Bae x Lee

By peachylight10

29K 2.9K 555

JINHWI SHORT STORY ONE SHOOT BxB Sider hargai aing pls :) More

Jin x Hwi
Paper Heart
Paper Heart (2)
Chatroom
HAPPY JINYOUNG DAY
소나기
Chatroom 2
HAPPY 1K+ READERS🎉
Chatroom 3
Chatroom 4
Paper Heart (3)
Chatroom 5
You And The Sandglass
Paper Heart (4)
CHATROOM CEK
KEPUTUSAN
Chatroom 6
PERHATIAN
Sayap Pelindung (다시만나)
Say Hello To You

Paper Heart (5)

869 124 12
By peachylight10

Akhir-akhir ini Guanlin jadi sedikit canggung dengan Daehwi. Dirinya seperti menjaga jarak dengan sahabat kecilnya itu. Meski dirinya berniat menyerah, tetapi tak ada sebersit keinginan pun untuk menjauhi Daehwi. Namun, Guanlin sendiri tidak mengerti mengapa dirinya justru membangun dinding pemisah antara dirinya dengan Daehwi. Seolah itu adalah cara agar ia bisa membuat Daehwi bahagia.

Sementara disisi lain Daehwi nampak biasa saja. Menikmati harinya seperti biasa. Mengagumi seorang Bae Jinyoung dari jauh. Sesekali bertegur sapa ketika keduanya bertemu. Meski tidak pernah lagi berbicara banyak seperti saat mereka kehujanan dulu, setidaknya Daehwi ada kemajuan.

Daehwi tidak mengerti bagaimana dirinya mengagumi seorang Bae Jinyoung. Tetapi enggan untuk mengenalnya lebih dekat. Dirinya senang saat bisa berbincang dengan pria tampan itu. Tetapi tak ada keinginan untuk jauh lebih dekat dalam hatinya. Entah dirinya yang terlampau gengsi untuk mendekat. Atau memang obsesinya hanya sebatas rasa penasaran yang telah tuntas karena komunikasi yang mereka jalin beberapa waktu lalu. Daehwi tidak mengerti.

Ketika hatinya terus menjerit kagum saat pria bermarga Bae itu tertangkap netranya, otaknya seolah memanggil nama lain.

Guanlin.

Daehwi bisa jadi terlihat biasa saja dengan sikap Guanlin yang cenderung menjauhinya akhir-akhir ini. Nyatanya Daehwi memang kepikiran. Daehwi terlalu peka untuk tidak menyadari bahwa Guanlin menjauhinya. Baginya, Guanlin terlalu jelas untuk dirinya baca.

Tetapi Daehwi tidak cukup peka untuk memahami kalimat-kalimat Guanlin malam itu, ketika dirinya menelpon Guanlin. Selama ini Daehwi tidak cukup peka untuk menyadari betapa besar perasaan Guanlin padanya.

"Guanlin!" panggil Daehwi ketika netranya menangkap sosok itu.

Guanlin berhenti. Menoleh sebentar lantas melanjutkan langkahnya lagi.

"Yakk. Kau meninggalkanku?"

"Aku kan, selalu begitu." sahut Guanlin.

"Yakk, bodoh! Kau ini marah padaku ya?" tanya Daehwi.

"Tidak."

"Eiyy, kau bohong."

"Mau marah atau tidak, kau kan tidak peduli."

Daehwi menyernyit. Tidak mengerti dengan sikap Guanlin padanya yang semakin hari semakin sinis padanya.

"Sudah ya? Aku harus pergi."

Daehwi menatap sendu punggung Guanlin yang perlahan menjauh. Masih menerka-nerka, kesalahan apa yang ia perbuat pada sahabatnya itu.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Guanlin memberhentikan langkahnya saat dirasa dirinya sudah jauh dari Daehwi. Menengok sebentar kebelakang lantas mengelus dadanya sambil menghela nafas. Ah, detak jantung Guanlin tidak normal sekarang.

"Apa aku terlihat seperti sedang marah padanya?" gumamnya.

"Tapi kan, selama ini aku memang merasa marah padanya setiap kali dirinya menceritakan Jinyoung sunbae."

"Ah, meolla. Aku tidak tahu. Berada didekatnya tidak bagus untuk kesehatan jantung. Kau tidak salah, Guan." Guanlin masih asyik bergumam sendiri. Tak menyadari sosok Jihoon berdiri sambil bersedekap dada.

"Jadi, ini cara yang kau maksud?" Guanlin refleks berbalik. Netranya mendapati Jihoon yang tampak menyeringai padanya.

"Bodoh."

Guanlin diam saja. Enggan menanggapi Jihoon. Sementara sang lawan bicara nampak siap mencercanya.

"Ternyata kau masih sama bodohnya. Ku pikir kau akan benar-benar melakukannya dengan caramu. Ternyata benar ya, kau dengan segala tindakan bodohmu." sindir Jihoon.

"Menjauhinya demi perasaanmu sendiri. Ku pikir kau cukup dewasa untuk tidak hanya mementingkan satu hati saja. Itu yang kau sebut dengan caramu sendiri?" Jihoon nampak puas. Mantan kekasih Guanlin itu menyeringai. Menatap Guanlin dengan pandangan remeh.

"Ku rasa kau cukup tahu diri untuk tidak mencampuri urusanku, hyung."

Jihoon terkekeh pelan. Pikirnya, Guanlin terlalu naif. Ah, tidak. Guanlin bahkan terlalu bodoh baginya.

Guanlin berjengit saat Jihoon melangkah lebih dekat ke arahnya. Sementara Jihoon menyeringai senang. Entah bagaimana dirinya merasa menang. Melihat Guanlin terpojok memberinya kesenangan tersendiri.

"Bagaimana tawaranku kemarin? Tidakkah kau tertarik?"

Guanlin melangkah mundur. Berusaha menjauh dari Jihoon yang semakin mendekatkan dirinya.

"Ku pikir kau tidak cukup bodoh untuk memahami jawabanku." Jawab Guanlin.

Sementara seringaian Jihoon berganti menjadi senyum sendu. Tatapannya menyiratkan hal lain yang tak dapat Guanlin pahami. Pandangannya yang meredup memancarkan kekosongan. Ada sedikit luka yang tampak disana.

"Bagaimanapun.."



















































"Aku tak akan pernah menang darinya."

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Atap sekolah adalah pelarian terbaik sepanjang masa. Entah itu melarikan diri dari masalah yang datang bertubi-tubi atau sekadar berkunjung melepas lelah atau bahkan berlindung dari kenyataan pahit. Hamparan langit yang luas adalah pendengar paling baik meski tak bisa memberi respon apapun.

Dan disinilah sosok Guanlin berakhir. Terdiam menatap langit kelabu. Matanya yang menawan kini menatap sendu pemandangan didepannya.

Ah, rasanya semua karya tangan Tuhan dihadapannya ini tak sebanding dengan satu-satunya ciptaan-Nya yang sempurna.

Lee Daehwi

Mengingat namanya saja sudah mampu membuat senyum samarnya mengembang. Meski pada akhirnya senyum itu luntur seiring dengan luruhnya rintik-rintik hujan yang jatuh ke bumi. Bayangan akan sosok Jinyoung seketika menyapa pikirannya. Membuat hatinya yang sejenak menyejuk kini menjadi beku. Membuatnya kesal setengah mati.

"Memangnya apa bagusnya senior itu? Kenapa semua orang begitu menyukainya? Apa dia memang sehebat itu?" Guanlin berujar pada langit.

Hening.

Tak ada jawaban.

"Bahkan semesta tak mampu menjawabnya. Aku baik-baik saja jika semua orang menyukainya. Sungguh aku baik-baik saja. Tetapi tidak jika itu Daehwi. Daehwiku. Sudah cukup aku mengalah atas perasaanku sendiri. Apa dunia ini benar-benar egois?"

Guanlin menghela nafas berat. Rasanya begitu menyedihkan hingga ia tak menyadari rintik hujan menerpa wajahnya.

































"Ternyata Jihoon benar. Kau memang naif, Guanlin."













Suara berat seseorang membuat Guanlin menoleh kebelakang.


















"S-sunbae.."







Sementara sosok Jinyoung tersenyum simpul. Lantas berjalan mendekati Guanlin.

"Guanlin-ah. Kau benar-benar bodoh"

Guanlin menatap tajam sosok Jinyoung. Merasa terhina akan ucapan seniornya. Tetapi dalam hati ia membenarkan.

"Apa maksudmu?"

"Aniya. Menurutku kau hanya terlalu bodoh dalam hal perasaan. Kau sangat perasa terhadap seseorang tetapi kau bahkan tidak memahami dengan baik bentuk perasaan yang dimiliki orang lain."

Guanlin menyernyit. Tidak mencerna dengan benar kata-kata Jinyoung.

"Aku sudah tahu sejak awal. Kau menyukai Daehwi."

Guanlin terperanjat. Seketara itu kah dirinya?

"Kau bahkan tidak mengenal Daehwi." jawab Guanlin.

"Tapi aku mengenalmu." balasan Jinyoung membuat Guanlin terdiam.

"Aku memang tidak mengenalnya. Tetapi aku beberapa kali memergokinya tengah memandangiku. Awalnya aku tak yakin. Tapi semakin sering mata kami bertemu tatap, aku jadi yakin bahwa itu adalah aku. Kemarin adalah pertama kalinya kami berbicara. Meski tidak banyak. Tapi menurutku dia cukup lucu dan menarik." Jinyoung tersenyum diujung kalimatnya. Sementara Guanlin memandang tak suka. Agak sedikit terganggu saat Jinyoung mengatakan 'lucu dan menarik'.

"Kau sedang bercerita padaku?"

"Aku tidak yakin. Tapi mungkin iya."

Untuk beberapa saat keduanya diam. Menikmati rintik hujan yang sedari tadi tak bertambah deras jatuh menerpa wajah tampan mereka.




































"Guanlin-ah. Ayo berjuang!"

Guanlin lagi-lagi menyernyit. Tak memahami maksud dari pernyataan Jinyoung-tepatnya ajakan.

"Mwo?"

"Ayo berjuang. Kau dengan perasaanmu dan aku dengan diriku. Berjuanglah untuk merebut hatinya dan aku akan berjuang untuk mempertahankan hatinya agar tetap untukku. Dengan begitu kita imbang."

"Mwoya? Imbang bagaimana yang kau maksud?"

"Ku harap kau tidak menyerah atas perasaanmu. Dengan begitu kau akan tetap berusaha sampai Daehwi merubah pendapatnya terhadapmu. Ku rasa perasaanya padakh adalah rasa kagum. Kagum bukan berarti dia menyukaiku dengan segala perasaannya bukan? Artinya kau masih punya kesempatan. Bisa jadi apa yang dirasakannya hanya obsesi."

Guanlin jadi berpikir. Jinyoung ada benarnya. Selama ini dia hanya terlalu terpuruk oleh pikiran dan hatinya sendiri.

"Dan kurasa..."







































"Aku juga mulai menyukainya. Oleh karena itu aku juga akan berjuang mempertahankan perasaannya padaku."





***

Anyyeong

SABIEL IS BACK😎😎

ADAKAH YANG KANGEN?















KAGA ADA :(






its okay okay~






Ehe.

Mangapin ya jadi ilang-ilangan.

Rl neomu-neomu hectic yeorobun.

Aing hurt juga :"







Intinya jangan lupa vote and comment ya😉

Penggemar Paper Heart mana suaranyaaaaaaaaa




Saranghae readersnim❤❤

📌Park Sabiel

Continue Reading

You'll Also Like

336K 25.4K 32
Adrian Martadinata pemuda manis yang harus meninggal karena penyakitnya yang kambuh. Saat sadar Adrian ternyata kembali ke masa lalu.....
471K 11.9K 37
🔞MARKHYUCK🔞 "gak mau nambah anak lagi ??" "mauu" BxB GAYY HOMO 🔞🔞🔞🔞🔞
95.5K 14K 33
Jennie mengalami trauma psikologis akibat dari sebuah peristiwa traumatis yang menyebabkannya amnesia. Jennie mengingat semua keluarganya kecuali se...