My Annoying Bae || Bae Jinyou...

By baehwinoona

31.3K 3.6K 331

Bae Jinyoung x Lee Daehwi DeepHwi Lee Daehwi, 18 tahun, berstatus sebagai siswa tahun terakhir di SHS 101, ne... More

Awal Mula
First
Second
Third
Fifth
sixth
seventh
eighth
ninth
tenth
eleventh
twelfth
thirteenth
fourteenth
fifteenth
sixteenth
seventeenth
eighteenth
UP

Fourth

1.2K 200 3
By baehwinoona


Seperti kerasukan setan, Jinyoung mengendarai mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Tidak peduli dengan klakson yang berbunyi nyaring serta umpatan kasar yang di lontarkan oleh pengemudi lain ketika ia menyalip. Bahkan ia sempat menerobos lampu merah di perempatan yang baru saa ia lewati. Ini merupakan pengalaman terburuknya selama mengemudi.

Pikirannya berkecamuk membuat kepalanya serasa ingin meledak. Saat ini yang ia pikirkan hanyalah bagaimana caranya ia sampai di rumah tepat sebelum Ibunya itu datang. Ia tidak ingin membuat Ibunya berpikiran macam-macam jika melihat Daehwi tinggal di rumahnya.

Begitu sampai, langsung saja ia memarkir secara sembarangan mobilnya itu. Dengan segenap kekuatan ia berlari menuju rumahnya.

BRAK!

Terdengar suara bantingan dari pintu utama yang dilakukan oleh Bae Jinyoung. Tak peduli jika suatu saat pintu itu akan lepas dari engselnya. Dengan tergesa-gesa ia menuju ruang tamu. Keringat mengucur deras dari pelipisnya.

Dari arah dapur Daehwi muncul di ikuti dengan Bibi Song yang berjalan di belakangnya. Daehwi yang sedari tadi sedang membantu Bibi Song di dapur di buat kaget mendengar suara bantingan dari arah luar. Dan sekarang ia mendapati Jinyoung yang sedang berusaha menetralkan napasnya yang terengah-engah. Ada apa dengan lelaki itu?

“Kau kenapa?”

Jinyoung mendongakkan kepalanya. “Eomma... apa Eommaku sudah datang?” tanyanya dengan napas yang tersendat. Ia melangkahkan kakinya menuju kursi yang tak jauh dari dirinya berpijak saat ini. Berkali-kali ia menarik napas panjang untuk menetralkan detak jantungnya.

“Oh? Kenapa dengan Eommamu?”

“Eomma tadi mengatakan akan datang―”

“Jinyoung-ah... Tolong bantu Eomma―Oh! Apa sedang ada tamu?” suara seorang wanita paruh baya mengalihkan perhatian semua orang yang ada di sana. Beberapa pelayan tampak mengambil alih barang-barang yang dibawa wanita itu.

“Eomma..” panggil Jinyoung kepada perempuan paruh baya yang berdiri tak jauh dari hadapannya saat ini.

“Ehm.. Dia ini? Apa kau―”

“Ini kekasihku yang aku katakan tempo hari, Eomma” tiba-tiba Jinyoung memotong perkataan Ibunya.

Ia meraih tangan Daehwi dan menggenggamnya lembut.

Daehwi yang saat itu tidak mengetahui situasi saat ini hanya bisa membelalakan matanya. Apa perannya sebagai kekasih Jinyoung di mulai hari ini? Cepat sekali.

Sadar bahwa Jinyoung tengah memperkenalkannya, segera ia membungkukkan badan di depan Ibu Jinyoung. “Namaku Lee Daehwi.” Ucapnya sopan.

Ibu Jinyoung memandangi Daehwi dengan tatapan meneliti. Di liriknya Daehwi dari atas hingga kebawah. Yang ditatap pun semakin merasa gugup. Ia masih memandang Daehwi dengan tatapan yang meremehkan seakan tidak puas terhadap sesuatu.

Ibu Jinyoung mendudukan dirinya di kursi single. Di ikuti Jinyoung dan Daehwi yang duduk di seberang wanita tua itu. “Kau... Lelaki bukan? Bagaimana bisa kau menjalin hubungan dengan anak lelakiku satu-satunya?" tanya Ibu jinyoung sinis membuat Daehwi menunduk diam.

"Ak―"

"Eomma, jangan salahkan Daehwi. Aku yang memintanya untuk menjadi kekasih." Jinyoung menyela sebelum Daehwi merasa takut dan bersalah. "Dan ada satu hal yang ingin kuberitahu pada Eomma. Maafkan aku jika belum bisa menjadi anak yang baik untukmu. Tapi ku mohon tolong mengerti dan mendukung jalan pilihanku," ujar Jinyoung serius. Padahal dalam hati ia gelisah takut akan menyakiti Ibunya. Daehwi pun begitu.

"Bisa kau ceritakan latar belakangmu?” Tanya Ibu Jinyoung setelah beberapa menit lalu terdiam mencerna perkataan anaknya.

Daehwi melirikkan matanya pada Jinyoung. lelaki  itu hanya bisa mengangguk mengiyakan permintaan Ibunya.

“Saya… masih bersekolah dan sudah tahun terakhir sekarang."

“Sekolah dimana?”

“Di... SHS 101”

“Hm.. kau pintar juga rupanya.” Ibu Jinyoung menganggukkan kepalanya. “Latar belakangmu yang lain?”

“Aku… tinggal sendiri di Seoul. Kedua orang tuaku tinggal di Jepang karena tidak bisa meninggalkan pekerjaan mereka. Maka dari itu… aku tinggal dan menghidupi diriku sendiri.”

“Oh…” ucap Ibu Jinyoung.

Daehwi hanya bisa menganggukkan kepalanya seraya tersenyum kikuk. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Baginya, keadaan kali ini lebih menegangkan daripada persiapan ujian masuk universitas.

Wanita itu masih mempelajari lelaki mungil yang ada tepat di hadapannya. Sejujurnya dia tidak mengerti kenapa anak lelakinya harus menjatuhkan pilihan pada seorang lelaki yang bahkan berpenampilan ‘sedikit’ urakan, dan terkesan seperti anak jalanan yang kerap mangkal di ujung jalan perumahannya, dilihat dari cara berpakaiannya saat ini yang hanya mengenakan jeans yang sedang menjadi trend belakangan ini dengan sobekan dipaha dan hoodie kebesaran, serta rambut yang disisir asal-asalan. Sangat jauh dari kesan anak baik-baik.

“Kalian… bertemu dimana?”

Mendengar pertanyaan itu, Daehwi hanya bisa mendelikkan matanya pada Jinyoung. Sesekali ia menendang kaki lelaki tersebut.

“Rumah sakit, Eomma. Rumah sakit. Siang itu… ketika aku sedang kunjungan pasien, Daehwi sedang menjenguk temannya. Siapa itu namanya?”

'Teman?'

“Ah, Ahn Hyungseob .” Jawab Daehwi lirih.

“Iya! Aku lupa siapa nama temanmu itu. Iya dia. Aku yang menangani temannya. Disaat itu aku bertemu dengannya, Eomma. Dan disaat itu pula aku sadar bahwa aku menyukainya. Iya kan, Daehwi?”

“I-iya. Benar begitu.”

Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara napas bersahut-sahutan di ruang tamu yang luas itu. Tak ada satupun yang memulai pembicaraan lagi.

Ibu Jinyoung tiba-tiba berdiri dari duduknya. “Sudahlah, Eomma mau memasak. Kau...” tunjuknya pada Daehwi. “Apa kau bisa masak? Apa kau mau berdiam diri saja saat melihat Ibu dari kekasihmu memasak tanpa membantu?”

Daehwi yang di sindir seperti itu, akhirnya ikut berdiri lalu menganggukan kepalanya. Segera di ikutinya Ibu Jinyoung yang berjalan menuju dapur. Banyak bahan makanan yang tersusun di atas meja makan. Melihat itu segera Daehwi mengambil alih untuk mengeluarkan isinya dan mencuci bersih.

Dengan kikuknya, Daehwi mendekat ke arah ibu Jinyoung. Ia memberanikan diri untuk bertanya, “Anda akan memasak apa, Nyonya—"

“Eomeoni. Santai saja, Daehwi-ya.”

“Ye, Eommoni.” Rasa lega menyambut benak Daehwi. Meskipun masih dengan nada dan ekspresi angkuhnya, tapi paling tidak ibu Jinyoung memperbolehkan dirinya untuk lebih dekat.

“Daging semur. Jinyoung sangat menyukai makanan rumahan. Dia sangat menyukai makanan dengan menu daging.” Ujar Ibu Jinyoung lembut. Sepertinya Ibu Jinyoung sudah mulai melunak. Ia begitu lembut jika menyangkut anaknya Jinyoung. “Kau harus belajar memasak makanan ini. Agar bisa memasakkan Jinyoung setiap saat.”

Daehwi hanya bisa mengiyakan. Ia juga tak tahu pasti apakah ia akan memasakkan lelaki  itu setiap saat. Ia bukanlah istrinya. Sebagai kekasihnya saja hanya pura-pura. Jika mengingat ini Daehwi hanya bisa meringis.

.

Suasana ruang makan itu terasa ramai. Biasanya hanya hanya Jinyoung saja yang makan di meja makan itu. Namun sekarang satu per satu meramaikan meja itu. Mulai dari Daehwi lalu Ibunya dan bahkan sekarang Bibi Song juga ikut bergabung dalam makan malam itu.

“Apa kau sudah ada rencana untuk menikahi Daehwi?”

“Uhuk!” Air minum yang belum berhasil tertelan oleh Jinyoung tersembur begitu saja, sampai mengenai pinggiran meja. Reaksi Daehwi tak jauh berbeda. Ia tersedak, namun masih mampu mengontrol diri.

“Tuan, anda baik-baik saja?” Kali ini perhatian Bibi Song beralih pada Jinyoung.

“Oh, aku baik-baik saja, Bi.”

Dalam hati Jinyoung mengumpat pertanyaan Ibunya. Demi Tuhan! Tak bisakah Ibunya bertanya di saat yang tepat? Bisa-bisanya ia menanyakan perihal pernikahan di saat makan begini.

Melihat anaknya nya seperti itu membuat Ibu Jinyoung tak bisa menahan senyuman. Ia senang bisa menjahili anaknya itu.

.

Jam sudah menunjukan pukul 3 sore. Mereka berdua mengantar Ibu Jinyoung hingga ke depan pintu. Ibunya itu akhirnya memutuskan menyudahi pertemuan mereka setelah sedikit berbincang-bincang cukup lama.

Selepas kepergian Ibu Jinyoung dari rumah itu, mereka kembali masuk ke dalam. Daehwi memilih menuju dapur menbantu Bibi Song membereskan meja makan. Walau banyak pelayan di rumah itu, tak layak rasanya jika ia hanya berdiam diri, terlebih ia hanya menumpang disini. Sedang Jinyoung sendiri tengah mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu.

“Hei… Daehwi,” panggilan Jinyoung membuat langkah Daehwi yang ingin menaiki tangga menuju kamarnya terhenti. Dilihatnya Jinyoung berjalan kearah nya. “Maafkan perkataan Eommaku tadi. Tapi... terima kasih!” ujar Jinyoung seraya memeluk Daehwi erat.

“YA! Kau! Lepaskan!” teriak Daehwi yang hanya bisa meringkuk di dalam dekapan lelaki  itu.

“Kau masih marah?”

Daehwi terdiam sejenak, lalu ia paham maksud pertanyaan Jinyoung. “Sudahlah, lupakan saja. Anggap kejadian itu tidak pernah terjadi, oke?”

Bagaimana bisa aku melupakan itu sedangkan bayangan itu masih melayang-layang di dalam kepalaku, tapi ... ya sudahlah. Daripada aku terkena amukan seperti waktu itu lagi.

“BaeJinyoung-ssi?”

“Eh, iya.” Jinyoung mengangguk cepat. “Kita lupakan kejadian kemarin.”

"Baguslah."

“Oh, iya.. aku harus kembali ke rumah sakit. Gara-gara Eommaku, aku harus melewatkan kunjungan pasien hari ini. Bahkan ponselku tertinggal.” Gerutu Jinyoung. Jinyoung melirik Daehwi sekilas. “Aku akan segera pulang.” ucapnya.

Daehwi melirik penampilan Jinyoung. Menyadari sesuatu yang kurang beres, Daehwi menahan langkah kaki Jinyoung sebelum lelaki itu beranjak pergi.

“Ada apa?” tanya Jinyoung heran.

Daehwi tidak menjawab, namun tangannya bergerak ke arah kerah baju yang dikenakan Jinyoung. Dengan telaten ia membenarkan kancing yang berada di kerah baju Jinyoung.

“Sekarang sudah rapi. Pergilah," ucap Daehwi seraya tersenyum.

Jinyoung ikut tersenyum melihat ekspresi Daehwi. “Terima kasih. Aku pergi dulu,” lalu berjalan pergi keluar rumah itu.

Daehwi mengangguk. Namun setelah mobil yang dinaiki Jinyoung meninggalkan rumah, Daehwi tersadar dengan tingkahnya.

“Ya Tuhan. Kenapa aku jadi bertingkah seperti istrinya?” gumam Daehwi dengan wajah polos. Terlihat rona merah muda menghiasi pipinya. Se-barbarnya ia ―begitu kata Bae Jinyoung― tetap saja dia itu manusia yang mempunyai rasa malu. Jadi, hal seperti ini wajar ‘kan?

Tbc...

.
.
.
Aku ingin menyampaikan rasa terimakasih yang amat sangat. Walaupun cerita ini abal-abal, tapi masih ada yang mau baca bahkan meminta untuk dilanjutkan. Terimakasih yeorobun 🙇‍♀️🙇‍♀️
Saranghaeyooo~ ❤❤
Hari ini akan double apdet sebagai rasa terimakasihku pada kalian semua yeaayyヽ(´▽`)/
Tapi lagi-lagi aku meminta maaf jika banyak kekurangan dalam cerita .. Yang aku publish kali ini adalah hasil ke-gabutan-ku seminggu terakhir ini 😂😂

Continue Reading

You'll Also Like

163K 8K 28
Cerita ini menceritakan tentang seorang perempuan yang diselingkuhi. Perempuan ini merasa tidak ada Laki-Laki diDunia ini yang Tulus dan benar-benar...
243K 19.4K 94
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
56.2K 5.2K 31
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
61.1K 182 4
FEM HYUCK! KARYAKARSA ONLY! JOROK BANGET! MINOR DNI! MARKHYUCK AREA "Kisah aca dan selingkuhannya, sopir angkot langganan aca ke pasar, abang malik"