My Annoying Bae || Bae Jinyou...

By baehwinoona

31.3K 3.6K 331

Bae Jinyoung x Lee Daehwi DeepHwi Lee Daehwi, 18 tahun, berstatus sebagai siswa tahun terakhir di SHS 101, ne... More

Awal Mula
First
Second
Third
Fourth
Fifth
seventh
eighth
ninth
tenth
eleventh
twelfth
thirteenth
fourteenth
fifteenth
sixteenth
seventeenth
eighteenth
UP

sixth

1.4K 194 11
By baehwinoona

Beberapa hari ini Jinyoung sedang menjadi dokter yang paling sibuk di rumah sakit itu. Entah kenapa jadwal operasinya meningkat akhir-akhir ini. Kadang ia menggelengkan kepala melihat antrian pasien yang akan operasi hari itu. Ia tidak mengerti apakah operasi sedang menjadi tren saat ini.

Sore itu ia sedang beristirahat setelah operasinya yang kedua hari itu. Ia memilih berjalan-jalan disekitar taman rumah sakit.

Jinyoung mendudukan dirinya di sebuah bangku di bawah pohon, menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, membiarkan semua rasa lelah terbawa oleh angin.

Ketika masih asyik dengan dunianya, tiba-tiba ponsel Jinyoung berbunyi.

Hyung?”

“Iya,” Jinyoung melihat ponselnya dan mendapati nomor tak dikenal disana, “Ini siapa?”

Ini aku Daehwi. Aku baru saja meminjam ponsel temanku. Hyungsedang apa?”

Jinyoung mengerutkan alisnya, “Aku sedang beristirahat sebentar. Aku baru saja menangani operasi. Kenapa?”

Hyung, bisakah—hmm, bisakah kau menjemputku? Sekarang mungkin?”

“Kenapa? Bukankah kau selalu menaiki bus?”

Maksudku—hari ini bawaanku banyak sekali. Akan semakin merepotkan jika aku naik bus.

Jinyoung menyeringai. Sedikit bermain-main dengan Daehwi sepertinya akan menyenangkan. “Itu masalahmu, bukan masalahku. Lagipula itu salahmu sendiri. Sudah aku bilang agar kau di antar jemput saja oleh pak Han tapi—“

“YA! Bae Jinyoung! Ah―Maksudku, Hyung.. Ayolah, bantu aku. Kali ini saja, ya?”

“Tidak mau. Itu sudah menjadi resikomu. Tidak ada komplain lagi. Aku sibuk.”

Lelaki itu terkikik geli setelah ia memutuskan telepon sepihak. Ia tak bisa membayangkan bagaimana wajah Daehwi saat ini. Yang pasti jika ia berada di dekat Daehwi sekarang, mungkin wajahnya yang tampan ini akan menjadi bulan-bulanan keganasan Daehwi.

Jinyoung menghela napas panjang. Sedikit merasa bersalah pada Daehwi. lelaki  itu sedang menggenggam ponselnya, menimbang apa yang sebaiknya ia lakukan. Apa ia harus menghubungi kembali Daehwi dan mengatakan bahwa ia sedang bercanda? Saat ini ia sedang mondar-mandir karena panik. Setelah lama berpikir akhirnya ia bergegas meninggalkan ruangannya menuju lokasi dimana Daehwi berada.

.

Musim panas baru saja berakhir beberapa hari yang lalu. Semilir angin musim gugur mengiringi hari sembari menerbangkan dedaunan kering berwarna oranye. Langkah gemerisik daun terinjak menjadi melodi di halaman luas sekolah, berasal dari sepatu sneakers seorang lelaki bernama Lee Daehwi.

Daehwi saat ini sedang menenteng tas punggung, memeluk beberapa buah buku dengan tangan kiri, serta menempelkan ponsel pintar di telinga kanan. Terlihat sangat merepotkan terutama untuk lelaki mungil seukuran Lee Daehwi. Ia baru saja selesai dari acara bazar buku yang diadakan oleh sekolahnya yang sudah menjadi rutinitas tiap tahunnya. Ia tampak kacau dengan kemeja kotak-kotak nya yang lusuh bahkan tak lagi terlihat beraturan dan rambut berantakan tertiup angin. Pada acara bazar memang pihak sekolah membebaskan pakaian yang di pakai asalkan sopan. Belum lagi ekspresi wajahnya yang tidak bersahabat, tak urung menimbulkan pertanyaan bagi beberapa siswa yang kebetulan berpapasan dengannya. Well, Daehwi tidak perlu sekacau itu untuk ukuran siswa yang masih belum dipusingkan dengan ujian akhir.

“YAAAA!” Daehwi berteriak sekencang-kencangnya, “Ternyata Bae Jinyoung—astaga! Kenapa dia keras kepala sekali? Giliran aku membutuhkannya dia malah seenaknya sendiri!”

Baru saja ia ingin melangkahkan kakinya, dering ponsel kembali terdengar. Dari Bae Jinyoung.

“WAE?! Jika kau tak berniat menjemputku jangan bicara―”

Maafkan aku, tadi aku bercanda. Kebetulan shift-ku sudah berakhir. Jadi aku sedang tidak sibuk. Kau sekarang ada dimana?”

“Bercandamu tidak lucu, Bae Jinyoung-ssi” Daehwi mendengus, “Aku sedang ada di kedai ice cream dekat taman depan sekolahku. Kemarilah.”

Tunggu, 15 menit lagi aku akan sampai.”

Daehwi memutuskan menunggu di kafe depan sekolahnya. Daehwi merasa senang. Pasti. Setidaknya bebannya hari sedikit berkurang. Beruntung waktu itu sempat menanyakan nomor lelaki itu pada Bibi Song. Untuk berjaga-jaga saja, jika terjadi apa-apa ia bisa meminta pertolongan lelaki itu.

“Siapa, Oppa?” tanya Chaeyoung.

“Ah, seorang teman, Sayang. Nanti ada seorang Oppa yang akan datang kemari.”

“Oppa?” Chaeyoung  mengerutkan alisnya, “Apa dia tampan?”

Daehwi tergelak, “Mungkin.” ia menganggukkan kepalanya, “Berjanjilah untuk tidak menjadi anak nakal, Chaeyoungie. Oppa tidak akan mengajakmu makan ice cream lagi jika nanti Chaeyoung  begitu.”

“Hng!” Chaeyoung  menganggukkan kepala kuat-kuat, “Chaeyoung  berjanji.”

Mereka berdua menunggu. Chaeyoung memang selalu menunggu Daehwi pulang dari sekolah di taman tempat biasa ia belajar les, karena jarak sekolahnya dan sekolah Daehwi yang tidak terlalu jauh. Dan kali ini Daehwi memutuskan untuk mengajak Chaeyeong makan es krim di kafe depan sekolahnya. Chaeyoung  sendiri sekarang menghabiskan jatah ice cream Daehwi. Tidak apa jika Chaeyoung  menghabiskannya, karena sebelumnya ia sudah menceramahi Chaeyoung  dengan janji untuk menyikat gigi jika pulang nanti.

Tak berapa lama, terlihat seorang lelaki  masuk. Jinyoung. Dengan kemeja yang di gulung hingga sikunya dan sebuah kacamata yang membingkai wajahnya. Sesekali ia celingukan mencari dimana Daehwi berada. Dan ketika Daehwi menyadari kedatangan lelaki  tersebut, ia melambaikan tangannya.

“Hei!” seru Daehwi.

Jinyoung menghampiri meja Daehwi, “Aku sempat salah masuk dan malah pergi ke kafe di sebelah,” ia duduk di samping Daehwi, “Maaf jika lebih dari 15 menit.”

“Ah, tidak apa. Kami masih punya banyak waktu.” ia mengalihkan perhatiannya pada Chaeyoung  yang sibuk dengan ice cream, “Hei, anak kecil. Beri salam.” Ucapnya tegas.

Chaeyoung  mendongakkan kepalanya, “Annyeonghaseyo, Lee Chaeyoung  imnida." Ucapnya dengan senyum yang melengkung.

Jinyoung tertawa kecil, “Halo, namaku Bae Jinyoung. Kau bisa memanggilku Jinyoung Oppa, Princess.” ia mengacak-acak rambut Chaeyoung , “Dia… siapa?” bisiknya pada Daehwi.

“Dia murid les ku. Hari ini dia ingin pulang denganku, makanya aku mengajaknya makan ice cream dulu disini.”

Lelaki itu mengangguk, “Baiklah. Aku rasa kita bisa pulang sekarang,” ia berdiri, “Berkemaslah, kalian berdua.”

Daehwi yang kerepotan membereskan barang-barangnya kemudian menggandeng Chaeyoung . Memang jika bersama anak kecil begini mau tidak mau ia harus mengurusnya. Resiko katanya.

“Seongwoo Hyung! Ini ku kembalikan ponselmu. Terima kasih sudah meminjamkan padaku.” ujar Daehwi sembari memberikan ponsel yang ia gunakan tadi pada pemiliknya.

Seongwoo tertawa kecil, “Tidak apa-apa. Ngomong-ngomong seleramu, boleh juga.” Godanya.

“Siapa—“ Daehwi terdiam dan mencoba mencerna perkataan Seongwoo, “lelaki  dengan kemeja tadi?”

Seongwoo mengangguk, “Tampan. Kelihatannya sudah mapan. Kenapa bisa bersama dia? Kalian berkenalan dimana—“

“Aku pergi dulu, Hyung!” seru Daehwi dengan Chaeyoung  yang ada di gendongannya sekarang.

Daehwi yang celingukan akhirnya menemukan Jinyoung sedang bersandar pada mobilnya. Tampan. Memang. Apalagi dengan dengan rambut sedikit acak-acakan membuatnya terlihat sedikit―ehm seksi.  Paling tidak sukses membuat Daehwi sedikit terpesona.

Rasa jengkel menggelayuti perasaan Daehwi karena Seongwoo yang serba ingin tahu tadi. Bukan karena ia merasa risih atau apa, tapi ia tidak tahu harus menjawab apa. Jika ia menceritakan hal yang sebenarnya, pasti ia akan malu bukan main.

“Kemarikan dia,” Jinyoung mengangkat Chaeyoung  ke dekapannya, “Masuk saja ke mobil. Atur dulu nafasmu.”

Di perjalanan Jinyoung lebih memilih bertanya akan hal-hal kecil pada Chaeyoung  yang duduk tenang di belakang. Sepertinya Jinyoung sangat meyukai Chaeyoung. Hal pertama yang sama antara Daehwi dan Jinyoung, sama-sama menyukai anak kecil.

“Apa kalian sudah makan siang?” tanya Jinyoung membuka obrolan.

Dehwi melihat jam di tangannya,“Ku rasa aku baru saja melewatkan makan siang hari ini. Aku begitu larut dalam bazar sampai tidak menyadari bahwa aku belum makan.” Daehwi menyengir.

“Kebetulan, aku juga belum makan siang. Bagaimana kita mampir ke restoran dulu?”

“Terserah Hyung saja.”

Mobil itu melaju dengan santai di sepanjang perjalanan. Tak ada pembicaraan di dalam mobil itu. Kedua nya hanya berdiam diri. Jinyoung pun sepertinya tak begitu peduli untuk memulai sebuah pembicaraan dan hanya fokus menyetir. Daehwi yang merasa bosan dengan suasana yang hening hanya menolehkan matanya pada jendela di sampingnya. Menikmati pemandangan kota Seoul.

.

Kini mobil itu mulai memasuki halaman besar sebuah restoran lalu berhenti setelah Jinyoung memarkirkan mobil itu. Daehwi yang sudah tersadar dari lamunannya segera turun dari mobil.

“Kita sudah sampai!” seru Chaeyoung  senang.

Jinyoung tersenyum lalu mengusap kepala Chaeyoung  dengan lembut, “Aihh.. lucunya”.

Daehwi tersenyum kecil ketika melihat interaksi antara Chaeyoung  dan Jinyoung. Mereka sangat lucu. Bahkan jika dipikir-pikir lagi, memang seperti seorang Ayah dengan anaknya. Bisa dibilang Jinyoung benar-benar dewasa kalau begini. Apalagi kalau Chaeyoung  menanggapinya, serasa interaksinya berubah menjadi hal yang paling menggemaskan sedunia. Bagi Daehwi begitu, sih.

Daehwi menghela nafas seraya menundukkan kepalanya. Hingga menemukan jika tali sepatunya terlepas.

“Oppa tunggu!” seru Chaeyoung .

“Hm?”

“Daehwi Oppa masih membetulkan tali sepatunya—“ Daehwi yang mendengar hal itu mendongakkan kepalanya dan tersenyum, “Ah, cantiknya. Daehwi Oppa cantik, benar kan, Oppa?”

“Hmm.” Jinyoung menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Dia mengakui jika Daehwi itu cantik. Tapi dia masih mengelak. Baginya, Daehwi adalah Daehwi. Dia cantik, tapi dia Daehwi. Si lelaki mungil yang cuek.

“Ayo, Oppa!” seru Chaeyoung  yang menarik tangan Daehwi hingga masuk ke dalam restoran. Gadis kecil itu duduk di samping Jinyoung dan membiarkan Daehwi duduk sendian di seberang mereka.

“Mau pesan apa?”

“Bibimbap saja.”

Jinyoung mengangguk dan menuliskan pesanan tanpa berkomentar lagi. Daehwi kembali terdiam. Bahkan dia merasa ditinggalkan oleh Chaeyoung  yang sedari tadi hanya menempel pada Jinyoung.

.

Daehwi terpaksa menjadi asisten Jinyoung karena Chaeyoung  yang tertidur. Mau tak mau dia membawakan barang-barang lelaki tersebut. Meskipun dalam hatinya ada perasaan kesal, tapi mau bagaimana lagi.

Ketika dijalan pulang, sebuah dering ponsel berbunyi begitu nyaring membuat Jinyoung tiba-tiba menghentikan laju mobilnya dan berhenti di jalan yang cukup sepi. Lelaki itu merogoh ponselnya yang ia letakkan di dashboard mobil.

“Halo? Eomma?”

Kau dimana?

“Aku baru saja selesai makan siang bersama Daehwi dan sedang dalam perjalanan pulang. Ada apa, Eomma?”

Jemput Eomma di bandara sekarang, hm?

“APA?!” Daehwi dan Chaeyoung  menoleh ke arah Jinyoung. “Tidak biasanya Eomma minta di jemput?”

Hanya ingin saja. Sudah. Eomma tunggu, hm?

“Okay, tunggu aku, Eomma.” ia menutup ponselnya dan segera memutar balik arah mobilnya.

“EH? Kenapa putar balik? Tidak jadi mengantar Chaeyoung ?” tanya Daehwi tidak mengerti.

“Eomma baru saja meminta jemput di bandara sekarang. Kita ajak Chaeyoung  sekalian. Kita sudah tidak punya banyak waktu.”

.

Perjalanan menuju bandar diisi dengan diam. Sesekali Chaeyoung  menanyakan sesuatu yang hanya dijawab dengan senyum atau kata-kata 'Nanti saja, Sayang—'. Chaeyoung  pun yang tidak mengerti dengan apa yang terjadi masih bingung dan memandangi kedua orang itu dengan wajah yang sedikit takut. Apalagi ketika melihat wajah panik dari keduanya.

“Kita akan kemana, Oppa?”

“Hmm—bandara?”

“Melihat pesawat?”

Daehwi mengangguk, “Kita akan melihat pesawat disana.”

Chaeyoung  yang mendengar hal itu langsung melonjak kegirangan. Jinyoung mengacak-acak rambut anak kecil itu gemas. Memang sepertinya ia sangat menyukai Chaeyoung.

“Aku terlihat seperti menikah di bawah umur saja jika seperti ini. Di usia muda sudah menggendong anak sebesar ini. Jika Hyungseob  melihatku begini pasti dia akan mentertawakanku” ucap Daehwi pada Jinyoung.

Jinyoung terkekeh mendengar ucapan Daehwi. Setelah tiba di bandara, Jinyoung yang tadinya ingin menggendong Chaeyoung  harus mengalah karena Daehwi yang ngotot ingin Chaeyoung  bersama dirinya.

Daehwi mengikuti kemanapun Jinyoung pergi. Beberapa saat ia merasa risih akan tatapan pengunjung di sana. Beberapa pengunjung lelaki  kedapatan meliriknya dengan intens. Jujur saja ini membuatnya sangat tidak nyaman. Apalagi Jinyoung sudah berjalan cukup jauh di depannya. Ingin rasanya ia menyumpahi Jinyoung yang berjalan cepat tanpa memperdulikannya. Dasar lelaki tak berperasaan!

“Hei, manis.” sebuah panggilan datang dari arah belakang Daehwi disertai tepukan kecil di bahunya membuat Daehwi menoleh.

'Oh God! Aku paling benci pria mesum begini!'

Bagaimana tidak, lelaki itu sudah mengikutinya sejak turun dari mobil. Ia tahu itu karena ia termasuk orang yang peka terhadap keadaan sekitar. Daehwi mempercepat langkahnya mensejajarkan langkahnya dengan Jinyoung. Tanpa sadar Daehwi terlalu cepat berjalan hingga menabrak punggung Jinyoung.

“Kau kenapa?” tanya Jinyoung yang heran melihat tingkah laku Daehwi.

“Pria tua itu melihatku―” Jinyoung melirik lelaki yang tak jauh berada di belakang mereka, “Dia―”

Jinyoung menyadari apa yang di maksud oleh Daehwi, “Sayang?” ia lalu memutar badannya menghadap Daehwi. “Kenapa lama sekali, hm?”

Alis Daehwi mengerut melihat Jinyoung, “YA! Apa maksudmu―”

“Kau menurut saja.” Jinyoung berbisik dengan rahang yang di tekan lalu beralih menggenggam tangan Daehwi. “Jangan cemberut begitu. Lihat, Princess bahkan hanya diam melihatmu begitu. Dia pasti berpikir kau sedang marah. Benar kan, Princess?”

Anak kecil itu mengangguk seolah mengerti dengan apa yang terjadi.
Terkutuklah kalian berdua!

“Maafkan aku.” Ucap Daehwi pada akhirnya.

Jinyoung melirik lelaki yang sedari tak mengalihkan pandangannya dari Daehwi. Jika boleh dikatakan, persis seperti suami yang tidak suka melihat istrinya di goda lelaki lain. Lalu ia mendecakkan lidahnya. “Jangan melihat istriku seperti itu, Bung!” sinis Jinyoung.

Lelaki itu tertawa kikuk, “Istrimu? Ku kira dia kenalanku”

Jinyoung terkekeh mendengar penuturan pria tua di depannya ini. Sungguh alasan yang tak masuk akal.

“Mana mungkin istriku mempunya kenalan yang sudah berumur seperti kau. Sudahlah, sebaiknya kau lekas pergi. Membuatku ingin menghajarmu saja!” gertak Jinyoung.

Daehwi masih menatap Jinyoung dengan tidak percaya. Benar. Ia tidak percaya dari mana ide gila itu muncul begitu saja di kepala lelaki itu. Di tambah lagi anak yang di gendongnya ini ikut memainkan peran itu dengan gembiranya, bahkan ia langsung mengelayut manja di leher Daehwi ketika Jinyoung memarahi lelaki tadi. Dasar!  Batin Daehwi.

Jinyoung menautkan jari-jarinya di sela jari-jari milik Daehwi. “Aku akan melangkah lebih pelan setelah ini.”

“Hmm” hanya itu yang mampu Daehwi ucapkan saat ini. Ada perasaan berdesir yang Daehwi rasakan saat Jinyoung memperlakukannya begitu.

“Kenapa kau lari saat melihat lelaki itu? Seharusnya kau tetap lurus berjalan dengan percaya diri. Jika kau gugup, maka lelaki itu akan terus mengikutimu.”

“Aku punya sedikit trauma dengan hal-hal seperti itu. Aku pernah hampir diperlakukan dengan tidak menyenangkan, namun aku berhasil melawan dan segera lari waktu itu.”

“Itu karena kau cantik, bodoh. Harusnya kau sadar itu.”

“Bisa tidak, tidak mengataiku bodoh? Hyung sama saja dengan mereka! Lagipula aku itu tampan bukan cantik!” dengus Daehwi sebal. Meskipun di dalam hati, ia ingin melompat kegirangan karena pujian Jinyoung barusan.

“Tapi aku tidak memandangmu dengan tatapan seperti yang mereka lakukan,” Jinyoung tertawa kecil, “Aku hanya ingin kau sadar jika kau itu cantik. Itu saja.”

“Kenapa Hyung membujukku sekarang? Hyung mau merayuku? Lagipula sudah aku katakan aku itu lelaki tampan bukan cantik. Aku tidak akan mau―”

“Dengan bocah bar-bar yang suka mengamuk tidak jelas sepertimu? Tidak akan pernah, Lee”

“YA! HYUNG!”

“Tapi Eomma benar-benar cantik.” celetuk Chaeyoung  tiba-tiba yang kemudian disusul tawa terbahak-bahak dari Jinyoung. Daehwi kemudian memutar bola matanya. Ia tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Bahkan anak ini tahu bagaimana cara membuat Daehwi terdiam seribu kata.

Lama menunggu, akhirnya Ibu Jinyoung tiba juga. First impression Daehwi melihat airport fashion Ibu Jinyoung adalah sassy. Terlihat berkelas. Wajar sih, Ibu Jinyoung merupakan seorang designer. Jadi tidak ada yang perlu dipermasalahkan, bukan?

“Oh, kalian sudah datang? Eomma pikir kalian akan terlambat.”

Perhatian Ibu Jinyoung teralih pada Daehwi, sedikit kaget karena melihat Daehwi tengah menggendong seorang anak. “Anak itu... siapa?”

Tiba-tiba dengan polosnya anak kecil itu bertanya, “Eomma, Appa, Ahjumma ini siapa?”

Oh God! Cobaan apa lagi ini?!

Seperti mendapat sambaran petir, Daehwi menatap anak kecil itu dengan tatapan tidak percaya dengan kedua bola mata yang membesar. Begitu pula dengan Jinyoung dan Ibunya.

“Eo..Eomma?” tanya Ibu Jinyoung masih dengan tatapan tidak percaya nya.

“Ah.. tidak. Bukan begitu Eomeoni. Ini hanya salah paham.” Daehwi mendelik dengan tatapan tajam pada Jinyoung ‘Jelaskan atau kau akan kubunuh’

“Oh― ah, Eomma pasti lelah, kan? Ayo kita segera pulang. Nanti akan aku jelaskan.”

.

Dalam perjalanan pulang, semua yang ada di dalam mobil itu terdiam. Tak ada satupun yang berniat mencairkan keadaan. Kejadian tentang ‘Eomma dan Appa’ di bandara tadi membuat susana menjadi sedikit kaku.

Jinyoung yang sudah berusaha menjelaskan bahwa anak itu adalah murid bimbingan Daehwi, namun hanya di tanggapi datar oleh Ibunya. Bahkan Ibunya itu terkesan lebih percaya dengan omongan anak itu dibanding dengan ucapan Jinyoung. Bahkan Ibunya itu sempat menyindir ‘Ibu tidak percaya jika kalian sudah mempunyai sebuah keluarga tanpa sepengetahuan Ibu’. Bukankah kejadian itu terlihat mengada-ada?

Daehwi mengusap rambut Chaeyoung  yang tertidur di pangkuannya dengan lembut. Sesekali terlihat anak itu merengek pelan. Melihat tingkah anak itu membuat Daehwi mengulum senyum dan tertawa kecil.

“Dia tertidur?” tanya Jinyoung dengan suara pelan.

“Hmm,” Daehwi tersenyum sembari membetulkan posisi Chaeyoung , “Dia lucu sekali. Tidur dengan Ibu jari yang dihisap begini.”

“Seharusnya kau turunkan jarinya. Itu tidak bagus dan akan menjadi kebiasaan nanti,” Jinyoung menurunkan Ibu jari Chaeyoung .

“Kenapa? Itu lucu,” protes Daehwi.

Jinyoung kembali menjalankan mobilnya karena lampu sudah kembali hijau, “Itu akan terbawa hingga dewasa jika tidak dicegah dari sekarang,” ia menghela nafasnya, “Kau harus memberi tahu orang tua asuhnya. Hal-hal kecil seperti itu tidak seharusnya dibiarkan.”

Daehwi menghela nafas, “Kenapa itu terlihat seperti kewajibanku sekarang?”

“Kau dekat dengannya, 'kan?”

‘Tapi, kau juga dekat dengan Chaeyoung .”

“Kau mengenal orang tua asuhnya, Dae!”

Adu mulut itu dimulai lagi. Mereka saling melempar tanggung jawab 'siapa yang harusnya mengingatkan orang tua Chaeyoung' tentang masalah 'Ibu jari yang dihisap ketika tidur' itu. Bahkan mereka berdua tidak mempedulikan seorang wanita paruh baya yang duduk di kursi penumpang—dan memperhatikan mereka yang sedang berdebat.

.

Daehwi mengekori Jinyoung dan ikut masuk ke rumah Ibunya―lebih tepatnya rumah Bibinya. Rumahnya hampir mirip dengan rumah Jinyoung. Yang membedakan mungkin isi dari rumahnya. Jika rumah Bibinya ini di penuhi dengan hiasan bunga serta guci antik di setiap sudutnya, berbeda dengan rumah Jinyoung yang banyak di penuhi oleh koleksi avengers.

Ya, Jinyoung sangat menyukai para karakter yang ada di film avengers. Bahkan dia pernah meninggalkan Ibunya berbelanja demi menonton avengers di bioskop. Sungguh kurang ajar sekali anak itu. Ck.

“Oppa..” rengek Chaeyoung  pada Daehwi.

“Oppa disini. Ada apa, hm? Sebentar lagi kita akan pulang.”

Anak itu menggelengkan kepalanya, “Chaeyoung  ingin bersama Daehwi Oppa dan Jinyoung Oppa.” Gumamnya dengan suara serak.

“Tapi nanti orang tua asuhmu akan mencari―”

“Tidak mau.” Rengeknya lagi sambil melingkarkan lenganya pada leher Daehwi.

Daehwi menghela napas. Tak tahu haris berbuat apa. Ia tidak tega juga jika memaksa anak itu pulang. Ia juga tidak mengerti mengapa Chaeyoung  benar-benar tidak mau lepas darinya. Mungkin Chaeyoung  lebih manja padanya daripada dengan orang-orang yang ada di panti asuhannya. Bahkan sekarang Daehwi berpikir jika suatu saat nanti dirinya lah yang mengambil rapor Chaeyoung , bukan lagi orang tua asuhnya.

“Ayo kita pulang.” Ujar Jinyoung yang baru saja datang.

“Chaeyoung  tidak ingin pulang katanya. Jadi bagaimana?”

“Apa dia merengek lagi?”
Daehwi mengangguk. Lagi-lagi Daehwi menghela napas berat. Jika Chaeyoung  merengek maka akan sulit di pujuk. Anak itu memiliki sifat keras kepala. Jalan satu-satunya adalah kau harus meng-iyakan keinginannya jika tidak ingin membuat keributan di malam hari begini.

“Ya sudah, bawa dia tidur di rumah ku saja.”

Mereka sudah bersiap-siap akan pergi, namun  sebuah suara menginterupsi mereka, “Kalian bisa menginap disini jika kalian mau. Pulanglah besok pagi. Kasihan anak itu harus dibawa kemana-mana begitu.” Ujar Ibu Jinyoung di ambang pintu kamarnya.

“Eh? Eomeoni... Tapi aku tidak ada berbekal pakaian―”

“Ada pakaian sepupuku disini,” ia mengangkat tubuh Chaeyoung , “Ada pakaian keponakanku juga untuk si Princess. Kita akan pulang besok pagi-pagi sekali. Kau bisa berangkat ke sekolah denganku besok.”

“Tapi Hyung―Baiklah. Aku akan menghubungi orang tua asuh Chaeyoung  terlebih dulu.”






Tbc... (dengan tidak elitnya 😂)

.
.
.
Apakah chapter ini terlalu panjang? Maafkan ceritanya yg semakin aneh dan 'gaje' ini.. Otakku mumet akhir2 ini jadi nulis apa adanya aja huhu
Dan aku mulai bingung kalau chaeyeong udh berada d antara jinhwi. Bingung dg panggilan mereka 😂 klo ad yg terlewat atau kebalik tolong maafin kekhilapan aku ini 🙏🙏
Oh iya, minal aidin walfaidzin yeorobun~ mohon maaf lahir dan bathin 🙏
Jangan lupa vote dan komennya hehehh ^^

Continue Reading

You'll Also Like

322K 34.7K 35
Menceritakan tentang seorang anak manis yang tinggal dengan papa kesayangannya dan lika-liku kehidupannya. ° hanya karangan semata, jangan melibatkan...
1.2M 62.5K 66
"Jangan cium gue, anjing!!" "Gue nggak nyium lo. Bibir gue yang nyosor sendiri," ujar Langit. "Aarrghh!! Gara-gara kucing sialan gue harus nikah sam...
179K 28.1K 51
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
78.5K 9.4K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...