Sangguni

By Rurui22

32.6K 2K 165

Sangguni terpesona pada manik mata sewarna emerald milik Nirva, pria yang ia temui di hutan. Tapi apakah Nir... More

Chapter 1 - Pertemuan
Chapter 2 - Tragedi
Chapter 3 - Kembali ke rumah
Chapter 4 - Asal-usul Sangguni
Chapter 5 - Meraga sukma
Chapter 7 - Rival
Chapter 8 - Ayah

Chapter 6 - Alasan

3.3K 221 5
By Rurui22

Chapter 6
Alasan

Nirva terbatuk-batuk dengan canggung lalu segera memalingkan wajahnya dan pandangannya dari ekor ular Sangguni. Nirva lupa, walaupun Sangguni bukan sepenuhnya manusia, tetapi ia tetaplah seorang wanita dan memang sangat tidak sopan menatap tubuh bagian bawah seorang wanita secara intens seperti itu, "Maafkan... aku tidak bermaksud."

Sangguni terkekeh melihat tingkah canggung Nirva, "Ngomong-ngomong, untuk apa kau berkeliaran di dalam rumah dengan meraga sukma?"

Ah... Nirva hampir lupa tujuannya meraga sukma kali ini karena keterkejutannya mengetahui jati diri Sangguni, "Sebenarnya aku sedang mencari roh Maura."

"Kau tidak akan menemukannya."

Nirva kembali menatap Sangguni, "Apa maksudmu?"

Sangguni kembali mengubah wujudnya ke wujud manusianya. Ekor ularnya kembali berubah menjadi sepasang kaki yang jenjang, "Maura sudah pergi. Dia sudah beristirahat dengan tenang."

Nirva memandang perubahan wujud Sangguni dengan takjub, namun tidak kehilangan fokus pada pembicaraannya, "Dari mana kau tahu?"

"Saat hari pertama aku datang kemari, tepat di hari pemakaman mendiang istrimu, aku melihatnya. Dia berpesan agar kau hidup dengan baik."

"Kau tidak sedang berbohong padaku kan?"

"Untuk apa aku berbohong padamu? Tidak ada untungnya untuku."

"Kenapa saat itu kau tidak memberitahuku?!"

"Hei. Kau sedang berduka dan menangis memeluki jasad istrimu dengan dikelilingi banyak orang. Dan aku orang baru diantara kalian tiba-tiba harus bilang bahwa aku melihat roh Maura di hadapan banyak orang? Mereka akan menganggapku gila, dan pastinya kau juga akan menganggapku gila saat itu."

Nirva menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, air matanya meleleh begitu saja, "Aku belum meminta maaf padanya atas apa yang telah aku lakukan. Aku yang menyebabkan semua ini terjadi," ucap Nirva dengan suara bergetar.

"Menurutku sekalipun kau menceritakan penyesalanmu pada Maura, dia tetap tidak akan marah padamu ataupun menyalahkanmu. Aku lihat dia adalah wanita yang baik. Lagi pula, bagaimanapun kau menyesalinya, semua sudah terjadi. Waktu tidak akan bisa diulang kembali," Sangguni bukan jenis wanita yang akan berbicara lemah lembut untuk menenangkan orang lain. Dia akan bicara apa adanya, menyadarakan orang tersebut akan kenyataan.

Nirva mengusap wajahnya dengan kasar. Apa yang Sangguni katakan memang benar. Penyesalannya tidak akan mengubah apa pun, Maura ingin dia hidup dengan baik, dan mendiang istrinya itu sudah beristirahat dengan tenang. Dirinya harus terus mengingat ketiga poin penting itu agar bisa melanjutkan hidup dan mengurus Damian dengan baik. Jika ia terus menyesal dan bersedih, justru itu akan membuat Maura tidak tenang di alam keabadiannya, "Terima kasih Sangguni."

"Aku tidak melakukan apa pun, jadi kau tidak perlu berterima kasih padaku."

"Tapi tetap saja kau sudah--"

"Ayo ikut denganku," Sangguni tidak ingin lagi mendengar Nirva mengatakan tentang 'hutang nyawa' atau balas budi padanya. Ada hal yang lebih penting yang ingin Sangguni tanyakan sejak pertama kali datang ke rumah ini. Sangguni beranjak dari duduknya lalu berjalan keluar kamar Damian menuju ruang tengah. Di belakangnya Nirva mengikuti gadis cantik itu. Sesampainya di ruang tengah, Sangguni menunjuk sebuah bingkai besar berisi sebuah foto keluarga, "Ini foto ayah dan ibumu kan?"

Nirva mengikuti arah yang ditunjuk Sangguni. Yang ditunjuk oleh gadis cantik itu memang foto keluarganya, "Iya itu memang fotoku, ayah dan ibu. Kenapa?"

"Ternyata benar dugaanku. Wangi darahmu yang nikmat dan ilmu meraga sukma yang kau kuasai berasal dari ibumu," Sangguni menatap lekat pada wajah ibu Nirva yang berada di dalam foto. Gadis cantik itu seolah tengah berbicara pada foto tersebut.

Satu hal yang baru Nirva ketahui dari perkataan Sangguni barusan, "Wangi darahku nikmat?"

Sangguni mengangguk tanpa megalihkan pandangannya, "Wangi darahmu yang nikmat itulah yang membawaku menemukanmu di dalam pondok kecil di tengah hutan. Jujur saja..." kini Sangguni mengalihkan pandangannya dari foto kepada Nirva, "...awalnya aku ingin memangsamu dan anakmu karena darah kalian yang wangi dan nikmat."

"Apa?! Ka-kau pasti sedang bercanda kan?" Nirva tertawa kaku. Ya. Sangguni pasti sedang bercanda lagi dengannya. Gadis itu sangat suka menggodanya.

"Tidak. Aku serius."

Wajah tampan Nirva jadi terlihat sangat aneh. Ekspresi pria itu bercampur aduk antara takut, terkejut dan marah, "Kenapa kau memberitahuku tentang hal ini? Kau masih memiliki niatan itu?!"

"Tidak juga," jawab Sangguni dengan santai, lalu ia menunjuk pada foto ibu Nirva, "Alasan darahmu bergitu wangi dan nikmat adalah karena kau keturunan dari ibumu."

Kening Nirva berkerut, "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti."

"Ibumu adalah keturunan dari Sangkuriang."

Nirva merasa luar biasa. Apa pun yang dikatakan atau dilakukan Sangguni selalu membuatnya terkaget-kaget, "Sangkuriang? Maksudmu Sangkuriang yang ada di dalam legenda gunung Tangkuban Perahu?"

Sangguni mengangguk, "Benar."

"Bagaimana kau tahu?"

"Tergambar jelas di wajah ibumu," Sangguni menjawab singkatnya saja, ia terlalu malas untuk menceritakan secara detail bagaimana ia bisa tahu. Itu akan memakan waktu yang lama.

"Lalu apa hubungannya antara darahku yang wangi dan meraga sukma dengan ibuku yang keturunan dari Sangkuriang?" Nirva belum menemukan titik terang dari apa yang dikatakan Sangguni, semuanya masih membuatnya bingung.

"Sangkuriang itu orang yang sakti jadi sudah pasti dia bisa ilmu meraga sukma. Mungkin ilmu itu menurun secara alami pada keturunannya. Darahmu yang wangi juga ada hubungannya dengan Sangkuriang. Kau ingat kan kalau Dayang Sumbi meminta untuk membendung sungai Citarum dan membuat sebuah perahu yang besar dalam waktu semalam sebagai syarat untuk mempersuntingnya? Sangkuriang membuat perjanjian dengan jin untuk membantunya, dan jin itu adalah ayahku. Karena perjanjian yang pernah ada itulah darah keturunan Sangkuriang tercium begitu wangi dan nikmat bagi keturunan ayahku. Jadi ini sudah menjelaskan semuanya kan? Tentang darahmu dan ilmu meraga sukma yang kau kuasai."

"Aku baru mengetahui semua ini. Ini benar-benar mengejutkan," semuanya terlalu tiba-tiba untuk Nirva. Kehidupannya berubah seratus delapan puluh derajat dengan cepat. Dia yang beberapa hari lalu seolah memiliki semua kebahagiaan dalam hidup, bisnis yang sukses, istri yang sangat dicintai ditambah dengan kehadiran buah hati yang sehat, sebuah kehidupan yang sempurna, namun tiba-tiba ia kehilangan istrinya dan separuh kebahagiaannya. Seperti separuh kehidupanya telah hilang. Seperti dari warna putih ke warna hitam. Seperti sebuah gelas yang baru saja diisi penuh dengan minuman yang nikmat, namun tiba-tiba jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping. Akan tetapi justru dari kepingan-kepingan itulah sekarang dirinya menemukan jawaban-jawaban yang belum pernah ia tahu sebelumnya di dalam kehidupannya. Seperti sebuah kotak yang akhirnya menemukan kunci untuk membukanya, "Sangguni, apa kau tahu? Ayahku memberi nama Nirva yang berasal dari kata nirvana yang artinya surga. Ayah berharap bahwa kehidupanku akan bahagia seperti surga, begitu pula dengan orang-orang yang aku sayangi juga akan hidup bahagia. Namun nyatanya justru akulah yang membawa petaka dan tidak bisa membahagiakan mereka."

"Kalau kau mau membuat perjanjian denganku, aku bisa memberikanmu kebahagiaan. Apa pun yang kau mau," Sebenarnya tawaran Sangguni hanya bermaksud untuk menggoda Nirva. Sangguni yakin kalau pria tampan itu akan menolak tawarannya. Sebelumnya memang ada beberapa manusia yang mendatanginya untuk membuat perjanjian dengan berbagai permintaan. Ada yang meminta kedudukan, harta atau pun ingin mendapatkan orang yang didambakannya. Beberapa kali Sangguni menikmati perjanjian itu untuk mengusir rasa bosannya. Sekalipun dirinya adalah makhluk setengah jin dan setengah manusia, namun ia cukup kuat. Bahkan Sangguni pernah beberapa kali bertarung dengan jin lain yang ingin merebut daerah kekuasaanya dan terbukti dia bisa menang. Padahal sebelumnya jin-jin itu menyepelekan kekuatan Sangguni ketika tahu bahwa gadis cantik itu adalah makhluk setengah jin dan setengah manusia.

Nirva menatap Sangguni kemudian menggeleng, "Tidak. Terima kasih."

Sangguni terkekeh. Sesuai dugaannya Nirva akan menolak, "Lalu apa kau akan mengusirku dari rumah ini?" sekali lagi Sangguni ingin memastikan. Kalau Nirva mengusirnya, Sangguni mungkin mempertimbangkan akan memangsa pria tampan itu sebelum kembali ke gunung dan membawa bola matanya sebagai buah tangan.

"Tidak. Aku akan menapati kata-kataku untuk membiarkanmu tinggal di rumahku. Asal kau berjanji tidak akan menyakitiku dan Dami."

Sangguni tersenyum. Walaupun Nirva kelihatan bodoh, namun dia pria yang jantan, "Kalau aku berniat menyakiti kalian, sudah aku lakukan dari kemarin-kemarin."

"Iya, tapi kau pernah berniat memangsaku dan Dami ketika di hutan kan?"

"Hei. Tidak usah bahas yang sudah berlalu."

"Tapi tetap sa--"

Perkataan Nirva terhenti karena suara bel rumahnya berbunyi. Pria itu segera beranjak hendak membukakan pintu untuk tamunya.

"Mau kemana kau?"

"Membukakan pintu. Kau dengar kan bel rumah tadi berbunyi?"

"Iya. Aku dengar. Tapi orang yang bertamu itu  tidak akan bisa melihatmu."

Nirva mengerutkan keningnya tidak mengerti. Apa tamunya seorang tunanetra sehingga tidak dapat melihatnya? "Apa maksudmu?"

Lihat.

Pria tampan ini kadang-kadang menjadi lugu atau... bodoh?

Sangguni memutar bola matanya dengan malas, "Kau sedang meraga sukma. Orang biasa tidak akan bisa melihatmu."

"Oh, astaga!" Nirva menepuk keningnya sendiri, "aku lupa!" pria tampan itu benar-benar lupa kalau dirinya sedang meraga sukma karena ini pertama kalinya dalam hidup ia mengobrol dengan orang lain dalam keadaan sedang meraga sukma, hingga dia sendiri sampai lupa kalau dirinya sedang meraga sukma. Nirva segera melesat ke kamarnya dan masuk kembali ke dalam tubuhnya. Setelah menarik napas dalam dan sejenak mengatur napas, Nirva segera bangun untuk membukakan pintu.

Nirva menatap Yama yang duduk di hadapannya. Selain sebagai asistennya, Yama juga merangkap sebagai pengacara Nirva, "Bagaimana?"

"Polisi tidak menemukan kamera cctv yang dipasang di mobil anda."

"Sial!" Nirva mengepalkan tangannya kuat menahan emosi, "Orang-orang itu pasti sudah mengambil kamera cctv yang ada di mobilku!"

Yama menghela nafas kemudian mengangguk, "Sepertinya begitu," pria itu menatap atasannya dengan prihatin. Nirva adalah pria yang rapih, tapi saat ini atasannya itu bahkan tidak mencukur jenggot dan kumisnya yang sudah mulai tumbuh.

"Lalu apa polisi menemukan mobil yang digunakan oleh orang-orang itu?" Orang-orang yang ingin membunuhnya itu menggunakan mobil. Mobil yang mereka gunakan untuk menghantam mobilnya hingga terjadi kecelakaan. Jika kelima orang yang mengejarnya hilang atau bahkan mati di dalam hutan, pasti mobil yang mereka gunakan ada di sekitar mobil miliknya atau setidaknya ada di pinggiran hutan tidak jauh dari area itu.

"Sayangnya tidak ada. Polisi sudah menelusuri area itu sampai beberapa kilometer dari tempat kejadian kecelakaan, namun yang ada hanya mobil anda."

"Bajingan yang ingin membunuhku benar-benar bermain dengan rapih," rahang Nirva mengeras. Bagaimanapun dia harus menemukan bukti walau sekecil apa pun. Orang yang telah mencelakai keluarganya bahkan sampai menewaskan istrinya, harus menerima ganjaran atas perbuatannya. Nirva memang menduga kalau Gamal Ardiwinata yang telah melakukan semua itu, namun tanpa bukti semuanya hanya akan menjadi tuduhan kosong, "Bagaimana dengan lima orang yang yang mengejarku ke dalam hutan?"

"Polisi tidak menemukan mereka. Hanya ditemukan beberapa bercak darah. Mereka seolah hilang ditelan bumi," Yama menyerahkan dokumen yang ia bawa pada Nirva, "Itu perkembangan terbaru mega proyek apartemen yang sedang kita incar. Oh iya, mereka mengundang anda dan semua perusahaan saingan kita untuk makan malam di restauran hotel bintang lima milik mereka besok malam."

"Semua perusahaan?" itu artinya besok malam di acara makan malam itu ia bisa bertemu langsung dengan Gamal Ardiwinata. Sebenarnya perusahaan konstruksi yang mengikuti tender pembangunan apartemen itu ada lima perusahaan, namun Nirva yakin perusahaan miliknya bisa memenangkan tender itu kalau saja tidak ada perusahaan milik Gamal Ardiwinata sebagai saingannya.

Mind to voment? ^^

Continue Reading

You'll Also Like

1.2M 123K 46
Di novel 'Kisah Naqila', Nathaniel Varendra adalah sosok antagonis paling kejam. Ia bahkan tak segan membunuh seseorang yang dianggap mengusik ketena...
160K 801 8
nina and papa (21+)
2.3M 170K 49
Ketika Athena meregang nyawa. Tuhan sedang berbaik hati dengan memberi kesempatan kedua untuk memperbaiki masa lalunya. Athena bertekad akan memperb...
238K 9.8K 32
Nakala Sunyi Semesta Setelah tragedi di rel kereta api malam itu Kala di buat heran dengan hal aneh yang terjadi pada nya, kala pikir malam itu dia m...