Journal Of Exaudi [Finished]

By jsztet

115K 3.5K 131

#2 Fiksi Dewasa [28/7/2018] #1 Boyxboyromance [4/8/2018] #4 Cerita Gay [8/8/2018] Apa jadinya jika kamu meni... More

Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20

Chapter 1

18.4K 406 17
By jsztet

Sebuah ruang gelap, basah nan hangat berada di sekitar tubuhku. Tubuhku merasakan banyak lendir serta aroma amis yang menusuk hidung, entah apa itu, yang pasti aku sangat tidak menyukainya. Aku seperti linglung, gerak tubuhku sangat terbatas dan aku tak bisa merasakan satu titik perasaan. Aku tidak mendengar suara nafasku dan aku juga tidak dapat merasakan kulitku.

Mungkin lendir ini sudah membuat kulitku terasa sangat kebas dan sangat tidak sensitif. Aku dapat mendengar suara detak jantungku dan juga detak jantung seseorang lainnya. Aku bergerak sedikit demi sedikit. Aku bergerak dengan semua tenaga yang aku punya sampai ada sebuah tangan dingin yang menyentuh kepalaku.

Tangannya seperti mencoba menarik diriku keluar dari ruang gelap nan pengap itu. Aku hanya bisa terdiam dan menahan segala gerak. Sebab gerakanku kaku dan terbatas. Namun ruang itu ternyata mencoba mendorong diriku keluar. Sedikit demi sedikit dinding ruangan itu seperti akan memuntahkanku dari sebuah celah, celah yang akupun tidak tau itu apa. Dan tangan itu semakin intens menarik diriku dari ruang sempit, yang semakin lama membawa diriku keluar dari ruang tersebut.

Suasana ruangan tiba tiba berubah. Semulanya ruangan itu gelap, hangat dan juga tenang, kini berubah menjadi terang, dingin dan juga berisik. Terlalu banyak suara yang coba kudengar hingga sebuah tepukan di pantatku mengagetkan diriku. Sontak akupun histeris dan menangis sejadi-jadinya, entah itu karena diriku sedang terkaget-kaget atau memang tepukan orang tersebut menbuat pantatku sakit.

Yang aku tau berikutnya adalah ada udara dingin yang masuk ke dalam paru-paru ku, udara tersebut memenuhi segala ruang paru-paru ini dan membuat diriku semakin ingin untuk memasukkan udara itu kedalam. Kemudian aku bisa mendengar suara dari udara tersebut mengalir dari hidung sampai ke paru-paruku, sebuah hal yang baru yang tak dapat aku kenal sebelumnya di dalam ruang gelap itu.

Aku mulai mendengar sebuah getaran di sekitar telingaku, getaran itu seperti memenuhi gendang telingaku dan membuat diriku terusik karena kebisingan yang dibuat oleh mereka. Entah apa yang mereka ucapkan, karena akupun tidak tau apa yang sebenarnya baru saja terjadi. Sebelumnya diriku berada di ruangan hangat berlendir yang sangat nyaman aku rasakan, kini aku berada di sebuah balutan sebuah bahan yang hangat namun tidak terlalu nyaman untuk diriku.

Sedari tadi aku hanya bisa melakukan sebuah kegiatan yang aku tau hanya bisa aku lakukan, dan sepertinya kalian menyebutnya 'menangis'. Aku menangis sejak awal aku keluar dari ruangan gelap tersebut dan sampai akhirnya diriku berada di tempat hangat nan nyaman berikutnya ini. Hidungku juga mulai membaui beberapa hal yang ada di sekitarku dan aku juga mulai mencari tau arah sumber getaran yang berada di sekitar diriku.

Makhluk yang berada di sekitarku mulai bergerak-gerak dan aku melihat mereka dengan sangat tidak jelas. Aku hanya dapat merasakan getar-getar yang ada disekitarku, suhu yang berada di dekatku dan juga bau yang ada disekitarku. Dan tanpa sadar, aku sudah meminum sebuah cairan dari sebuah daging yang mengeluarkan sebuah cairan. Aku tidak tau itu apa namun cairan itu mengenyangkan perutku yang lapar ini. Perutku semakin terisi, semakin banyak terisi dan membuat mataku menjadi kantuk, tak berapa lama aku kemudian tertidur.

Diriku kemudian terbangun, aku terbangun dengan memiliki sebuah tubuh besar dimana kakiku lumayan panjang dan juga tubuh yang letih. Sebuah suara memanggil diriku, suara yang sangat aku kenal dengan kenyaringan yang tepat di waktu yang pas. Suara tersebut teridentifikasikan di otakku sebagai suara seorang wanita dan suara itu adalah suara Ibu.

"Udi, ayo bangun nak. Ini hari pertama kamu sekolah, ayo mandi udi, buruan!" teriak wanita itu dari sebuah ruangan lain yang aku tebak sebagai dapur. Dengan ogah aku membuka mata dan melihat kearah jam dinding diatas kamarku. Jarum pendek sudah menunjukkan angka 6. "Sudah waktunya untuk bangun", ucap batinku. Aku menyahuti wanita itu yang sedari tadi berteriak dari ruangan lain. Dan kuyakin seisi rumah pasti terbangun dengan teriakan itu.

"Iya bu, aku udah bangun. Gausah teriak lagi, ini bentar lagi juga mau mandi" sahutku dari ruangan ini. Entah apa yang dipikirkan wanita itu, saban hari dia berteriak entah itu pagi, siang ataupun malam hari. Aku sangat pusing mendengar teriakannya terkadang, entah apa yang harus disampaikan pasti harus berteriak. Lalu dengan santai aku berjalan keluar dari ruangan ini setelah sebelumnya aku membuka jendela ruangan ini, membiarkan cahaya dan juga udara masuk.

Akupun melangkahkan kakiku keluar dari ruangan ini menuju kamar mandi. Aku sudah tak tahan ingin buang air kecil, setelah buang air, aku kembali ke kamarku untuk mengambil handuk. Sebuah pekerjaan yang sangat sia-sia memang. Kadangkala aku berbicara pada diriku sendiri, "Kenapa tidak sekaligus mengambil handuk dan baru pergi ke kamar mandi untuk buang hajat?".

"Ayo dek, buruan mandi. Nanti kamu terlambat sekolahnya, ibu udah bikinin kamu sarapan enak nih sesuai kesukaan kamu. Ada teri medan balado pake kacang saya sayur daun ubi pake santen" terang wanita itu padaku ketika berpapasan dengannya di dapur.

"Siapa entar yang anterin adek? Adek gamau sendiri. Kalo gaada yang anterin adek, adek gamau sekolah deh kalo gitu" balasku padanya yang sedang mengaduk santan pada sayur tersebut.

"Ada bapak kok entar yang urusin adek. Udah ah ini jam berapa, jangan sampe nanti kamu dimarahin bapak kalo ga selesai mandi tepat waktu" ujar wanita tersebut.

"Ih apaan sih bapak. Sok ngatur-ngatur hidup adek deh, males banget" seruku. "Yaudahlah, terima aja dek. Sekarang buruan mandi, abis itu pake baju seragam terus sarapan. Selesai sarapan, kamu langsung berangkat dianterin bapak. Ibu abis ini mau berangkat kerja, takut telat juga nanti kalo kelamaan nungguin kamu" jawabnya.

Aku melangkahkan kakiku kearah kamar mandi, aku gantung handukku dan segera kubuka keran air. Dingin terasa di kulitku, dimulai dari ujung kepala hingga ujung kaki, tak betah berlama-lama akupun mempercepat gerakanku secepat kilat. Kusambar sabun, odol dan juga sampo, kubasuh diriku sampai kurasa bersih dan akupun keluar dari kamar mandi.

"Ayo dek, cepetan. Kamu kebiasaan lambat nih, udah jam berapa ini? Nanti ibu guru kamu marahin kamuloh" ujar seorang pria dengan suara berat dan tebal. Suara itu singgah di telingaku dengan sangat lembut, suara bapakku.

"Iya pak, ini tinggal pake celana doang kok, bentar lagi adek keluar kamar nih" seruku dari dalam ruangan ini. Dengan sedikit tergesa kurapikan bajuku serta celanaku agar terlihat lebih rapi.

"Bapak udah dinginin nasi kamu nih, sini bapak suapin" ucapnya dengan penuh kelembutan, "Iya, bapak jadi anter adek kan?" tanyaku padanya. "Jadi kok, ayo buruan dihabisin makanannya makanya" ucap bapak sambil menyuapi nasi ke mulutku."Oke" seruku dengan mulut yang penuh dengan makanan sambil mengacungkan jempolku padanya.

Jalanan terasa hangat sebab aku menggandeng tangan bapak dengan erat, takut aku ketinggalan. Terkadang jalanku terlalu lambat dibanding dengan langkah kakinya, dan aku sering mengeluh selama di perjalanan. Namun bapak selalu tersenyum dan berkata "Makanya kamu cepat besar, biar jalannya cepat kayak bapak"

Kulihat banyak kendaraan berlalu-lalang dengan cepat di jalanan besar, tak kusangka masih sepagi ini tetapi mereka sudah meramaikan jalanan ini. Mataku tertuju kesegala arah dan hampir saja aku menabrak sebuah tiang. Untungnya bapak segera menyelamatkanku dengan menarik diriku kearahnya. Dengan sedikit kesal dia berkata, "Kamu ini ya! Baru aja bapak ga perhatiin dikit, udah hampir nabrak tiang aja kamu. Gimana kalo bapak udah ga ada nanti"

Aku hanya bisa tersenyum dan kemudian menunduk, "Maaf pak, adek ga bakalan ulangin lagi deh" kemudian bapak segera mengangkat tubuhku yang sangat kecil jika dibandingkan dengan tubuhnya. "Sini, bapak gendong aja kamu, entar kita ga sampe-sampe lagi ke sekolah"

Tak sampai berapa lama, ada sebuah bangunan yang berdiri tegak di depan kami. Setelah melewati gerbang, bapak segera menurunkan tubuhku ke tanah. Dengan sigap aku turun dari pundaknya, hampir saja diriku tertidur selama digendong olehnya. Harum tubuh bapak dan hangat badannya itu membuat diriku merasakan sebuah kenyamanan di suasana pagi yang dingin ini.

"Nah, sekarang kamu pergi masuk ke dalam ya. Nanti siang bapak jemput lagi, jangan nakal sama teman barunya, gurunya entar disapa sama belajar yang benar ya nak" ucapnya sambil mengecup keningku. Aku hanya bisa tersipu malu diperlakukan bapak seperti itu, malu dilihat orang dan temanku nanti.

Sudah sebulan bapak memperlakukan diriku seperti itu, lama kelamaan diriku semakin terbiasa dengan perlakuan bapak yang demikian. Entah mengapa kalau bapak tidak melakukan kebiasaannya itu. Aku seperti kekurangan sesuatu selama di sekolah, ada perasaan gelisah dan tidak nyaman.

Ibu hanya memberikan senyumannya ketika mendengar ceritaku tentang perlakuan bapak ketika mengantarkan diriku ke sekolah. Dia hanya mendengar ceritaku dengan seksama tanpa memberikan komentar apapun tentang apa yang dilakukan oleh bapak terhadapku.

"Itu berarti bapak sayang sama kamu dek. Yaudahlah biarin aja, nanti bapak kamu juga malu sama capek sendiri ngegituin kamu. Bawa santai aja nak" ujar beliau kepadaku setelah kusampaikan keluh-kesahku padanya tentang perlakuan ayah tempo hari. "Gimana sekolah kamu, coba kamu ceritain tentang kegiatan kamu selama di sekolah" tanyanya padaku.

Dengan sigap akupun memulai cerita, dimulai dengan ibu netty yang memiliki wajah seram yang selalu mengajari membaca dan juga berhitung. Kemudian aku menjelaskan tentang teman-teman baruku yang sangat mengasyikan dan memiliki kepribadian yang sangat unik, berbeda dengan satu sama lainnya. Aku juga tidak lupa untuk menjelaskan tentang teman sebangku-ku yang sangat bodoh, yang sudah sampai sebulan diajari membaca namun sampai kini tidak bisa untuk mengeja barang satu katapun.

Ibu hanya mendengar dan terus mendengar, sembari sesekali memberikan tanggapan seperti orang yang penasaran dan juga terheran. Aku tidak tau apakah dia pura-pura atau tidak, namun lama kelamaan mataku mulai mengantuk dan mulutku sudah menguap, rasanya letih sekali bersekolah seharian ini.

Diriku yang sudah mengantuk kemudian tertidur di pangkuan ibu, ibu yang sudah tidak mendengar ceritaku melanjut menonton sinetron kesukaannya yang kini sedang ditayangkan. Aku yang sudah memejamkan mata merasakan ketenangan di dalam tidurku, namun tidurku terusik ketika ada dua buah tangan kekar yang mengangkat tubuhku.

Dari aroma tubuhnya, aku yakin itu pasti bapak. Dia kemudian mengangkat tubuhku dan kemudian meletakkan tubuhku diatas sebuah kasur yang empuk. Aku yakin pasti sekarang aku sudah berada di tempat tidurku. Kemudian aku membuka mataku. Kulihat bapak sudah telanjang dada, dengan badan yang sangat keras terbentuk tersinari cahaya lampu redup didalam keremangan malam.

"Loh kok adek bangun, maaf ya bapak udah ganggu adek" serunya. "Hmm,.." jawabku menanggapi bapak. Aku menggeliat menunjukkan bahwa aku memang benar-benar merasa terganggu tadi, kemudian bapak dengan sigap naik ke tempat tidur dan menaikkan selimut diatas tubuh kami berdua.

Bapak kemudian memeluk erat tubuhku dari belakang. Dapat kurasakan detak jantungku dipunggungku, hangat tubuhnya seakan menjadi penghangat untuk kulit tubuhku, deru nafasnya di kepalaku seperti udara yang memberikan kehangatan di kepalaku yang tidak tertutup selimut.

Di suasana yang sangat nyaman itu, ada sebuah rasa di dalam tubuhku, rasa yang sangat tidak bisa aku ungkapkan, entah senang atau apalah itu. Yang aku tau, perasaan itu terasa sangat penuh dan tidak dapat dibendung. Kubalikkan tubuhku, dan sedetik kemudian aku bisa melihat wajah bapak dengan sangat jelas, wajah yang memiliki kemiripan dengan ku.

Tanganku kemudian meraba pipinya yang memiliki janggut tipis. Sepertinya bapak tau aku sedang menyentuh pipinya, dengan sigap dia raih tanganku dan kemudian melingkarkan ke punggungnya. Akupun menaikkan tubuhku dan mensejajarkan kepalaku dengan kepalanya, sedetik kemudian bapak sudah mendaratkan bibirnya di bibirku. Bapak memberikan sebuah kecupan tipis di bibirku yang mana hal tersebut terjadi dengan tidak sengaja dilakukan. Setelah itu, suasana kembali tenang dan akupun kembali terlelap di dalam tidurku untuk menyiapkan diriku untuk menyongsong esok hari.

Ketika mataku terbuka esok harinya, aku mendengar suara tangis dari arah dapur. Aku bingung dengan suara tangis tersebut,"Apakah itu suara tangis ibu? ucapku di dalam benak. Mataku yang baru saja terbuka segera berusaha untuk menangkap cahaya sebanyak mungkin, dan tak berapa lama aku menemukan saklar lampu kamarku. Setelah semuanya terang, aku melihat ayah sudah tidak ada di dalam kamarku.

Aku melangkahkan kakiku keluar dari kamarku, aku segera menuju sumber suara tangis dengan penuh rasa penasaran. Ada tanda tanya di dalam benakku,"Apasih yang sebenarnya yang terjadi?".

Aku mendapati ibu sedang menangis tersedu-sedu didekat pesawat telepon yang sudah tidak tergantung lagi di tempatnya, kuhampiri ibu dengan wajah yang penuh kebingungan dan tanda tanya. Ibu yang menyadari kehadiranku kemudian berusaha menenangkan dirinya, dengan cepat dia mengelap air matanya.

"Ibu kenapa?" tanyaku padanya dengan nada yang lembut, namun ibu hanya bisa terdiam.

"Ibu, ada apa???" tanyaku lagi padanya dengan penuh tanda tanya.

"Ibu, -" sebelum aku selesai berbicara, ibu sudah memotong ucapanku. "Bapakmu sudah pergi, kita harus terbiasa dengan keadaan kita sekarang" ujar ibu dengan berlinang air mata.

Aku yang masih teramat kecil dan tidak mengerti dengan perasaan orang dewasa hanya bisa terdiam melihat tingkah laku ibuku. Entah apa maksudnya dengan ayah pergi, kalo ayah pergi kerja memang kenapa, bukankah nanti ayah kembali lagi? Aku heran dengan perilaku ibuku.

Aku kemudian bergegas melakukan aktifitas yang seperti biasa aku lakukan, bersiap-siap ke sekolah. Ibu hanya bisa menangis sedari tadi ketika aku sedang bersiap-siap. Akupun hanya bisa makan sendiri dan juga berangkat ke sekolah sendiri karena ibu sudah pergi entah kemana ketika aku berganti pakaian tadi.

Aku menjalani hariku dengan biasa tanpa ada merasa sebuah keganjilan. Walau demikian, aku merasa sedikit berbeda dari biasanya sebenarnya. Mungkin karena aku tidak perbah lagi diantar oleh bapak.

Hari berganti, bapak tidak kunjung muncul, sama seperti ibu yang juga tiba-tiba sangat jarang di rumah bahkan untuk malam hari. Ibu hanya meninggalkan secarik kertas yang selalu ditempelkan di kulkas, secarik kertas itu bertuliskan tentang tugas rumah yang harus aku lakukan.

Aku tidak berani mencari-cari ibu. karena akhir-akhir ini ketika aku melihat ibu, ibu menjadi lebih pemurung, kusam tidak seperti biasanya yang lembut, cantik dan juga ceria. Ibu selalu pergi keluar ketika aku selesai berpakaian dan pulang ke rumah ketika aku sudah tertidur lelap. Namun ibu tidak melupakan tugasnya untuk menyiapkan makananku di setiap pagi dan juga malam hari.

Sebulan sudah berlalu, ayah tidak pernah pulang dan ibu juga tidak pernah kelihatan di rumah ketika aku pulang. Di siang hari seperti ini, aku selalu sendiri menonton televisi sampai akhirnya aku kelelahan. Dan di malam harinya, aku kemudian mengerjakan PR dan langsung tidur setelahnya. Aku menjadi sangat cemas tentang keadaan kedua orang-tuaku belakangan in. Namun aku tidak bisa berbuat apa-apa, aku hanya bisa diam dan menunggu.

Dan kemudian di suatu pagi, ibu datang ke kamarku dengan wajah yang sudah agak lebih enak dilihat. Dia datang membangunkan diriku, dengan lembut dia berkata. "Nak, ayo bangun, kamu harus siap-siap berangkat, ayo bangun" ucapnya kepadaku. Dengan berat hati aku membuka mataku, dan aku melihat semua barangku di dalam kamar sudah hilang. Dari jam dinding hingga lampu meja, aku semakin bingung.

"Mau kemana bu? Inikan hari minggu, kita mau pergi kemana?" tanyaku padanya.

"Kita akan pergi dari sini, terlalu banyak memori disini nak, ibu gak tahan, kita harus cepat pindah dari sini" ucapnya.

"Kita pindah kemana bu? Ayah kemana? Barang-barang aku juga kemana? Sekolah aku juga gimana?" ucapku dengan nada yang agak tinggi. Dengan membelakangi diriku, ibu seperti menahan tangis. Dengan tegas kemudian dia berkata, "Kamu banyak omong ya, sekarang beres-beres, dengerin omongan ibu!"

Aku hanya bisa terkaget melihat perubahan sikap ibu, ibu tidak biasanya memperlakukan diriku seperti itu. Ada apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi? Bapak dimana dirimu berada. Berbagai pertanyaan itu hinggap di kepalaku. Di dalam benakku aku kemudian menduga-duga hal yang sangat buruk, 'Bagaimana kalau ini merupakan permulaan perubahan hidupku?', 'Apakah mereka sedang bertengkar?', berbagai kemungkinan hinggap di pikiranku.

Aku hanya bisa bingung di dalam ketidakpastian dan ketidaktahuan ini, apakah ini merupakan permulaan kisah buruk hidupku? Apakah yang sebenarnya yang terjadi Tuhan?

Continue Reading

You'll Also Like

104K 11.3K 19
Mirip chat anonymous. klo tertarik mampir aja ⚠️bxb [FIN]
278K 10.8K 15
Spin-off dari Curhatan si Konsultan ❤️ Karena banyak yang kangen sama Sisca :) Buat yang belum tahu siapa gue, nama gue Sisca. Gue ga punya nama panj...
880K 6.2K 10
SEBELUM MEMBACA CERITA INI FOLLOW DULU KARENA SEBAGIAN CHAPTER AKAN DI PRIVATE :) Alana tidak menyangka kalau kehidupan di kampusnya akan menjadi sem...
21.4K 760 15
gay story. Maaf, disetiap bagian ada adegan hot sepertinya... bila masih suka sejenis, boleh di simak, boleh dilewatkan. aku, si Toni berusia 22 tahu...