Where Is My Calon Imam?

By rasamaa

20.1K 882 51

Cinta adalah Fitrah. Menikah adalah Sunnah. Jatuh cinta dan memendamnya adalah caraku menghormati rasa. Menj... More

prolog
1|Nama
2|Hari Pertama
3|Kembaran
5|Jaga Sendiri Aja (1)
Jodoh
5|Jaga Sendiri Aja (2)
6|Bukan Benci
7|Jangan Lagi
8|Diam Dan Mengikhlaskan
9|Pergi
10|Rindu dan Doa
11| Move on
12|Baper
13|Rencana Allah
14|Kabar Gembira
15|Menjemput
16|Baper Jangan
17|Gagal Move On?
Bertemu Misha
18|Pengakuan
19. Menunggu?
20| Sakit
21|Gugup
22|Menunggu

4|Rumah Belajar

941 42 2
By rasamaa

"Misha!!" Aku menoleh mendengar suara seseorang memanggilku.

"Husen!" bisikku, Husen menghampiriku yang sedang membuang sampah ketempat sampah di pojok luar pagar depan rumah, dia datang dengan nafas sedikit terdengar memburu, entah siapa yang mengejarnya. Kali ini aku tau membedakan Hasan dan husen. Husen kulitnya lebih putih dan ada lesung pipi yang nampak jelas. Wajar aja sih, Husen kan tinggal di pondok, pastinya enggak perlu panas-panas naik sepeda kesekolah.

"Eh, Assalamu'alaikum ...," ucapnya, setelah menetralkan deru nafasnya.

Melihatku yang clingak-clinguk kearah belakangnya, dia kembali berucap, "kenapa?" Husen, memutar kepalanya, mengikuti arah pandanganku.

"Wa'alaikumussalam, Siapa yang ngejar?" tanyaku,  saat tak berhasil menemukan siapapun di belakang Husen, kecuali motor yang lalu lalang.

"I..ni ... Kamu nyari ini ya," jawab Husen sambil menyodorkan kunci dengan gantungan kayu bergambar wanita hijaber lusuh yang tersenyum manis, dengan kedua tangan ditangkupkan dibawah dagu.

"Kunci rumahku!" ucapku lirih. "Aku lagi buang sampah," kataku, menunjukkan keranjang sampah di tanganku.

Melihat Husen diam, lanjutku katakan, "kok kamu tau itu kunci aku?" Aku meraih kunci di tangannya.

"Gantungan ini-" jedanya,
"Mm.. Maksud aku, tadi Hasan yang temu didepan rumah, trus minta tolong ke aku buat anterin ini ke kamu," jelasnya, dia menggarut kecil siku tangan kanannya, mirip hasan saat sedang berbohong.

Astagfirullah, beristighfar dalam hati. Menetralkan ke kepoanku, supaya tak bertanya lebih dan berhenti su'udzon.

"Oh.. Makasih ya, jadi kamu buru-buru kesini nganterin ini, bukan karena ada yang ngejar?" tanyaku memastikan. Husen mengangguk terlihat kaku.

"Aku gak sadar kalau itu gak ada, soalnya tadi nenek ada dirumah jadi gak perlu cari kunci rumah lagi," jawabku, tersenyum.

"Mampir dulu Sen." Tawarku.

"Hmmm.. Nenek ada ya Sha, gimana kabar nenek?"

"Iya ada. Alhamdulillah nenek baik. mampir aja dulu!" Tawarku lagi berbasa-basi. Sejujurnya aku merasa aneh kalau mengobrol berdua begini, apalagi dengan lawan jenis. Khawatir khalwat, berduaan dengan yang bukan mahram, walau ini di tempat umum.

"Gak usah Sha makasih, kasian Hasan sendiri, umi lagi jalan." Tolak Husen. Aku ngangguk-ngangguk paham sekaligus lega.

"Oh iya, makasih ya. Tolong sampein makasih juga ke Hasan ya," ucapku

"Iya, insyaallah. Aku pamit ya, Assalamu'alaikum." Pamit hasan berlalu, setelah mendengarkan jawaban salam dariku.

Aku menatap punggungnya yang menjauh, berbelok masuk ke rumahnya setelah melewati dua rumah di samping rumahku. Dia menengok kearahku sebelum masuk ke dalam rumahnya, segera kualihkan pandanganku, dan buru-buru masuk ke dalam rumah, tak mau ketahuan melihatnya.

Dia buru-buru hanya untuk mengantar kunci rumahku yang terjatuh disana. Padahal Dia bisa berjalan santai, untuk jarak rumah sedekat ini. Atau dia bisa berteriak dari depan rumahnya, menyuruhku mengambil sendiri kesana. Atau karena dia pikir aku sedang mencari kunci rumah.

"Nek!" panggilku berdiri di dekat nenek yang sedang duduk santai didepan jendela ruang tamu dengan buku mengajarnya di tangannya. Nenek berdehem melihatku sekilas.

Nenek disaat orang tua seusianya mulai istirahat dirumah bersantai dan menikmati kegiatan-kegiatan santai dirumah. Berbeda dengan nenekku orang yang tidak bisa diam meskipun dirumah bahkan beliau masih aktif mengajar di pesantren. Mungkin sebab itulah, nenek selalu terlihat bugar, selalu berpenampilan rapih, berwibawa, dan pintar.

"Nenek dapet salam tuh dari cowok ganteng! hehe," ucapku, sambil cengengesan meledek nenek.

"Fatimah, Fatimah udah tau aja cowok ganteng, udah gede ya sekarang. Ingat kata nenek." Nenek menggeleng, tersenyum menatapku.

"Iih,, nenek mah, aku kan becanda. Iya nek, Fath inget kok," gerutuku sebal sambil memasang muka cemberut di depan nenek yang mulai menghentikan kegiatannya dan mulai menatapku. Aku tau maksud ucapan nenek, menjaga pandangan.

"Iya, iya, memang salam dari siapa sih yang ganteng itu." Terdengar nada menggoda nenek.

"Hayo, kok sekarang nenek yang jadi genit sih," ucapku balik menggoda nenek. Nenek hanya tersenyum melanjutkan pekerjaannya.

"Oh ya nek, nenek tau gak kalau Hasan itu ada kembaran, trus dia kirim salam buat nenek. Namanya Husen."

"Wa'alaikumussalam, oh Husen kembaran Hasan."

"Hmmm, iya yah nenek pasti tau kan dia tetangga nenek." aku duduk di hadapan nenek.

"Kan dulu dia sering kesini main sama kamu, masak kamu lupa? memangnya Husen udah pulang mondok?"

" Udah lama gak ketemu dia ... Jadi yang datang didepan tadi si Husen. Kok gak kamu suruh mampir dulu Fath?"

"Nenek..!! nanya nya satu-satu dong, kok mulai kumat lagi bawelnya kaek Hasan."

Nenek tersenyum dengan mata yang tajam menatapku. "kebiasaan deh, gak bisa dibantah kalau kek begini" batinku.

"Jadi gini yang pertama aku gak inget pernah ketemu Husen, kan aku baru pindah kesini."

"Yang kedua, iya Husen udah pulang karena dia udah selesai hafalannya."

"Yang terakhir, iya tadi yang datang Husen, nganterin kunci Fath ketinggalan di rumahnya waktu jenguk Hasan sakit. Tadi Fath udah suruh Husen mampir dia nya gak mau." Oke aku menjawab semua pertanyaan nenek dengan berurutan. Sudah jadi hal biasa berdiskusi dengan nenek, berdebat, dan menceritakan kegiatanku.

"Udah nek!" lanjutku sambil mengerucutkan bibir memasang muka kesal.

"Iya, makasih Fatimah sholehah," ucap nenek seolah merayuku yang pasti terlihat kesal. Aku menahan senyum mendengarnya. Nenek paling tau cara memperlakukan aku.

"Nenek mah." Aku tersenyum.

"Kenapa?"

"Gak papa nek. Oh ya, Fath nanti siang ke masjid ya nek, pulangnya abis magrib yah ... Fath mau nemenin Intan hapalan trus ngajar anak-anak  ngaji di mushola."

"Iya, yang penting ingat pulang" ucap nenek tersenyum.

"Nenek hari ini libur?" tanyaku memastikan ingatanku tak salah.

"Iya, kenapa?"

"Enggak papa, nanya aja, hehe." Aku bangkit berlari kecil meninggalkan nenek masuk ke kamar.

🏡

Selesai latihan kurang lebih dua jam, sekarang aku dan Intan sudah bersiap-siap menunggu azan ashar lalu menunggu anak-anak mengaji.

Bukan hanya aku dan Intan ada beberapa remaja masjid yang lainnya yang juga ikut berpartisipasi dengan ikhlas meluangkan waktu mengajar mengaji, bimbel pelajaran umum, calistung bahkan bukan hanya anak-anak, ada beberapa orang dewasapun yang belajar mengaji dan membaca. Ada kelas bimbingan tersendiri.

Anak-anak dibagi beberapa kelas, ada yang mengaji, kelas bimbel umum dan calistung, sedangkan orang dewasa sudah ada guru khusus untuk kenyamanan mereka dalam belajar. Kelas menggunakan gedung kosong bekas sekolah Taman kanak-kanak di samping masjid. Kami beri nama "Rumah Belajar"

Aku, Intan, Chika dan mbak Putri duduk di pelataran masjid setelah sholat ashar.

"Ehh, Hasan! Udah sehat San?" tanya mbak Putri saat melihat Husen keluar dari masjid setelah sholat ashar yang hanya dibalas dengan senyuman. Aku ikut tersenyum diam-diam, menunggu Husen memperkenalkan diri, mbak Putri pasti mengira Husen adalah Hasan.

"Sen tunggu woy!" Suara teriakan pelan dari dalam masjid, seseorang yang sama keluar dari dalam. Hasan keluar di susul Anda, Hari dan kak Rahman.

"loh!! Ini kok ada dua orang?" tanya mbak Putri heran.

Aku, Intan, Anda, Hari, Hasan dan Husen tertawa melihat ekspresi kaget mbak Putri yang lucu menurut kami, namun tidak untuk Chika, mbak Putri dan kak Rahman yang diam menatap kami bingung.

"Udah pulang lo Sen?" tanya Hari dan Anda yang langsung menghampiri Husen berjabat tangan dan saling rangkul.
Anda dan Hari ternyata temen Hasan dan Husen sejak sd, berbeda dengan Chika, mbak Putri dan kak Rahman yang merupakan pendatang di kampung kami.

"Emang gak ketumu di dalam tah kalian, baru liat si Husen?" tanyaku heran.

"Kan abis sholat kita keluar Sha datangnya tadi agak telat jadi sholatnya dibelakang, ya keluarnya duluan kalau gak ke tubruk kita" jawab Hari sambil melemparkan senyuman cengirnya.

"Kapan lo dateng Sen?" tanya Anda yang tak memedulikan perdebatan kami.

"Baru tadi pagi Nda, gimana kabar nya Nda?" tanya Husen.

"Alhamdulillah baik, udah lama banget gak ketemu kamu?"

"Iya, long time no see, kenapa gak pernah balik?" tanya Hari yang tak mau kalah dengan anda mewawancarai husen

"Udah. Udah. nanya mulu kalian berdua ini, tuh kasian yang masih bingung kaek ngeliat penampakan," ucap Intan sambil tertawa kecil melihat ekspresi Chika, mbak Putri dan kak Rahman yang masih tampak bingung.

"Iya, bener," ucapku.

"Entah nih si Hari sama Anda kek gak pernah ketemu, jijik gw. Hehe" ucap Hasan yang aku tebak mulai kumat jahilnya.

"Awas keselek kak, pakek gw-gw," tegur Chika.

"Astagfirullah Hasan, kan memang baru ketemu," ucap Anda yang diangguki Hari.

"Yaudah sih sensi amat ini, semuanya jadi pada ngajak debat," ucap Hasan, merangkul Anda dan Hari.

"Kita pulang aja yuk!" ucap mbak Putri yang merasa dicuekin.

"Iya yuk," jawab Chika dan kak Rahman kompak yang juga merasa dianggap tidak ada.

"Yah umi kita jadi ngambek ini!" ucap Hasan membuat kami tersenyum tapi tidak mbak Putri yang sering di panggil umi karena sifat nya yang dewasa dan lebih tua dari kami

"Abi juga ikut-ikutan ngambek nih? Maaf kan anak-anakmu umi abi" lanjut Hasan.

"Dasar anak-anak durhaka!" ucap kak Rahman menyahuti candaan Hasan.

"Hahahaha," Semua tertawa ulah Hasan dan kak Rahman

Hasan menghampiri Husen, merangkul dan berkata, "oh ya kak, ini saudara kembar aku." Husen hanya tersenyum ramah.

"Loh, kamu punya kembaran?" tanya mbak Putri dan Chika dengan nada terkejut.

"Iya biasa aja dong, jangan ngajak ribut" ucap Hasan.

"Ini kembaran aku, baru pulang tadi pagi. Sebelumnya Husen mondok, alhamdulillah sekarang sudah kelar ... Jadi dia mau lanjutin sekolah disini " ucap Hasan

"Oww!!!" Suara membulat jadi satu, dengan anggukan paham.

Kegiatan kami lanjutkan mengajar anak-anak, biasanya selesai jam 5 sampai setengah 6, setelah itu kami berkumpul untuk sharing tentang kegiatan atau bercerita tentang apapun. Tak terkecuali Husen pun ikut berpartisipasi walaupun hanya sekedar mendengarkan dan mulai bersosialisasi dengan yang lain.

Setelah membahas persiapan kegiatan lomba yang akan di ikuti Intan, Sambil menanti kan azan sholat magrib kami habiskan waktu untuk membaca Alquran, sholat magrib lalu pulang.

Nenek tak pernah melarang kegiatan ku, karena apapun yang aku lakukan aku selalu bercerita dan meminta izin bahkan pendapat tentang apa saja yang aku lakukan.

Nenek bilang, "Selagi positif nenek tidak akan pernah melarang ku melakukan apapun."

💕🏡💕


Alhamdulillah, terima kasih sudah mampir baca..

Jangan lupa vote dan comment jangan bosan yah mentemen gratis pulakan😊😊


Tunggu part selanjutnya yah, masih tahap revisi. Aku pikir revisi lebih mudah dari pada cari ide sambil nulis. Ternyata lumayan sama aja.. Hehe..

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 131K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET 🚫 "Aku terlalu mengenal warna hitam, sampai kaget saat mengenal warna lain" Tapi ini bukan tentang warna_~zea~ ______________...
852K 12.1K 25
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
MARSELANA By kiaa

Teen Fiction

1.6M 48.5K 22
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
GEOGRA By Ice

Teen Fiction

2.4M 99.9K 57
Pertemuan yang tidak disengaja karena berniat menolong seorang pemuda yang terjatuh dari motor malah membuat hidup Zeyra menjadi semakin rumit. Berha...