LEGION : ORGANISASI SAYAP HIT...

By Arabicca69

43.7K 993 155

WARNING!!! [ This work contains sensitive content. Reader discretion is advised ] [Action+Misteri] [ Sebagian... More

Cinta dan Rahasia
I
II
Catatan Penulis
P E N G U M U M A N

III

1.7K 183 31
By Arabicca69

P E N C A R I A N

Jatuh cinta untuk kesekian kalinya merupakan hal yang cukup mustahil bagi orang sekeras Andreas Dirga. Dia pernah kehilangan satu kali. Dulu, dia dikhianati oleh istrinya yang berselingkuh. Bertahun-tahun dia berusaha menyembuhkan hatinya dari luka itu meski sangat sulit baginya untuk pulih. Andreas tidak ingin terburu-buru. Untuk memulai kembali sesuatu yang baru, dia rasa dia butuh banyak waktu untuk itu.

Akan tetapi, cinta sering kali datang tanpa membawa banyak pertanda. Tiba-tiba saja perasaan itu hadir kembali saat Andreas merasa dirinya sudah sangat nyaman dengan kesendirian. Dia bertemu dengan Mia pada suatu kesempatan. Dan, entah bagaimana, perempuan itu mampu meruntuhkan dinding pertahanan yang telah susah payah dibangunnya. Perempuan berparas cantik itu mengusik hatinya dengan cinta. Mia Ramdhan. Namanya lambat laun melesat menempati lembar teratas dalam catatan perjalanan hidupnya. Kali ini, Andreas berjanji akan menjaganya dan dia akan melindungi Mia dengan segenap kemampuannya.

Masih sama seperti tahun-tahun kemarin, hingga saat ini pun Andreas selalu tercengir sendiri jika mengingat pertemuan pertamanya dengan Mia. Mia membiusnya dengan denting piano yang dia mainkan lewat jemari kurusnya. Betapa Andreas tercengang saat itu. Dia terngaga. Musik yang Mia bawakan menyentuh sisi hatinya. Ada sesuatu yang menggerakkan dirinya untuk terus menatap Mia. Dia terus mencuri pandang sampai-sampai rekannya dibuat terkejut oleh sikapnya.

“Sepertinya kau jatuh cinta pada pandangan pertama, Ndre.”

Andreas menyembunyikan senyumnya. “Omong kosong,” katanya pada saat itu.

Dia berusaha menyangkalnya. Mia adalah sosok yang teramat jauh dari jangkauannya. Dia merasa tidak pantas untuk siapa pun. Andreas tidak tahu cara membahagiakan. Dia takut tidak bisa menjaga seseorang di sisinya. Kendati hatinya terus merisaukan itu, Andreas tak bisa mencegah dirinya untuk tidak menoleh pada Mia. Dan waktu seolah menjeda dunianya pada detik-detik itu. Mia, dengan kesederhanaannya, dia tersenyum pada Andreas, juga pada anak-anak yayasan yang sedang menjalani terapi pada waktu itu. Tatapannya yang hangat membuat Andreas terenyuh. Senyumnya turut terulas tanpa disadarinya.

Andreas tidak menyangka, pertemuannya dengan Mia akan terus berlanjut setelah itu. Mereka bertemu lagi ketika Andreas mendatangi kedai kopi Tien di pusat kota. Dia melihat Mia duduk sendirian di sisi jendela dan mencoba mendekatinya. Mia tidak tampak keberatan, dia menerima Andreas dengan tangan terbuka. Mereka membicarakan banyak hal sembari menikmati secangkir kopi dan roti.

Mia adalah perempuan yang begitu hangat di mata Andreas. Hari demi hari Andreas mengenal setiap inci dirinya yang menakjubkan. Dia sangat kritis, dan sangat peduli pada orang-orang di sekitarnya yang butuh uluran tangan. Dia banyak bercerita tentang pengalamannya selama membantu anak-anak tak beruntung di pelosok daerah. Mia menempuh perjalanan hidup yang tidak mudah sejak kecil. Dia sering berpindah dari satu panti asuhan ke panti asuhan yang lain, sebelum benar-benar menemukan tempatnya pulang. Hal itulah yang membuatnya begitu peduli pada orang-orang.

Andreas terkagum pada sisi baik dan buruk yang membentuk sosok Mia. Andreas menemukan hatinya—yang sempat jera menumbuhkan cinta—kembali hidup hanya bersama Mia. Berbulan-bulan saling mengenal, Andreas menjadi semakin yakin untuk membawa Mia masuk lebih jauh ke dalam hidupnya.

“Mia, aku—apa kau ....” Andreas berusaha menyuarakan keinginannya. Dia telah mempersiapkan diri jauh-jauh hari. Namun, tetap saja dia gugup saat berhadapan dengan Mia. Tangannya gemetaran sampai-sampai kotak berisi sepasang cincin yang dia genggam jatuh di bawah kaki Mia.

Mia memungut benda itu. Dia melihat isinya yang berkilauan, lalu memandangi Andreas berdengan mata berkaca-kaca, “Yas, aku mau ...!”

“Apa ... kau mau menikah denganku?”
Mia mengangguk, memeluknya begitu erat. Andreas tidak memikirkan apa pun lagi saat itu, selain hidup bersama Mia untuk waktu yang sangat lama.

***

Andreas menepikan mobil patroli yang dikendarainya di dekat bibir waduk. Perjalanan dari Pelabuhan Telaga Punggur menuju Polresta Barelang ternyata cukup jauh juga. Saat ini dia ingin beristirahat sejenak sembari mengenang Mia di sisi waduk itu.

Andreas keluar dari dalam mobil dan menutup pintu.

Dipandanginya waduk yang sangat luas itu. Airnya tidak beriak, tidak juga berombak.

Waduk itu telah menelan Mia. Tempat ini begitu menyayat hatinya. Berapa kali pun Andreas datang ke tempat ini, dia tidak pernah bisa menemukan jawaban. Jawaban kenapa Mia bisa tewas di tempat ini lima tahun yang lalu.

Andreas merasakan sesak di dadanya. Bayangan Mia tewas tenggelam di perairan itu memenuhi kepalanya. Paru-parunya terisi oleh banyak air. Mia pasti sangat menderita. Dia tidak bisa berenang.

“Mia ...,” panggilnya pada semilir angin.

Hatinya terasa begitu jeri. Andreas telah kehilangan dua kali. Hal yang paling dia sesali adalah, dia tidak bisa melihat Mia di saat-saat terakhirnya, bahkan saat jasadnya diangkat keluar oleh Tim SAR dari waduk itu, Andreas tidak berada di sisinya. Dia sedang menjalani pendidikannya sebagai penyidik kecelakaan lalu lintas pada saat itu. Dia mengambil penerbangan tercepat saat mendengar kabar buruk itu. Namun, begitu dia kembali, Mia telah berubah menjadi gundukan tanah makam. Ibu mertuanya tak ingin Mia berlama-lama menderita. Kondisi jasad Mia sangat memprihatinkan dan dia ingin segera menguburkannya.

“Suami macam apa kamu? Kamu tidak bisa menjaga putriku dengan baik. Ya, Tuhan, Mia. Seharusnya tidak kaunikahi pria ini ....”

Di tengah suara gaduh dan isak tagis, Andreas bisa mendengar raungan ibu mertuanya yang berulang kali menyalahkannya, seolah Andreas sendirilah yang menginginkan takdir Mia direnggut dengan cara seperti itu.

Andreas masih bertanya-tanya kenapa Mia bisa tewas di tempat ini, benarkah waduk ini yang telah menelan Mia, dan bagaimana jika ternyata waduk ini hanyalah saksi bisu—atas kebiadaban seseorang yang berusaha melenyapkannya.

Dua hari sebelum Mia tewas, mereka sempat berhubungan lewat video call. Mereka saling bertukar cerita. Mia tampak begitu antusias menyambut hari ulang tahun Gereja St. M Pelabuhan yang akan diadakan sebentar lagi. Mia semakin giat melatih kemampuannya bermain piano. Dia bilang dia akan mengiringi grup paduan orkestra di gereja, lalu mereka akan merayakannya dengan melakukan Prosesi Obor Salib pada malam puncak.

Andreas turut senang mendengar segala hal yang Mia ceritakan. Andreas berjanji akan pulang di hari anniversary pernikahan mereka. Dan berjanji akan mengadakan acara makan malam romantis di tempat favorit mereka.

Siapa sangka, pada malam Prosesi Obor Salib dilaksanakan, Mia justru tewas dengan tragis. Pastor Klaus—pemimpin Gereja St. M Pelabuhan—mengatakan bahwa terjadi kecelakaan selagi Prosesi Obor Salib berlangsung. Entah bagaimana obor yang dibawa oleh salah satu peserta arak-arakan itu mengenai Mia hingga dia terbakar. Orang-orang panik dan tak berani menolongnya. Mia melompat ke dalam waduk untuk menyelamatkan dirinya dari kobaran api sampai-sampai dia harus kehilangan nyawanya sendiri.

Andai Andreas tahu, dia pasti akan melarang Mia menghadiri Prosesi Obor Salib sialan itu.

Andreas memeriksa saku jaketnya kemudian. Sebuah kotak beludru berisi cincin milik Mia dia genggam dengan sangat erat. Andreas membuka kotak itu, lalu menatap isi di dalamnya dengan kening berkerut.

Mia, panggilnya lagi. Kenapa kau melepas cincin pernikahan kita dan meninggalkannya di rumah? Apakah kau sudah muak denganku—dengan pernikahan kita?

Kalimat itu selalu saja dirisaukannya.
Andreas benar-benar tidak tahu. Kronologi kecelakaan itu tak pernah diceritakan kepadanya secara lengkap. Namun, dia mendengar kabar. Malam itu, Mia tidak tenggelam seorang diri di dalam waduk. Dia bersama seorang jemaat gereja, dan jasadnya tidak pernah ditemukan.

***

“Apa? Kasusnya mungkin akan ditutup? Bagaimana bisa, Komandan?!”

Teriakan Andreas terdengar dari dalam ruangan Komandan Sam. Tak lama bunyi tamparan keras menyusul. Memuat Revano spontan meringis sembari memegangi pipinya sendiri. Dia merasa tidak tega membayangkan Andreas mendapat perlakuan seperti itu.

Revano bangkit berdiri, hendak menyusul Andreas ke dalam ruangan Komandan Sam. Namun, Damian menarik lengannya, menyuruhnya untuk kembali duduk.

“Jangan ikut campur, Rey.”

“Kenapa kasusnya harus ditutup?” Revano bertanya penasaran.

Damian yang telah kembali menyibukkan diri dengan buku sketsanya sesekali melirik pada Revano di sebelahnya. Pria itu sedang menggambar wajah seorang gadis di sana, dan pekerjaannya itu belum sepenuhnya rampung.

“Pihak rumah sakit menelpon tadi. Mereka bilang sopir truk itu meninggal dalam perjalanan kemarin.”

“Apa?”

Damian menghentikan sejenak kegiatannya mengarsir. “Begitulah,” katanya kemudian. “Korban tewas, yang menabrak juga tewas. Mau bagaimana lagi? Tidak mungkin kan kita menyeret jasad sopir truk itu ke meja interogasi?”

“Lalu bagaimana dengan pria misterius yang membawa kabur ambulans itu, Komandan? Apa kejadian itu akan dibiarkan saja?”

Revano dan Damian beralih menatap Andreas yang sedang berusaha mengejar Komandan Sam sampai ke gawang pintu. Pria baruh baya itu berniat pergi dari dalam ruangan Unit Laka Lantas. Andreas yang masih tidak puas terus memberondongnya dengan banyak sekali pertanyaan.

“Pikirkan sekali lagi, Komandan! Kita sudah kecolongan!”

Komandan Sam tidak tahu lagi harus menjawab apa. Dia hendak menuding Andreas atas insiden memalukan itu. Namun, pria itu kemudian terbungkam dengan sendirinya, menyadari bahwa dia tidak bisa menyalahkan Andreas begitu saja. Ambulans itu dibawa kabur oleh orang tak dikenal, tentu bukanlah keinginan Andreas.

“Sudahlah, biarkan kasus ini diambil alih oleh Polda. Kuharap kau tidak membuat masalah dulu. Mereka masih mempertimbangkan, apakah kau perlu melepas tembakan pada saat itu atau tidak.”

Mendengar kata-kata itu Andreas terdiam dengan kedua tangan mengepal erat. Dia tidak lagi mengadang saat Komandan Sam berpaling meninggalkannya.

Dalam perjalanannya menyusuri selasar, Komandan Sam terus memikirkan perkataan Andreas. Sesungguhnya dia pun menyadari ada sesuatu yang salah di sini.

Ada tidaknya unsur tindak pidana dalam kasus kecelakaan itu masih menjadi bahan pertimbangan dalam gelar perkara yang dilakukan bersama pagi tadi. Masalah ambulans itu sendiri, lain lagi ceritanya. Mereka tidak punya wewenang untuk menyelidikinya. Sebab, tugas mereka selesai begitu kasus tersebut dilimpahkan ke bagian fungsi reserse.

Kalau pun bisa, maka harus dilakukan secara diam-diam. Mungkin saja ada seseorang yang memang sengaja atau ikut membantu melarikan jenazah si pengendara bermotor tersebut.

Komandan Sam lekas mengirim pesan pada seseorang.

[Revano, pergilah ke rumah sakit POLDA. Cari tahu indentitas si pengendara bermotor itu.]

Kemudian, dia kembali memasukkan gawainya ke dalam saku celana.

Komandan Sam merasa dirinya tidak perlu menghubungi Andreas. Sebab, dia yakin Andreas pasti akan bergerak dengan sendiri, tanpa perlu menunggu persetujuan darinya. Di balik sikapnya yang arogan dan terkadang sulit ditaklukkan itu, Komandan Sam mengenal Andreas sebagai seseorang yang begitu tekun pada pekerjaannya. Begitu tekunnya sampai-sampai Komandan Sam sering kali dibuatnya nyaris terkena serangan jantung. Seperti kejadian kemarin, Andreas melepaskan tembakan yang berisiko menyebabkan terjadinya kecelakaan beruntun.

Terkadang, saat sedang berhadapan dengan Andreas, Komandan Sam terpaksa harus bersikap tegas padanya. Tentu saja, agar Andreas tidak berlaku semena-mena terhadap dirinya. Dia sungguh mencemaskan karir Andreas. Selama ini Andreas telah banyak terlibat dalam masalah. Komandan Sam tidak ingin tabiat Andreas yang menyusahkan itu membuatnya sampai harus dipecat dari kepolisian.

Setelah berkali-kali berpindah divisi, Andreas pernah mengaku padanya, bahwa dia telah menemukan tempatnya di Kesatuan Lalu Lintas. Perkataan Andreas itu membuat Komandan Sam ingin mempertahankannya. Selain itu, di antara seluruh bawahannya, Komandan Sam hanya punya dua perwira yang bisa dipercayainya.

Andreas Dirga dan Juan Revano.

***

“Aku yakin sekali itu dia ...,” gumam Revano selagi mondar-mandir tidak jelas.

Damian menaikkan sebelah alisnya, merasa penasaran. Kepalanya menyembul di balik sekat yang membatasinya dengan posisi Revano saat ini. Dia melihat Revano sedang menggeledah barang-barang milik Andreas.

“Berani sekali kau mengacak-acak meja Andreas. Kalau dia tahu, kau pasti akan dihajar olehnya,” komentar Damian.

Revano mengambil sebuah pigura yang diletakkan di antara tiga mug alat tulis. Diperhatikannya baik-baik sosok perempuan yang ada di dalam foto tersebut. Revano menimbang-nimbang kejadian saat di pelabuhan. Dia yakin dia tidak salah lihat. Wajahnya yang cantik, matanya yang kecil, dan bentuk bibirnya, sama dengan ciri-ciri perempuan yang ada di dalam foto itu.

Kalau bukan Mia, lalu siapa wanita itu? Saudara kembarnyakah?
Revano menggeleng; antara yakin dan tidak. Dia kemudian bertanya pada Damian.

“Hei, Damian, apa kau percaya pada reinkarnasi?”

Tawa Damian kontan meledak. “Kau ikut-ikutan sinting rupanya.”

“Benar juga, ya? Mana ada yang seperti itu.” Revano ikut tertawa.
“Memangnya kenapa?” tanya Damian penasaran. Dia menutup buku sketsanya.

Revano mengacungkan foto Mia yang sedang tersenyum lebar. Katanya, “Aku melihat Mia kemarin di pelabuhan.”

“Tidak mungkin!” jawab Damian cepat. Alis Revano bertaut, merasa reaksi Damian terlalu berlebihan. “Maksudku, Mia itu kan sudah lama meninggal. Kau sering dengar gosip tentang Andreas di kalangan polisi lain, kan?”

Revano mengangguk. “Apa kau pernah dengar soal Mia yang punya saudara kembar?” tanyanya kemudian.

“Kurasa tidak. Dia diadopsi oleh keluarga angkatnya.”

“Sepertinya kau kenal baik dengan Mia, ya?”

Revano meletakkan kembali pigura itu ke tempat asalnya, kemudian berjalan ke mejanya yang berada tepat di sebelah meja Damian. Jawaban yang dilontarkan Damian barusan terkesan spontan, tanpa menimbang terlebih dahulu. Menandakan dia memang kenal atau setidaknya dekat dengan istri Andreas. Damian bahkan tahu seluk-beluk Mia.

Mia diadopsi oleh keluarga angkatnya? Aku bahkan belum pernah mendengar gosip yang satu itu, batin Revano.

“Tidak juga,” jawab Damian setelah beberapa saat terjeda.

Revano memicing. Dia mencium sesuatu yang menarik dari gelagat Damian. Pria itu tampak gelisah. Bola matanya sibuk berkeliaran ke sana kemari.

Berbagai spekulasi yang memenuhi isi kepalanya harus berakhir ketika gawai yang sedang dia isi dayanya menjerit-jerit di atas meja. Komandan Sam menelpon. Belum juga menyapa, Revano sudah disembur oleh pria itu.

“Kau belum juga bergerak?!”

“Bergerak ke mana, Komandan? Apa ada kecelakaan lagi?”

“Tolol!” maki Komandan Sam di seberang. “Makanya ponselmu itu jangan ditinggal-tinggal! Bawa ke mana pun kau pergi, mau kau sedang BAB sekalipun!”

Panggilan itu diputus begitu saja. Revano memeriksa pesan masuk yang dikirim Komandan Sam tiga puluh menit lalu. Dia menepuk dahinya, lalu pergi dengan terburu-buru, meninggalkan Damian yang masih disinggahi rasa penasaran.

Dia menggumam seorang diri. “Mia ... terlihat di pelabuhan?”

Lekas dia meraih gawai untuk menghubungi seseorang.

***

Revano berjalan cepat menyusuri selasar. Tiba di instalasi penitipan jenazah, suara isak tangislah yang pertama kali menyambut kedatangannya. Ada sekitar lima orang yang sedang berkumpul di depan pintu. Sepertinya mereka datang untuk mengonfirmasi, apakah jasad korban yang meninggal dunia dalam kecelakaan itu termasuk anggota keluarga mereka atau bukan.

Revano mengurungkan niatnya untuk masuk saat Dokter Maria keluar dari dalam. Dia tidak perlu terkejut lagi begitu melihat sosok Andreas mengekor di belakang dokter itu. Andreas takkan mungkin bisa dihentikan. Jika sudah mencium bau bangkai, dia pasti akan mencari sumbernya sampai dapat.

“Kenapa kau bisa di sini?” Andreas tampak sangat terkejut saat melihat Revano.

“Aku datang atas perintah komandan kita.”

Alis Andreas berkerut samar. “Bukannya Komandan Sam bilang kita tidak perlu menyelidiki kasus ini?”

“Kau tahu sendiri bagaimana plin-plannya Komandan Sam, kan? Sepertinya komandan juga penasaran soal ambulans itu,” jawab Revano kemudian.

Revano tersenyum pada Dokter Maria yang meliriknya dan Andreas secara bergantian. “Jadi, bagaimana hasil otopsinya, Dokter?” Dia bertanya penasaran.

Dokter Maria setengah berbisik. “Sebaiknya kita bicara di ruanganku,” senyumnya, lalu melanjutkan, “Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan pada kalian.” Suara perempuan itu agak dibuat-buat, jadi berkesan misterius.

Sebelum beranjak dari depan pintu, Dokter Maria memerintahkan kepada para co-ass untuk menemani orang-orang yang telah datang sejak pagi melihat jenazah keluarga masing-masing di dalam kamar mayat.

“Kita tidak bisa melakukan otopsi,” Dokter Maria berkata kepada Andreas dan Revano dalam perjalanan menuju ruangannya.

Revano bertanya kepadanya, “Apa keluarga para korban menolak?”
“Begitulah.”

Dokter Maria membuka pintu ruangannya, kemudian mempersilakan kedua polisi itu masuk. Tak digubrisnya Andreas yang gencar bertanya soal identitas pria pengendara bermotor. Dokter Maria menarik papan linimasa transparan di ujung ruangan, kemudian menyusun beberapa foto korban dengan perekat.

“Korban pertama bernama Malik, 28 tahun, seorang pekerja kantoran.  Dia seorang pejalan kaki yang tidak sengaja tertabrak truk pengangkut ikan.” Dokter Maria menunjuk foto seorang pria berkumis. “Dia tewas akibat trauma di kepalanya.”

“Iya, tubuhnya terpental di dekat tiang lampu jalan,” timpal Revano yang langsung mengenali pria bernama Malik itu.

“Korban kedua, Maulana Ibraham, 42 tahun, sopir truk pengangkut ikan. Dia meninggal dalam perjalanan. Rekam medisnya menunjukkan dia punya riwayat penyakit jantung.” Dokter Maria melanjutkan penjelasannya. “Lalu, korban ketiga, si pengendara bermotor.” Jari telunjuk Dokter Maria mengetuk-ngetuk foto terakhir. Revano memicing sampai biji matanya tenggelam, berusaha menangkap maksud dari foto itu.
“Apa itu?”

“Lihatlah baik-baik.”

Revano mendekat pada linimasa. Memperhatikan detail potret yang sebelumnya diambil oleh Tim Forensik. Sayangnya, dia tetap tak bisa melihat objek apa pun selain warna hitam dalam potret tersebut.

“Apa itu semacam tato?” tanyanya sedikit tidak yakin.

“Benar sekali,” Dokter Maria bersedekap. “Kita tidak punya indentitasnya. Kepalanya hancur dan wajahnya tidak bisa dikenali. Jari-jari tangannya juga menghitam akibat melepuh. Sampai saat ini pun belum ada keluarga yang datang untuk meng-klaim jenazahnya.”

“Lalu, bagaimana ini? Bagaimana cara kita menyelidikinya kalau identitasnya saja kita tidak tahu?” Revano tiba-tiba gusar. Sementara Andreas, dia tampak biasa-biasa saja.

“Sangat disayangkan memang. Tapi, meskipun begitu, setidaknya kita sudah mengantongi ciri-cirinya. Dia punya tato ini di dadanya.” Dokter Maria yang semula menatap Revano kini beralih kepada Andreas. “Inspektur, bagaimana menurut Anda soal tato ini?”

Revano turut memandangi Andreas yang masih terbungkam

Dokter Maria berkata lagi, “Anda adalah seorang polisi yang sudah banyak makan asam-garam penyelidikan. Bukan hanya di Unit Laka Lantas, sebelum ini Anda pernah ditempatkan di Bagian Intel, selain itu Anda juga pernah mencicipi bagaimana peliknya Satres Narkoba walau hanya sebentar.”

Andreas akhirnya berderap, ikut mendekat ke papan linimasa. Dia memperhatikan dengan jeli foto-foto para korban yang terpajang itu.
Terbesit satu kata dalam kepalanya. Legion.[]

Continue Reading

You'll Also Like

59K 7.9K 62
>MaiTake Omegaverse< and other couple ⚠Alur santai⚠ •Chapter 1-15: Childhood •Chapter 16-44: Toman Formed •Chapter 45-56: Moebius Arc •Chapter 57-?:...
1.1M 47.7K 49
Ini adalah versi revisi!! Hidupku hancur setelah hari itu tiba, kehidupan yang awalnya selalu di landasi dengan keceriaan kini telah hilang ditelan o...
69.8K 5.2K 23
patah hati? yah itu yang di alami seorang Prienss,pria yang baru saja melihat sang kekasih bersama pria lain yg sedang bercumbu di kafe. akibat patah...
325 116 4
Apa kalian pernah menyadari bahwa di antara kalian ada seseorang yang begitu kelam dan merasa dirinya aneh? Atau mungkin kalian kenal seseorang seper...