NATA [Selesai]✓

By trajec70ries

904K 96.8K 6K

Versi novel tersedia di Shopee Firaz Media. *** Adinata Emery Orlando merupakan pemuda yang tidak bisa mengek... More

PROLOGUE
CHAPTER 1
CHAPTER 2
CHAPTER 3
CHAPTER 4
CHAPTER 5
CHAPTER 6
CHAPTER 7
CHAPTER 9
CHAPTER 10
CHAPTER 11
CHAPTER 12
CHAPTER 13
CHAPTER 14
CHAPTER 15
CHAPTER 16
CHAPTER 17
CHAPTER 18
CHAPTER 19
CHAPTER 20
CHAPTER 21
CHAPTER 22
CHAPTER 23
CHAPTER 24
CHAPTER 25
CHAPTER 26
CHAPTER 27
CHAPTER 28
CHAPTER 29
CHAPTER 30
CHAPTER 31
CHAPTER 32
CHAPTER 33
CHAPTER 34
EPILOGUE
For you...
Sequel?
📌Skema Nestapa
°• Elegi & Tawa •°
MAU TANYA
INPO TERBIT MAZEHHH
VOTE COVER
PILIH BONUS NOVEL
OPEN PO

CHAPTER 8

20.8K 2.6K 51
By trajec70ries

#8

Ingar bingar kantin yang dipadati siswa-siswi sudah menjadi pemandangan yang lumrah pada jam istirahat. Sesekali menciptakan riuh yang berirama. Teriak meminta pesanan ataupun sapaan yang ditujukan antar siswa kala bertemu pandang. Begitupun tujuan utama mereka, yaitu memenuhi keinginan perut yang kadang beradu hingga menimbulkan bunyi di sana. Betah berlama-lama sembari bercengkrama, melepas jenuh yang sempat menghinggap ataupun menyiapkan otak untuk menjemput jenuh dan lelah kemudian.

Belum lagi makanan di sini yang pas di cap oleh lidah mereka, yang terkadang mampu membuat candu para penikmatnya. Seperti halnya enam anak manusia yang tengah menikmati makanan di pojokan kantin sembari bercengkrama ria. Akhir-akhir ini mereka memang sering mengunjungi kantin ini. Karena seperti yang kita tahu, mereka lebih sering pergi ke warteg seberang sekolah. Ataupun kantin yang terletak di gedung timur-- dekat lapangan indoor.

"Mungkin sang fajarrr," Diki mulai membuka vokalnya.

"Dan sayap-sayap burung--,"

"Puyuh." Potong Zikri.

Diki melemparkan kacang bawang ke wajah sok polos Zikri. " Beda server bego!"

"Iri bilang sahabat." Celetuk Zikri yang masih tak mau kalah.

"Gini nih, kalo kunci motor di kasih nyawa." Celetuk Diki.

Daffa memutar bola matanya. "Sehari kagak bawa urusan rumah tangga bisa?"

"Najis!" Diki bergidik geli. "Gue tuh mau bangun rumah tangga sama Zana!" lanjutnya.

"Halah gaya lo! Makan Indomie aja masih jilatin piring sampe bersih lo!"

Sontak yang lain langsung menahan tawa kala mendengar ejekan yang dilontarkan Zikri.

"Lo sehari nggak sewot sama gue bisa?! Terus lo, lo pada kalo mau ketawa, ya ketawa aja. Paham gue ketawanya nistain orang mah beda." Ujar Diki sembari menahan kesal.

Fikri menepuk-nepuk pundak Diki. Mendapat tepukan pada pundaknya membuat Diki seolah mendapat secercah harapan untuk bangkit. Oke, lupakan pemikiran lebay Diki.

Diki menatap Fikri dengan dramatis. "Lo emang soib gue."

"Bangun, Dik. Mimpi lo ketinggian." Tutur Fikri yang masih terus menepuk pundak Diki.

Mendengar itu akhirnya mereka terbahak, setelah beberapa menit yang lalu mereka mati-matian tak menertawai muka memelas Diki.

"Udah! emang yang paling ngertiin gue cuma Mpok Leha. Nggak ada adab lo pada!" rajuknya.

Belum sempat melanjutkan perdebatan, suara Regan yang menginterupsi membuat mereka mengalihkan fokusnya. "Lo jadi ikut olimpiade matematika 'kan?" tanya Regan.

Satu bulan lalu Nata memang ditunjuk untuk mewakili sekolahnya mengikuti olimpiade matematika. Tak hanya sendiri, Nata ditemani oleh Nanaz, siswi kelas XII IPA 8 yang merupakan juara 2 paralel disekolah. Walaupun Nata siswa pindahan, tetapi kemampuan akademik nya tidak diragukan. Bahkan Nata mengambil posisi juara 1 di sekolah bergengsi ini.

"Jadi." Jawab Nata seadanya.

"Ck, ck, ck. Kayaknya lo bakal kena masalah Nat." Lanjut Regan.

"Kenapa?" tanya Daffa.

"Barusan gue buka WA, dan ada yang nge-share kalo Nanaz baru aja kecelakaan. Lomba lo kan tinggal 9 hari lagi."

"Dan di sini juga ada kabar kalo Nanaz bakal di pindah ke Medan untuk sementara. Buat rawat jalan disana, soalnya kerabat dia di sana semua." Lanjut Regan.

Nata masih terlihat acuh tak acuh.

"Lo nggak takut ikut olimpiade sendirian?" tanya Fikri dengan tampang bergidik ngeri.

Nata hanya menaikan bahu dan alisnya, tanda bahwa itu tak menjadi masalah untuknya.

"Hiiii, bisa mati berdiri gue kalo jadi lo." Celetuk Diki.

"Bagus dong. Hidup gue jadi tenang." Zikri menjawab ucapan Diki.

"Lapangan Zik, jualan burung puyuh!"


Di waktu yang sama...

Elzi memasuki kelasnya dengan lesu. Ia masih tak habis pikir dengan Pak Handoyo yang tak henti-hentinya membuat Elzi serangan jantung. Oke, lupakan pemikiran berlebihan Elzi.

Mungkin tiga hukuman kemarin dapat Elzi tolerir. Tapi tidak untuk yang satu ini. Huft. Mimpi apa dia semalam hingga harus mewakili olimpiade fisika bersama Nata. Demi apapun ini lebih menjengkelkan ketimbang melihat tampang tengil Zikri kemarin.

Melihat wajah Elzi yang jauh dari kata semangat membuat Nelly perlu mengintrogasi sahabatnya itu. Emm-- ada rengginang di balik toples Kong Huan.

"Muka lo suram amat kayak hidup lo. Kenapa?"

Elzi mendudukan dirinya di kursi miliknya, ia menatap Nelly lalu menghela nafas panjang dan merosotkan bahunya. "Gue ikut olimpiade matematika,"

"Lah bagus dong. Kenapa jadi lesu gini? Jangan-jangan otak lo udah kadaluwarsa? Udah gak bisa buat mikir lagi?"

Elzi berdecak sebal, "bareng Nata." Jawab Elzi yang sejurus kemudian membuat bibir Nelly terbuka lebar.

Melihat sahabatnya yang terus menganga, Elzi akhirnya menceritakan kenapa dan bagaimana ia harus ikut olimpiade bersama Nata. Yah, dialah yang menggantikan Nanaz-- mengingat ia mendapatkan peringkat 3 pararel.

Tentu dialah yang menjadi harapan selanjutnya, untuk mewakili sekolah dan diharapkan bisa menyabet piala guna membawa nama baik sekolah.


Nelly membulatkan mulutnya tanda ia mengerti, lalu menggeleng-gelengkan kepalanya dan menatap Elzi horor. "Kayaknya lo bener-bener harus nyiapin mental. Jeritan fans Nata aja yang kemarin masih anget."

"Terus sekarang... lo bakal sering bareng Nata. Fix si, lo emang lagi kena karma." Lanjut Nelly.

Mendengar itu Elzi semakin dibuat lesu. Benar juga ucapan Nelly. Tadi pagi saja ia terus mendapatkan tatapan tajam dari para fans Nata. Belum lagi ponselnya yang terus berdenting-- karena banyaknya notifikasi terus menerus masuk ke benda pipih silver miliknya itu. Mereka semua mulai meneror Elzi habis-habisan-- mulai dari sekedar bertanya hubungan apa yang Elzi dan Nata jalin sampai ada yang mengancamnya untuk tidak mendekati Nata. Ck, fanatik garis keras!

Huft. Elzi lo terseret cukup jauh!

***


Sesuai instruksi yang diberikan Pak Handoyo, Elzi dan Nata kini tengah berada di perpustakaan untuk mengulik soal demi soal. Selama 8 hari ke depan, 2 jam pelajaran terakhir mereka akan terus terpotong guna memfokuskan diri untuk perlombaan yang akan datang. Tentu ini bukan hal yang pertama bagi Nata, mengingat ia dari awal memang sudah sering berlatih dengan Nanaz.

Satu jam mereka berada di dalam perpustakaan namun belum ada yang membuka suara-- walaupun hanya sekedar melontarkan kata sebagai pembuka argumen. Bahkan dentingan jam dinding yang beradu terdengar lebih mengisi ruangan sunyi ini-- mengingat tidak ada siswa lain karena masih jamnya KBM.

Nata yang diberi tugas untuk membantu Elzi mengejar materi justru asik sendiri dengan soal dihadapannya. Tak merasa terusik sedikitpun dengan Elzi yang selalu memberinya kode.

Untuk kesekian kalinya Elzi berdehem, guna menyadarkan Nata yang tanpa bosan terus memfokuskan dunianya bersama Matematika. Huft.

"Lo mau lomba sendirian?" Elzi akhirnya bersuara.

Garis tipis pun terbentuk dari bibir Nata, siapa yang tahu bahwa ia sengaja mendiami Elzi agar gadis itu meminta bantuannya. Tidak, lebih tepatnya menunggu gadis itu untuk menjemput masalahnya lagi.

Satu per satu Nata memberikan buku kepada Elzi. Dari mulai yang paling tipis, sedang, tebal dan sangat-sangat tebal. Oke, kepala Elzi sudah berdenyut ngilu sekarang.

"Lo gila?"

Nata mengedikan bahunya tak peduli, lalu ia memilih berjalan menuju buku-buku yang sudah tertata rapi di rak bagian belakang.

Elzi mengeram tertahan. Jika bisa Elzi ingin menenggelamkan Nata ke dasar laut sekarang juga. Sedalam-dalamnya.

Gadis mungil itu menarik nafasnya panjang-- mencoba mengesampingkan emosinya dan bertempur dengan tumpukan buku yang sudah menantinya. Beruntung ia dapat memahami materi ini dengan mudah-- walaupun sesekali ia harus menggaruk belakang kepalanya karena sedikit frustasi. Catat! Sedikit.

Tanpa Elzi ketahui, sebuah lengkungan tipis terbit dari bibir pria yang berdiri dibalik rak. Diam-diam Nata mengamati Elzi melalui celah rak yang menganga.

"2-1." Gumam Nata. Dan entah ke berapa kalinya Nata terkekeh tanpa suara-- puas dengan perbuatannya.

So? Permainan ini memang cukup menghibur bukan?

Hampir 3 jam Elzi berkutat dengan materi menyebalkan itu. Peluh keringat pun sudah membanjiri pelipisnya. Namun, banyaknya keringat yang keluar tak sesuai dengan hasil dari usaha Elzi. Karena sialnya, ada beberapa materi yang tak dapat Elzi mengerti. Mencobanya berulang kali pun hasilnya sama-- hanya menguras tenaga dan emosinya saja. Fiuh.

Setelah berperang dengan segala kegengsiannya yang sudah mendarah daging-- akhirnya Elzi memutuskan untuk meminta bantuan Nata. Sebagai bentuk totalitasnya demi membawa nama baik sekolah ini. Hanya bentuk totalitas! Tidak lebih. Oke?

Elzi berjalan ke bagian belakang, seingatnya Nata sama sekali belum menampakkan batang hidungnya sedari tadi. Hingga di meja belakang, tepatnya di pojok kanan ruangan ini. Terlihatlah presensi pria yang tengah tertidur sembari menopang 'kan kepala dengan lipatan tangannya. Dengkuran halus pun masuk ke indra pendengaran Elzi-- tidur Nata sepertinya sedang amat nyenyak.

Bola mata Elzi melihat wajah Nata dengan buku tipis digenggamannya secara bergantian. Hingga munculah senyuman penuh makna yang menghiasi wajah Elzi. Bolehkah ia membalaskan dendamnya sekarang?

Digulungnya buku tipis itu-- lalu tangannya pun mengudara bersama gulungan yang telah ia buat. Elzi sudah siap untuk mendaratkannya ke kepala Nata dengan sekeras-kerasnya.

Satu menit...

Dua menit...

Tiga menit...

Elzi masih bergeming dengan posisinya yang terakhir. Ia terpaku melihat Nata yang masih tidur dengan pulas dan tanpa sadar pria itu menggaruk hidungnya sendiri hingga memerah.

Lucu.

Satu kata itulah yang kini bersemayam dibenak Elzi.

Sesekali Nata menggesek-gesekkan kepalanya dengan tangannya sendiri-- mencari posisi yang nyaman.

Tanpa sadar, tangan Elzi perlahan turun-- mengurungkan niat jahil yang sempat menguasai otaknya. Mata kembar Elzi masih betah memandang Nata dan segala gerak-geriknya yang nampak-- menggemaskan.

Ck, kenapa manusia kaku ini terlihat menggemaskan sekarang?

Elzi menggeleng kuat lalu memukul kepala-nya sendiri. Sepertinya otaknya bermasalah sekarang. Ini pasti karena otak cantiknya itu sudah lelah mengerjakan soal-soal tadi. Bukankah begitu?

Elzi mendudukan tubuhnya-- menghadap sepenuhnya kepada pria itu. Tanpa sadar kepalanya ia sanggah dengan tangan kiri lalu melanjutkan aktivitasnya untuk melihat wajah Nata.

"Coba aja muka lo kayak gini terus. Ck, tapi sayang kalo bangun muka kaku bin tengil lo buat gue kesel sendiri. Belum lagi kalo gue ngajak ngomong panjang lebar terus lo nyautnya singkat padat dan amat sangat irit. Itu sih masih untung. Ada lagi yang bikin gue lebih kesel dan pengin nimpuk lo pake kayu, itu kalo gue udah ngomong panjang lebar sampe mulut berbusa dan lo cuma pergi gitu aja!" cerocos Elzi.

Elzi mengibas-ngibaskan kedua tangannya di depan wajahnya sendiri. Seolah tengah meredupkan api yang menjalar ke ubun-ubun. Katakanlah ia tengah meletuskan bom emosi dalam dirinya yang sudah lama di pendam.

Dipandangnya wajah Nata lagi, lalu tangannya mengepal kuat bersiap untuk menjitak kepala pria itu. Namun lagi-lagi niat jahilnya tidak terlaksana dengan semestinya. Jari telunjuknya yang justru maju untuk menyentuh hidung mancung Nata. Lalu ia mulai meniti dari pangkal hidung hingga ujung hidung pria itu.

Ia mendekatkan wajahnya dengan Nata, mengamati tiap lekuk wajah Nata dengan jarak yang terbilang sangat dekat. Bahkan hembusan nafas teratur Nata sukses menerpa wajahnya. Aroma mint khas Nata pun semakin menyeruak menerobos masuk ke dalam penciuman Elzi.

Hingga entah dari kapan, Elzi yang memang sudah mengambil posisi sama seperti Nata-- mulai merasakan matanya berat dihujam oleh kantuk. Lalu perlahan matanya mulai terkatup rapat dan disusul dengan dengkuran halus tanda bahwa ia sungguh terlelap nyaman. Dan sore ini, mereka benar-benar menyelami alam mimpi bersama.

Semilir angin yang masuk melalui celah seolah menjadi dongeng tidur bagi mereka berdua. Membawa mereka untuk mengarungi samudera mimpi seolah kehidupan pelik yang dijalani dapat terkendali oleh pejaman mata.

Sore ini-- bersamaan dengan luruhnya mentari di ufuk barat telah menjadi saksi bisu. Damainya dua insan yang tengah saling bertukar rasa aman tanpa peduli bahwa masalah akan datang kemudian.

______________________________________________
TBC....
Kalau kalian suka bab ini silahkan vote dan komen yah...
Terimakasih...

Typo bertebaran.

See you readers...

Continue Reading

You'll Also Like

4K 309 56
Antaressa TAMAT [TELAH DIREVISI] "Berjuanglah untuk hidupmu meskipun nggak ada yang mau memperjuangkan mu" -Ressa Dia Reva Antaressa. Gadis yang diju...
1.2K 739 24
Cakra Buana ketua geng motor LASKAR, dengan berbagai cerita dan tragedi yang dialami, sehingga mengancam sampai bahkan merenggut nyawa. Cerita yang c...
413K 51.1K 35
Ini cerita tentang dua remaja yang saling berbeda perasaan. Yang satu menjatuhkan hatinya kepada sosok laki-laki pujaannya dan yang satu menutup hati...
20.1K 2.9K 49
[SUDAH TERBIT] Untuk pemesanan buku hubungi WA : 081774845134 Dear Pembaca ... kisah ini bukan kisah edukasi yang bisa membuat wawasan kali...