Pelangi Tengah Malam

By naiqueen

428K 59.6K 6.8K

Annamaraluna Tejakusuma tidak pernah ingin menjadi penerus Tejan Investama, namun perusahaan rokok keluarga y... More

1. Menjelang Ajal
2. Mimpi buruk
4. Saran
5. Sumber kebencian
6. Masa yang terlewati
7. Yang lebih baik
8. Serangan
9. Si Cantik
10. Presumption
11. Between Camouflage and Allegation
12. Miliknya
13. Confession
14. Hati ke hati
15. Bangga
16. Menyambut badai
17. Ice Cream Monsters
18. Wanita Ular
Duuuuuh!!!
19. Gosip
20. Ingin menyerah
21. Rahasia
22. Sesederhana itu
23. The Deal
24. Kegemparan (1)
25. Kegemparan (2)
26. Confrontation
27. Past and Future

3. Pertemuan kembali

18.8K 2.6K 59
By naiqueen

Meskipun masih dalam masa berkabung, kembalinya Luna dalam dunia bisnis membuatnya terpaksa harus kembali bersosialisasi dengan sesama kalangan atas.

Dan undangan pertama yang diperolehnya justru untuk merayakan lancarnya proses suksesi kepemimpinan di Tejan Investama yang diadakan oleh High Society Club tempat di mana keluarganya sudah menjadi anggota kehormatan sejak tempat itu pertama di dirikan pada tahun 60-an.

Luna menyibak kerumunan pesta malam itu dengan wajah muram. Tangannya menggenggam tangkai masquerade putih berhias bulu keemasan yang serasi dengan cocktail dress yang dia kenakan. Sambil merapatkan benda itu di wajah, Luna menuruni beberapa anak tangga yang mengarah ke balkoni di belakang ruang dansa utama tempat pesta topeng diadakan.

Tidak seperti kebanyakan generasi pewaris konglomerasi lain, Luna tidak pernah tertarik pada jenis pesta-pesta glamor kalangan atas. Selain pesta debut pertamanya, dia tidak pernah merasa memiliki kewajiban untuk hadir di pesta-pesta itu.

Sekarang, setelah usianya menginjak kepala tiga, keengganannya membaur terasa semakin menjadi-jadi.

Sambil menghela nafas lega begitu tiba di tepi balkoni, Luna menumpu sebelah tangan di langkan sebelum melepaskan stiletto warna emas yang telah menyiksa kakinya sejak dua jam lalu.

Jari-jari kakinya yang tertekuk terasa nyeri saat diluruskan, rasanya sangat tidak nyaman. Menyiksa. Sama seperti ketika dia harus berdiri di samping pasangan yang dingin, berwajah masam, dan terlihat sama enggan sepertinya berada di aula yang penuh sesak oleh kalangan atas Indonesia.

Sebagai salah satu teman dekat, Luna tahu sudah sejak dulu Rhapsody Raja Rembaka termasuk dalam golongan pria angkuh, kaku, dan penuh perhitungan, tapi perceraian pria itu dengan istrinya beberapa bulan lalu telah membuat Raja bermetamorfosis dari lelaki dingin menjadi gunung es yang tidak tertakhlukan.

Tidak butuh ilmu khusus untuk tahu jika Raja masih sangat terpukul oleh perceraiannya dengan artis cantik Serenade Arinda. Dan meski Raja dan Luna sadar, demi kebaikan bersama, sebaiknya mereka menikah ... Keduanya tidak benar-benar serius menjalani fase penjajakan prapernikahan yang disarankan oleh keluarga kedua belah pihak.

"Kupikir Cinderella tidak pernah dengan sengaja berencana meninggalkan sepatunya agar di temukan!"

Luna membalikkan tubuh dengan cepat, terkejut karena rasa familiar mendengar suara rendah disertai nada geli sekaligus ejekan itu.

Pria pemilik suara berdiri membelakangi cahaya dari ruang di balik pintu hingga Luna tidak bisa mengenali wajahnya. Tapi siluet yang terbentuk terlihat indah meski tersembunyi dalam kegelapan.

Ketika pria itu mendekat, sorot lampu dari taman menjadi pencahayaan dramatis yang mengiringi kemunculannya.

Yang pertama Luna lihat adalah sepatu hitam mengkilat dengan detail serupa seperti deretan sepatu di lemari Ayahnya. Tatapan Luna kemudian beralih pada setelan tiga potong dengan jas berhias emboss old english rose. Emas pada warna dasar, dan hitam pada cetakan motif, dengan masquerade hitam emas yang menutupi wajah sekalipun, Luna tahu jika dia berhadapan dengan salah satu pria paling dandy di klub.

Luna bukan jenis wanita yang nyaman berbasa-basi, tapi dia tersenyum tipis pada si pria misterius sebelum menjawab pertanyaan tanpa menyembunyikan keengganannya untuk mengobrol, "Di dunia nyata, pria yang peduli pada sepatu wanita ... jika bukan gay, biasanya punya fantasi seksual terselubung dalam pikirannya."

Gelak samar pria itu menggetarkan udara disekitar balkoni, perlahan dia mendorong masquerade-nya ke atas, melewati hidung dan dahinya yang sempurna, bertengger mantap pada rambutnya yang dipotong pendek.

"Masih sama seperti dulu rupanya, sang puteri masih pintar berkata-kata"

Sentuhan lembut dalam suara berpadu dengan tatapan hangat dari mata berhias iris gelap itu membekukan Luna, menghentikan putaran waktu, dan menyeretnya kembali ke masa lalu. Masa-masa di mana pemilik semua keindahan itu pernah menjadi bagian kisahnya.

"El!" Nama itu seakan tak pernah terlupakan, keluar begitu saja dari tenggorokan dan bibirnya bahkan tanpa perlu bersusah payah harus membongkar seluruh memori dari masa empat belas tahun silam. "Ciel Alferro."

"Ya Tuan Puteri, ini aku." Senyum itu masih sama mempesona seperti yang diingat Luna, masih menghias wajah tampan milik jelmaan dewa, dan-sepertinya-masih memiliki daya pikat lembut dengan intensitas kuat terhadap siapa saja yang melihat. Dan sekarang, satu-satunya, mahluk tidak beruntung itu adalah dirinya, keluh Luna dalam hati.

Gadis itu melayangkan senyum hambar untuk El, "Menyenangkan sekali melihatmu lagi El, tapi aku,"

"Jangan katakan apapun sebelum kau berdansa denganku," tegas El.

"Maaf El, aku tidak datang ke sini untuk itu."

El tersenyum tipis, "Aku bisa menebak sebab kemunculanmu, tapi aku rasa dansa satu putaran tidak akan membuatmu kehilangan banyak waktu."

"Tapi aku ... sudah mau pulang." Protes Luna terdengar begitu lemah, dan belum lagi selesai berbicara tahu-tahu saja tubuhnya sudah di balik oleh lelaki itu hingga mereka berdiri saling berhadapan.

Tubuh atletis El nyaris menghimpit Luna, menggetarkan sekeliling dan menghampiri Luna dalam bentuk gelenyar aneh yang membuat kulitnya meremang.

Gadis itu menahan nafas ketika merasakan tangan lebar El menyentuh bagian bawah tulang punggungnya di dekat pinggang, sementara tangan yang lain mengangkat dan menggenggam jari jemari Luna, menautkannya dengan tepat seakan mereka memang ditakdirkan untuk saling melekat satu sama lain.

Sentuhan El menebarkan kehangatan yang meresap cepat ke setiap inci bagian tubuh, dan di luar kemauan sendiri Luna merasa jauh lebih rileks sekarang.

Ketika El mulai mengayun tubuh mereka dengan perlahan, Luna mengangkat wajahnya untuk memandang pria itu, "Di sini? Kurasa ini sama sekali bukan tempat yang layak untuk berdansa!"

El menyeringai lebar, matanya yang hangat tak henti menatap pada gadis itu dengan intensitas yang meresahkan, "Aku ingin membawamu ke aula tapi itu hanya akan menyiksamu. Lagipula, tanpa penonton, tanpa saksi mata, ini tempat yang tepat untuk berdansa tanpa alas kaki."

Tawa Luna memiliki keanggunan serupa nada yang dihasilkan petikan harpa. Indah, dan jernih, Jenis suara yang memiliki kekuatan untuk memurnikan dosa, dan El selalu merasa damai jika mendengarnya.

"Ini jelas sangat tidak layak untuk di sebut berdansa."

"Memang tidak."

Luna mengernyit, "Lalu kenapa tetap kau lakukan?"

"Karena akan sangat kurang ajar, jika aku katakan semua ini hanya alasan untuk memelukmu."

Sukar untuk tidak tercengang dengan keterusterangan El, tapi Luna menahan diri untuk tidak menunjukkannya. Gadis itu menundukkan kepala hingga dari kejauhan terlihat seakan merebahkan diri ke dada El. Masih bergerak bersama dalam tarian sunyi, anehnya mereka seakan tengah menarik alam untuk ikut berdansa bersama.

"Gerakanmu semakin baik," komentar Luna. "Sering berlatih?"

"Tentu," El merentangkan jarak antara dirinya dan Luna, hanya untuk menarik kembali tubuh langsing itu ke dalam dekapannya. "Dengan banyak sekali partner."

"Menyombongkan diri sepertinya masih jadi bagian karaktermu ya, El."

"Itu jati diriku,' tegas El tanpa malu-malu. Luna hanya bisa tersenyum, tahu benar bahwa El tidak sedang berbohong.

Keheningan kembali menyeruak, tampaknya memang hanya sedikit hal saja yang mereka bagi dalam obrolan. Sejak dulu selalu begitu, Luna dan El bisa duduk bersama terhanyut dalam pikiran masing-masing tapi tetap merasa nyaman.

Dan sekarang, dalam hening itu mereka tampak saling melengkapi dan mengerti apa yang mereka harap dari gerakan dansa yang kelihatan tidak akan dengan cepat ingin mereka akhiri.

"Kemana kamu menghilang selama ini?" El bertanya sambil menundukkan kepalanya untuk memandang wajah datar Luna. "Bersembunyi?"

Luna menengadah, matanya yang lebar balas menatap pemuda itu. "Dari?"

El mengedikkan bahu sekilas, "Entahlah, dariku mungkin." El tampak kesal dengan cara Luna merespon pertanyaannya dengan balas bertanya.

Luna coba melepaskan diri dari dekapan El, tarian mereka terhenti dan jarak yang terbentang langsung membuat El merasa kehilangan. Rasanya sangat menyiksa menahan diri untuk tidak menyentuh gadis itu kembali.

Luna berbalik dan melangkah mendekati langkan, dengan susah payah berusaha memakai kembali sepatunya. El ikut mendekat dan berjongkok di depan gadis itu untuk membantu Luna mendapatkan posisi yang lebih nyaman.

"Pegang bahuku," suruh El yang langsung Luna turuti tanpa banyak bicara.

Pria itu mengangkat sepatu keemasan itu lalu memasangkan tali temalinya dengan ahli.

Begitu selesai dia berdiri dalam jarak yang cukup dekat dengan Luna. Saat dia memandang Luna, binar hangat dalam matanya tidak terlihat lagi, yang tersisa adalah penilaian dingin penuh ambisi milik seorang lelaki yang merasa ditantang.

"Aku melihatmu datang bersama Raja Rembaka. Gosip mengatakan kalian akan segera menikah."

Luna mengangguk mantap. "Berkat dirimu, El."

Rahang kokoh El mengeras menahan amarah yang jelas terpancar di wajahnya. "Mendiang Ayahmu merancang jalan keselamatan agar perusahaannya selamat dariku, bukan? Semoga dia tenang di kuburnya."

"Tentu," Luna tersenyum dingin sebelum menjawab. "Setidaknya Papi tahu dia meninggalkan Tejan Investama ditangan yang tepat."

Dari cara keduanya berinteraksi kini, kehangatan dan persahabatan sudah tidak tersisa. Baik El maupun Luna sama-sama memperlihatkan dinginnya realitas yang menghubungkan mereka sebagai kompetitor bagi satu sama lain.

Dunia bisnis, telah menjadikan mereka tumbuh sebagai musuh yang saling bertarung. Merusak apapun yang pernah mereka jalani bersama, membunuh kenangan dan persahabatan, juga menutup semua kemungkinan untuk mengikuti kehendak hati meski mungkin itulah yang paling diinginkan oleh El atau Luna.

"Ini tidak seperti kamu, Luna. Kamu benci bisnis ini kan! Jadi untuk apa kamu pertahankan Tejan Investama?"

Luna berbalik hendak berlalu, El menghalangi dengan memegang lengan Luna erat-erat hingga langkah gadis itu terhenti.

"Kamu bisa mengakhiri ini dengan cara yang lebih baik, Luv," El sengaja melakukan panggilan itu sebagai usaha untuk mengingatkan Luna jika sama seperti ayahnya, lelaki itu juga sanggup mengendalikan ruang gerak gadis itu.

Luna memejamkan mata seraya menggigit bagian dalam bibirnya untuk menahan diri dari perasaan terintimidasi saat El mengecup puncak kepalanya dengan penuh perasaan.

Selama beberapa detik Luna membiarkan pria itu menghidu aroma melati dari rambutnya.

Hanya sentuhan biasa. Sederhana dan tanpa kata. Tapi Luna ingin menangis karenanya.

Luna tidak bisa memahami dengan baik tindakan laki-laki itu. Sentuhan El menyiratkan ada cinta yang melimpah juga perlindungan untuknya.

Tapi pada kenyataannya Luna justru harus melindungi dirinya dari lelaki itu, terlebih dirinya masih mengingat dengan baik jika yang sejak dulu El lakukan hanyalah menghancurkan apa saja yang ada disekeliling Luna untuk membuatnya takhluk entah demi alasan apa.

"Lepaskan saham yang kamu miliki." lelaki itu dengan lugas menyatakan keinginannya tanpa ada keraguan sedikitpun.

"Itu tidak akan pernah terjadi," meski lembut suara Luna terdengar mantap.

"Kita bisa bermain dengan cara-cara damai," jemari El membelai sisi kiri wajah Luna dengan ujung jemarinya. "Atau dengan cara yang lebih menyakitkan," bisik El di telinga Luna.

Mata Luna begitu datar nyaris tanpa emosi saat menatap El untuk yang terakhir kali.

Tidak ada kata-kata atau usaha perlawanan, hanya gerakan lembut menarik diri dari cengkraman lelaki dihadapannya.

Annamaraluna Tejakusuma tidak pernah melakukan perlawanan yang frontal dan brutal, tapi dalam ketenangan gadis itu mampu melakukan banyak hal yang mengejutkan. Ketika akhirnya Luna berlalu dari hadapannya, El tidak menahannya kali ini.

TBC

Biang masalahnya akhirnya keluar juga 😁😁 masih abu2 sih penyebab kenapa El bisa begitu terlihat kayak memegang cinta sekaligus benci ke Luna.

Jlo unggah besok pagi ya ... Biar jadi temen buat hari pertama puasa. Vanlov kemungkinan akhir pekan 😊😊 apa boleh buat emak lagi hectic menyambut Ramadhan. Lagi seru2nya bikin bekal lauk buat sahur plus ditambah si Adek yg udah mulai tau the power of crying tiap kalo emaknya menghilang dari pandangan mata. Yah namanya juga emak2 😊.

Sampe ketemu lagi yaaaa.

Continue Reading

You'll Also Like

300K 12.3K 32
Siapa yang punya pacar? Kalau mereka selingkuh, kamu bakal ngapain? Kalau Pipie sih, rebut papanya! Pearly Aurora yang kerap disapa Pie atau Lily in...
1.2M 41.4K 55
Sial bagi Sava Orlin setelah melihat lembar penetapan pembimbing skripsinya. Di sana tertulis nama sang mantan calon suaminya, membuat gadis itu akan...
5.4M 450K 63
"Allahuakbar! Cowok siapa itu tadi, Mar?!" "Abang gue itu." "Sumpah demi apa?!" "Demi puja kerang ajaib." "SIALAN KENAPA LO GAK BILANG-BILANG KALO PU...
230K 7.7K 47
"Suruh anak nggak jelas itu keluar dari rumah kita! " "Ardi!! Andrea itu adekku! " Pertengkaran demi pertengkaran kakaknya membuat Andrea memilih unt...