AMIRALTHAF [Completed]

By Wardatul61

762K 39.4K 550

# 7 in teenfiction (11-01-2019) "Lo berdebar gak pas gue di dekat lo? Kalo iya, berarti lo suka sama gue." _ ... More

PROLOG
SATU. Cium gue dulu!
DUA. Rindu
TIGA. Kesal
EMPAT. Cuek
LIMA. Mulai suka?
ENAM. Gue peluk lo ya?
TUJUH. Diam-diam.
DELAPAN. Don't Cry.
SEMBILAN. Kurang peka.
SEPULUH. First love.
SEBELAS. Mother.
DUABELAS. Cemburu.
TIGABELAS. Dinembak Althaf?
EMPATBELAS. Jawaban Amira
LIMABELAS. Penyemangat.
ENAMBELAS. Membuat Cemburu
TUJUHBELAS. Mawar.
DELAPANBELAS. Duka di Masa Lalu.
SEMBILANBELAS. Cemas
DUAPULUH. Maaf
DUAPULUH SATU. Manja
DUAPULUH DUA. Mine
DUAPULUH TIGA. Kemarahan Althaf
DUAPULUH EMPAT. Hukuman
DUAPULUH LIMA. Amira, Mine.
DUAPULUH ENAM. Ayo Kita Nikah
DUAPULUH TUJUH. Kesempatan?
DUAPULUH SEMBILAN. Maaf, Gue Akan Lupain Lo.
Spesial PART. Ketupat
TIGAPULUH. Make Me Love You.
TIGAPULUH SATU. Jauhin Althaf!
TIGAPULUH DUA. With You
TIGAPULUH TIGA. Pilihan.
TIGAPULUH EMPAT. Terdengar Menyakitkan.
TIGAPULUH LIMA. Berbeda.
TIGAPULUH ENAM. Berjuang.
TIGAPULUH TUJUH. Mencoba.
TIGAPULUH DELAPAN. Damn!
TIGAPULUH SEMBILAN. Syarat?
EMPATPULUH. Salahkah?
EMPAT PULUH SATU. Sejati.
EMPAT PULUH DUA. Stay away
EMPAT PULUH TIGA. Stay.
EMPAT PULUH EMPAT. Trust
EMPAT PULUH LIMA. Destiny
EMPAT PULUH ENAM. Regret
EPILOG
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Extra Part 4 (a)
Extra Part 4 (b)
Setuju gak?
AMIRALTHAF Room Chat 1
AMIRALTHAF Room Chat 2
AMIRALTHAF Room Chat 3
Approccio

DUAPULUH DELAPAN. Tunangan?

10.2K 500 0
By Wardatul61

Amira POV

Sore ini bundaku terlihat lebih sibuk daripada sore yang lalu. Ia memasak lebih banyak, katanya sih nanti malam kami akan kedatangan tamu penting.

Aku tidak tahu saberapa pentingkah tamu itu sehingga Bunda memasak banyak, yang pasti masakannya itu enak. Setahuku mereka ingin membahas hal penting.

Aku turut membantu bundaku. Jika bukan aku emangnya siapa lagi? Rumah kami tidak ada pembantu. Terus aku tidak punya saudara kandung. Kecuali kak Fadia, saudariku yang sudah tenang di sisi Tuhan. Seandainya kak Fadia masih hidup, pasti rumahku lebih ramai. Pasti aku jarang kesepian.

Jika ia masih hidup, apakah aku akan sering berantem bersamanya? Seperti kakak beradik lainnya yang jarang akur, namun saling menyayangi. Ataukah, aku bisa ke mall bareng dia, membeli baju couple, jalan-jalan, belajar masak bersama Bunda, dan lain halnya yang ingin aku lakukan.

Namun, kenyataan seakan menghempasku dengan keras. Sesak, rindu, ingin menangis, dan berbagai macam rasa lain yang telah bercampur aduk. Karena impianku untuk bersama Kak Fadia hanyalah khayalan atau sekadar mimpi. Kenyataan tak akan lagi mempernyata mimpiku. Karena siapapun yang telah kembali ke sisi Tuhan tak akan bisa kembali lagi kemari.

"Amira ambilin cabenya bentar," pintaan bundaku menyadarkanku dari lamunan ini.

"Ah iya, Bun." Aku langsung saja melakukan apa yang dipinta bundaku. Setelah itu melanjutkan acara memotong wortel untuk sup yang tadinya tertunda akibat lamunanku.

"Sibuk ngelamun dari tadi, kalau kesurupan gimana?"

Aku terkekeh mendengarnya dari bundaku. Kalau aku kesurupan, panggilin ustad Althaf saja. Dijamin aku bakalan lama nyadar. Toh, ustadnya cuma bisa godain aku saja. Apa Althaf jago ngaji, ya? Dari penampilannya agak diragukan. Tapi, tidak boleh memandang seseorang dari tampilannya.

Jika dia benar-benar gak bisa. Setelah aku resmi menjadi istrinya suatu hari, aku akan mengajarinya mengaji.

Seseorang melambaikan tangannya di depan wajahku. Lagi. Aku melamun. Sekarang ayahku yang baru pulang dari kantor membuyarkan lamunanku.

"Jangan bengong."

"Ah, iya."

Ayahku pulang lebih awal hari ini. Sepertinya tamu kami malam ini sangat penting.

Emangnya siapa sih yang akan datang?

***

Aku mematut diriku di depan cermin. Baju yang bundaku beri padaku terlihat pas di badanku. Tetapi aku agak risi memakainya. Because aku jarang mengenakan pakaian seperti ini yang jelas-jelas aku tak tahu cara mendeskripsikan seperti apa pakaian ini pada kalian. Aku memang kurang cakap dalam fashion. Sebab selalu mengenakan pakaian yang simple dan itu lebih nyaman bagiku.

Wajahku juga sering apa adanya, jarang dipoles make up.


Setiap harinya aku hanya memakai bedak bayi. Hm, aku tahu, di luar sana juga ada yang sama sepertiku.

Jika dilihat dari segi wajahku yang selalu apa adanya ini, bagaimana bisa ya Althaf menyukaiku. Kalau suatu hari aku menjadi istrinya Althaf, seperti apa ya wajah anak-anak kami? Aku jadi ingin tahu.

Ya Tuhan. Kenapa aku mendadak seperti ini? Berkhayal menjadi istri Althaf? Apa virus bernama ngawur tertular padaku dari Althaf? Tidak boleh, sepertinya otakku mulai kehilangan kendali.

Tapi, jujur, aku ingin menjadi pedamping hidupnya Althaf suatu hari nanti. Siapapun yang tahu ini, rahasiakan dulu dari Althaf, oke?

Baru saja aku memikirkan bocah itu. Nama bocah itu sudah tertera di layar ponselku yang menyala di atas nakas. Sedari tadi aku mengabaikannya.

Tanganku terulur untuk mengambil benda pipih itu sebelum akhirnya menempel di telingaku.

"Halo, apaan lo nelpon gue dari tadi?"

Terdengar dengusan dari seberang sana. "Jangan ngambek ih! Nanti wajah lo mirip nenek sihir yang lagi patah hati."

"Gak lucu. Gue lagi sibuk."

Pip. Aku mematikannya secara sepihak karena panggilan dari bundaku kian terdengar di balik pintu kamarku.

"Cepetan Amira, Bunda sama Ayah nungguin kamu di meja makan, ya?"

"Iya, Bunda!" sahutku sembari mengetik balasan chat Althaf yang sejak tadi hanya kuread saja.

Aku: Thaf, gue lagi ada tamu di rumah. So, stop chat gue,. Besok, kalo umur panjang kita pasti ketemu kok di zekolah.

Aku: Typo *sekolah maksudnya.

Setelah itu, aku meninggalkan ponselku begitu saja di atas kasur tanpa melihat balasan Althaf terlebih dahulu.

Di meja mekan sudah ada Ayah dan Bunda yang menungguku sedari tadi dengan piring berisikan makanan yang tertata rapi di sana. Tak lama, kursi di seberang kami sudah terisi oleh tiga orang tamu yang ditunggu-tunggu.

Cukup terkejut. Jadi, keluarganya Arga yang menjadi tamu penting kami? It's okay, karena setahuku kedua orangtuaku bersahabat dengan kedua orangtuanya Arga.

Aku hanya menyunggingkan senyumku pada orang tuanya Arga. Begitupun Arga yang duduk berseberangan denganku.

Katanya ada hal penting yang akan dibicarakan setelah makan malam. Aku tidak tahu seberapa pentingkah itu, yang aku tahu bahwa ayahku bekerja di perusahaannya ayah Arga. Aku harap sih dibalik pertemuan ini tidak ada sedikitpun hal yang menyangkut denganku.

Pertemuan yang hangat, apalagi kedua orangtuaku sudah sangat mengenal mereka. Setelah acara makan malam selesai, tibalah waktunya untuk berbincang.

"Amira, kamu sudah kenalkan sama Arga?" tanya ayahku padaku.

Aku mengangguk. "Kami sekelas."

"Syukurlah, ternyata kalian sudah saling kenal," ujar ibunya Arga sembari tersenyum hangat.

"Sebenarnya, pertemuan ini untuk membahas pertunangan kalian," jelas ayahku to the point yang langsung menimbulkan keterkejutanku.

"Apa? Tunangan? Tapi--"

"Arga, biarkan kami dulu yang membahas ini. Ajak Amira berbincang di tempat lain," sela Virendra—ayahnya Arga.

Aku hanya mengikuti instruksi dari mereka. Berjalan mengikuti Arga yang menuntunku ke teras depan rumah. Kami duduk bersebelahan di kursi yang ada di sana dengan diriku yang masih sangat terkejut.

Aku dan Arga akan bertunangan? Jadi, itukah tujuan makan malam bersama keluarganya Arga yang katanya sangat penting, begitu?

Bagaimana bisa? Aku saja belum menyetujuinya. Apalagi aku sama sekali tidak memiliki perasaan pada Arga. Tidak. Pertunangan ini tidak boleh terjadi.

"Gue gak suka sama lo," jujurku membuka suara.

Arga menatap ke arahku.

"Jadi, batalin pertunangannya," lanjutku.

Arga hanya tersenyum, aku tak tahu apa arti di balik senyumnya itu.

"Gue akan bikin lo suka sama gue. Pertunangan ini gak akan pernah batal," tegas Arga dengan menekankan kata 'gak'.

Aku mendengus kesal. Aku hanya mencintai Althaf. Hanya dia yang boleh menjadi tunanganku.

"Gue mohon, gue gak mau tunangan sama lo." Baiklah, tidak apa jika saat ini aku benar-benar terlihat lemah.

Yang penting pertunangannya batal.

"Lo tau, kan? Ayah lo udah bertahun-tahun bekerja di perusahaan ayah gue. Apa lo mau ayah lo kehilangan pekerjaan?" tanya Arga lembut, namun terdengar mengancam.

Aku menggeleng. Tentu saja aku tidak mau pekerjaan ayahku hilang begitu saja. Tapi, tidak adakah cara lain?

"Gue gak suka sama lo. Emangnya lo mau tunangan sama orang yang sama sekali tidak punya perasaan pada lo?"

Arga tersenyum evil. "Gue akan bikin lo suka sama gue."

"Gue gak akan pernah suka sama lo," bantahku tak terima. Sebisa mungkin aku memelankan suaraku agar tidak didengar oleh bunda dan ayahku.

"Gue gak peduli itu." Arga menyeringai. "Sekalipun lo gak suka sama gue. Yang penting lo akan jadi milik gue, jangan harap lolos dari gue, Amira."

Cowok itu bangkit berdiri. Aku tahu jika ia tidak ingin mendengar berbagai macam penolakan dariku lagi.

"Arga, gue gak suka sama lo," ucapku lagi padanya yang mulai meninggalkanku di sini sendiri.

***

Tadi, aku berangan-angan untuk menjadi istrinya Althaf kelak nanti. Namun, apakah takdir menentangnya? Apakah Tuhan tidak mengizinkan cinta kami untuk bertautan dalam bahtera kebersamaan?

Aku mencintai Althaf. Lalu, mengapa Arga yang akan menjadi tunanganku.

"Ayah, Amira mau pertunangan ini batal," lirihku lagi. "Kenapa tiba-tiba sekali? Ayah bahkan larang Amira pacaran. Tapi, tiba-tiba langsung buat Amira bertunangan."

Ya, keluarga Arga sudah pulang sedari tadi. Kini tinggallah kami di ruang keluarga dengan perasaanku yang bercampur aduk.

"Kalian akan bertunangan setelah kenaikan kelas. Kamu tidak boleh menolaknya," tegas Ayah.

"Amira gak suka sama Arga. Lagipula Ayah gak meminta persetujuan Amira."

"Ayah tidak ingin kamu berakhir seperti kakakmu. Karena ulah seorang laki-laki yang brengsek ia terluka, dan Tuhan mengambilnya malam itu sebagai tanda jika kami harus berhati-hati merawatmu. Kakakmu kecelakaan karena mengejar laki-laki itu. Apa kamu mau juga seperti itu?" tanya ayahku dengan emosi yang kian memuncak. Matanya berkaca-kaca, membuatku tak tahan lagi dengan bulir air mata yang memaksa keluar.

Bunda menatapku sendu, malam ini ia tidak membelaku. Kutahu, jika kedua orang tuaku ingin yang terbaik untukku.

"Ayah nyesal, dulu Ayah tidak peduli pada kakakmu yang berpacaran. Ayah terlalu sibuk dengan pekerjaan hingga Ayah baru menyadari kalau telah melupakan salah satu tanggung jawab Ayah pas kakakmu meninggal malam itu." Ayah menjeda sesaat, penyesalan terpancar jelas di manik matanya. Hatiku ikut sakit melihatnya.

"Ayah ingin kamu tidak meninggalkan kami seperti itu. Ayah tau umur itu di kuasa Tuhan. Tapi, Ayah mau kamu bahagia sampai tua. Ayah ingin yang terbaik buat kamu, Amira." Ayah menghela nafas berat. "Pikirkan baik-baik, Nak. Jangan buat Ayah dan Bunda kecewa."

Lalu Ayah beranjak pergi.

Bundaku juga beranjak pergi meninggalkanku sendiri dengan tangisan yang menawariku untuk menjadi temannya saat ini.

Kuseka air mataku, dengan berat hati kulangkahkan kaki ini ke kamar.

Benda pertama yang kusentuh di kamar adalah ponselku. Tanganku bergerak di atas layar benda persegi itu. Dengan sangat berat hati, aku menelpon Althaf.

"Halo? Amira?"

Tak menunggu lama, jawaban dari seberang sana terdengar.

Suara Althaf, mendengar itu aku menangis lagi. Rasanya tidak rela jika harus meninggalkannya.

"Amira, kok diem? Jawab ih!"

I love you, Althaf. Simply you.

"Amira? Kok gak jawab?"

Sepertinya bocah itu tengah kesal.

Apakah suatu hari aku akan merindukannya?

"Hiks." Sial, tangisanku pasti terdengar olehnya.

"Amira, lo kenapa nangis? Siapa yang bikin lo nangis? Lo kenapa sih? Jangan bikin gue khawatir." Althaf terdengar panik.

Apakah suatu hari aku masih bisa merasakan kepeduliannya?

Jika kalian sedang menganggapku lebay. Aku benar-benar tidak peduli saat ini.

"Besok sepulang sekolah." Suaraku bergetar. Sialan, sungguh. "Temui gue di rooftop."

Aku memutuskan sambungan sepihak lagi.

Apakah aku masih layak dicintai Althaf?

***
TBC
Tinggalkan jejak.
By Warda.
11 Juni 2018

Continue Reading

You'll Also Like

1.6M 112K 46
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
553K 15.5K 50
[SUDAH TERSEDIA DI PLAYSTORE/PLAYBOOK] Ada aturan aturan yang harus kamu jalani itulah rendi dokter muda yang posesif bin overprotective terhadap pac...
101K 10.6K 63
"Rasta!" "Ya?" "Kenapa, Sta?" "___" "Kenapa lo harus peduli sama gue?" "Bukan peduli, tapi kasihan." Rasta Dhefino Greynata, cowok cuek berbandana hi...
372K 19.5K 42
"Gue yakin sedikit demi sedikit tuh cowok bakal berubah." Kisah sederhana ini menceritakan tentang Morin yang diam-diam tertarik dengan seorang cowok...