AMIRALTHAF [Completed]

Autorstwa Wardatul61

762K 39.4K 550

# 7 in teenfiction (11-01-2019) "Lo berdebar gak pas gue di dekat lo? Kalo iya, berarti lo suka sama gue." _ ... Więcej

PROLOG
SATU. Cium gue dulu!
DUA. Rindu
TIGA. Kesal
EMPAT. Cuek
LIMA. Mulai suka?
ENAM. Gue peluk lo ya?
TUJUH. Diam-diam.
DELAPAN. Don't Cry.
SEMBILAN. Kurang peka.
SEPULUH. First love.
SEBELAS. Mother.
DUABELAS. Cemburu.
TIGABELAS. Dinembak Althaf?
EMPATBELAS. Jawaban Amira
LIMABELAS. Penyemangat.
ENAMBELAS. Membuat Cemburu
TUJUHBELAS. Mawar.
DELAPANBELAS. Duka di Masa Lalu.
SEMBILANBELAS. Cemas
DUAPULUH. Maaf
DUAPULUH SATU. Manja
DUAPULUH DUA. Mine
DUAPULUH TIGA. Kemarahan Althaf
DUAPULUH EMPAT. Hukuman
DUAPULUH LIMA. Amira, Mine.
DUAPULUH ENAM. Ayo Kita Nikah
DUAPULUH DELAPAN. Tunangan?
DUAPULUH SEMBILAN. Maaf, Gue Akan Lupain Lo.
Spesial PART. Ketupat
TIGAPULUH. Make Me Love You.
TIGAPULUH SATU. Jauhin Althaf!
TIGAPULUH DUA. With You
TIGAPULUH TIGA. Pilihan.
TIGAPULUH EMPAT. Terdengar Menyakitkan.
TIGAPULUH LIMA. Berbeda.
TIGAPULUH ENAM. Berjuang.
TIGAPULUH TUJUH. Mencoba.
TIGAPULUH DELAPAN. Damn!
TIGAPULUH SEMBILAN. Syarat?
EMPATPULUH. Salahkah?
EMPAT PULUH SATU. Sejati.
EMPAT PULUH DUA. Stay away
EMPAT PULUH TIGA. Stay.
EMPAT PULUH EMPAT. Trust
EMPAT PULUH LIMA. Destiny
EMPAT PULUH ENAM. Regret
EPILOG
Extra Part 1
Extra Part 2
Extra Part 3
Extra Part 4 (a)
Extra Part 4 (b)
Setuju gak?
AMIRALTHAF Room Chat 1
AMIRALTHAF Room Chat 2
AMIRALTHAF Room Chat 3
Approccio

DUAPULUH TUJUH. Kesempatan?

10.9K 537 2
Autorstwa Wardatul61

Cowok itu menyunggingkan senyumnya.

Padahal kamarnya tidak ada siapa pun, kecuali makhluk gaib yang mungkin tak tertangkap oleh indra penglihatannya namun dapat melihatnya. Lalu dengan siapakah ia tersenyum? Apa ia gila?

Tidak, stop dulu dengan prasangka seperti itu. Dibalik setiap senyumnya itu ada ratusan alasan yang hanya ia dan Tuhan ketahui. Seperti pagi ini, Amira, gadis yang ia cintai itulah yang menjadi alasan mengapa ia tersenyum. Walaupun gadis itu tidak ada di sana tetapi ada di dalam hatinya.

Althaf mengambil tasnya lalu menyampirkan benda itu di bahunya sebelum terdengar ketukan pintu.

"Althaf."

Suara lembut yang menyapa pendengarannya itu membuat dahinya berkerut. Pasalnya itu bukan suara ibunya yang jarang di rumah. Bukan pula suara pembantu di sana. Tapi, suara itu tidak asing.

"Althaf lo di dalam, kan?"

Suara itu terdengar lagi diiringi ketukan yang berulang kali.

Suara Amira? Tidak, Althaf kenal betul suara cewek itu.

"Iya gue di dalam." Althaf menyahut sembari berjalan ke arah pintu untuk menuntaskan rasa penasaran yang menyergapnya.

Althaf membuka lebar pintu kamarnya. Nampaklah seorang cewek cantik dengan kacamata yang bertengger dengan indahnya di wajah sang empunya. Cewek berdarah Jepang-Indonesia itu mengulum senyum.

''Harumi Kezia?"

Cewek itu mengangguk dengan lamban.

"Baru setahun lebih kagak ketemu udah pada lupain gue aja elo. Apalagi bertahun-tahun," kesal Harumi pada sahabatnya itu.

"Gak kok."

Althaf dan Harumi memang sudah bersahabat sejak kecil. Namun kala kelas X SMA, Harumi pindah ke Jepang bersama kedua orang tuanya.

Meskipun orang tuanya Althaf jarang di rumah, tetapi mereka cukup kenal dengan Harumi dan keluarganya. Cewek itu pun dulunya sering main ke rumah Althaf.

"Ini serius lo, kan?" tanya Althaf sengaja, padahal ia tahu kalau itu beneran Harumi. Jika bukan Harumi, tidak mungkin itu hantu, kan?

"Ih, Althaf."

Harumi merentangkan tangannya hendak memeluk Althaf. Namun, Althaf langsung menjauh.

"Mau ngapain lo?" tanya Althaf memastikan.

"Mau peluk lo," jawab Harumi polos.

"Gak boleh, nanti dimarahi sama nenek gue." Althaf menyilangkan kedua tangannya di depan dada sebagai perlindungan agar cewek itu tidak memeluknya.

Tatapan malas terlempar dari Harumi pada Althaf. "Gak lucu."

"Sini, gue mau peluk lo. Gue kangen Althaf. Mumpung lagi liburan musim panas, makanya gue sempatin ke Indonesia. Gue kangen," lanjut Harumi.

"Gak boleh."

Akhirnya mereka saling kejar-kejaran hingga ke teras depan rumah.

"Stop."

Suara berat Althaf mampu menghentikan langkah Harumi yang terus mendesaknya untuk berpelukan.

"Gue mau pergi ke sekolah. Udah telat ini. Lo di rumah gue aja."

Harumi mengangguk, "Oke, pulangnya harus bawa duo cacing kepanasan itu ya?"

Duo cacing kepanasan adalah panggilan Harumi pada Alif dan Revan.

"Sip."

Althaf beranjak menuju mobilnya lalu melaju bersama kendaraan beroda empat itu.

Begitu sampai di sekolah, hampir saja pintu pagar ditutup oleh pak satpam. Keberuntungan masih memihak padanya sehingga ia masih diberi kesempatan untuk tidak terlambat.

"Masuk kelas kagak, ya?" gumam Althaf kala ia sudah keluar dari mobilnya.

Parkiran sudah sepi dari para siswa siswi. Sepertinya bel masuk sudah berbunyi.

Baiklah, Althaf memutuskan untuk bolos hari ini. Tidur di rooftop tidak buruk juga. Toh, itu sudah kebiasaannya.

"Ngantuk gue, kangen atap."

***

Bel istirahat berbunyi. Semua siswa siswi pada berseru senang. Tidak dengan Amira, cewek itu kelihatannya lesu. Apalagi sepanjang pelajaran, tidak sedikitpun ia semangat. Sepertinya kehadiran Althaf cukup berpengaruh dalam membuatnya semangat.

"Kemana sih tu orang? Pasti bolos lagi," gerutu Amira yang didengar oleh dua temannya. Karena yang satunya lagi sedang izin hari ini.

"Cariin Althaf?" tanya Naomi yang tahu betul jika temannya itu tengah memikirkan Althaf yang tidak mangikuti pelajaran dari pagi.

Amira mengangguk yang langsung dihadiahi tawa oleh Naomi dan Azalea.

"Ciee... Lagi kangen Althaf nih?" goda Azalea sembari mencolek pipi Amira yang mulai memanas itu.

''Ih apaan sih?" kesal Amira.

"Ciee... Lagi kangen nih, Althaf kagak muncul bikin adek gundah gulana," tambah Naomi yang membuat Amira geli sendiri.

"Ya udah, ayo ke kantin!" teriak Azalea antusias, mengundang Revan menyapanya.

"Aduh sayang, jangan teriak-teriak kayak gitu dong. Suamimu ini bisa tuli nanti," ucap Revan diiringi cengiran yang menjengkelkan di mata Amira dan Naomi.

Tidak dengan Azalea, semejengkelkan Revan di mata sahabatnya tetap saja cowok itu mampu meluluhkannya, membuatnya semakin mencintai Revan.

"Sayang jiijik ah, enyah sono!"

"Iyah, goodbyeh babyh." Revan mengedipkan matanya narsis.

"Lebay plus jijik," balas Azalea yang tentu saja tidak membuat Revan marah.

Azalea mengalihkan tatapannya pada Amira dan Naomi yang tengah menatapnya heran. "Kenapa? Ayo ke kantin."

Amira menggeleng karena niatnya ke kantin telah digantikan dengan niat untuk mencari Althaf yang barangkali ada di rooftop.

"Gue ada keperluan, kalian duluan aja," ujar Amira beralasan.

Karena jika mengatakan yang sejujurnya bahwa ia ingin mencari Althaf maka itu sangat tidak baik untuknya dalam mencegah godaan dari dua sahabatnya itu.

"Oke."

Azalea dan Naomi beranjak pergi dari hadapannya.

Di rooftop. Pria tampan itu tertidur di atas kursi panjang. Pada akhirnya panggilan dari Revan dan Alif yang memekakkan telinganya mampu membuat ia terbangun dari alam bawah sadarnya.

Althaf bangkit sembari mengucek matanya. "Kalian ganggu aja," keluhnya dengan suara khas orang bangun tidur.

Revan beringsut duduk di sebelah Althaf. "Lo kenapa gak masuk kelas? Hobi banget sih bolos?"

"Iya tuh, beginilah ciri-ciri orang yang gak akan lulus," tambah Alif.

"Gara-gara si Harumi gue telat."

"Harumi?" Alif dan Revan bertanya secara bersamaan lalu saling bertukar pandang memastikan apa yang mereka dengar tidaklah salah.

"Serius?"

"Lo gak bohong, kan?"

"Ngapain gue bohong. Dia ke rumah gue tadi pagi. Kalo mau pastiin gue gak bohong, pulang sekolah ke rumah gue aja," pungkas Althaf sebelum akhirnya suara panggilan namanya menyapa gendang telinganya.

"Althaf."

Althaf menoleh ke arah sumber suara. Lalu didapati sosok cewek yang langsung membuat senyumnya merekah.

"Bu Lurah datang dan seketika membuat hati pak RT berbunga-bunga," celetuk Revan asal.

Seperti dugaannya, ternyata Althaf benar-benar ada di rooftop. Bukan hanya sendiri, kedua teman cowok itu juga ada di sana. Tapi, ia tahu jika hanya Althaf yang bolos. Karena Alif dan Revan mengikuti pelajaran dari pagi.

Althaf dekat menghampirinya dengan senyum yang selalu terlukis kala tengah bahagia bersama cewek itu.  Kala sedih, senyum bisa saja terlukis di wajah siapapun namun arti di balik senyum itulah yang membedakan jenisnya.

Jujur, senyum Althaf selalu membuatnya gugup. Amira menundukkan kepalanya sedangkan tangannya tengah memainkan ujung baju atau seragamnya sebagai upaya menepis kegugupan.

Sepatu Althaf terlihat menghadap ke arah sepatunya. Hanya sejengkal pemisah jarak sepatunya dan sepatu milik Althaf. Ketika mendongak wajah mereka terpaut sangat dekat, lantas Amira berjalan mundur selangkah.

"Kenapa? Kangen?" tanya Althaf dengan wajah datar namun senyum bahagia sebisa mungkin ia tahan.

"Lo kenapa bolos sih? Bisa gak dikurangi bolosnya? Kalo gak naik kelas gimana?"

Althaf menggeleng. Matanya terhenti menatap manik mata Amira.

"Bilang aja kangen, jadi gak usah pakek alasan buat ngelaknya dengan iming-iming gak naik kelas. Gue pasti naik kelas kok," jelas Althaf membanggakan dirinya.

"Ayo." Lamunan Amira buyar saat tangan kokoh Althaf menariknya menuruni tangga.

Hingga sampailah mereka di taman sekolah. Althaf mendudukkan dirinya di salah satu kursi panjang yang ada di taman dan diikuti oleh Amira. Pohon di dekat kursi itu membantu tempat itu terasa teduh. Tempat yang tenang meskipun dilewati para siswa siswi.

Althaf terdiam sejenak. Menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengembusnya dengan perlahan. Tangannya terangkat menyibak rambut Amira.

"Amira, lo tau gak hobi gue sekarang?"

Amira menggeleng.

"Hobi gue sekarang adalah jagain lo," pungkas Althaf yang berefek tidak baik untuk Amira.

Karena alasannya menjadi pembangkit rona kemerahan di wajah Amira. Amira membuang mukanya untuk menghindari bertatapan langsung dengan cowok itu.

Althaf terkekeh, tangannya kini memasang earphone di ponselnya dan beralih ke telinganya. Dan yang satunya lagi terpasang di telinga Amira. Lalu keduanya larut dalam lagu di playlist Althaf.

Tiupan angin sepoi-sepoi menyapu kulit keduanya. Membuat mereka betah di sana meskipun jam istirahat akan berakhir. Meskipun perut belum terisi makanan tak menjadi masalah bagi keduanya.

Tak jauh dari mereka berdiri. Arga bak mata-mata yang selalu memerhatikan mereka tak sedikitpun mengalihkan pandangannya pada dua orang itu.

"Sebut saja itu kesempatan terakhir kalian berdua. Gak lama lagi, kesempatan bersama cewek itu akan beralih ke gue."

***

"Harumi?"

Cewek yang tengah menonton TV di atas sofa itu menoleh ke arah dua cowok yang sedang menatapnya tak percaya. Sepulang sekolah Alif dan Revan benar-benar ke rumah Althaf untuk memastikan jika sahabatnya itu tidak berbohong.

"Welcome untuk cacing kepanasan." Harumi terkekeh menatap ekspresi dua sahabatnya itu.

Alif dan Revan beringsut duduk di sampingnya. Tangan Revan terangkat untuk mencubit pipinya Harumi.

Cewek itu meringis, "Sakit Van!"

Mata Revan berubah menjadi berbinar. "Ternyata ini beneran lo." Revan menjauhkan tangannya dari wajah Harumi.

For your information, dulu Revan dan Alif sama-sama menyukai Harumi. Tapi, sekarang yang masih memiliki perasaan itu hanya Alif. Tepatnya perasaan yang tiba-tiba kembali, secepat itu. Lagipula Revan sudah benar-benar melupakan cewek yang pernah ia suka itu, terus sekarang ia sudah memiliki Azalea, cewek yang benar-benar ia cinta.

Alif mencintai Harumi, dan Harumi mencintai Althaf, sedangkan Althaf mencintai orang lain. Apakah itu cukup adil?

Hanya Tuhan yang tahu jika Harumi mencintai Althaf.

Cinta diam-diam memang tidak enak. Apalagi mencintai sahabat sendiri yang belum pasti membalas perasaannya.

"Percaya sekarang?" Althaf mendudukkan dirinya di sofa tunggal.

"Harumi makin cantik aja ya? Kangen wajah jeleknya dia." Revan terkekeh yang langsung dihadiahi tatapan horor dari Harumi.

"Gimana kabar lo cantik?" Revan mengedipkan matanya narsis. Jika saja ada Azalea di sana pasti sudah bonyok tuh cowok. Seenaknya goda cewek lain.

"Baik," jawab Harumi malas.

Alif hanya mengulum senyum. Fakta mengatakan bahwa ia bisa menjadi canggung jika berada di dekat cewek yang disukainya itu.

"Kalo haus ambil minum sendiri," Althaf bangkit dari duduknya.

"Mau ke mana?" Harumi bertanya pada Althaf yang terkesan cuek.

"Kamar," jawab Althaf singkat plus padat.

Harumi menghela napas berat. Jujur, ia sangat merindukan cowok itu dan alasan ia ke Indonesia bukan hanya untuk liburan tetapi untuk memangkas rasa rindu pada cowok itu.

Drrt... Drrt...

Ponsel Althaf yang tergeletak di atas meja menyala menampilkan wallpaper seorang cewek yang memejamkan matanya.

Amira

Nama itu tertera di sana pertanda sang empunya nama menelpon.

Tangan Harumi sudah terulur untuk mengambil ponselnya Althaf setelah menatap Revan sekilas. Namun tangan Althaf lebih cepat mengambilnya. Entah darimana cowok itu tiba-tiba datang layaknya baru saja teleportasi. Padahal cowok itu baru saja bergegas ke kamarnya.

Apa mungkin Althaf memendam bakat teleportasinya?

Tidak, terlalu ngawur.

"Amira pacarnya Althaf?" tanya Harumi ragu-ragu sembari menatap Revan bergantian dengan Althaf yang perlahan menghilang dari pandangannya.

"Hubungan mereka gaje. Tapi saling cinta setahu gue," jawab Revan.

"Oh." Kecewa terpancar jelas dari air muka Harumi yang mendadak berubah.

Harumi mencoba tersenyum ceria untuk menyembunyikan perasaan itu. Patah hati menyakitkan, lho. Sebisa mungkin ia mengalihkan itu dengan sesekali bercanda dengan Revan.

Dan Alif, ke manakah dia? Apa dia ditelan bumi? Kenapa ia mendadak hilang?

Tidak, ia tidak hilang kok. Tubuhnya masih berada di samping Harumi yang posisinya di tengah Revan dan ia. Hanya saja ia sedang menjadi nyamuk saat ini.

Aneh bukan? Ia mendadak diam seperti patung kala berada di dekat Harumi. Wah, kegugupan telah mengambil alihnya saat ini.

Berbeda dengan mereka, Althaf lebih memprioritaskan Amira. Tubuh atletisnya itu terbaring di atas kasur empuknya. Ponselnya tertempel di telinga.

"Thaf?"

"Hm," balas Althaf singkat.

"Kok hm, doang sih?" Terdengar helaan nafas dari seberang sana. "Kenapa mendadak cuek sih lo?"

"Kenapa lo nelpon gue?"

"Gue kangen sama lo. Puas?!" teriak Amira lagi lalu memutuskan sambungan sepihak.

"Cih, ngambek nih."

Akhirnya Althaf menyadari jika bersikap cuek pada Amira membuatnya menyesal sendiri.

Tak lama, bunyi notifikasi salah satu ruang obrolannya dengan Amira membuat jarinya bergerak untuk langsung membukanya.

Amira : kagak usah chat gue malam ini lo!!!!

Apakah Amira sedang PMS?

***

TBC

Maaf atas kekurangannya.

.Warda.

Czytaj Dalej

To Też Polubisz

1.8M 242K 49
Erlan Anggara, ketua osis di SMA nya sendiri, SMA Cakrawala. Dingin, bermulut pedas, itu yang mereka kenal dari Erlan. Satu lagi, tampan. Semua wanit...
1.9M 90.6K 40
Tinggal satu atap dengan anak tunggal dari majikan kedua orang tuanya membuat Alana seperti terbunuh setiap hari karena mulut pedas serta kelakuan ba...
11.4K 1.2K 52
#LavenderWriters Project Season 3 ;Ketua: @clarisme28 ;Asisten: @Faniii_332 Bagaimana respon kalian ketika seorang pakboi mendapat tantangan untuk na...
1.5M 132K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...