Where Is My Calon Imam?

By rasamaa

20.1K 882 51

Cinta adalah Fitrah. Menikah adalah Sunnah. Jatuh cinta dan memendamnya adalah caraku menghormati rasa. Menj... More

prolog
1|Nama
2|Hari Pertama
4|Rumah Belajar
5|Jaga Sendiri Aja (1)
Jodoh
5|Jaga Sendiri Aja (2)
6|Bukan Benci
7|Jangan Lagi
8|Diam Dan Mengikhlaskan
9|Pergi
10|Rindu dan Doa
11| Move on
12|Baper
13|Rencana Allah
14|Kabar Gembira
15|Menjemput
16|Baper Jangan
17|Gagal Move On?
Bertemu Misha
18|Pengakuan
19. Menunggu?
20| Sakit
21|Gugup
22|Menunggu

3|Kembaran

1.3K 69 10
By rasamaa

"Cinta itu fitrah yang harus dijaga dan di tempatkan ditempat yang tepat" - Misha

💕🏡💕

Berdiri di depan pintu rumah yang biasa kami kunjungi, menunggu seseorang yang menjawab salam kami keluar membuka pintu rumah. Aku dan Intan masih bertanya dalam ekspresi saling pandang dan kening berkerut. Pasalnya kami sudah hafal orang rumah Hasan. Hanya ada Hasan dan umi.

Tak lama suara pintu rumah terbuka, seorang laki-laki sebaya muncul dari balik pintu tersenyum ramah,  menatap kami sebentar lalu menunduk. Hasan.

"Hasan!" ucapku bersamaan dengan Intan dengan ekspresi heran bertanya-tanya, karena suara asing tadi.  Ada yang berbeda dari Hasan entah apa, tapi sikapnya yang begitu sopan membuatku menaikkan sebelah alisku terangkat.

"Kata umi kamu, kamu gak sekolah karna masih sakit," Ujar Intan dengan nada sedikit kesal dan melupakan pertanyaan tentang suara asing tadi.

"Afwan, saya bukan Hasan," Ucapnya sambil tersenyum kecil di bibirnya menampilkan lubang di pipinya  menghias. Membuat aku sadar perbedaannya, Hasan tidak memiliki lesung pipi. Tapi aku tak pernah tau Hasan punya kembaran. Pasalnya lelaki di depan kami sangat mirip dengan Hasan. Aku seperti dejavu.

Melihat kami terdiam, dia menangkupkan kedua tangannya di dada sembari Mengenalkan diri. "Saya Husen kembaran Hasan," ucapnya terus menundukkan pandangannya.

"Kembaran Hasan?" ucapku yang bertambah bingung. Aku yang bertentangan dekat dengan Hasan tak pernah tau Hasan punya kembaran.

"Ah, i..ya silahkan masuk, hmmm.. Afwan siapa namanya?" tanya husen bingung saat mempersilahkan kami masuk.

"Ini Intan dan aku Misha," ucap ku memperkenalkan diri. Ku lihat dia menatapku aneh, saat aku menyebutkan namaku. Bukankah dari tadi dia begitu menjaga pandangannya. Aku melirik Intan.

"Silahkan duduk mba Intan, mb Misha, saya panggil Hasan dulu yah," ucapnya buru-buru, dan segera berlalu kedalam rumah setelah kami balas dengan anggukan. Kami duduk di kursi santai di teras depan rumah. Dari sini aku bisa melihat rumahku yang hanya terpisah dua rumah. Pintunya tertutup, mungkin nenek masih mengajar.

"Kamu tau gak Sha kalau Hasan punya kembaran?" tanya Intan penasaran menatapku intens.

Aku menggeleng. "Enggak, aku enggak pernah melihat dia bahkan Hasan tak pernah Menceritakannya," jawabku dengan wajah serius.

Tak lama hasan keluar dari dalam Rumah dengan wajah pucat dan menggunakan jaket tipis, langsung mendudukan dirinya dikursi samping kiriku tanpa bicara. Aku dan Intan hanya menatap lekat pada Hasan masih dengan rasa penasaran namun kami lebih khawatir ketika melihat wajah pucat Hasan.

"San kok muka kamu pucat amat, kamu sudah berobat apa?" tanya Intan dengan muka khawatir dan hanya dibalas senyuman oleh Hasan.

"Hmmm.. Gak papa Tan, aku cuman demam biasa aja ini udah agak mendingan kok, besok juga udah masuk sekolah," jawab Hasan sambil melempar senyum tipis. Hasan yang ramai celotehan tiba-tiba jadi sok manis, itu terlihat sangat aneh.

"Deman biasa tapi dari minggu lalu enggak masuk sekolah," ucapku, hanya di balas senyuman Hasan.

"San kok kamu enggak pernah cerita punya kembaran sih," ucap Intan tak sabaran penasaran sejak tadi.

"Iya San, kok kamu enggak pernah cerita. Dan kenapa aku baru tau yahh," ucapku ikut beritanya.

"Emang kamu enggak pernah ketemu si Husen sama sekali tah Sha?" Tanya Hasan balik padaku.

"Enggak," ucapku singkat. Mengingat.

"Lupa kali kamu," ucap Hasan sambil tersenyum melirik ke arahku dan Intan yang duduk berdekatan. "Kenapa dia jadi memaksa," batinku

"Ntahlah, lupa kali," jawabku pasrah. Aku tak ingat apapun tentang kembaran Hasan.

"Oh ya, kok kalian udah pulang aja, inikan masih pagi, kalian bolos yah?" ucap Hasan mengacuhkan pertanyaan kami.

"Ya Allah enggak usah segitunya khawatir sama aku kali, kangen ya. Tenang aja besok aku udah mulai masuk, sbbbbbaabbbdhdhr-" cerocos Hasan yang gak akan berhenti kalau gak di bekap sama Intan dengan tangannya.

Muhammad Hasan sahabatku sejak aku pindah sekolah SD di sini, lelaki yang baik dan bertanggung jawab, hobi bercanda, sangat percaya diri karena sering dibilang ganteng dan banyak anak-anak perempuan di sekolah bahkan di rumah yang sering nitip salam bahkan ada yang mendekati dia terang-terangan, jadi pd nya tingkat tinggi. Walau begitu dia tak pernah pacaran karena dia juga tau batasan-batasan laki-laki dan perempuan dalam islam.

Bukan hanya rupa yang menarik bahkan akhlaknya juga membuat dia jadi lebih menarik, akupun mengakuinya. Siapa yang tak menyukai paras wajahnya yang meneduhkan, wudhu yang selalu dia jaga. Aku salut pada umi Hasan, single parent yang bisa mendidik Hasan hingga menjadi lelaki yang begitu menjaga. Ayah Hasan sudah meninggal.

Hmm, kalau orang-orang bilang persahabatan antara lelaki dan perempuan itu akan ada perasaan, aku rasa itu benar. Karena aku rasa aku mengaguminya, karena akhlaknya yang baik dalam memperlakukan orang lain juga sifat humorisnya yang sopan.

Aku mengaguminya dalam diamku, karena yang aku tau mengatakan kekaguman kelawan jenis itu sama saja seperti membeberkan aibku sendiri. Bukankah belum tentu dia akan menjadi jodoh kita.

Ya menyukai seseorang memang fitrah yang Allah berikan, dan cinta itu fitrah yang harus dijaga dan ditempatkan ditempat yang tepat.

Dan ... aku hanya ingin ucapkan cinta itu hanya untuk dia yang halalkan ku kelak, dan aku berharap itu adalah dia.

Aku tersentak, mendengar lengkingan suara Intan. "Diam!!! ... Kamu pd banget sih" ucap Intan dengan kebiasaannya membentak.

Hasan buru-buru menjauh melepaskan bekapan telapak tangan Intan di mulutnya. "Kebiasaan banget sih Intan." ucap Hasan dengan nada sedikit kesal dengan perlakuan Intan.

"Inget belum muhrim," ucap Hasan berhenti. "Eh, maksudnya bukan muhrim" dengan cepat hasan membenarkan ucapan candaan nya sendiri. Aku pikir dia akan marah ketika melihat ekspresi wajahnya yang merah tadi.

"Kamu kalau ngomong bisa gak sih gak usah nyerocos aja, pd banget sih" Sahutku ikut kesal mendengar ocehan Hasan.

"Kita itu pulang cepat, soalnya ada rapat guru," jelasku.

"Sepagi ini," kembali dengan nada candaan Hasan pada kami sambil mengangkat sebelah alisnya meragukan kami.

"Iya lah, oh ya kamu hutang cerita tentang saudara kembar kamu sama kita, kenapa kok dia baru keliatan sekarang, iya ngak Tan?" ucapku sambil melirik intan memastikan kami sekata.

Intan mengangguk, berucap, "Iya bener banget, kamu harus cerita."

"Iya, ya..jadi gini ceritanya," ucap hasan memulai cerita dengan ekspresi nya yang mulai serius.
"Dahulu kala-"

"Hasan jangan bercanda deh," ucapku memotong cerita hasan yang ngawur membuatku sedikit kesal mendengar candaan Hasan yang mulai lagi, aku yakin sekarang dia benar-benar sudah sembuh.

"Huft! Orang lagi cerita dipotong. Ini serius Sha!" ucapnya dengan nada di tekan menyebut namaku.

"Jadi dia itu si Husen waktu kelas 5 sd dia minta pindah sekolah mondok sama mba Anni tempat sepupuku yang modok di Jawa, dia memang gak pernah pulang karena niatnya jadi hafidz dulu baru pulang," jelas Hasan bercerita tentang saudara kembarnya. 

"Oh pantesan aja ... kok kamu enggak mondok juga?" ucap Intan

"Soalnya aku sering sakit waktu kecil gak bisa jauh dari umi, soalnya umi suka kangen, hahaha." Dia tertawa sendiri. Kami memandanginya diam.

"Dia yang ngomong, dia yang ketawa sendiri, aneh! " ucapku sinis sambil memalingkan pandangan ke depan.

"Iya, adanya tuh, kamu tu yang sakit karena kangen umi, dasar anak umii!!" ucap Intan kesal.

Tingkah Hasan memang begitu, kalau dia gak ada rasanya sepi, karena biasanya dia yang selalu buat rusuh dengan candaannya

"Oh ya, pantesan aku gak tau dia, berarti waktu dia pindah ke pondok, aku juga baru pindah kesini," ucapku sambil berpikir mengingat.

"Berarti dia sekarang sudah hafidz 30 juz alquran dong?" tanya Intan.

"Loh kok tau?" tanya Hasan kaget yang dia buat-buat.

"Iya kan, tadi kamu yang bilang." ucap aku dan Intan berbarengan sambil menatap hasan sinis.

"Haha, iya aku becanda, enggak usah serius begitu."

"Ih, dasar," gerutu Intan.

"Yaudah sana istirahat kita pulang aja yuk Tan," ajakku

"Iya Sha, kita ke Masjid aja yok, lo temenin gua latihan hafalan buat lomba ya, soalnya kalau di rumah malah udah gak pokus"

"Iya Tan, tapi kita pulang dulu yah izin sama nenek, setelah itu baru kita ke masjid," ucapku

"Yaudah aku juga pulang izin sama bunda dulu ... Eh, izin sama mbak Surih dulu." Ada perubahan tergambar di wajah Intan ketika menyebut bundanya. Aku tau Intan pasti sedih, mempunyai orangtua yang sibuk, tak pernah ada waktu libur.

"Yaelah, cepet banget gk minum dulu apa?" tawar Hasan.

"Telat, gak dari tadi," ucap Intan.

"Yaudah sekarang aja, mau gak, kalau mau aku buatin nih?" tawar Hasan lagi sambil menyunggingkan senyum paksa.

"Udah San enggak usah repot-repot, kamu istirahat aja biar besok sekolah." tolakku

"Cie yang kangen sepikan sekolah tanpa aku." Goda Hasan.

"Terserah kamu lah, kita balik dulu."

"Assalamualaikum," ucapku berbarengan dengan intan berpamitan dan mulai beranjak pergi.

"Walaikumussalam, hati-hati "

💕🏡💕

Alhamdulillah, revisi part 3,,

Jangan lupa vote dan krisarnya

Syukron 🙏😘😘

@rasamaa✔️

Continue Reading

You'll Also Like

620K 24.5K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
842K 102K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
280K 26.3K 31
[JANGAN LUPA FOLLOW] Bulan seorang gadis yang harus menerima kenyataan pedih tentang nasib hidupnya, namun semuanya berubah ketika sebuah musibah me...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...