Watched Over You ✔

By Faicentt

101K 11.1K 2.7K

Sering Park Jimin menyesalkan satu kalimat yang terlontar dari bibir Kim Taehyung kala mereka masih berumur t... More

Introduction
Better than him
How to manage this feeling
Spoiled brat
Call out to you
Caught in a lie
Because it's too much love
It takes courage to grow up
Let it all out
Self restraint
Bitterness
Love maze
Keep a cool head
Taste of your kiss
Loved one's voice
Ah, (Kim Taehyung vers.)
Ah, (Park Jimin vers.)
Feel your touch
Love rival
Another crack
Choices
He's broken before
Bunch of fools
Bruised heart
Heal speaking word like, Sorry
The empty space you left
A good person like you, who loved me first
Watched over you (END)

Parent's talk

3.3K 417 75
By Faicentt

Pukul lima sore,

Kim Taehyung baru saja menginjakkan kaki di ruang tamu, saat ia menyadari lampu di dalam rumahnya sudah lebih dulu menyala terang.

Appa sudah pulang?

"Appa?" panggilnya ragu. Ia berjalan menuju dapur, mengikuti suara kasak-kusuk yang berasal dari ruangan tersebut.

Tapi kan Appa hampir tidak pernah menyentuh perkakas dapur sebelumnya? Taehyung harap-harap cemas.

Maksudnya, cemas kalau ternyata Namjoon memang sedang bereksperimen di sana. Itu artinya ia harus menyiapkan obat untuk perutnya nanti.

Tapi sepertinya ia tidak perlu khawatir. Karena semakin dekat langkah Taehyung dengan dapur, harum bumbu japchae semakin kentaraーsetidaknya bukan bau gosong.

Ah, kini Taehyung tahu siapa yang tengah berada di sana.

"Taehyung-ie! Kau sudah pulang rupanya," Seokjin menyapa, tetap tampan walaupun kemeja putihnya kusut, dan celemek merah muda kesukaannya tersampir lusuh pada pundak.

Senyum Taehyung langsung merekah.

"Seokjin-hyung!" Ia menghambur dalam pelukan pria itu, lalu melirik tudung saji. "Sepertinya waktunya pas yah," Taehyung mengendus-endus aroma makanan favoritnya.

Seokjin tertawa. "Pas sekali, sana ganti bajumu. Kau pasti belum makan siang kan?"

"Sudah tadi hyung, sekalian menemani Jimin makan. Habis kalau tidak ditemani, dia pasti susah sekali disuruh makan saat sakit begini," Taehyung mencomot sepotong kimbab, yang langsung dipelototi oleh Seokjin.

"Cuci tanganmu dulu, baru makan, Taehyung-ie," omelnya.

Taehyung hanya nyengir kuda.

"Ah, omong-omong kudengar dari Namjoon-ie, kau semalaman bersama Jimin?" Seokjin menarik kursi, lalu duduk. "Bagaimana keadaannya sekarang?"

"Sudah jauh lebih baik, hyung," Taehyung ikut-ikutan duduk. "Tadi pagi aku dan Hoseok-hyung mengantarnya ke rumah sakit, lalu siangnya kami makan di luar sekalian, dan langsung kembali ke apartemen. Belum lama ini Jimin baru bisa tertidur, jadi aku pikir untuk pulang saja, biar dia beristirahat."

"Hm, syukurlah kalau begitu," Seokjin mengangguk-angguk. Dipandangnya pipi Taehyung yang mengembung akibat kimbab, dan ia terkekeh. "Pelan-pelan saja makannya, masih banyak kok."

"Habis kimbab buatan hyung enak sekali," sahut Taehyung ditengah kunyahan.

"Terus bagaimana dengan Jeon Jeongguk?" Seokjin bertanya.

Taehyung nyaris tersedak karenanya. "Jeongguk?"

"Iya, Jeon Jeonggukー," ini suara Namjoon, yang tiba-tiba muncul dibelakang Taehyung. "ーbocah tampan yang kau tinggal ditengah-tengah kencan kalian."

Gelagapan, Taehyung buru-buru mengambil air dalam gelas dan menenggaknya.

"Appa!" protesnya kemudian. "Bisa tidak sih kalau tidak mengagetkan seperti itu?"

Namjoon mencubit pipi anak semata wayangnya dengan gemas, lalu berkata,"Anak nakal. Kau berhutang satu penjelasan pada Appa, Taehyung-ie."

"Penjelasan?" Dahi Taehyung berkerut. "Maksudnya penjelasan apa?"

"Penjelasan tentang kau meninggalkan Jeongguk semalam," Namjoon menyeret kursi, ikut duduk bersama. "Kau tahu? Saat aku bertemu dengannya tadi pagi, auranya begitu suram."

"Um, Appa sudah memberikan pesananku untuk Jeongguk?" tanyanya lirih.

"Sudah," jawab Namjoon ringan. "Appa juga yang mengantarnya ke terminal bus tadi pagi. Karena ku lihat, dia seperti lesu sekali."

Wajah Taehyung langsung terlihat kecut. Sedikit sedih rasanya. "Kan aku sudah bilang pada Appa lewat pesan teks, Jimin sakit dan aku khawatir sekali padanya. Appa tahu sendiri kan, Jimin itu jarang sekali sakit. Aku takut dia kenapa-kenapa."

"Itu tidak berarti lantas kau meninggalkan Jeon Jeongguk, kan? Bisa saja kau temani dia makan dulu, sebelum pergi ke rumah Park Jimin. Kau tidak tahu bukan, setelah itu dia makan atau tidak? Atau jangan-jangan ia sengaja tidak mengisi perut dulu agar bisa makan malam denganmu, tapi berhubung kau pergi, ia memutuskan untuk tidak makan."

Taehyung membisu. Jemarinya dimainkan dengan gelisah. Sang ayah benar, ia tidak memikirkan sampai sejauh itu.

"Joon-ie, sudahlah, jangan memojokkan Tae seperti itu," Seokjin menengahi. "Mungkin memang Tae sedang panik, jadi tidak terpikirkan. Lagipula ia punya alasan untuk pergi, bukan hanya sekedar membatalkannya tanpa alasan."

"Ini yang kubilang, kau terlalu memanjakannya Jin," Namjoon membalas dengan suara yang terkontrol. "Jangan membelanya, biarkan dia merenungkan apa yang sudah diperbuat pada orang lain."

Seokjin menghela napas. "Aku hanya mencoba memandang dari kedua sisi, Joon-ie," jawabnya lembut.

Duh, jangan sampai terjadi perang ketiga, Taehyung menggigit bibir. Ia sangat mengenal dua pria dewasa tersebut. Bahkan disaat marah, keduanya masih bisa mengukir senyum di wajah.

"Hyung, Appa..."

"Ya, Taehyung-ie?"

"Jangan bertengkar ya? Aku takut," tutur Taehyung jujur. Matanya tampak memelas.

Seokjin dan Namjoon saling pandang sesaat, lalu keduanya tergelak.

"Tae sayang, tidak ada yang bertengkar kok," Seokjin berdiri, lalu mendekati Taehyung dan mengusap kepalanya.

"Appa hanya memberitahumu, bukannya bertengkar," Namjoon juga menyahut, masih terlihat geli.

"Ya tetap saja ngeri melihat kalian berdua saling melempar senyum seperti tadi."

"Itulah kalau Park Jimin juga ikut-ikutan memanjakanmu berlebihan, kau jadi over sensitif begini," kata Namjoon, sembari mengambil potongan apel yang tersedia di meja.

Taehyung melotot. "Lho, kok jadi Jimin yang kena?"

"Tapi benar kan? Baik Jin dan Jimin, keduanya memanjakanmu seperti itu," Namjoon mendesah,"ーhaah, Appa rindu anak kecil Appa yang pemberani," ia tersenyum tipis.

"Joon-ie, jangan mulai deh,"

"Mulai apa sih, sayang?" Namjoon terkekeh, membuat lesung pipinya terlihat jelas. "Itu fakta kok."

Seokjin berdecak. "Kau butuh kaca? Tolong lihat lagi, siapa yang selalu ingin tahu Taehyung pergi kemana, dengan siapa, memberitahunya setiap saat jangan pulang larut malam, bahkan di usianya yang sudah seperempat abad seperti ini?"

"Aku?"

"Siapa lagi?"

"Bukannya kau juga?"

"Tidak separah kau, Namjoon-ssi yang terhormat."

"Hoo, begitu,"

Dagu Seokjin disentil dengan penuh cinta, pelakunya buru-buru melangkah masuk ke ruang tengah.

Taehyung memutar mata dengan malas. Ia langsung menarik napas dalam-dalam, dan menghitung pelan,

Satu, dua, tiー

"Yah! Kim Namjoon!" Seokjin berteriak. "Kemari kau! Dasar pacar kurang ajar!"

.
.
.

Taehyung duduk manis di atas kasur, bersandar pada bantal empuk sewarna kopi. Sesekali ia tampak merenggangkan badan, lalu menarik guling untuk dipeluk erat.

Pemuda itu melirik jamーsudah pukul sebelas malam, dan Jimin belum menghubungi sama sekali. Taehyung jadi kepikiran. Tadinya ia berencana hendak kembali kesana satu jam lalu, tapi ternyata sang ayah yang sudah bisa menerka, menunggunya di ruang tamu, dan memberikan pidato singkatnya saat Taehyung berjingkat-jingkat,

"Ini sudah malam, Kim Taehyung. Kau pergi jam segini, nanti pulang mau jam berapa? Menginap lagi di rumah Jimin? Tidak, Appa tidak mengijinkan. Istirahatlah di rumah, Appa yakin semalam kau kurang tidur. Biarkan Jimin juga beristirahat tanpa kau ganggu, dia juga butuh tenang tanpa memikirkanmu. Besok pagi baru kau boleh mendatanginya."

Astagatuhan, dia bukan anak kecil lagi padahal.

Taehyung mengacak-acak  rambutnya kesal.

Pertama, kesal karena Appa yang protektif tapi berlagak tidak protektif. Kedua, kesal karena perasaan bersalahnya pada Jeongguk yang terus muncul. Ketiga, kesal karena, entah kenapa, ia ingin sekali melihat wajah seorang Park Jimin.

Eh?

Taehyung membeku.

Tunggu, sejak kapan ia terus-menerus memikirkan Jimin seperti ini? Lalu bagaimana yang sebelum-sebelumnya? Apa dia selalu khawatir seperti ini saat Jimin sedang sakit?

Taehyung menggeleng keras. Tidak, tidak ada perasaan aneh-aneh, ini positif, pasti karena Jimin sedang sakit. Lagipula, ia juga lupa kapan terakhir kali Jimin sakit, jadi ia tidak ingat bagaimana perasaannya kala itu.

Taehyung menggigit jari, pandangannya mengarah pada televisi yang sedari tadi terabaikan.

Pikirkan hal yang lain Tae, ayo pikirkanー

ーdan Taehyung nyaris meloncat saat ringtone War of Hormone mengalun dari ponselnya.

"Jimin!" seru Taehyung.

"Ah, Taehyungie-hyung?"

Hyung?

Mata Taehyung membulat. Ia menjauhkan ponsel dari telinga, membaca tulisan yang tertera pada layar.

Jeon Jeongguk

Udara dingin seketika merambati leher, tangan Taehyung basah berkeringat saat kembali mendekatkan ponsel pada telinga.

"Jeonggukie..."

Di seberang sana, Jeongguk masih terdiam, membuat Taehyung salah tingkah.

"Err, Jeongguk? Kau masih disitu kan?" tanyanya memastikan.

"Iya, hyung, aku disini."

Taehyung bernapas lega. Setidaknya nada itu terdengar normal seperti biasa.

"Sudah sampai Daecheon? Bagaimana kondisimu?"

"Aku tiba sekitar jam satu siang tadi, dan aku baik-baik saja hyung," jawab Jeongguk. "Hyung sendiri, bagaimana kondisimu? Ah, Jimin-hyung juga, apakah dia sudah membaik?"

Duh, ingin sekali Taehyung menangis. Anak itu, sudah ditinggal pergi, namun masih saja lembut dan perhatian. Entah kenapa Taehyung merasa sifat Jeongguk itu mirip dengan seseorangーtapi siapa?

"Aku baik, dan kondisi Jimin juga jauh lebih baik sekarang," Taehyung memainkan bantalnya.

"Syukurlah hyung, aku ikut senang mendengarnya."

Taehyung tersenyum hambar. "Um, Jeonggukie?"

"Ya?"

"Akuーaku minta maaf sekali lagi, soal kemarin malam. Entah kenapa aku jadi egois seperti itu, aku benar-benar minta maaf..."

Taehyung dapat mendengar Jeongguk tertawa kecil. "Astaga hyung, mau sampai berapa kali kau minta maaf? Tidak dipesan teks, tidak ditelepon. Kau tidak salah apa-apa, kenapa harus minta maaf?"

"Aku merasa bersalah padamu, Jeonggukie. Tidak seharusnya aku meninggalkanmu begitu saja," suara Taehyung semakin lirih.

"Hyung?"

"Ah. Omong-omong soal tadi malam, kau tetap makan malam kan setelah itu?"

Jeongguk terdiam sejenak.

"Duh, jangan bilang kau tidakー"

"Aku makan kok, hyung," potong Jeongguk. "Tenang saja, aku bukan anak kecil, kalau lapar tidak perlu pikir panjang, aku pasti akan langsung makan."

"Betulan?"

"Sungguh."

"Syukurlah. Aku akan semakin merasa berdosa kalau kau sampai tidak makan karena aku."

"...."

"Oh ya, kenapa kau belum tidur? Ini sudah malam, kau pasti lelah sehabis perjalanan jauh,"

"Mm, aku belum mengantuk."

"Mau kunyanyikan lagu tidur?" Taehyung menggoda.

"Boleh, sampai aku beneran tidur tapi ya," Jeongguk tertawa renyah.

Sial, Taehyung merona. Maksud hati menggoda, malah ia yang digoda.

"Tidak, tidak jadi. Aku hanya bercanda tadi. Lagipula aku tidak bisa menyanyi, kau tahu sendiri kan?"

"Ah, siapa bilang? Menurutku suara hyung itu khas dan seksi."

Ampuni hamba ya ampun, siapapun tolong akuuuuuーTaehyung membenamkan wajah di bawah bantal.

"Taehyungie-hyung?"

"...."

"Halo?"

"Err, halo?"

"Kupikir hyung tertidur. Aku mengganggu istirahatmu ya?"

Duh Jeonggukie, peka sedikit bisa tidak sih? Taehyung meraung dalam hati.

"Tidak, tidak. Sama sekali tidak mengganggu. Aku justru senang bisa mengobrol seperti ini denganmu. Lega rasanya."

"Benarkah begitu?"

"Benar sekali," helaian legam Taehyung berayun saat ia mengangguk-angguk. "Habisnya tadiー"

"Tadi kenapa?"

ーtadi appa bilang auramu suram, dan itu membuatku takut.

"Ah, tidak apa-apa. Tadi aku sempat berpikir kau akan marah padaku."

Jeongguk berdecak. "Justru kalau kau masih membahas yang kemarin terus, aku bisa benar-benar marah padamu, hyung."

"Iya, maaf."

"Hm."

"Jeonggukie?"

"Ya?"

"Apa itu berarti aku masih punya kesempatan untuk jalan-jalan denganmu lagi?"

Sudut bibir Jeongguk tertarik keatas. "Pertanyaanmu konyol sekali. Tentu saja iya, hyung. Itu juga yang ingin kubicarakan denganmu malam ini."

"Bicarakan denganku? Tentang apa?"

"Tentang kita."

Deg. Ritme jantung Taehyung tiba-tiba terasa lambat.

"K-kita?"

"Iya, kita. Jadi mulai minggu depan, setiap seminggu sekali, aku akan pulang ke Seoul."

"Lho? Tunggu, tunggu. Pulang ke Seoul setiap minggu?" Taehyung masih gagal paham.

"Iya, hyung. Apa kau keberatan?"

"Bukan begitu, maksudku, tentu saja itu hakmu. Tapi untuk apa kau pulang setiap minggu? Itu pasti capek sekali, dan buang-buang uang juga."

Jeongguk tergelak. "Tidak akan capek, hyung. Karena disana ada obatnya."

"Obat? Obat apa? Yah! Jeon Jeongguk! Jangan bikin aku bingung begini, tolong. Kau sakit? Cerita saja padaku kalau itu memang bukan rahasia."

"Tidak. Hm, tapi bisa juga iya sih."

"Jeonggukieeeee..." Taehyung semakin kesal ketika mendengar tawa lepas pemuda itu. "Terus obat apa maksudmu?"

"Obat ini tidak bisa diminum, hyung. Mau tahu nama obatnya? Mungkin kau bisa mencarikannya dulu untukku, jadi ketika aku kesana, bisa langsung kuambil obatnya padamu."

Taehyung mengerang emosi. Tapi mau tidak mau ia penasaran juga. "Biar kucarikan. Apa nama obatnya?"

"Nama obat yang sangat kubutuhkan itu,

"Iya, apa?"

ーKim Taehyung."

.
.
.

Di tempat lain, seseorang tengah berusaha untuk menghubungi Taehyung berkali-kali, namun sayang, yang justru sabar menjawab panggilannya adalah suara mesin operator telepon.

Jimin menghela napas panjang dan terlihat gusar. Ponsel berwarna hitam ia lempar begitu saja di tempat tidur, dan pemiliknya juga turut serta menjatuhkan tubuhnya.

Taehyung-ie, kenapa nomormu sibuk terus sih?

.
.
.
bersambung

(Bonus update media sosial milik Kim Seokjin. Captionnya : Begini nih kira-kira ekspresi Namjoonie, waktu Jimin mau ngelamar anaknya :') )

Continue Reading

You'll Also Like

28.9K 2.3K 11
Bagaimana jadinya jika Jeon Jungkook yang akan menikah dengan Kim Taehyung, ternyata kabur di saat hari pernikahan? Kim Seokjin, kakak kandung Kim Ta...
21.8K 2.9K 37
[ON-HOLD] "kau belum di sebut lelaki jika tidak memiliki pacar yang lebih tua darimu." "itu keren. kau perlu menambahkan dua tahun." "dan kenapa lu b...
100K 11.9K 22
Kim Taehyung itu butuh sekretaris yang cantik, pintar, tanggap, penurut, dan nilai plusnya memiliki bodi yang aduhai. Bukan Min Yoongi yang lambat...
22K 2.9K 4
"Ngomong-ngomong bukumu terbalik."