'Hei, neo gwenchana?'
Daehwi mengalihkan pandangannya saat dirinya di interupsi. Sementara lawan bicaranya menatapnya bingung.
"Apa kau tidak nyaman aku berada disini?" tanya Jinyoung sambil menepuk-nepuk jaket berbahan parasutnya.
'Bodoh. Kau bahkan membuat jantungku berdebar hebat. Ini tidak bagus untuk kesehatanku.' batin Daehwi.
"Ah, sepertinya aku akan berteduh di tempat lain saja." Jinyoung kembali menggunakan jaketnya yang sempat ia lepas tadi.
Saat hendak bersiap menerjang hujan, langkah Jinyoung terhenti oleh suara pelan Daehwi.
"A-aniya, sunbae. Aku baik-baik saja. Hujannya sedikit lebat." Daehwi sedikit menunduk saat Jinyoung berbalik menatapnya.
"A-ada baiknya kau tetap disini. Karena jika kau mencari tempat lain kau akan kehujanan." lanjut Daehwi.
"Aku sudah kehujanan dari tadi." sahut Jinyoung.
Daehwi kembali menundukkan kepalanya yang sudah sedikit terangkat sebelumnya. Ah, mengapa rasanya jadi canggung begini?
Meski Jinyoung tetap bertahan di tempatnya. Tetap saja. Bukan keadaan ini yang Daehwi mau. Ini terlalu canggung!
Keduanya mungkin tidak punya banyak hal untuk dibicarakan. Mereka bahkan tidak saling mengenal. Ah, setidaknya hanya Daehwi yang mengenal Jinyoung.
Meski begitu, setidaknya bukan diam yang seperti ini juga. Rasanya lebih baik tidak bertegur sapa atau bahkan terlibat pembicaraan sama sekali daripada berujung canggung seperti ini. Apalagi kondisi jantung Daehwi sedang tidak baik sekarang.
"Mengapa kau terus menggigiti kuku-mu?"
Suara Jinyoung membawa Daehwi keluar dari pikirannya. Daehwi mendongak, mempertemukan netranya dengan kedua manik indah milik lawan bicaranya.
Kedua bola mata Daehwi nyaris keluar saat Jinyoung dengan santainya menurunkan tangannya yang sejak tadi berada di sekitar wajahnya.
"Hajima. Itu kotor."
Daehwi mengerjapkan matanya beberapa kali. Terkejut dengan tindakan Jinyoung yang tiba-tiba.
'Hajima. Itu kotor. Ahhh, apa ini? Apa aku bermimpi? Aishh, rasanya benar-benar tidak nyata. Tuhan, apakah ini berkah atau cobaan?' lagi-lagi Daehwi tenggelam dalam pikirannya.
'Hei, dia bilang itu kotor. Apa dia jijik padaku sekarang? Andwaee!!'
Eiy, Lee Daehwi terlalu banyak berpikir.
"Mianhae." dan entah bagaimana dirinya mengucapkan kata maaf dengan wajah polosnya. Membuat Jinyoung di depannya tersenyum melihat tingkah Daehwi yang menurutnya lugu.
Padahal Daehwi hanya kurang fokus.
"Kiyopta." lirih Jinyoung. Senyumnya mengembang di wajah mungilnya. Nampak jelas dirinya gemas dengan lawan bicaranya.
Dan pendengaran Daehwi masih cukup bagus untuk mendengar kata yang diucapkan Jinyoung. Kondisi jantungnya bertambah buruk sekarang. Debarannya makin menggila.
"S-sunbae."
Sementara Jinyoung hanya menampilkan senyum manisnya.
"Senang bertemu denganmu, Lee Daehwi."
Sialan.
'Darimana dia tahu namaku?'
Sepertinya Daehwi benar-benar kehilangan fokus sampai lupa dengan name tag yang terpasang rapi di bagian kanan blazernya.
***
Rintik-rintik hujan mulai berhenti turun membasahi bumi. Langit mulai bersih dari gumpalan abu-abu. Menyisakan senyum dibawah sana.
"Apa Daehwi sudah pulang?"
Guanlin menerka dalam duduk diamnya. Sejak pertemuannya dengan Jihoon tadi siang, pemuda Taiwan itu jadi memikirkan banyak hal.
Lebih tepatnya hanya Daehwi. Tetapi semua tentang sosok Lee Daehwi seolah penuh dikepalanya.
Soal dirinya yang jatuh cinta pada sosok manis yang berstatus sebagai sahabatnya. Bagaimana dirinya memandang Daehwi berbeda saat pertama kali melihatnya. Bagaimana dirinya dengan payahnya memperkenalkan dirinya sendiri dihadapan lelaki manis itu.
Guanlin terlampau detail untuk mengingat semua kenangan dirinya bersama Daehwi. Bahkan separuh hidupnya adalah tentang Daehwi. Tapi sepertinya Guanlin harus belajar menyerah.
"Kau bodoh, Guan." rutuk Guanlin pada dirinya sendiri.
"Dikala hujan seperti ini, apa dia masih mengingatnya?" tanya Guanlin lagi. Tentu saja pada dirinya sendiri.
"Ah, mana mungkin. Isi kepalanya kan hanya ada nama Bae Jinyoung." - Guanlin sekali lagi, pada dirinya sendiri.
Detik berikutnya, Guanlin hanya duduk diam menikmati rintik hujan yang terjatuh. Menyisakan embun di kaca jendelanya. Kembali ia teringat akan perbincangannya dengan Jihoon.
"Apa Jihoon hyung sakit hati padaku? Ku pikir dia baik-baik saja saat kita berdua berpisah. Ternyata dia tahu banyak tentang perasaanku pada Daehwi." gumam Guanlin.
Dirinya tak punya banyak hal untuk dilakukan selain bergumam pada rintik hujan. Sebuah suara mengalihkan atensinya dari jendela.
Jihoon Hyung
Memikirkanku, Guanlin-shi?
"Apa-apaan dia? Bagaimana dia bisa tahu?"
Jihoon Hyung
Jangan terlalu keras memikirkannya. Aku sudah tahu jawabanmu. Pada akhirnya kau tidaka akan bisa bersikap egois padanya.
Guanlin tertohok. Pada setiap kalimatnya, Jihoon seolah tahu apa yang tengah ia pikirkan sekarang. Jihoon seperti mengerti dirinya dari jauh. Pikirnya, apa mantan kekasihnya itu terlampau mengenalinya ataukah ia yang kelewat tak peduli pada Jihoon?
Selama ini Guanlin terlalu mementingkan perasaannya sendiri. Dibanding perasaan sepihaknya pada Daehwi, ada hati yang selama ini selalu berusaha memintanya untuk masuk. Guanlin tidak pernah berpikir betapa bodohnya ia yang tidak menyadari betapa Jihoon peduli padanya. Dibalik diamnya, Jihoon terlatih untuk membaca dan memahami setiap gerak-gerik pemuda Taiwan itu. Jihoon bahkan belajar banyak bagaimana caranya meninggalkan tanpa harus kehilangan. Dirinya terlampau sadar. Guanlin tak pernah jadi miliknya.
Guanlin
Kau benar soal membiarkan Daehwi mengejar kebahagiaannya. Aku akan membiarkannya. Tapi maaf, aku tidak akan melakukannya dengan caramu.
***
Daehwi menatap jam dinding di kamarnya. Sudah jam tujuh malam. Namun dirinya enggan beranjak dari tempat tidur. Sejak pulang sekolah tadi, ia memilih untuk tenggelam dalam selimut. Mencoba menutup mata, membiarkan dirinya tahu bahwa apa yang terjadi padanya hari ini bukan mimpi.
Satu jam berlalu, Daehwi tak kunjung menutup matanya. Membuatnya sadar betapa pikirannya dihantui oleh kejadian-kejadian beberapa waktu lalu.
"Apa rasanya semenyenangkan itu?" tanyanya.
Jarum jam terus berputar. Suara tiap detiknya bahkan terdengar jelas. Namun Daehwi tak kunjung menutup matanya.
Dan disinilah ia. Duduk dengan hati gelisah. Terakhir kali dirinya menengok jam dinding dikamarnya, waktu menunjukkan pukul tujuh. Terhitung hampir tiga jam dirinya berguling-guling gelisah di kasur.
Ah, Lee Daehwi terlalu terbawa perasaan.
"Aku pasti sudah gila."
.
"Guan, kau tidak akan percaya ini. Aku dan Jinyoung sunbar sudah bicara."
'Aku tidak terkejut.'
"Yakk. Aku serius. Dia benar-benar mengajakku bicara duluan."
'Hm, baguslah.'
"Ada apa denganmu? Kau tak seperti biasanya? Harimu buruk?"
'Ya.'
"Apa yang membuat hari ini tidak menyenangkan bagimu?"
'Melihat seseorang yang kau suka bersemu karena cinta pertamanya.'
"Apa yang kau katakan?"
'Berbahagialah Lee Daehwi.'
"Yakk. Kau ini bicara apa?!"
'Lupakan saja. Intinya aku turut senang melihatmu bahagia.'
***
Anyyeong
Sabiel kambek
Garing y?
Baru nyadar klo ada paper heart :"
Maapin yeorobun
Nah buat yg nungguin Paper Heart, ini dia.
Btw, moon maap ya klo agak gak ngefeell lagi because udah lama bgt gak di up :"
Intinya, Vote dan Commentnya jangan lupa ya gengs.
Btw, udah mau 6k loh viewsnya.
Makasih banyakk😘😘
Votenya dong biar ngimbangin gitu hehehhe
Okay see you on my next update
📌Park Sabiel