Sang Petarung

Bởi valloria

88.6K 4.3K 1.1K

[Pemenang Wattys 2018 - The Breakthroughs] SERIAL PAHLAWAN NUSANTARA #1,5 Dua tahun lalu, Danar Eka Narabhakt... Xem Thêm

Epigraf
Prakata
Prolog
Bab 1: Dojang
Bab 2: Misi Baru
Bab 3: Penumbra
Bab 4: Rekan
Bab 5: Rembulan
Bab 6: Sudirman
Bab 7: Pelatnas
Bab 9: Perubahan
Bab 10: Masalah
Pemberitahuan
Wattys 2018
Intermezzo: Cast
Special Order Jakarta Vigilante

Bab 8: Potensi

1.7K 151 58
Bởi valloria

Melatih sekumpulan atlet profesional dan pehobi amatir jelas berbeda. Jika di klub Poomsae Ragunan aku seringkali memperbaiki gerakan dan posisi mereka (makanya namanya Poomsae), di pelatnas aku lebih banyak berperan menjadi analis. Analis gerakan, kekuatan, stamina, dan strategi.

Dalam pertandingan olahraga apapun, tiga hal mendasar yang menentukan kemenangan adalah teknik, kekuatan, dan stamina. Tanpa menguasai teknik yang mumpuni, jurus kita akan mudah terbaca oleh lawan, dan ia akan kewalahan menghadapi variasi serangan dari lawannya. Teknik dan kekuatan saja tanpa stamina juga tidak menjamin kemenangan. Lawan dapat mengulur waktu untuk menghabiskan stamina kita, lalu menghabisi kita saat sudah lelah. Namun, tanpa kekuatan, hanya mengandalkan teknik dan stamina saja, sama saja sulit menang.

Apabila ketiganya imbang di antara kedua pihak, mental, strategi, dan pengalaman-lah yang menentukan kemenangan. Malahan, pertandingan atlet papan atas umumnya menampilkan dua lawan yang cukup seimbang dalam teknik, kekuatan, maupun stamina. Maka kemenangan tergantung pada kecerdasan sang petarung menyadari kelebihan dirinya dan membaca kelemahan lawan.

Dan peranku sebagai pelatih adalah membantu anak asuhku mempelajari strategi tersebut, mengenali kekuatan diri dan mencari celah lawan yang dapat ditembus.

Semalaman, aku menghabiskan waktu menonton video pertandingan anak-anak asuhku sambil menulis catatan mengenai kelebihan dan kekurangan mereka. Mana saja yang perlu diperbaiki dari teknik, kekuatan, stamina, mental, dan strategi. Aku berdiskusi dengan Heri, asisten pelatih atlet putri, yang menyediakan rekaman-rekaman pertandingan para atlet putri.

"Cuma video Shella sama Dahlia yang dikit, soalnya jam terbang mereka emang nggak sebanyak senior-senior mereka," tutur Heri. "Tapi ada sedikit catatan Mas Galih tentang performa mereka selama di pelatnas." Galih adalah kepala pelatih atlet putri sebelum aku menggantikan posisinya.

"Baiklah, makasih, Mas Heri," ujarku sambil menerima buku catatan Galih dari tangan Heri. "Besok aku akan perhatikan mereka ekstra." Lebih enak melihat langsung daripada mencerna catatan orang lain.

"Kalau begitu saya pamit dulu, ya, Nar. Udah malam," kata Heri, matanya melirik ke jam dinding yang menunjukkan pukul setengah sepuluh malam.

"Oke, sampai ketemu besok," ujarku.

Di luar ruang video, aku melihat Elka duduk di salah satu meja panjang di ruang makan. Buku catatan, buku pedoman gizi, dan laptop terbuka di hadapannya. Sesekali ia membetulkan kacamatanya yang melorot dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya. Meskipun penampilannya polos tanpa riasan, dengan kaos oblong longgar dan celana training panjang, ia terlihat menarik. Ternyata benar, seorang perempuan paling rupawan saat sedang menekuni bidang keahliannya.

Ketika ia mendengar langkahku, ia menoleh dan tersenyum. "Malam-malam belum tidur," ujarnya.

"Kamu juga," balasku, mengambil posisi di hadapannya dan berusaha membaca tulisan di buku-buku yang terbalik itu.

"Lagi hitung kebutuhan gizi sama bahan makanan apa aja yang perlu disiapin," jelasnya sambil merapikan beberapa bukunya. "Catatan lama menunjukkan semua bahan makanan organik yang dipesan. Tapi sebenarnya nggak semua makanan harus organik. Kadang harganya terlalu mahal, nggak worth it."

Elka menyodorkan catatan yang dimaksud. Satu kolom menunjukkan nama bahan makanan, beberapa kolom lainnya menunjukkan kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, dan mineral, sedangkan kolom terakhir menunjukkan harga bahan makanan tersebut. Di baris paling bawah tercantum biaya total dan anggaran yang tersedia.

"Ini kalau nggak pakai organik," ujar Elka sambil menyerahkan catatan lain. Total harganya jelas berbeda jauh.

"Wagyu," tawaku membaca nama daging sapi di catatan lama yang memuat bahan-bahan organik.

Elka mengangguk. "Entah, aku mencium bau-bau ..."

"Jangan terlalu terburu-buru, El. Ini baru hari pertama," aku mengingatkan.

"Aku tahu, Nar. Aku hanya memasang radar waspadaku," balas Elka.

Aku beranjak dari tempat dudukku.

"Udah mau tidur?" tanya Elka.

"Belum, masih mau siap-siap buat besok. Khusus hari pertama, gaya latihan mereka akan kubuat berbeda."

"Semangat, Nar. Jangan kecapekan," ujar Elka.

"Kamu juga."

***

Pagi berikutnya, aku meminta semua anak asuhku berkumpul di dojang. Ini mengejutkan mereka karena biasanya hari dimulai dengan latihan fisik, baru disusul latihan teknik. Limabelas atlet perempuan berjajar dalam empat kolom, empat baris. Pertama-tama, kusuruh mereka pemanasan seperti biasa. Lari keliling dojang sepuluh kali, lalu peregangan otot. Setelah itu gyeorugi (sparring) antar mereka sendiri, namun karena jumlah mereka ganjil, aku menyuruh Heri bergabung dengan atlet yang terakhir -- Shella.

Kubiarkan mereka melakukan gyeorugi selama sepuluh menit. Selama waktu itu, aku mengitari dojang sambil mengamati gerakan mereka dan mengingatkan apabila ada yang hilang konsentrasi karena berusaha melirik ke arahku.

"Geuman!" ujarku, yang artinya berhenti.

Seketika, enambelas pasang mata -- termasuk Heri -- menatap ke arahku. "Berhenti, lalu kembali ke barisan."

Mereka membentuk formasi empat kali empat dengan teratur.

"Baiklah, untuk sesi selanjutnya, kalian akan melakukan gyeorugi satu lawan satu denganku," lanjutku. "Mas Heri, tolong maju ke depan. Aku perlu bantuanmu untuk analisis."

Heri berjalan dari posisinya di belakang dojang ke sebelahku.

"Kalian semua merapat ke dinding, lalu duduk bersila. Yang namanya kupanggil bersiap ke tengah dojang." Aku melirik ke arah Heri yang sudah siap dengan buku tulis dan bolpen. "Aku akan menyesuaikan diri, tapi kalian harus melawanku dengan seluruh kemampuan kalian. Mengerti?"

"Mengerti, sabeumnim!" sahut anak asuhku serempak.

"Baiklah, yang pertama kali maju ... Shella Wiandralya."

Shella tampak terkejut karena namanya yang dipanggil pertama kali. Ia mengacungkan jempolnya ke arah dadanya, memastikan bahwa aku benar-benar memanggilnya. Aku tidak merespon, hanya terus menatapnya hingga ia berdiri dan maju ke tengah dojang.

Aturan taekwondo yang dianut Asian Games merupakan versi WT (World Taekwondo), yang hanya mengizinkan pukulan dari tangan ke arah hogu dan dua jenis tendangan, yaitu tendangan biasa dan tendangan berputar. Untuk sesi gyeorugi kali ini, kami mengikuti versi WT namun tanpa wasit.

Shella mengenakan pelindung kepala dan hogu -- pelindung badannya. Kami berhadapan. Aku dan Shella saling membungkuk, lalu Heri memberikan aba-aba untuk memulai. Aku memasang kuda-kudaku dalam posisi bertahan, membiarkan Shella mengeluarkan jurus-jurusnya untuk menjatuhkanku. Mula-mula ia masih ragu, kemungkinan karena ia tak terbiasa melawan lelaki setinggi diriku dengan berat lebih dari duapuluh kilogram di atasnya, namun aku memaksanya. Aku tahu, ini kurang adil. Maka aku sengaja tidak mengeluarkan semua kemampuanku.

"Lebih agresif!" ujarku. "Anggap nyawamu terancam. Teriak dan takut-takutilah aku."

"Ha!" Shella menyentakku.

Ia mulai menunjukkan kemampuan sebenarnya. Ia menyerang dadaku dengan tendangan berputar. Aku melompat ke belakang untuk menghindar. Lalu membalasnya dengan tendangan ke arah dadanya. Ternyata ia dapat mengelaknya dan memberikan serangan balik, mengarahkan kakinya ke daguku. Aku mundur beberapa langkah. Ia mencoba menyerangku lagi, aku menahan tubuhnya dengan tanganku dan melingkarkan lenganku ke badannya. Kami bertarung beberapa saat. Lama-lama aku tak lagi hanya bertahan, namun meningkatkan keagresifanku. Ia mampu menangkis beberapa seranganku.

Oka benar, gadis ini memiliki potensi. Ia sanggup mendaratkan beberapa poin -- jika ini adalah pertandingan sungguhan -- melawan lelaki yang lebih berat dan lebih tinggi limabelas sentimeter daripada dirinya. Aku hanya perlu mengasahnya agar selalu menunjukkan kemampuan terbaiknya.

Tiba-tiba Shella terpeleset di matras yang sedikit basah akibat percikan keringat. Karena kami sedang bertautan demikian, kami berdua terjatuh ke atas matras. Aku segera menahan tubuhku dengan siku agar tidak menimpanya. Namun tetap saja ini posisi yang membuat kami canggung. Mata kami saling bertatapan di atas matras. Aku dapat merasakan detak jantung Shella yang semakin pesat. Wajahnya memerah.

Aku buru-buru bangkit berdiri dan mengulurkan tanganku. "Kamu baik-baik saja? Nggak ada yang terkilir?" Sayang sekali jika ia cedera pada gyeorugi pertama.

Ia menggeleng. "Nggak apa-apa, sabeumnim," sahutnya sambil mengangkat tubuhnya.

"Baguslah," ujarku. "Teknik dan timing-mu cukup baik, pertahankan dan tingkatkan."

Lalu aku mengambil papan kertas berisi daftar atlet dan membaca nama selanjutnya. "Selanjutnya, Made Dahlia Srinatha."

Aku sengaja memilih Shella dan Dahlia pertama kali, agar dapat menganalisis kekuatan dan teknik mereka secara langsung. Atlet putri lainnya sudah kukenal sejak lama, jadi aku sudah punya penilaian awal terhadap mereka.

Kemampuan Dahlia juga lumayan, meskipun sedikit di bawah Shella. Ia memiliki potensi yang belum terasah. Dari catatan Galih, Dahlia perlu meningkatkan tekniknya, sementara teknik Shella sudah baik, hanya perlu menguasai emosinya yang naik turun. Kelihatannya, dari gyeorugi tadi, Shella sepertinya sedang berada dalam suasana hati yang baik.

Setelah itu, aku bergantian menjalani sesi gyeorugi dengan tigabelas atlet putri lainnya. Walaupun masing-masing sesi hanya berlangsung kurang dari lima menit, kami menghabiskan waktu lebih dari sejam untuk menyelesaikannya. Aku melirik ke jam dinding di hadapanku yang menunjukkan pukul sembilan pagi.

"Bubar dan istirahat, lalu kembali ke latihan stamina," ujarku. "Kita ketemu lagi setelah makan siang."

Aku menghela napas sambil memerhatikan satu persatu dari mereka membungkuk padaku, mengucapkan terima kasih, lalu berlalu dari dojang -- sopan santun dasar yang diwajibkan dalam taekwondo. Catatan hasil analisis dariku dan Heri cukup untuk menjadi acuan kami mengenai performa para atlet saat ini dan potensi mereka dalam pertandingan.

Perjalanan masih panjang. Dan hari ini barulah titik awalnya. 

.

.

.

Bersambung.

(11 Juni 2018)

1300++ kata

.

.

.

Mohon feedback kalau ada yang salah soal taekwondo. Thanks. 😏

Đọc tiếp

Bạn Cũng Sẽ Thích

75.3K 5.6K 50
WARNING WP INI BXB JIKA ANDA HOMOPHOBIC MENJAUH!!! JANGAN BACA SEMUANYA KARANGAN 100% GAADA YANG BERDASARKAN RL!! JANGAN MEMBAWA SEMUA CERITA YANG AD...
18.3K 3.7K 18
cerita suka-suka yang penting cerita wkwk
32.3K 4.1K 60
Tin "Aku tidak pernah tahu jika mencintaimu sangatlah menyakitkan. Dan yang membuatku hancur dan terluka adalah aku yang tidak bisa berhenti mencinta...
36.5K 3K 30
Zee seorang anak ke 4 dari 5 bersaudara, ia dibenci oleh tiga kakaknya karena kesalahan pahaman, tetapi berbeda dengan adiknya, adiknya percaya kalau...