My Annoying Bae || Bae Jinyou...

By baehwinoona

31.3K 3.6K 331

Bae Jinyoung x Lee Daehwi DeepHwi Lee Daehwi, 18 tahun, berstatus sebagai siswa tahun terakhir di SHS 101, ne... More

Awal Mula
First
Second
Third
Fourth
Fifth
sixth
seventh
ninth
tenth
eleventh
twelfth
thirteenth
fourteenth
fifteenth
sixteenth
seventeenth
eighteenth
UP

eighth

1.4K 182 21
By baehwinoona

Daehwi pikir mimpi buruknya adalah Bae Jinyoung. Ternyata itu salah. Mimpi terburuknya adalah justru si lelaki penguntit; Kim Samuel. Lelaki  yang merupakan adik kelasnya itu sudah secara terang-terangan mengatakan bahwa ia menyukai Daehwi. Lelaki berwajah bule itu bahkan dengan senang hati mengikuti kemanapun ia pergi. Membuatnya risih saja.

“Hyung—“ Samuel menghadang Daehwi, “Kau cantik sekali!”

“Minggir kau, Stalker.”

“Aku jadi semakin menyukaimu, Hyung! Kau harus lebih sering mengenakan baju seperti ini! Bahkan kau seperti anggota idol group. Ah―tidak, bagiku kau bahkan lebih daripada mereka.” ucap Samuel dengan mata yang berbinar-binar.

“Minggir kau, Kim Samuel.”

Bukannya takut, Samuel malah menggenggam kedua tangan Daehwi, “Hyung, kita keluar malam ini, hm? Aku akan membelikanmu pakaian-pakaian yang seperti ini―”

Daehwi menghembuskan nafasnya dengan sangat kuat. Ia benar-benar ingin meledak karena semua orang membuatnya kesal. Sekarang ia tidak tahu, siapa yang lebih menyebalkan, Kim Samuel, atau lelaki  yang menjadi dalang dari semua ini, Bae Jinyoung.

Ia sudah bersiap untuk melepaskan tangannya dan berteriak, “KIM SAM―”

“Permisi!" seru seseorang yang lewat diantara Daehwi dan Samuel—sehingga memisahkan tangan itu, “Hei, Daehwi-ya, toilet lelaki  di sebelah mana?”

Daehwi membelalakkan matanya tidak percaya. Bae Jinyoung? Jadi lelaki itu sejak tadi belum pergi juga?

Daehwi berusaha mengembalikan dirinya, “AH—di sebelah―”

“KAU!” Jinyoung menunjuk Samuel, “Antarkan aku ke toilet. Aku tidak mau tersesat!”

Daehwi masih belum bisa mengerti dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba saja Jinyoung datang dan mencari toilet. Bahkan ia masih mengerjapkan matanya ketika Samuel diseret Jinyoung pergi entah kemana. Well, sungguh mengejutkan.

Jinyoung menarik tangan lelaki  yang tidak dikenalnya tersebut. Setela lumayan jauh, ia melepaskan tangan itu dan berjalan di sampingnya. “Siapa namamu?”

Samuel mengernyit, “Kim Samuel. Apa urusanmu?”

“Kau menyukai Daehwi?”

Ia tertawa sinis, “Iya. Kenapa? Kau juga? Jangan harap kau bisa mendapatkannya.”

“Cih,” Jinyoung mendecakkan lidahnya, “Dasar siswa. Angkuhnya.” ia menyibakkan jaketnya dan menunjukkan tulisan rumah sakit miliknya disana, “Daehwi tidak pantas mendapatkan lelaki  pemaksa sepertimu. Aku sudah melihat betapa risihnya Daehwi karena sikapmu,” ucapnya tenang.

“Lalu, siapa dirimu? Pengganggu! Kau bahkan baru mengenalku!”

Laki-laki bertubuh tinggi itu menyeringai, “Kau akan menemuiku lebih sering setelah ini. Namaku, Bae Jinyoung. Salam kenal.” ucapnya yang kemudian berbalik arah dan pergi.

Jinyoung menemukan Daehwi tak jauh dari tempatnya berbincang dengan Samuel. Sepertinya Daehwi mengikutinya dan ingin tahu dengan apa yang akan dilakukan Jinyoung.

Ketika melihat Daehwi, Jinyoung tersenyum dan menghampirinya. Ia kemudian meraih kedua tangan Daehwi dan mendekatkan badan ringkih itu. Tak lama setelahnya, Samuel dibuat terkejut melihat Jinyoung mencium kening Daehwi.

“Apa yang Hyung lakukan?” tanya Daehwi geram.

Jinyoung tersenyum hangat, “Membantu mengusir parasit itu dari hidupmu, Bodoh,” ucapnya yang kemudian mengusap rambut Daehwi lembut, dan pergi.

Lee Daehwi, 18 tahun, golongan darah A: Jika kau menemukan mayat seorang dokter muda bernama Bae Jinyoung, maka akulah pelakunya.

.

Jinyoung melangkahkan kakinya keluar. Sedikit canggung. Karena semua murid memperhatikannya—murid perempuan khususnya. Ayolah, siapa yang tidak melihatnya menarik? Dengan postur yang tegap dan wajah tampannya itu berhasil membuat banyak perempuan yang memalingkan wajah hanya untuk melihatnya. Apalagi Jinyoung belum pernah sekalipun menginjakkan kakinya kesana, otomatis, wajah asing itu terlihat menawan, 'kan?

Ia menjilat darah yang ada di sudut bibirnya. Menjijikkan. Tapi mau bagaimana lagi, air liur cepat menyembuhkan luka. Walaupun sebenarnya tidak harus menjilat luka juga. Ia tidak menengok ke belakang lagi dan membiarkan Daehwi kebingungan disana. Jinyoung tidak punya banyak waktu dan harus cepat-cepat ke rumah sakit karena shift nya dimulai sebentar lagi.

“Hyung!”

Jinyoung menolehkan kepalanya, Daehwi.

“Ini,” Daehwi menyerahkan sebuah sapu tangan kecil untuknya, “Maaf untuk itu, tapi Hyung berhutang sebuah penjelasan padaku―”

Jinyoung tertawa melihat wajah marah Daehwi, “Ah―” ia meraih sapu tangan tersebut, “Aku harus pergi, Daehwi-ya. Thanks by the way.

Jinyoung mengendarai mobilnya menuju rumah sakit. Tidak terlalu jauh dari sekolah Daehwi untungnya. Jadi ia bisa cepat-cepat mengobati bibirnya yang berdarah di kedua sudutnya itu. Ia mengakui jika tenaga Daehwi lebih kuat untuk seukuran lelaki mungil sepertinya. Daehwi itu memang unik. Tapi jika dipikir lagi, semua yang ada pada Daehwi entah kenapa terlihat menarik bagi Jinyoung. Bukan hanya secara fisik. Sifat dan sikap Daehwi pun selalu membuat Jinyoung penasaran. Membuat laki-laki itu ingin tahu lebih dalam lagi seperti apa sosok Daehwi.

.

Ia mengenakan jas putihnya dan mulai melangkahkan kakinya masuk. Sudah banyak perawat yang menyapanya. Jinyoung termasuk dokter tenar disana. Dokter muda, tampan, ramah, berbakat, terlebih orang tuanya yang memiliki rumah sakit―point yang ini sepertinya mereka belum ada yang tahu. Tidak heran jika banyak pegawai rumah sakit—termasuk dokter lain—yang menginginkannya.

Seperti pagi ini, ia yang baru saja masuk ke dalam ruangannya langsung disambut dengan beberapa kotak makanan. Ia menerima semua ini setiap paginya. Terkadang ia memilih dulu, menu apa yang sekiranya ingin ia makan dan akan memberikan sisanya pada teman-temannya.

“Minhyun Hyung, ini untukmu,” ujar Jinyoung pada Minhyun yang sedang membaca buku-buku kedokterannya.

Minhyun segera membuka kotak tersebut, “Ada menu lain tidak?”

“Hyung—YA! Sudah diberi masih saja memilih.”

Minhyun tertawa kecil, “Terima kasih, Jinyoung-ah,” ia mengerutkan alisnya, “Eoh? Ada apa dengan bibirmu?”

“AH—ini?” Jinyoung terkekeh, “Hyung masih ingat lelaki manis yang aku ceritakan tempo hari?” Jinyoung tersenyum disela makan dengan mulut yang penuh, “Dia baru saja menamparku pagi ini. Well, sepertinya aku akan sering mendapatkan pukulan darinya.”

“Aku jadi penasaran dengannya. Apa dia cantik?”

Jinyoung mengangguk, “Sebenarnya cantik. Bahkan jika aku pikir-pikir lagi, dia punya wajah hampir seperti wanita. Tapi kelakuannya―” ia menghela nafas, “Mungkin dia lebih liar dari yang kau perkirakan.”

“Hai, Brother!”

Jinyoung dan Minhyun mendongakkan kepalanya untuk mencari dari mana sumber kegaduhan tersebut. Ternyata Woojin.

“AISH—berisik,” Jinyoung menggerutu.

Woojin memicingkan matanya, “Sensitif sekali—Oh! Ada apa dengan bibirmu? Sebentar―” ia mengambil kapas dan antiseptik di salah satu sudut ruangan tersebut, “Kenapa bisa begini?”

“Jangan banyak komentar!” tukas Jinyoung.

“Hei—begini begini aku perhatian padamu.” Woojin mulai mengobati bibir Jinyoung, “Kau merusak wajah tampanmu―”

“Bukan urusanmu, Hyung. Ck, kemarikan! Aku bisa mengobati sendiri.” Woojin mendelik padanya. Jinyoung menghela nafasnya lagi, “Baiklah, si bocah bar-bar itu baru saja menamparku,” ucapnya lemah.

Lelaki yang ada di hadapannya itu tertawa terbahak-bahak. Ia tidak mengira jika sepupunya itu akan mengalah pada anak yang bahkan belum lulus sekolah menengah atas. Baginya Jinyoung masihlah seorang lelaki  yang suka mendikte semua orang yang dekat dengannya―termasuk woojin sendiri. Ia tahu Jinyoung adalah seseorang yang tidak bisa mengalah.

.

Seonho menatap sahabatnya dengan mata yang terus berkedip. Jika seperti ini berarti otaknya sedang bekerja keras—ehm maaf saja, tapi Seonho ini orangnya sedikit telmi, telat mikir.

Daehwi yang duduk di hadapannya terus-terusan mengusap keningnya. Bahkan Daehwi sudah mencuci mukanya sekitar tiga kali. Make up nya tidak hilang. Setelah dilema yang dihadapi Daehwi seharian ini hingga membuatnya kehilangan fokus, segera ia melesat ke Cafe yang berada di seberang sekolahnya. Menikmati Es krim sepertinya dapat menghilangkan stress nya.

“Dae—jadi, yang menciummu itu Samuel atau Jinyoung?” tanyanya polos.

“OH TUHAN―” Daehwi menangkup wajah sahabatnya kuat-kuat, “Suruh Guanlin kemari sekarang juga!”

“Guanlin Hyung?” ia mengambil ponselnya, “Aku tidak tahu jika ia sudah bisa datang sekarang atau tidak. Sebentar―” ia mengirim pesan disana, “Untuk apa kau meminta Guanlin Hyung kemari? Bukan dia yang menciummu, 'kan?”

“Yoo Seonho…” Daehwi menepuk keningnya ketika melihat sahabatnya itu mengedipkan mata dengan mulut yang mengerucut. Ia tidak mengerti mengapa Seonho bisa selambat itu. Daehwi menyimpulkan mungkin ketika kecil kepala Seonho pernah terjatuh dan mengalami gegar otak atau semacamnya. Dan Daehwi ingin sekali  menghantamkan kepala Seonho sekali lagi berharap agar penyakit sahabatnya itu bisa sembuh.

Tak lama setelahnya masuk seorang laki-laki ke restoran tersebut. Lai Guanlin.

Guanlin dengan senyum gummy-nya menghampiri Seonho dan Daehwi yang sudah menunggunya. Daehwi segera menyambut Guanlin dengan wajah ceria seperti seorang anak perempuan yang melihat Ayahnya pulang dengan sebuah boneka beruang—Daehwi berharap boneka Chucky saja agar bisa membunuh Seonho.

“Ada apa?” Guanlin mendudukkan dirinya di samping Seonho, “Kenapa tiba-tiba kau—Daehwi? Woah, ada apa denganmu? Kenapa penampilanmu―” tanyanya dengan wajah takjub.

“Aish! Jangan membahas penampilanku!” ia mendelik, “Aku mohon kendalikan kekasihmu itu dulu―”

“Maksudnya? Aku tidak mengerti, Daehwi-ya.”

Daehwi menghela nafas seraya bergumam 'Bahkan penyakit Seonho sudah menular pada sang ketua osis, “Bisakah kau melatihnya agar dia tidak… lambat? Maksudku—ayolah, dia sangat lambat untuk mencerna informasi!”

“Tapi dia termasuk siswa yang pintar―”

“Semua orang tahu jika masalah akademis dia pintar, tapi dia—apa dia tidak lambat jika sedang bersamamu?”

Guanlin terkekeh, “Bagiku itu justru membuatnya lucu.”

Seonho mengangguk setuju. Sempat ia menangkap gerutuan sahabatnya 'Dasar pasangan gila—', tapi ia tidak peduli. Ia sudah paham bagaimana watak sahabatnya itu. Sekasar apapun bahasa dan tingkah lakunya, Daehwi tetaplah orang yang paling mengerti dirinya—Hyungseob  juga. Jika sedang ada masalah pun Daehwi akan menjadi orang pertama yang akan ia datangi. Tunggu, sedangkan Hyungseob? Hyungseob  bilang ia memilih untuk menonton dan memakan popcorn saja.

Lima belas menit setelahnya, “Aku tidak bisa lama-lama disini karena aku harus kembali mengawasi bazar,” Guanlin mengacak-acak rambut Seonho, “Hubungi aku jika pulang nanti. Kita pulang beesama.” ucapnya lembut.

Daehwi tersenyum kecil. Ia sangat mengagumi bagaimana Guanlin memperlakukan Seonho. Memang Seonho masih seperti anak kecil yang menyukai belaian, tepukan di kepala, bahkan masih menyukai cubitan di pipinya. Guanlin sangat dewasa jika sedang bersama Seonho. Tapi Daehwi menyimpulkan jika sifat Guanlin memang seperti itu. Jujur Daehwi iri. Ia merasa iri karena terkadang ia juga ingin diperlakukan layaknya Seonho.

Andai saja Jinyoung begitu—WHAT? BAE JINYOUNG?! Batin Daehwi yang kemudian ia sesali sendiri.

Daehwi kembali ditinggalkan dengan sahabatnya yang otaknya seperti siput itu. Walaupun sebenarnya ia tidak tahu mengapa Guanlin mau kesana walau hanya bercakap-cakap sekitar 15 menit saja. Tapi setidaknya Seonho sekarang tahu jika bukan Guanlin yang mencium kening Daehwi.

Bukan tahu, tapi paham. Meskipun Daehwi tidak yakin Seonho sudah mengerti jika Jinyoung yang melakukannya.

“Sudahlah, aku akan pergi jalan-jalan sebentar mencarikan mainan untuk chaeyoung.” Daehwi berdiri dari duduknya.

“Aku ikut. Kita pakai taksi saja, ya? Aku sedikit risih naik bus.” Pinta Seonho dengan wajah memelas.

“Lalu Guanlin? Bukannya ia berpesan akan pulang bersamamu?”

“Aku bisa meneleponnya nanti dan memintanya menjemputku disana.”

“Ya, sudahlah. Terserahmu saja.”

.

Myeongdong menjadi pilihan Daehwi untuk berburu barang-barang yang bisa ia berikan pada chaeyoung.
Daehwi menatap takjub pada barang dagangan yang dijual pada salah satu lapak. Ada beragam aksesories yang dijual, seperti gelang, kalung, gantungan kunci, dan sebagainya.

“Bibi boleh aku lihat yang ini?” tanya Daehwi sambil menunjuk sebuah gelang yang menarik perhatiannya.

“Tentu saja boleh. Gelang ini pasti cocok untukmu.” ucap si penjual itu dan membuat Daehwi tersipu.

“Bibi bisa saja, ini untuk adikku, Bi” balas Daehwi sambil tertawa.

Daehwi memilih gelang lain, lalu melepas gelang yang sempat ia coba sebelumnya. Namun saat ia hendak mengembalikan gelang ke tempatnya, seseorang tanpa sengaja menyenggol bahunya dan membuat keseimbangan tubuhnya goyah. Daehwi terhuyung ke samping dan nyaris jatuh jika tidak segera berpegangan pada meja milik penjual itu.

“Tuan baik-baik saja?” tanya si penjual dengan nada khawatir. Daehwi mengangguk dan tersenyum samar.

Daehwi menoleh pada si pelaku yang baru saja menabraknya. Ia ingin mengumpat, tetapi setelah melihat sosok laki-laki dengan rambut pirangnya itu, mata Daehwi membelalak. Lelaki itu ...

Daehwi merasa tidak asing dengan sosok laki-laki itu. Perawakannya yang tinggi dengan tatto di tangan kirinya dan cara berjalannya yang sangat khas. Ya, Daehwi mengenalinya. Dia orang yang telah merampas ponselnya waktu itu. Aish, keparat!

“Maaf, Bi.” Daehwi buru-buru meletakkan kembali gelang itu di tempatnya, lalu berlari mengejar laki-laki tadi. Dia tidak bermaksud untuk meminta ganti rugi pada lelaki itu sehingga ia mengejarnya setengah mati seperti ini tapi ia ingin memberi pelajaran pada orang yang telah melakukan kejahatan padanya.

“Kumohon...” Daehwi menggumam frustasi sambil mempercepat langkah kakinya. Daehwi melihat laki-laki berambut pirang itu berbelok di sebuah persimpangan. Dalam hati ia berdoa agar tak kehilangan jejaknya.

Sayang, doa Daehwi tak terkabul. Daehwi terlambat. Laki-laki itu menghilang. Daehwi memandang sekeliling. Berharap bisa menemukan laki-laki itu, tapi usahanya sia-sia. Laki-laki itu sudah tidak ada. Menghilang seperti debu yang terbawa angin.

Daehwi menunduk sambil mengusap wajahnya dengan kasar. Desahan napas panjang keluar dari sela-sela bibirnya. Semakin memperlihatkan betapa ia sangat kecewa atas keterlambatannya menemukan laki-laki itu.

Masih diliputi perasaan sedih dan kecewa, Daehwi berbalik. Ia putuskan untuk kembali ke tempat Seonho menunggu karena mood-nya benar-benar kacau. Ia melangkah gontai dan memilih fokus dengan pikirannya sendiri. Mengabaikan kondisi sekitar di mana ia beberapa kali bersenggolan dengan pengunjung lain. Daehwi tak peduli umpatan kesal yang mereka berikan. Satu-satunya yang ada dalam pikirannya hanyalah keinginannya untuk segera pulang.

BRUK!

Daehwi meringis saat tubuhnya menabrak sesuatu yang keras, seperti tembok, sampai-sampai membuatnya terpental dan jatuh ke jalan.

“Kalau jalan lihat-lihat!” bentakan itu mendengungkan telinga Daehwi.

Daehwi lekas berdiri dan membersihkan celananya yang sedikit kotor.

“Maafkan aku.” Daehwi membungkuk untuk menyampaikan permintaan maaf.

“Wow, siapa ini? Bidadari yang turun dari langit? Hahaha”

DEG!

Tubuh Daehwi seketika menegang. Ia mendongak, lalu setelahnya Daehwi menyadari bahaya besar yang mengancamnya.

Dua lelaki  berbadan kekar tepat berdiri di depannya. Mereka lah yang baru saja Daehwi tabrak. Dan dilihat dari penampilan, mereka bukan lelaki  baik-baik. Hanya sekadar informasi, Daehwi sama sekali tidak menyukai orang-orang yang menelanjanginya dengan mata begitu. Daehwi merasa jijik dengan mereka.

Daehwi sedikit beringsut ketika melihat seringaian dari dua lelaki  itu. Apalagi dari cara mereka menatap Daehwi. Seharusnya Daehwi bersikap tenang karena berada di tengah keramaian, tetapi yang namanya kejahatan itu bisa datang di mana saja 'kan? Tak peduli di tempat ramai ataupun sepi.

“Kurasa dia sendirian.” ucap lelaki  yang mempunyai luka gores di pipi kanannya. “Bagaimana jika kita temani?”

Daehwi berjalan mundur, namun ia merutuk kesal. Gerakannya kaku seperti robot. Rasanya seperti ada ribuan paku yang menghujam kakinya. Maka dari itu ia tidak berani melawan dan jika bisa memilih untuk kabur. Ia berharap punya kepercayaan diri untuk menghajar lelaki  itu. Tapi karena badan lelaki  itu yang besar, maka ia tidak bisa berbuat apa-apa. Lagipula akan menjadi percuma jika Daehwi melawannya.

“Hei,  manis! Kau mau pergi ke mana?”

Tubuh Daehwi gemetar hebat. Napasnya memburu dan jantungnya berdebar sangat kencang.

Tolong aku!

Lari dan terus berlari. Sesekali Daehwi menengok ke belakang. Ia tak peduli dengan kakinya yang terasa sakit karena terus berlari tanpa henti. Ia harus berlari secepat mungkin agar bisa terbebas dari kejaran dua lelaki  hidung belang itu. Hingga ia melihat keramaian orang. Sepertinya berhasil menemukan jalannya kembali.

Namun belum sempat melangkahkan kembali kakinya, ia merasakan matanya berubah menjadi berat dan badannya menjadi lemas hingga jatuh tersungkur. Hal terakhir yang ia tahu ia mendengar semua orang disana berteriak padanya.



Tbc...

.
.
.
Nah loh, kenapa dengan Daehwi? Kkkk~
Maaf jika aku selalu lama apdet huhu
Akhir-akhir ini aku mulai kehilangan fokus dan ide buat ngelanjuti cerita ini.. Semangatin aku dong ㅠㅠㅠㅠㅠㅠ
Ayo voment ny... Biar aku tambah semangat :)
Hehehe

Continue Reading

You'll Also Like

87K 7.6K 80
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...
78.2K 9.3K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
56.2K 5.2K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
79.2K 11.8K 28
Renjun mengalami sebuah insiden kecelakaan yang membawa raganya terjebak di dalam mobil, terjun bebas ke dalam laut karena kehilangan kendali. Sialny...