My Annoying Bae || Bae Jinyou...

נכתב על ידי baehwinoona

31.3K 3.6K 331

Bae Jinyoung x Lee Daehwi DeepHwi Lee Daehwi, 18 tahun, berstatus sebagai siswa tahun terakhir di SHS 101, ne... עוד

Awal Mula
First
Second
Third
Fourth
Fifth
sixth
seventh
eighth
ninth
tenth
twelfth
thirteenth
fourteenth
fifteenth
sixteenth
seventeenth
eighteenth
UP

eleventh

1.5K 191 25
נכתב על ידי baehwinoona

(Sepertinya seseorang menanamkan dinamit yang disebutdirimu’ di dalam hatiku. Mengapa kau seperti ini? Kau membuat hatiku berdebar-debar)
.

Pagi ini, Daehwi terlihat menuruni tangga dengan mata setengah terpejam. Sesekali ia menutup mulutnya yang menguap lebar karena rasa kantuk yang kembali menyerang. Daehwi tak peduli bagaimana penampilannya sekarang, rambut yang masih berantakan, dan wajah khas orang bangun tidur. Sebab perutnya sudah minta diisi ketika ia terbangun beberapa menit yang lalu.

“Apa tidurmu nyenyak?”

Suara itu sukses menghentikan langkah kaki Daehwi.

Ia menoleh. Matanya terpaku pada Jinyoung yang sedang duduk di ruang makan. Meskipun di hari minggu begini, laki-laki itu sudah berpenampilan rapi dengan pakaian santainya. Rambut hitamnya sedikit ditata ke atas dengan sentuhan gel. Wajah Jinyoung tampak segar, apalagi dengan aroma parfum yang menguar dari tubuhnya. Sangat fresh tapi kental akan aroma maskulin.

Daehwi tertegun. Untuk sesaat ia serasa terhipnotis oleh penampilan Jinyoung yang menurutnya luar biasa tampan ini.

“Kau kelaparan, ya?” Jinyoung mengamati penampilan Daehwi dari atas hingga bawah. “Begitu bangun langsung ke sini.”

Lamunan Daehwi seketika buyar. Buru-buru ia memperhatikan penampilannya dan saat itu juga, ia merasa malu. Dibandingkan Jinyoung yang terlihat dewasa, ia malah terlihat seperti remaja malas dengan rambut acak-acakan, dan pakaian yang kusut.

Tak ingin semakin malu, Daehwi memutar arah. Berniat meninggalkan ruang makan. Tiba-tiba sesuatu menahan langkah kakinya. Daehwi menoleh dan mendapati Jinyoung sedang mencekal pergelangan tangannya. Daehwi menunduk ketika merasakan tangan Jinyoung bergerak-gerak di atas kepalanya.

“Ayo, kita sarapan.” Jinyoung menuntun Daehwi mengikutinya kembali ke ruang makan. Lalu ia menarik salah satu kursi untuk Daehwi tempati—tepat di sebelahnya.

Daehwi tidak memberikan penolakan ketika Jinyoung dengan senang hati mengoleskan selai ke atas roti—menyiapkan sarapan untuknya. Daehwi mulai terbiasa dan sejujurnya ia menyukai itu. Ia akui dirinya sangat menyukai semua bentuk perhatian yang Jinyoung berikan padanya. Entah sejak kapan perasaan itu muncul. Memang terlalu cepat untuk menjabarkannya mengingat pertemuan mereka yang terbilang masih sangat singkat.

Hatinya terasa menghangat setiap kali ia berada di dekat Jinyoung.

Hatinya selalu berbunga-bunga setiap kali ia menerima perhatian dari Jinyoung.

Hatinya pun selalu berdebar-debar setiap kali Jinyoung memberikan sentuhan lembut untuknya.

“Apa rencanamu hari ini?”

Daehwi yang sedang menikmati sarapannya sedikit tersentak mendengar pertanyaan Jinyoung. Dilihatnya laki-laki itu sedang menyesap secangkir kopi yang sudah dihidangkan.

“Ngg ...” Daehwi berpikir sebentar. "Sebenarnya Hyungseob  dan Seonho akan kemari sebentar lagi. Tidak apa, 'kan?”

“Oh—benarkah? Tak apa, aku suka jika rumah ini menjadi lebih ramai.” jawab Jinyoung yang sibuk dengan mengoles rotinya.

“Benar tidak apa-apa? Aku merasa... mereka temanku tapi mereka akan kemari―”

“Temanmu akan menjadi temanku juga, Daehwi. Begitu juga sebaliknya.” ia menatap Daehwi yang sibuk memainkan gelas susu nya, “Tumben kau merasa sungkan begini. Biasanya kau bertindak semaumu sendiri.”

“Aku sedang tidak ingin berdebat, Hyung. Ini masih terlalu pagi untuk memulai sesuatu dengan perdebatan.”

Tak ada sahutan dari lelaki itu setelahnya. Daehwi terdiam sejenak, kemudian ia kembali memperlihatkan senyuman terbaiknya. Dalam hati Daehwi merasa senang. Setidaknya lelaki itu tidak melarangnya selama ia tinggal di rumah lelaki itu. Ia segera menghabiskan sarapannya dan lekas mandi, tak ingin berlama-lama terlihat memalukan di depan lelaki itu.

“Tunggu!” seruan Jinyoung menghentikan Daehwi yang baru saja berjalan beberapa langkah dari meja makan. Tangan Jinyoung bergerak menuju rambut Daehwi dan mulai merapikan helai-helai rambut itu yang terlihat berantakan. Jinyoung menatap puas pada hasil kerjanya dan mengusap lembut rambut Daehwi, “Begini lebih baik. Lekas mandi. Kau bau.” bisiknya dengan nada mengejek.

“Ya!” Sebelum mendapat amukan Daehwi, Jinyoung sudah berlari lebih dulu menyelamatkan diri. Tawanya pecah memenuhi seisi rumah, membuat Daehwi semakin tertunduk malu. Apalagi ada beberapa pelayan dan juga Bibi Song yang sempat melihat kegiatan mereka di ruang makan.

“Menyebalkan!” desis Daehwi. Namun ia tak bisa menyembunyikan senyum yang kian merekah di bibirnya.

.

Suara bel yang berbunyi nyaring menhentikan langkah Daehwi yang baru saja turun dari lantai atas. Kini penampilan Daehwi sudah lebih baik dari yang tadi setelah mandi. Dengan langkah ringan ia menuju pintu membukakan pintu untuk sang tamu.

“Daehwi Oppa!” teriakan membahana itu menyambut Daehwi ketika ia membuka pintu itu.

Bahkan Jinyoung yang sejak tadi berada di ruang kerjanya, segera berlari menyusul Daehwi. Ketika sampai di depan pintu, ia mendapati Daehwi yang menggendong seorang anak kecil, Chaeyoung. Disana juga ada Hyungseob  yang dikuti Woojin di belakangnya.

“Oppa!” seru Chaeyoung  yang sudah melebarkan tangannya pada Jinyoung.

“Hei, Princess. Merindukan Oppa, hm?” tanya Jinyoung yang mengambil Chaeyoung  dari tangan Daehwi.

Chaeyoung  mengangguk seraya melingkarkan tangannya pada leher Jinyoung.

“Dia merengek mencari kalian berdua terus menerus.” ujar Hyungseob.

"Masuklah. Aku senang kalian kemari. Setidaknya kami tidak berdua lagi" kata Jinyoung.

“Seonho tidak ikut?” tanya Daehwi sambil melongokan kepalanya keluar rumah mencari keberadaan Seonho.

“Tidak jadi. Katanya ada keperluan mendadak. Aku pun tidak tahu apa itu. Padahal tadi aku sudah menunggu didepan rumahnya.” jawab Hyungseob  dengan sedikit gerutuan.

Mereka mengobrol banyak hal. Sesekali di selingi celotahan riang oleh Chaeyoung  yang membuat dua pasang anak manusia itu menggeram karena gemas. Daehwi baru tahu jika Woojin itu adalah sepeupu Jinyoung yang sama-sama bekerja sebagai dokter di rumah sakit yang sama pula. Dan Daehwi juga baru tahu kalau Woojin adalah kekasih Hyungseob. Pantas saja waktu di rumah sakit kemarin mereka terlihat sangat dekat. Mereka itu benar-benar mirip kelakuannya, sama-sama suka menjahili. Mungkin itu yang dinamakan jodoh pikir Daehwi.

Chaeyoung  yang tadinya duduk di pangkuan Daehwi kini berlari ke arah Jinyoung yang sedang berbincang dengan Woojin. Anak itu duduk dan menyusup ke badan Jinyoung. Lelaki itu gemas dan menahan Chaeyoung  di antara kedua tangannya—hingga tawa Chaeyoung  terdengar dimana-mana.

Diam-diam Daehwi mengamati sosok laki-laki itu. Tapi setiap kali mengingat interaksi antara Jinyoung dan Chaeyoung , Daehwi merasakan hal yang berbeda. Laki-laki penyayang dan sosok Ayah yang baik. Daehwi bisa melihatnya saat Jinyoung berinteraksi dengan Chaeyoung .

“Oppa—sudah!” seru Chaeyoung  yang masih dibekap oleh Jinyoung.

“Tidak mau.” ia terkikik.

Daehwi yang mendengar Chaeyoung  berteriak langsung menolehkan kepalanya.

BUKK!

Baru saja ia melemparkan bantal sofa ke arah lelaki itu. “Ya! Hyung ini.” ia berlari ke arah Jinyoung, “Dia bisa kehabisan nafas jika begini. Sudah!” serunya seraya menarik Chaeyoung  yang kehabisan nafas karena tertawa.

Jinyoung tertawa, “Maafkan aku. Dia lucu sekali.”

“Dasar Pedofil.”

Jinyoung mencubit pipi Daehwi gemas, hitung-hitung sebagai balas dendam karena Daehwi baru saja melempar bantal sofa dengan cukup keras ke arahnya. “Mulutmu, Tuan Lee! Aku bukan seorang pedofil! Aku masih tahu batasan umur untuk memenuhi nafsu ku jika kau mau tahu. Aku bahkan bisa saja menciummu sekarang.”

Daehwi terkesiap dengan apa yang diucapkan Jinyoung barusan. Seketika hawa panas mulai terasa di wajah Daehwi. Daehwi yakin wajahnya sekarang memerah, mungkin menyerupai tomat. Sialnya, otaknya terus mengingat kalimat terakhir yang diucapkan Jinyoung. Sederet kalimat yang mampu memacu detak jantungnya hingga tak terkendali seperti sekarang. Matanya menatap tajam ke arah Jinyoung. Apa-apaan lelaki itu!

“Cih, terserah kau saja.” ucap Daehwi yang akhirnya duduk di ruang tengah juga.

“Setiap hari kalian begini?” tanya Woojin yang sedari tadi memperhatikan mereka berdua.

“Dia yang memulai!” tunjuk Jinyoung pada Daehwi yang duduk tak jauh darinya itu.

“Huh? Aku? Hyung yang selalu membuat masalah! Perlu Hyung ingat itu.”

“Hei, sudah.” Woojin tertawa, “Kalian benar-benar seperti musuh, ya? Jangan begitu. Kalau salah satu dari kalian pergi, biasanya yang satunya akan mencari.”

“Dia? Tidak akan pernah!” seru Daehwi.

Hyungseob  yang sekarang bersandar di lutut Woojin pun angkat bicara, “Jangan bertengkar di depan anak kecil. Kau juga, Daehwi. Jangan gengsi. Bisa saja kau bilang tidak mau. Tapi hatimu mana kami tahu. Iya 'kan, Hyung?” tanyanya yang dijawab anggukan dari Woojin.

“Astaga—kenapa semua orang hari ini bersikap aneh, sih?” Jinyoung menghela nafasnya, “Hei, Hyungseob . Ngomong-ngomong, apa kau sedang ada acara hari ini?”

“Tidak. Kenapa?”

“Bisa tolong urusi induk singa itu? Nanti malam kami harus datang di acara pertemuan Eommaku. Hmm, bisa kau bantu dia berdandan atau bagaimana? Aku yakin kalau dia berdandan sendiri pasti tidak akan beres.” kata Jinyoung.

“Apa? Ya! Aku bisa berdandan sendiri―”

“Bisa! Aku akan melakukannya!” ucap Hyungseob  kelawat semangat.

“Ya! Hyungseob-ah, aku tidak mau! Aku bisa melakukannya sendiri―”

No! Kau harus menurut padaku.”

.

Jinyoung tertawa kecil setiap mengingat bagaimana ekspresi wajah Daehwi saat di dandani oleh Hyungseob. Ia melirik Daehwi Yang masih terdiam dengan wajah kusutnya. “Kau kenapa?” tanya Jinyoung santai sambil fokus mengemudikan mobil.

Daehwi tidak menjawab. Ia bersedekap, lalu mengalihkan perhatiannya ke arah luar Yang jauh lebih menarik.

“Kau ingin sandiwara kita terbongkar lebih awal dengan bersikap seperti ini?”

“Kau yang memulainya lebih dulu, Hyung!” balas Daehwi sarkastik.

Tawa Jinyoung pecah seketika. Hal itu membuat kekesalan Daehwi semakin bertambah. Daehwi mengerucutkan bibirnya lucu.

Buntut kejadian tadi sore, Daehwi memang terus mendiaminya sampai sekarang. Sebenarnya karena masalah sepele, Daehwi yang tidak terima jika harus di dandani oleh orang lain―sekalipun itu sahabatnya. Namun berkat lelaki itu ia harus tunduk dan patuh pada temannya itu.

Butuh sekitar tiga jam untuk membujuk Daehwi berdandan. Disaat Jinyoung sudah siap dengan tuxedonya, Daehwi masih bergulat dengan Hyungseob  di dalam kamar karena ia tidak mau memakai makeup. Berkali-kali Hyungseob  berteriak karena Daehwi Yang selalu menangkis tangannya. Tapi, semua selesai setelah Jinyoung masuk ke dalam kamar dengan telepon di tangan dan berkata ‘Iya, Eomma kami akan segera berangkat—'

“Hyung, apa ini benar? Maksudku, aku tidak terlihat aneh?” tanya sambil melihat penampilannya.

“Kalau aku mengatakan kau aneh, kau pasti akan mengamuk dan menghadiahiku berbagai umpatanmu itu. Yang membuat aneh hanya penutup luka di pergelangan tanganmu itu, yang lainnya... not bad.”

Sebuah kebohongan besar, Bae Jinyoung!

Tolong ingatkan Bae Jinyoung untuk memotong lidahnya setelah ini. Padahal kenyataannya Daehwi tampak manis mengenakan kemeja berwarna putih dengan pita berwarna biru sebagai hiasan di kerahnya menyerupai dasi. Lalu pantofel dengan warna hitam menjadi alas kakinya, juga topi baret senada dengan warna sepatunya pun ikut menghiasi penampilannya. Bukankah Daehwi terlihat sangat cantik, manis, dan menggemaskan?

Ya ampun, laki-laki ini benar-benar menyebalkan! Batin Daehwi.

Wajah Daehwi terlihat sebal dengan perkataan Jinyoung yang sedikit menyinggung. Ah, sejak kapan lelaki  itu tidak berkata hal yang menyebalkan begitu—apalagi terhadap Daehwi.

Setelah tersiksa selama setengah jam—di mobil Jinyoung juga—Daehwi sampai di tempat acara. Di sebuah hotel mewah yang ia yakin para orang-orang kaya berkumpul disana.

Ketika kecil ia familiar dengan tempat seperti ini karena Ayahnya yang juga seorang pengusaha hebat, tapi setelah beranjak dewasa, Daehwi sadar jika dia tidak menyukai gaya hidup seperti itu. Sedikit kagum, dia mengedarkan pandangannya kepada semua tamu yang datang. Hanya ada kata 'berkelas' yang muncul di benak Daehwi.

“Hyung—“ ucap Daehwi yang menarik lengan kemeja Jinyoung lalu menundukkan kepala memperhatikan kakinya yang berbalut pantofel.

Lelaki itu menghela nafasnya, “Kau ini kenapa, sih?  Memakai pantofel saja tidak bisa.” sindirnya.

“Aku tidak terbiasa dengan ini. Pokoknya nanti aku akan memakai sepatuku jika acara sudah selesai.” sergah Daehwi.

“Aish, kesinikan tanganmu.”

“Untuk apa?” tanya Daehwi bingung.

“Masih bertanya lagi―” Jinyoung meraih tangan kiri Daehwi dan menggenggamnya.

Daehwi hanya mengekor kemanapun Jinyoung melangkah. Daehwi mengalihkan perhatiannya pada sosok lelaki  setengah baya dan dua orang wanita yang juga setengah baya sedang duduk di meja yang terletak sedikit di sudut ruangan. Seketika rasa gugup menyergap diri Daehwi.

“Ini pasti Daehwi.” ucap perempuan itu disertai senyuman hangat.

Daehwi mengangguk lalu membungkuk sopan, “Selamat malam, Nyonya. Saya Lee Daehwi.”

“Aigoo, jangan terlalu formal seperti itu, Sayang.” perempuan itu mengusap lembut wajah Daehwi, kemudian memeluknya dengan penuh kasih sayang. “Kau tidak ingin mengenalkan si manis ini pada bibimu, Bae Jinyoung?”

Jinyoung terkekeh mendengar sindiran dari bibinya. “Baik, baik. Bibi, dia Daehwi—kekasihku. Dan Daehwi, kau sudah mengenal Eommaku, bukan? Lalu ini bibiku, Kim Jung Ah dan di sampingnya itu Pamanku Park Jae Sung.”

“Senang bertemu denganmu, Paman, Bibi, dan Eomeoni.” sapa Daehwi dengan ramah.

Kebersamaan mereka diwarnai dengan canda dan tawa. Obrolan pertama membahas bagaimana pertemuan awal Jinyoung dan Daehwi, sampai akhirnya mereka sepakat menjalin hubungan. Tentu saja kedua orang itu sudah berdiskusi sebelumnya, supaya tidak terjadi kesalahan saat mereka menceritakan hubungan tersebut.

“Jinyoung-ah?” Laki-laki itu terkesiap saat mendengar panggilan pamannya.

“Iya, Paman?”

“Bisa kita keluar sebentar? Aku perlu bicara denganmu.” ucap Tuan Jae Sung. Jinyoung sempat keheranan melihat wajah serius pamannya. Ia menoleh sekilas ke arah Daehwi, dan sedikit terkejut saat mengetahui Daehwi sudah menatap ke arahnya.

Jinyoung tak mengatakan apapun dan hanya berjalan mengikuti pamannya. Daehwi yang sempat melihat Jinyoung yang menyusul pamannya ke luar restoran, mendadak merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya.

“Daehwi?” Suara lembut Bibi Jinyoung mengembalikan kesadaran Daehwi. Daehwi segera menyembunyikan wajah murungnya dengan senyuman.

“Kau baik-baik saja?” kali ini ibu Jinyoung yang bertanya cemas.

Daehwi mengangguk, lalu perhatiannya teralih pada sosok Jinyoung yang baru saja keluar dari ruangan pamannya. Spontan saja Daehwi berdiri dan lekas menghampiri Jinyoung yang sekilas tampak murung. Entah kenapa Daehwi merasa takut. Ia mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Semua pertanyaan yang memenuhi kepalanya langsung menguap, hilang entah ke mana.

“Kau kenapa?” tanya Jinyoung keheranan melihat wajah Daehwi yang tampak kikuk.

“I-Itu...” Daehwi mendengus dalam hati. Ia terlanjur penasaran dengan obrolan yang dilakukan Jinyoung dan pamannya. “Apa terjadi sesuatu? Maksudku, apa pamanmu mencurigai sesuatu di antara kita?”

Bukannya menjawab, Jinyoung malah tertawa. Hal itu jelas membuat Daehwi kesal karena pertanyaannya dianggap sebuah lelucon oleh Jinyoung.

“Huh, menyebalkan!” Daehwi merajuk dan berbalik badan memunggungi lelaki itu. Namun tiba-tiba lelaki itu memeluk tubuhnya dari belakang.

“A-Apa yang Hyung lakukan?!” Daehwi berusaha melepaskan diri dari Jinyoung, namun pelukan Jinyoung justru semakin mengerat. Bahkan laki-laki itu menyandarkan dagunya di bahu Daehwi.

“Sebentar saja, Daehwi...” bisik Jinyoung dengan nada seduktif. Membuat Daehwi sedikit berjengkit karena merasakan desahan napas Jinyoung di lehernya. “Tidak ada pembicaraan yang serius. Jadi kau tidak usah takut begitu. Pamanku hanya berpesan agar menjagamu dengan baik.”

.

Daehwi masih memainkan tangannya yang berkeringat. Jinyoung? Entahlah, Daehwi sendiri tidak mengerti dengan lelaki itu. Setelah selesai berbicara dengan pamannya ia berubah menjadi seperti ini―manja.

Daehwi menghembuskan nafasnya beberapa kali, menghilangkan rasa gugup―mungkin. Kemudian ia mencari sedikit hiburan dengan memainkan ponselnya. Sesekali ia membalas pesan dari Hyungseob  yang tidak henti-hentinya mengiriminya pesan.

Disaat sedang sibuk membalas chat, tiba-tiba ada seorang wanita menyapanya―ralat, menyapa Jinyoung, “Hei! Jinyoung.”

Sapaan wanita itu membuat Jinyoung dan Daehwi tersadar dari dunia mereka. Perlahan pelukan Jinyoung melonggar dari tubuh Daehwi.

Mata Daehwi menangkap keberadaan seseorang. Mantan kekasih Jinyoung, Kyulkyung. Ia tahu itu ketika ia mengunjungi rumah sakit beberapa hari yang lalu saat mengantar barang Jinyoung yang tertinggal. Dari sana pulalah Daehwi bisa melihat perubahan ekspresi Jinyoung saat menatap wanita itu. Ia bahkan sempat diabaikan oleh lelaki itu ketika sedang berbicara hingga membuatnya kesal dan pergi dari rumah sakit itu. Ia tidak suka jika di abaikan. Kyulkyung itu memang sangat cantik. Dia sempat iri. Ya, begitulah.

“Oh, hei.. kau datang kesini juga?”
Daehwi hanya terdiam ketika melihat bagaimana cara Jinyoung membalas sapaan Kyulkyung. Memang berbeda. Jinyoung menjawab Kyulkyung dengan cara yang lembut. Tidak seperti ketika berbicara padanya. Lelaki itu selalu berkata sinis dan sarkas padanya.

“Ehei, apa kau tidak ingat jika Ayahku salah satu petinggi perusahaan juga?” dia tertawa, “Ayahku menyuruhku untuk datang kemari—untuk menemaninya. Dan tak kukira akan menemukanmu disini. Boleh aku bergabung bersama kalian? Aku.. tidak mengganggukan?”

Helaan nafas dan wajah muak muncul dari diri Daehwi. Apalagi melihat Kyulkyung yang berbicara dengan suara dan nada sok aegyo itu membuatnya ingin muntah saja. Ah, atau bahkan mungkin sekarang dia ingin menjambak rambut Kyulkyung—karena gadis itu terus-terusan memainkan rambutnya. Jinyoung juga, dia tidak mengerti mengapa Jinyoung menanggapinya dengan wajah dan sifat ramahnya. Membuat Daehwi ingin berteriak pada lelaki itu dan membodoh-bodohinya saat itu juga.

“Tidak sama sekali. Dimana Ayahmu?” tanya Jinyoung.

“Dia sedang bersama teman bisnisnya di ujung sana. Tadi aku juga sedang bersama temanku, tapi dia sudah pergi—jadi aku sendiri disini sampai akhirnya aku melihatmu di sini. Bagaimana kabarmu?” tanya Kyulkyung sembari menggeser kursinya dan menempatkannya lebih dekat dengan Jinyoung.

Daehwi membelalakkan matanya ketika gadis itu menarik tangan Jinyoung dan menggenggamnya. Dia menggigit bibir bawahnya dan mendesis geram. Bahkan dia tidak peduli dengan rasa perih di sudut bibirnya. Pokoknya, jika dia bisa melakukannya sekarang, dia akan menendang kursi itu dan membiarkan Kyulkyung terjatuh. Sayangnya, dia tidak bisa melakukan itu sekarang.

“Oh, Aku baik-baik saja―”

“EHEM!” Daehwi berdeham, “Hah, aku haus.” Ucapnya.

“Kau haus? Sebentar aku ambilkan air untukmu.” Ujar Jinyoung yang kemudian pergi untuk mengambil air.

“Hei.” sapa Kyulkyung ketika Jinyoung sudah pergi entah kemana.

“Ah, hei.”

“Kau… ada hubungan apa dengan Jinyoung?”

“Aku?” Daehwi tertawa sarkas, “Aku calon istri Jinyoung Hyung. Ada masalah?”

“Dengan lelaki sepertimu? Kau ingin Jinyoung mendapatkan hinaan karena sudah tidak normal, huh? Dengan menikahimu?" ujarnya sarkastik memojokkan Daehwi yang kini menatapnya tajam karena tersinggung akibat ucapannya barusan. "Lagipula kau itu bukan type idealnya. Anak kecil!”

Daehwi sedikit mendecih, tidak terima dengan perkataan Kyulkyung yang menuduhnya sebagai sumber penyimpangan Jinyoung dan juga mengatainya anak kecil.

“Begitukah? Ah…” Daehwi menganggukkan kepalanya, “Lalu, seperti apa pasangan ideal untuknya? Seperti dirimu? Gadis yang berselingkuh dengan teman kekasihnya? Gadis yang hanya menginginkan harta kekasihnya saja? Aah, hina sekali jika Jinyoung mendapatkan gadis sepertimu.”

Daehwi tersenyum puas ketika Kyulkyung melihatnya dengan mata yang memerah. Daehwi sendiri menganggap pertengkaran seperti ini terkesan kekanak-kanakan. Dan juga lawannya itu seorang perempuan. Tapi mau bagaimana lagi, baginya, gadis itu harus tahu dimana dan seperti apa posisinya.

Tidak bisa menjawab, Kyulkyung pergi setelah Daehwi menyindirnya lebih pedas. Bahkan sebelum pergi Kyulkyung sempat memberika tatapan tajamnya.

Tak beberapa lama, Jinyoung kembali, “Ini, minumlah.” dia menyodorkan segalas air yang dibawanya.

Daehwi menyambut gelas itu dan langsung meminumnya. Berbicara dengan Kyulkyung membuat kerongkongannya kering seketika.

“Sudah lebih baik?”

Daehwi mengangguk. Dia memperhatikan Jinyoung yang kembali duduk.

“Hyung tidak bertanya kemana Kyulkyung pergi?”

“Bertanya? Untuk apa?” tanyanya yang kembali menyandarkan kepalanya di bahu Daehwi lagi.

“Siapa tahu. Hyung sendiri sepertinya sangat peduli padanya.”

Lelaki itu terkekeh, “Tidak juga. Siapa yang mengatakan begitu?”

“Tidak ada, sih. Tapi cara Hyung berbicara sangat lembut padanya. Kenapa Hyung sekarang begitu? Masih menyukainya?”

“Aku pernah mengatakan itu padamu?”

Daehwi menggeleng. Yang tidak ia mengerti adalah mengapa lelaki yang dihadapannya itu malah tertawa. Bahkan sekarang, dia memutar arah duduknya berhadapan dengannya.

“Kau mengusirnya?”

“Ti-tidak! Untuk apa aku mengusirnya?”

“Benarkah? Tapi aku mendengarkan percakapan kalian.”

Daehwi mendelik, “YA! Hyung menguping?”

Jinyoung mengendikkan bahunya, “Air minum ini hanya berjarak dua meja dari sini. Aku keluar hanya ingin tahu apa yang kalian bicarakan. Itu saja.”

Wajah Daehwi memerah. Entah mengapa dia merasa malu. Terlihat bagaimana nada tidak suka di setiap ucapannya ketika sedang berbincang dengan Kyulkyung tadi. Lagipula siapa yang memulai? Kyulkyung, 'kan?

Secara tiba-tiba Jinyoung berdiri. Dia menghadap ke arah Daehwi dan meletakkan masing-masing tangannya di bahu Daehwi. Wajahnya hanya berjarak beberapa senti dari wajah Daehwi. Daehwi sendiri mengerutkan alisnya ketika melihat senyum bodoh dari wajah lelaki tersebut.

“A-apa yang Hyung lakukan?”

“Tidak ada. Hanya ingin melihat wajah bodohmu saja.”

“YA!”

Jinyoung tertawa, “Kau harus tahu alasan mengapa aku bersikap lembut padanya.”

“Apa?”

“Karena—sudahlah, ayo pulang sekarang. Aku lelah. Lagipula ini sudah malam.” dia menarik tangan Daehwi.

Daehwi melangkahkan kakinya perlahan. Badannya terasa lelah. Apalagi kakinya sangat pegal dan sempat terkilir ketika diseret Jinyoung tadi. Masih sedikit nyeri, tapi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Jinyoung sudah kembali ke belakang kemudi. Dia tidak mengatakan sepatah katapun—begitu juga Daehwi. Lelaki itu hanya memperhatikan jalanan hingga tidak menyadari Daehwi sudah tertidur setelah sekitar sepuluh menit sejak keluar dari area parkir hotel. Daehwi terlihat lelah. Bahkan keringat di keningnya sudah merembes. Tidurnya sangat pulas hingga Jinyoung tidak tega untuk membangunkannya.

Sesaat perhatiannya terpaku pada wajah tenang Daehwi yang sedang tertidur. Jinyoung memberanikan diri untuk membelai wajah itu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Ia kembali melakukan kebiasaannya. Mengecup kening Daehwi saat Daehwi tertidur.










Tbc...

.
.
.
Aku nulis apaan sih? Gaje banget masa _-
Maaf klo moment ny ga dapet 😂
Aku lagi buntu buat ngelanjutin ini huhu ㅠ^ㅠ

המשך קריאה

You'll Also Like

318K 34.3K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
Adopted Child נכתב על ידי k

ספרות חובבים

178K 28K 51
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
162K 7.9K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
86.8K 7.6K 80
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...