My Sweetest Ex

By myezbie

271K 19.2K 2.9K

Protektif dan diktator adalah sifat yang mendarah daging gadis itu, hingga membuat Iqbaal jengah dan memutusk... More

Prolog
BAB 1 : Boyfriend
BAB 2 : Mark My Words
BAB 3 : A Planning
BAB 4 : Him
BAB 5 : A Bit of Jealous
BAB 6 : Stalking Her
BAB 7 : Gossip
BAB 8 : An Angel
BAB 9 : Her Feeling
BAB 10 : They Are Fight
BAB 12 : Make A Deal
BAB 13 : A Little Secret
BAB 14 - One Time
BAB 15 - I am Promise!
BAB 16 : Try to Move On?
BAB 17 : What's Wrong?
BAB 18 : Heartbreaking
BAB 19 : When The Regret it Come?
BAB 20 - What's My Fault?
BAB 21 : Three Painful Minutes
BAB 22 : Love Shot
BAB 23 : The Truth Untold
BAB 24 : What's It Wound?
BAB 25 : Break Up
BAB 26 : What Are You Missed?
BAB 27 : Another Chance
BAB 28 : They're Miss Each Other
BAB 29 : Hi Salsha?
BAB 30 : Dating Agency
BAB 31 : An Effort to Catch Her
BAB 32 : An Unexpected Fact
BAB 33 : Status?
BAB 34 : Kissing, Huh?
BAB 35 : I Got It!
BAB 36 : Pregnancy and The Wedding
Epilog

BAB 11 : Can We Be Friend?

6.2K 496 94
By myezbie

Happy Reading.

Setelah dua hari dirawat di rumah sakit, Salsha memilih untuk pulang ke rumah. Alasannya gampang, dia rindu Iqbaalnya dan satu-satunya jalan agar ia dapar bertemu dengan laki-laki itu adalah bersekolah. Salsha mengabaikan akan ketidakpedulian laki-laki itu yang bahkan tak mengirim pesan tuk sekedar menanyakan kabarnya. Salsha tak perduli. Bukankah dari dulu Iqbaal memang begitu? Laki-laki itu tak perhatian bahkan saat Salsha jadi pacarnya.

"Kamu yakin mau sekolah? Kepalanya gak pusing, Dek?" Kak Yuki—yang sejak tadi sibuk melontarkan kalimat khawatir itu membuat Salsha menggeleng.

"Gak apa-apa, Kak. Udah sehat nih!" Salsha menunjukkan senyuman lebar, menggerakkan tangannya mengayun seolah dapat meyakinkan kedua orang di depannya itu.

"Kalo kamu sakit, istirahat di UKS. Telepon Kak Al kalo ada apa-apa," sahut Al disela-sela kegiatan menyetirnya.

Salsha hanya berdehem. Mendapat persetujuan dari kakaknya untuk kembali sekolah sangatlah sulit. Ia bahkan telah mengeluarkan jurus merengeknya, namun kakaknya menolak hingga akhirnya dia meminta bantuan pada Yuki.

"Oh ya, si Iqbaal kemarin enggak jenguk, ya? Kalian lagi berantem?"

Salsha mengalihkan pandangannya pada Al yang menatapnya lewat kaca. Salsha hanya tersenyum yang diartikan iya oleh sang kakak. Lelaki itu menghela napas, tidak berkomentar juga. Akhirnya, perjalanan menuju sekolahnya ditemani keheningan.

***

Ketika Salsha berjalan melewati koridor sekolah, tatapan dari siswa dan siswi tak lepas padanya. Mereka hanya diam menatap dirinya, tak berbisik ataupun menggosip tentangnya. Well, siapa murid di SMA Garuda yang berani padanya? Tanpa sadar, dia tersenyum miring dan melangkahkan kakinya menuju kelas.

Teman sekelasnya pun begitu, mereka menatapnya tanpa ada yang menyuara untuk sekedar bertanya bagaimana keadaannya sekarang. Salsha hanya acuh. Lagipula dia tak butuh bentuk keperdulian dari mereka.

Netranya bergerak menatap ke arah bangkunya. Sepersekian menit kemudian, ia mengkerut karna mendapati Steffi duduk di tempat lain. Meski heran, ia berjalan mendekat ke arah Jeha.

"Lo udah baikan?" tanya gadis manis berkuncir itu.

Salsha tersenyum tipis dan mengangguk kemudian menaruh tas, "Salsha gak pernah kenapa-napa," katanya sinis, "oh ya, tuh anak kenapa? Masih gondok?" lanjutnya sembari melempar kode ke arah Steffi.

"Iya. Semenjak kejadian itu, dia pindah ke bangku sana, gue juga heran awalnya."

"Ck... jadi setelah gak jadi temen gue pindah kek gengnya Bella? Yang bener aja," kata Salsha mendecih.

"Emang kenapa?"

Salsha mengangkat bahu acuh, enggan menjawab lontaran pertanyaan heran dari Jeha. Gadis itu memilih duduk di samping Jeha dan hanya menopang dagu, diam.

***

"Gue ke kamar mandi dulu. Lo pesenin yang kayak biasa ya, nih bawa dompet gue." Setelah bel istirahat berbunyi, keduanya—Jeha dan Salsha—bergegas keluar dari suasana yang kelas membosankan.

"Sha!!!" Belum juga Jeha bertanya, sahabatnya itu langsung berlari menuju lorong yang berlawanan. Akhirnya, Jeha pun terpaksa meneruskan jalannya ke kantin. Sendiri tentunya.

Sementara itu, Salsha yang sejak tadi menahan hasrat ingin buang air kecilnya, menghela napas lega ketika berhasil mengeluarkan cairan yang telah menumpuk ingin keluar sejak tadi.

Salsha keluar dari salah satu bilik kamar mandi. Tidak buru-buru kembali, gadis itu menyempatkan untuk mengaca atau sekedar memperbaiki tatanan rambutnya. Dia tersenyum tanpa sadar ketika melihat pantulan wajahnya.

"Secantik ini dan Iqbaal ninggalin gue," katanya bermonolog.

Setelah puas dengan acara mengacanya, dia mengibaskan rambutnya, kemudian berjalan hendak keluar sebelum empat gadis masuk menghalangi langkahnya. Salsha menarik alisnya ke atas, menatap heran ke arah keempat gadis yang menampakkan tatapan sinis padanya.

"Jadi ini...cewek yang katanya penguasa Garuda?"

Salsha memandang ke arah gadis berponi itu, dia tak menyangka bisa terlibat obrolan dengan gadis yang cukup terkenal ini. Ah ya, Salsha tak mungkin bodoh untuk mengingat bagaimana paras Jessica Angeli. Tak mungkin tuli juga untuk mendengar banyaknya kabar yang berembus tentangnya.

"Gak usah basa-basi ya, intinya jauhin Alwan."

Salsha melipat tangannya di dada, menatap kakak kelasnya tanpa rasa takut secercah pun di dirinya. "Emang gue ngedeketin dia?" jawab Salsha diakhiri sebuah senyum sinis.

"Gue tau ya...dia ngejenguk elo pas di rumah sakit, kemarin juga ke rumah lo kan dia?"

"Terus salah gue?"

Salsha dapat melihat gadis di depannya itu menahan napas. Tangannya terkepal, giginya menggertak, dan wajahnya sudah semerah cat kukunya. Ketiga temannya pun sama halnya dengan Jessi. Mereka tampak seperti serigala yang siap menikam mangsanya.

"Gue peringatin untuk yang terakhir kalinya. Jauhin Alwan atau---"

"Atau apa?" potong Salsha.

Tatapan bola mata cokelat Jessi menajam, gadis itu berjalan mendekat ke arah Salsha. Semakin dekat hingga jarak mereka hanya terpaut setengah jengkal.

"Lo bakal nyesel kalo ngelakuin itu lagi...," ucapannya tergantung, dia mengangkat jemari telunjuknya mendorong bahu Salsha dengan insetitas ringan, "...anak manja," lanjutnya kemudian berjalan melenggang keluar meninggalkan Salsha yang menatap gadis berambut cokelat itu dengan tajam.

Bola mata karamelnya meluapkan api kemarahan, tangannya terkepal hingga kuku tajamnya nyaris menancap telapak tangannya sendiri. Hari itu, Jessi tidak salah mencari lawan. Karna sesungguhnya, permainan sesungguhnya akan segera dimulai.

***

"Gue denger, Salsha masuk ya hari ini." Bastian berkata sembari mengunyah baso yang masih mengumpul di mulutnya.

"Serius? Secepet itu dia masuk?" tanya Cassie tak percaya. Gadis bule itu bahkan mengurungkan menyuap burger ke mulutnya.

"Denger aja sih, tapi gue gak liat dia," sahut Bastian.

"Padahal gue seneng banget seantero sekolah ini aman gak ada tuh nenek gayung."

"Hust! Udah makan dulu, jangan gosip mulu, Byy," ucap Aldi pada kekasihnya.

Cassie mengangguk sedangkan Bastian acuh, sudah terbiasa melihat kemesraan kedua bucin ini. Baru saja laki-laki mancung itu hendak menyuap somay, matanya langsung mendelik ke arah pasangan yang sedang hangat-hangatnya dibicaran seantero Garuda. Parahnya, mereka berjalan ke arah bangkunya.

"Apes banget," desisnya pelan.

"Apes apaan, Bas?" Aldi menatap ke arah Bastian heran membuat laki-laki itu tergagap. Dia hendak mengutarakan alasan namun suara Iqbaal lebih dulu menyapa, ah katakan pada Bastian untuk berterima kasih pada Iqbaal yang menghalau dia menambah stuck dosanya.

"Kok udah pada pesen sih?"

"Lo-nya kelamaan! Udah buru sana pesen," kata Cassie melambaikan tangan berniat mengusir, "Vanes sini aja duduk, nih, di sini," kata Cassie menggeser tubuhnya memberi tempat bagi Vanessa.

"Makasih ya Kak Cass," sambut Vanessa dengan senyuman.

"Cash? Bayar kali ya, pake cash," celetuk Bastian yang ditanggapi delikan mata oleh Iqbaal.

"Kamu mau pesen apa?"

"Samain kayak kakak aja."

"Kakak pesen dulu ya," ucap laki-laki yang saat ini mengacak rambut si gadis.

Bastian mendecih membuang muka. Salah apa dirinya di masa lalu hingga dihadapkan oleh makhluk-makhluk laknat yang tak tahu tempat ini. Laki-laki itu menyedot es jeruk dengan cepat, seolah takut akan ada yang mencurinya. Namun, matanya menatap nyalang tatkala pemandangan itu mencuri perhatiannya.

"Eh! Eh!" Bastian mengayunkan tangannya ke depan tanpa tahu jika ayunan tangannya menampol sendok Aldi hingga mi ayam yang hendak masuk mulut itu jatuh tercecer di meja.

"Bas! Aish..." Aldi berdecak kesal. "Liat-liat dulu, jatoh semua ini," serunya mengomel dibarengi kegiatan membersihkan meja itu dengan tisu yang tersedia.

"Eh...itu bukannya... Salsha?" Bastian menajamkan mata, agak terheran dengan apa yang dia lihat.

"Mana sih?" ucap Aldi menyondongkan tubuh ke dekat Bastian. Ingin melihat sosok yang tengah ramai diperbincangkan seantero sekolah.

"Sama Bryan?" ucap Aldi terheran.

Cassie yang sedari tadi acuh memainkan ponselpun sontak menoleh, "Bryan siapa?" tanyanya penasaran.

"Yaelaa...mana ada lagi anak Garuda yang namanya Bryan yang lagi deket ama Salsha kecuali mantan lo. Yakali Bryan anak IPA 5, kacamata tebel gitu bisa bisa jadi bahan ceng-cengan nenek gayung," celetuk Bastian.

"Mereka pegangan tangan, udah jadian emang?" kata Aldi terheran.

"Siapa yang udah jadian?" Bastian menoleh, diikuti oleh Aldi yang sedari tadi mengicar objeknya di koridor itu. Bastian dan Aldi mengerutkan alis ketika tatapan heran dan bingung Iqbaal itu mengintimidasi mereka.

***

Salsha menyamarkan senyuman sinis ketika memasuki kantin. Dia sadar jika tatapan para penghuninya memaku ke arahnya, ah tidak juga, hampir separuh gadis memandang Bryan yang tengah menggandeng erat tangannya. Laki-laki di sampingnya itu tersenyum, rona bahagia menguar dari wajah blasterannya.

Bryan adalah satu dari banyak keagungan Tuhan yang nyata. Tampan. Kaya. Tidak pelit. Sayang, pesonanya tidak bisa memukau Salsha. Bryan mungkin bisa menarik setiap gadis hanya dengan satu kedipan namun tidak berlaku bagi Salsha, gadis yang mencintai Iqbaal lebih dari separuh raganya.

Senyumannya semakin menjadi tatkala panahannya tepat pada sasaran. Salsha merasa menang karna bisa membuat kedua gadis itu mengobarkan api di masing-masing matanya.

"Kita mau duduk di sebelah mana?"

"Jeha," jawab Salsha sesingkat mungkin.

Keduanya pun berjalan menuju meja di mana Jeha tengah berada. Salsha melirikkan matanya ke arah barat. Di sana, Iqbaal juga memandangnya. Dan sebuah perasaan sakit itu kini menggerogoti relung hatinya. Iqbaal di sana dengan pacar barunya.

"Mau pesen apa?"

"Hah?"

Bryan menghela napas. Dia mengusap rambut Salsha lembut, membuat para gadis mendelik dan menjerit tertahan. Mereka—yang sebagian besar perempuan adalah pengagum laki-laki berdarah campuran itu. Salsha tak habis pikir, bagian mana lagi kecuali paras tampan Bryan yang membuat para gadis terpukau. 

Ah ya, Salsha juga mengakui jika Bryan tampan. Bahkan gadis itu pernah jatuh pada kubangan pesona mata cokelat terang Bryan. Tetapi semua kekagumannya lenyap ketika dia melihat laki-laki dengan wibawanya menyampaikan visi misi ketua OSIS.

Salsha jatuh cinta pada Iqbaal ketika laki-laki itu berbicara dengan tenang di atas podium lapangan ketika upacara. Dia menyukai bagaimana laki-laki itu berbicara, memandang, bahkan mengembuskan napas. Salsha jatuh cinta hanya karna itu, karna dia Iqbaal.

"Kenapa ngelamun, sih? Ada cowok ganteng di sini, pikirannya malah kemana-mana."

Salsha terlepas dari kelibatan masa lalu. Dia menatap Bryan dengan senyuman dipaksakan, padahal dalam hati ia begitu mengumpat laki-laki ini.

"Samain aja," ucap Salsha seadanya.

Bryan mengangguk, "Tunggu sini ya, Baby," katanya kemudian pergi menuju stand makanan.

Salsha membenci ketika Bryan mengucap kata itu. Dia benci ketika panggilan yang harusnya hanya diucapkan Iqbaal dipergunakan oleh laki-laki lain. Tapi, Salsha tidak bisa mengumpat atau memarahi Bryan. Demi kesenangan dan kepuasan hatinya untuk menunjukkan bahwa dia bukanlah gadis seperti yang tengah digosipkan. Tidak! Salsha tidak terpuruk dan selamanya tidak akan begitu. Karna Salshabilla Valencia, gadis dengan beribu kekuatan.

***

"Kamu udah baikan?"

Salsha menghentikan niatnya untuk mengambil baju di loker. Gadis itu menutup pintu loker, menemukan Iqbaal di sampingnya. Bola mata cokelatnya beradu dengan iris gelap yang begitu ia rindukan. Salsha rindu dia.

"Menurut kamu?" jawab Salsha dengan diikuti gerakan melipat tangan di dada.

"Maaf aku gak bisa jenguk kamu, ada tugas kepengurusan yang harus aku selesaiin."

Salsha tersenyum masam. Tugas kepengurusan semacam menemani Vanessa berlatih cheers? Atau tugas semacam membantu Vanessa mengerjakan tugas kimia? Apa kepengurusan OSIS berpindah tugas?

Dan pada akhirnya, Salsha hanya tersenyum dan mengangguk. Kemudian berkata, "Gak apa-apa. Lagian kita gak ada apa-apa, kan?" ucap Salsha tenang.

Tidak. Nada dan perasaannya berbohong. Salsha tidak sekuat itu, hell yeah, dia bukan gadis setenang itu. Salsha sakit dan dia menyamarkan karna dia mulai mengerti cara bagaimana dia harus bermain secara cantik.


Siapa bilang Salsha pasrah dan menerima kenyataan bahwa Iqbaal telah memiliki kekasih baru? Salsha hanya tengah memberi tenggang waktu hingga permainannya berhasil dia jalankan. Karna Salsha telah bertekad jika Iqbaal hanya miliknya seorang.

"Salsha, kita gak harus bersikap seolah dua orang yang asing."

Salsha mengabaikan. Gadis itu memilih untuk bergegas mengambil pakaian olahraganya. Dia mengunci pintu loker, kemudian menatap seseorang yang masih di sini.

"Jadi...mau kamu apa?"

Iqbaal mengembuskan napas, kemudian meraih tangan gadis itu. Dan berucap sepenggal kalimat yang membuat jantung Salsha berpacu.

"Salsha..."

"Yeah?"

"Can we be friend?"

***

What do you think about this part?

Cium beceq
Bieber.

Continue Reading

You'll Also Like

651K 25.5K 37
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

6M 335K 36
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
1.8M 132K 50
Aneta Almeera. Seorang penulis novel terkenal yang harus kehilangan nyawanya karena tertembak oleh polisi yang salah sasaran. Bagaimana jika jiwanya...
735K 57.6K 24
Enam tahun setelah Remi membantu Bumi, dia kembali dipertemukan dengan lelaki itu dalam situasi tak terduga. Remi sedikit berdebar, apalagi saat Bum...