia dua puluhan dulu.

"Rum?"

Arum menatap datar. "Mau bermain?" katanya dengan memamerkan pistol milik Erlangga.

Tapi Alvin heran kenapa Arum mengajaknya bermain di malam hari begini. Otaknya mulai berasumsi jika perempuan di depannya ini pasti siluman yang menjelma jadi Arum.

"Otakmu benar-benar dangkal. Ayo kita bermain atau aku akan menyeret istrimu untuk bermain denganku."

Alvin melotot keji, membiarkan Raina yang tengah tertidur pulas begitu untuk bermain dengan Arum yang jelas bermain dengan Arum itu bukanlah jenis permainan monopoli, congklak, dan lain sebagainya. Mainan Arum jelas pistol, bukan pistol air tapi pisto api.

"Oke, tunggu, aku ganti baju dulu."

Arum hanya mengangguk dan Alvin segera pergi menuju kamarnya. Di sepanjang jalan menuju kamarnya itulah Alvin berpikir keras, karena Arum tidak suka bermain tembak-tembakan di malam hari. Jadi kemungkinan besarnya Arum tengah galau berat, entah karena apa.

***

Devon baru saja keluar dari gedung Vando Entertainment ketika menemukan sosok Evan yang duduk menggelandang di lantai lobi pintu keluar. Devon menghembuskan napasnya dan bergerak menuju Evan yang melamun.

"Apa ini masalah hati?"

Evan menoleh kaget tapi kemudian tersenyum miris dan mengangguk.

"Aku ingin menghilangkan penat."

Devon tersenyum dan mengedikan kepalanya. "Ayo. Mungkin permainanya akan sedikit meredakan emosimu."

Evan mengangguk dan berjalan menuju mobil Porsche milik Devon, melambai kaku pada Arnara yang hanya menaikan sebelah alisnya, istri Devon ini terkenal datar dan suka memaki, Evan saja sering terkena dampratnya kalau berbuat salah sedikit, jadi daripada bersuara yang akan meledakan emosi Nara, maka diam adalah emas benar-benar Evan benarkan untuk kali ini.

"Kita mau kemana?" Nara yang bersuara. Evan heran kenapa Devon begitu betah dengan Nara yang cuek dan terkenal datar ini, bahkan kadang mengerikan dengan tertawa-tawa sendiri.

"Ke tempat bermain untuk Evan."

Nara melongok ke belakang. "Kamu sedang patah hati rupanya."

Damn! Evan mengumpat dalam hati karena tidak memperkirakan bahwa seorang Nara ternyata lebih peka daripada suaminya.

"Memang bermain apa yang kalian maksud?" Iya, Evan bahkan tak tahu mau dibawa kemana dirinya ini oleh pasangan paling aneh menurutnya.

"Kamu akan tahu nanti."

"Dan ku pastikan akan bahagia."

See?! Evan benar-benar yakin kalau Devon dan Nara jodoh serasi karena mereka bahkan memiliki sifat yang nyaris serupa, sifat suka rahasia-rahasiaan itu.

****

Alvin menggertakan giginya karena Arum yang saat ini ada di depannya tampak mengenaskan, tsk! Seharusnya Alvin mengabari Erlangga saja supaya pak tua itu yang menghantam kepala Arum agar normal lagi. Alvin mengira bahwa sepupu tersayangnya itu bakalan benar-benar bermain tembak apel di atas kepala manusia, tahunya malah menembak mangga tetangga, dan itu membuat Alvin harus minta maaf karena para tetangga malah terbangun di tengah malam begini. Arum memang gila, dan Alvin lebih gila karena mau menemani orang gila. Itu pemikiran Alvin saat kini mendapati topi marun Arum yang tergeletak di rerumputan pinggir empang jumbo entah siapa yang punya dan si pemilik malah asyik bermain di empang itu. Tsk! Benar-benar.

"Kamu sedang cari ikan?" Alvin menatap ngeri pada Arum yang ternyata memiliki cara ekstrim ketika galau begini, baru Alvin tahu kalau orang patah hati bukannya nangis malah menangkap ikan tengah malam begini. Alvin bersyukur malam ini bukan malam jumat atau selasa kliwon, bisa mati digantung si ghaib dong.

Arum menoleh dengan mimik muka malasnya. "Ngakunya barisan Datasemen Jala Mangkara, disuruh turun ke empang saja seperti mau ditebas alat area selangkangan. Cemen!" Arum menunjukan dua jempolnya yang dibalik ke bawah dan itu membuat Alvin geram di tempat.

"Status jangan dibawa. Sudah pensiun juga."

"Darah masih mengalir. Lupa kalau buyut kita itu mantan panglima, eh?"

Alvin mendesis. "Aku tidak bawa baju ganti."

Arum memutar bola matanya. "Banci dasar. Aku saja yang perempuan kuat kedinginan begini."

"Kamu 'kan perempuan perkasa."

Arum kesal dan meludah ke area empang yang membuat Alvin mendengus jijik.

"Turun, Alv! Aku butuh teman berenang."

"Berenang ekormu, aku tahu kamu sedang patah hati jadi jangan bawa-bawa aku jadi patah tulang karena kedinginan."

"Baru aku tahu seorang pengusaha selebay dirimu."

Alvin kesal. "Pokoknya aku tidak akan turun."

"Harusnya kamu pakai rok saja, ngakunya gentleman disuruh cari ikan di empang dangkal saja seperti disuruh memakaikan bra anjing."

"Berhenti berimajinasi, sepupu. Ini tengah malam."

"Memang kapan aku bilang ini siang bolong?"

Alvin kalah telak dan dengan kesal menghampiri Arum kemudian masuk ke empang, membuat sepupunya yang terkenal cukup – eh tidak tapi sangat menyebalkan itu bertepuk tangan seperti anak TK. Dan sialnya Arum memang tidak pernah TK, ini karena menurut Erlangga anak TK kerjanya Cuma nyanyi dan tepuk tangan, jadi buat apa sekolah mahal-mahal tapi cuma tahu lagu naik-naik ke puncak gunung. Turun-turun ke dasar lautnya kapan?

***

Evan benar-benar mengerjap kaget sekarang. Ini bukan masalah kalau saja dia benar-benar memiliki keahilan di bidang gulat, tapi pasangan aneh – Devon dan Nara – kini sedang melakukan eksekusi padanya. Bergulat dengan sumo? Siapa yang mau? Mending bergulat sama Arum. Pikir Evan dan cengar-cengir sendiri, tapi ketika sadar kalau dia tengah galau cengirannya hilang berganti helaan napas.

"Pikiranmu masih saja sekotor kotoran kuda padahal hatimu sudah seremuk sobekan kapas." Nara terbiasa menghina, Evan sadar dan sudah kebal akan itu.

"Biarkan saja, Sugar. Evan butuh pengeluaran yang bagus." Devon selalu manis pada istrinya, dan Evan benci karena dia belum menikah juga dengan Arum. Tsk! Jangankan menikah, mengikat perempuan itu jadi kekasihnya saja Evan belum yakin bisa.

"Ayo, Evan. Kamu lebih baik bermain daripada menggalau ria di kamar dengan lima kotak tisu yang berhamburan bekas ingusmu."

Evan mendelik. "Aku tidak secheesy itu!"

"Oh, aku lupa." Devon malah berkata santai. "Bermainlah kami akan menjadi penonton."

Bedebah! Evan tahu meminta bantuan Devon hanya akan menyakiti fisiknya, tapi dengan begini Evan jadi lebih yakin kalau tubuhnya makin bagus dan kekar, terbukti dari delapan kotak di perutnya. Haha...

Evan tahu Devon dan Nara berniat menuntaskan emosinya dengan mengeluarkan melalui keringat, dan Evan berterimakasih biarpun sekujur tubuhnya jadi sakit-sakit semua.

***

Raina yang terkenal JaIm pun sampai berteriak histeris ketika melihat dua gelandangan ada di sofa rumahnya. Tapi teriakannya berhenti ketika mendengar rengekan Alvin. Arum yang kebetulan ada di samping Alvin hanya mendengus jijik, Alvin mendadak jadi sosok PAUD kalau sudah ada Raina di sampingnya.

"Kalian kenapa mirip tikus kecebur got begini?" Nah! Arum sedikit kesal dengan istilah yang digunakan Raina, dia 'kan tidak mirip tikus.

"Dia." Tunjuk Alvin pada Arum, "perempuan menyebalkan itu menyeretku tengah malam cuma untuk tangkap ikan."

"Tangkap ikan?" Mata Raina berbinar. "Mana ikannya? Dapat?"

Alvin mendengus. "Dia carinya bukan ikan tapi lele, ya susahlah, licin gitu badannya."

"Aku 'kan suruhnya ikan fatin."

"Fatin Shidqia."

"Alvin. Jangan bodoh lagi ya."

"Kamu sepupu kurang ajar, membiarkanku di empang cuma pakai kaos, kalau asetku dilihat perawan di sana bagaimana."

"Aset apa?"

Arum dan Alvin bungkam, mereka tahu Raina tidak bodoh, tapi sedikit kurang nyambung karena Raina itu lebih suka pemikiran yang tekontrol.

"Aseton. Iya 'kan, Rum?"

Arum hanya mengangkat alisnya. "Aset area selangkangan, sepupu ipar. Alvin mau tebar pesona di depan para gadis disana, beruntung aku bawanya tengah malam, kalau siang hari bagaimana. Wah, benih Alvin Nata Airlangga mendadak ada di setiap rumah ya?"

Alvin melotot marah pada Arum dan Raina menatap Alvin tajam. Arum hanya mengangkat bahu dan berjalan keluar masih dengan pakaian lorengnya yang basah, tidak lupa topi marunnya yang sudah nangkring di pinggangnya.

"Arum. Sialan! Kamu harus bantu aku!" Alvin berteriak begitu ketika melihat Raina dengan tanduk di kepalanya, tangannya bahkan sudah di cakar tak tentu. Dan Arum hanya melambai tanpa berbalik. Biarlah untuk kali ini saja, Arum mau mengerjai Alvin sebagai balasan karena pria itu terlalu sering membuatnya sebal.

Oh dunia! Kapan indahnya?!

***

Evan pulang ke apartemennya dan lagi-lagi mendapati Puri di sana, mencoba berpikir keras tentang bagaimana caranya mengenyahkan perempuan cantik jelita itu dari hidupnya. Sial! Dia butuh melihat Arum bukan Puri.

"Kak Evan kenapa?" Kalau saja Puri bukan keturunan keraton sudah pasti jalannya tergopoh-gopoh karena khawatir, tapi karena Puri itu Jawa tulen makanya jalannya mirip model tumpang baju. Lama tenan.

Evan mengibaskan tangannya. "Pulanglah!" Katanya dan berjalan melewati Puri begitu saja, Evan tahu Puri masih berdiam diri di sana dan Evan lelah, lelah dengan hatinya yang masih mencintai Arum padahal ada perempuan lain yang begitu tulus mencintainya.

Puri menghembuskan napasnya dan beranjak keluar, tapi berhenti sejenak dan berkata.

"Aku sayang kak Evan, aku harap kakak juga begitu padaku."

Evan masih bergeming di tempat, menyentuh dadanya dan tersenyum miris. Bahkan pernyataan sayang Puri padanya tidak pernah mampu menggetarkan dadanya, hatinya menghangat tapi jantungnya malah sakit. Sakit karena dia merasa begitu berdosa pada Puri, perempuan itu terlalu baik, dan Evan salah memilih lawan seperti Puri untuk dia sakiti.

***

Arum masuk kantor dengan perasaan yang lebih lega, setelah melakukan ekspansi kecil-kecilan yang berakhir Alvin pisah ranjang dua hari tiga malam dengan Raina dan membuat pria itu uring-uringan menyudutkannya yang menjadi terdakwa. Tsk! Alvin memang kadang lebay, dan Arum tahu jelas itu.

"Ini masih pagi. Arum ada rapat?"

Arum menoleh pada Andini yang fokus pada laptopnya. Arum mendengus seketika. "Rapat apanya, ditunda sampai minggu depan 'kan?" Itu sebenarnya kabar terbaru yang kebetulan Arum dengar sewaktu di lift.

Andini mengangguk. "Pak Evan cuti seminggu."

Nah! Arum menoleh kaget sekarang. "Cuti seminggu?"

Andini mengangguk tanpa menoleh lagi. "Katanya sakit."

Arum mengernyit. "Sakit apa?"

Andini sekarang menoleh dengan mata penuh curiga, Arum memasang raut datar seketika karena tahu isi otak perempuan seprofesinya itu. Apalagi kalau bukan tentang hubungannya dengan si bos Evan, kalau tahu kalau si pria yang membuat Arum gagal move on itu adalah Evan bisa teriak histeris Andini.

"Kenapa?" Arum membalikan dokumennya tanpa menoleh pada Andini, dari ekor matanya Arum tahu kalau Andini masih menatapnya penuh rasa ingin tahu.

"Kamu punya something ya sama pak Evan?"

Arum memasang muka sok polosnya. "Kenapa berpikir begitu?"

Andini tampak berpikir. "Ya kalau tidak ada something mana mungkin waktu itu kamu berani nonjok bos besar."

Arum menepuk jidat dalam bayangannya, berpikir tentang Andini yang ternyata memiliki ingatan super. Dia kira perempuan itu sudah lupa akan kejadian seminggu lalu, tapi ternyata masih segar dalam ingatan.

"Ya, bisa saja 'kan?" Arum mengedikan bahunya. "Sudahlah aku harus pergi menemui Pak Tony."

Mendengar nama manajer marketing itu tiba-tiba mata Andini berbinar. "Ikut dong!"

Arum mendelik. "Siapa yang ngajak?"

Muka Andini ditekuk seketika, Arum dengan senyum miringnya segera pergi meninggalkan Andini yang cemberut.

Continue Reading

You'll Also Like

430K 17.5K 34
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
4.9M 180K 39
Akibat perjodohan gila yang sudah direncakan oleh kedua orang tua, membuat dean dan alea terjerat status menjadi pasangan suami dan istri. Bisa menik...
2.1M 160K 32
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...
6.7M 335K 74
"Baju lo kebuka banget. Nggak sekalian jual diri?" "Udah. Papi lo pelanggannya. HAHAHA." "Anjing!" "Nanti lo pura-pura kaget aja kalau besok gue...