Dancing With The Devil ; Kang...

By cottondcandy

1.8K 241 25

Bukan suatu kebetulan Tuhan mempertemukan seorang gadis pemberontak dengan pria yang lugu dan polos. Namun di... More

Cast(s)
Prolog
1.
2
3.
4.
6.

5.

188 32 4
By cottondcandy

Siang itu, Jinri tidak keluar sama sekali dari kamarnya. Ini akibat kejadian tadi pagi. Dimana ia mengemis - ngemis pada orangtuanya untuk membatalkan perjodohan dan berakhir dengan penolakan.

Jinyoung tentu tidak tega mendengar saudara kembarnya itu menangis tanpa henti dari luar kamar tidurnya yang bersebelahan dengannya.

Tok tok tok!

"Jinri? Keluar dong."

Tetap tidak ada jawaban. Jinyoung sendiri bingung dengan sikap gadis itu. Setelah menerima telfon dari Chan, ia langsung menemui Ayah dan meminta dibatalkan perjodohannya. Namun Ibu datang dan langsung membentaknya habis - habisan.

Lagipula, kenapa harus Bae Jinri yang dijodohkan? Bukannya Bae Jinyoung?

Perlahan pintu kamar Jinri terbuka. Memperlihatkan sosok perempuan dengan rambut berantakan dan wajah yang sudah dibasahi air mata.

Sebagai saudara kembar yang baik, tentunya Jinyoung tidak pernah tega jika Jinri seperti itu terus menerus, walaupun ia kadang sering membuat gadis itu menangis karena hal sepele seperti merebutkan makanan atau sebagainya.

"Aku ga mau nikah sama siapa siapa hiks."

"Mau jadi perawan tua?"

Satu pukulan melayang ke lengan Jinyoung dengan tak tanggung - tanggung.

"Pokoknya bantuin aku. Perjodohan itu harus batal. Titik."

Laki - laki itu diam sejenak, disatu sisi ia sangat menyukai calon kakak iparnya yang baik dan ramah tapi disatu sisi ia tidak mau melihat saudari kembarnya menangis.

"Iya, tapi makan dulu ya?"

"Hooh."

***

Berulang kali sudah Chan menghubungi calon tunangannya yang tidak kunjung mengangkat satu panggilan pun.

Ia panik. Entah kenapa.

Belum lagi Minhyuk yang terus menerus mengejeknya karena sudah ditolak oleh tunangannya sendiri.

"Aku harus ke rumahnya", ucapnya pada diri sendiri.

Diambilnya jaket bomber hitam beserta helm sebagai pengaman kepalanya guna terjadi sebuah benturan dengan serangga liar di jalan.

Kendaraannya melaju dengan kecepatan rendah. Hal ini dilakukanny agar ia dapat berpikir, apa yang harus dilakukan begitu sampai di rumah Bae Jinri.

Tidak lupa juga ia menggunakan headset dengan setelan lagu favoritenya.

🎵Ed Sheeran - Happier

Begitu sampai di halaman depan rumah Jinri, ia otomatis melepaskan helm dan headset yang ia sematkan di telinganya tadi. Bahkan satpam yang sudah memanggilnya berulang kali ia tidak dengarkan karena kerasnya volume lagu yang ia putar.

Ia berjalan dengan langkah ragu menuju pintu utama. Tangannya sudah siap menekan tombol bel di atas pintu berwarna putih yang cukup pendek itu.

'Cklek'

Belum sempat ia menekan tombol tersebut, tiba - tiba pintu itu terbuka dan menampilkan wajah seorang laki - laki tampan yang nampak kaget dengan kehadiran Chan.

"Eh?"

"Halo, bro!" sapa Chan dengan antusias.

"Kebetulan, baru aja mau ke rumah lo."

"Lah ngapain?"

Chan nampak lebih kaget dari Jinyoung. Rupanya hari ini memang kesempatan baik untuk menanyakan perihal masalah apa yang sebenarnya terjadi.

"Masuk dulu deh."

Mendengar perintah dari calon adik iparnya, ia langsung mengiyakan dan bergegas masuk untuk segera duduk di ruang tamu.

Kemudian hening. Mereka berdua sama - sama bingung siapa yang harus berbicara lebih dulu. Hingga akhirnya Jinyoung angkat bicara.

"Gini kak, gue mau minta tolong."

"Apa?"

"Bisa gak kalo perjodohannya dibatalin aja?"

Chan terdiam. Ia tidak tau kalau calon adik iparnya sendiri yang berkata demikian, bukan Jinri. Namanya juga orang kembar.

"Gue kasian liat Jinri kaya gitu. Dia udah punya pacar, lo juga udah punya pacar. Masa tega?"

What?

"Gue.. punya pacar? Kata siapa?" tanya Chan dengan hati - hati.

"Jinri, dia ngeliat lo ciuman sama cewek."

Chan terdiam lagi. Berusaha mengingat apa yang sebenarnya sudah terjadi.

Dan akhirnya ia ingat. Pasti yang dimaksud oleh Jinri adalah Ahra. Tapi bagaimana Jinri bisa tau?

Jangan bilang...

"Iya, Jinri kerja di club."

"AP-

"Sssssst!"

Jinyoung membungkam mulut Chan sebelum ia menimbulkan kehebohan yang akan mengundang perhatian Ibunya yang masih tidur di atas.

"Jangan dikasi tau siapa - siapa. Dia kerja jadi dancer. Tapi dia gak pernah ngapa - ngapain kok. Gue sering nganter jemput." jelas Jinyoung demi menenangkan saraf - saraf yang bekerja pada tubuh Chan.

Berarti benar dugaan Chan. Ia memang melihat Jinri kemarin di panggung dan juga di toilet. Dan itu bukan halusinasi.

"Tapi dia bukan pacar gue."

"Makanya cari pacar, terus batalin deh perjodohannya." ucap Jinyoung dengan enteng.

Kalau begini, pasti orang tua mereka akan bertanya - tanya apa yang terjadi. Chan belum siap untuk menjelaskannya. Apalagi sebelumnya ia sangat antusias dengan perjodohan ini, mengapa tiba - tiba ia harus membatalkannya adalah hal terpenting.

Mencari pacar.

Ia itu hal yang mudah, tetapi ia bahkan belum bisa melupakan mantannya?

Dan dirinya sudah terbiasa melampiaskannya pada Jinri. Sikap gadis itu terhadap Chan terlalu mirip dengan Ahra saat mereka awal berpacaran saat SMA.

"Oke, nanti gue bujuk ortu."

Senyum sumringah keluar dari bibir Jinyoung. Sebentar lagi, ia bisa menjadi pahlawan bagi saudaranya sendiri. Jinri pasti akan bangga padanya dan akan menraktirnya makanan - makanan enak di cafe dekat sekolah.

"Gue pamit. Titip salam buat Jinri."

***

3 tahun kemudian.

Semuanya sudah berubah.

Jinri sudah berkuliah di jurusan Akuntansi sedangkan Jinyoung justru mendapatkan slot di Teknik Elektro. Mereka memang bertolak belakang soal minat. Dan sebentar lagi mereka harus mulai berhadapan dengan segala urusan skripsi.

Chanwoo?

Mereka sudah putus sejak satu tahun yang lalu karena laki - laki itu ketahuan berselingkuh. Ia memang seharusnya tidak membangga - banggakan Chanwoo secara berlebihan dahulu.

Jinri masih melanjutkan segala hobi yang ia lakukan termasuk menjadi dancer di sebuah club, memasak dan menjualnya di area kampus, dan pastinya belajar untuk mengejar target yang ia inginkan. Selama itu tidak timpang tindih satu sama lain, tidak masalah baginya.

Orang tua Jinri kini sudah sampai di Canada, karena urusan bisnis ayahnya dan ibunya harus menemani disana agar tidak terjadi hal - hal yang aneh. Kini ia bersama Jinyoung harus menetap di rumah salah satu pamannya yang kebetulan rumahnya sering kosong karena jarang pulang. Ia juga sudah bercerai dengan istrinya, jadi mau ada siapa lagi?

Chan?

Entahlah. Ia sudah lama sekali tidak bertemu dengan pria itu. Kontak line di ponselnya pun sudah tidak aktif lagi, sepertinya ia sudah membuat akun baru. Ia juga sudah tidak pernah berkunjung bahkan untuk bersilaturahmi sebentar saja. Tapi tak apa, toh ia juga tidak begitu mengharapkannya.

Tinggalah hari ini ia sendirian di rumah paman. Jinyoung yang sudah tumbuh semakin besar kini memilih untuk mengerjakan tugas - tugas bersama teman sekelasnya karena takut akan deadline yang mulai mencekik kehidupannya.

Ia harus keluar. Jinri tidak betah jika di dalam rumah sendirian dan tanpa makanan.

Dengan raga yang lemas akibat melakukan pekerjaan rutinnya di club kemarin malam, harus ia gerakkan di minggu pagi ini. Ia harus ke supermarket terdekat dan memborong makanan ringan agar perutnya tidak berisik.

Berjalan kaki merupakan rutinitas yang harus ia jalani belakangan hari ini. Bagaimana tidak, motornya sedang diperbaiki di bengkel dan mobilnya dipakai oleh saudara kembar tidak tau diri bernama Bae Jinyoung.

Ia jadi rindu orang tuanya.

Satu langkah. Dua langkah. Tiga langkah. Empat langkah. Dan puluhan langkah kemudian, ia sampai.

Begitu banyak makanan yang menggodanya untuk membeli. Ia seharusnya tidak membawa perut lapar kemari. Bisa - bisa ia kalap.

"68 ribu, mbak." kata kasir itu dengan begitu ramah dan senyum yang tidak pernah pudar hingga siang berganti menjadi sore.

Hmmm, ia benar - benar kalap rupanya.

Jinri merogoh kantong celananya.

Kosong.

Wajahnya mulai panik. Ia yakin sekali tadi sudah memasukkan uang itu ke kantong celana kebesaran miliknya.

Tidak, ini gawat.

Keringat dingin mulai mengucur dari dahinya. Bisa mati kutu jika ia lupa membawa uang. Apalagi antrean di belakangnya lumayan banyak. Ia tidak sanggup menahan malu dan HARUS BERJALAN KAKI UNTUK MENGAMBIL UANG KE RUMAH KEMUDIAN BERBALIK LAGI KEMARI. APALAGI ITU UANG SATU SATUNYA YANG IA PUNYA KARENA AYAH TIDAK KUNJUNG MENTRANSFERKAN UANG.

Tenang, Bae Jinri.

"Sebentar, mbak."

Ia kembalu memeriksa segala kantong yang ia punya. Tidak ada hasil.

Huft.

Sepertinya ia harus berolahraga pagi ini.

"Ini mbak."

Sebuah tangan terulur dari arah samping dan menyodorkan uang sebesar enam puluh delapan ribu kepada kasir di hadapan Jinri. Ia yakin, itu harga total belanjaannya. Lalu, siapa yang berbaik hati membayar semuanya?

Apakah ini karma baik dari perbuatannya di masa lalu?

Ia menoleh ke kiri.

Seorang pria, dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi tetapi sudah pasti lebih tinggi darinya. Aroma bunga akasia yang menyeruak membuatnya terkesan. Sangat sejuk.

Sebelum akhirnya tatapan mata mereka bertemu.

Kang Chan.

"Hai?" sapanya.

***

To be continued.

Continue Reading

You'll Also Like

426K 34.4K 65
"ketika perjalanan berlayar mencari perhentian yang tepat telah menemukan dermaga tempatnya berlabuh💫"
67.3K 14K 156
Jimin membutuhkan biaya untuk operasi transplantasi ginjal sang bunda namun dia bingung mencari uang kemana dalam waktu kurung 2 bulan. Sementara CEO...
71.8K 6.5K 40
° WELLCOME TO OUR NEW STORYBOOK! ° • Brothership • Friendship • Family Life • Warning! Sorry for typo & H...
1.4M 80.7K 31
Penasaran? Baca aja. No angst angst. Author nya gasuka nangis jadi gak bakal ada angst nya. BXB homo m-preg non baku Yaoi 🔞🔞 Homophobic? Nagajusey...