Mantan Rasa Pacar [END]

By Arinann_

1.3M 85.4K 1.3K

[NEW COVER] Kisah antara Arkano Alfarezi Prasaja, si anak badung yang menjadi juara Olimpiade Matematika deng... More

Arkano Alfarezi Prasaja
Naura Salsabila Azzahra
Chapter 1: Mantan
Chapter 2: Mie Ayam
Chapter 3: Wawancara
Chapter 4: Pacar Baru Arka?
Chapter 5: Kesialan dan Kesalahpahaman
Chapter 7: Razia Dadakan
Chapter 8: Arka yang Sebenarnya
Chapter 9: Berantem
Chapter 10: Kejutan
Chapter 11: Minta Bantuan
Chapter 12: Tragedi Foto
Chapter 13: Bertemu di Taman
Chapter 14: Keputusan
Chapter 15: Toko Buku 2
Chapter 16: Arka-Naura-Fiko
Chapter 17: Kerja Bakti
Chapter 18: Fakta yang Belum Terungkap
Chapter 19: Kejujuran
Chapter 20: Before-After UAS
Chapter 21: Class Meeting
Chapter 22: Keributan
Chapter 23: Flashback
Chapter 24: Membaik
Chapter 25: Kepastian
Chapter 26: Papa
Chapter 27: Gramedia Date
Chapter 28: Rapot
END: Jawaban Pertidaksamaan
Extra Chapter
APA KATA WATTPADERS?

Chapter 6: Toko Buku

35K 3K 24
By Arinann_

"Mas Nara, aku ikut, ya? Please."

Naura menampilkan puppy eyes-nya. Matanya mengerjap-erjap lucu yang membuat wajahnya semakin menggemaskan di mata laki-laki yang sudah siap dengan kemeja kotak-kotak berwarna hitam itu. Raut yang memperlihatkan rasa ketidaksukaan masih terpampang pada wajah Mas Nara. Walaupun, kini terlihat sedikit sudut bibirnya terangkat. Tidak sepenuhnya karena Mas Nara berusaha menahannya.

"Ya, ya, ya? Please. Sekali aja. Besok-besok enggak akan lagi, deh. Janji. Mumpung hari ini ada diskon. Ya?" ucap Naura masih berusaha membujuk.

Mas Nara mendengus. Laki-laki itu mengacak-acak rambut Naura membuatnya menjadi berantakan.

"Mas Nara."

"Tapi satu kali ini aja. Enggak ada besok-besok!" tegas Mas Nara.

"Yeay! Makasih kakakku yang paling ganteng. Bentar, ya. Naura ganti baju dulu. Eh, mandi juga, lengket nih. Enggak akan lama, kok. Mbak Kesya tunggu, ya." Naura langsung berlari menuju kamarnya. Meninggalkan Mas Nara dan Mbak Kesya di ruang tamu.

Mbak Kesya terkekeh melihat Naura. "Lucu banget, sih, adek kamu."

"Maaf, ya. Naura jadi ikut. Enggak bisa ngehabisin waktu berdua, deh."

"Enggak apa-apa. Kan masih ada waktu besok-besok."

"Ya, kan, tetap aja enggak bisa berduaan." Mas Nara memeluk Mbak Kesya dan meletakkan kepalanya pada bahu kekasihnya itu. Mbak Kesya tersenyum. Tangannya mengelus lengan Mas Nara.

Sore ini, Mas Nara dan Mbak Kesya berniat pergi ke mal. Sekadar refreshing sembari menghabiskan waktu berdua. Namun, saat mereka akan berangkat bertepatan dengan itu Naura pulang sekolah. Naura pulang dengan sepedanya yang sudah ia serviskan ke bengkel.

Niat awal Lala yang ingin mampir ke rumah tidak jadi karena Lala harus menghadiri acara keluarga. Naura yang melihat Mas Nara dan Mbak Kesya akan pergi memutuskan untuk ikut. Bukannya ia ingin mengganggu waktu kakak berserta kekasihnya itu. Hanya saja, Naura tidak ingin sendirian di rumah. Memang ada Mbok Inah, tapi setiap jam lima sore Mbok Inah sudah pulang ke rumahnya.

Berbagai macam bujuk rayuan terus Naura berikan untuk Mas Nara. Sebagai kakak tentu saja Mas Nara tidak tega jika meninggalkan Naura sendirian. Mas Nara pun membolehkan Naura untuk ikut. Akhirnya, sampailah mereka bertiga di dalam mal.

Hari ini, Naura tampil sederhana dengan kemeja panjang berwarna baby blue yang dipadukan dengan celana berwarna putih. Memakai flat shoes dan tas selempang yang sama-sama berwarna coklat. Naura mengambil ikat rambut dari tas selempangnya. Tangannya lalu terangkat untuk mengucir rambutnya. Ia sudah tidak sabar untuk pergi ke toko buku. Hari ini, Naura ingin memborong Novel.

"Enggak ada pakai acara nonton segala loh, ya? Awas kamu." Mas Nara kembali mengingatkan. Naura memposisikan tangannya hormat. "Siap, bosku! Janji."

"Enggak usah banyak janji. Mas butuhnya tindakan. Realitanya."

"Apaan sih, mas." Naura dan Mbak Kesya tertawa.

Sesampainya di depan toko buku, mereka bertiga lantas segera masuk. Senyuman lebar terukir di wajah manis Naura. Matanya berbinar melihat tumpukan buku yang berjejer rapi di dalam rak maupun meja kecil yang memang disediakan.

Naura segera menyusuri rak-rak yang berisikan buku kategori novel. Sedangkan Mas Nara dan Mbak Kesya memilih menyusuri rak berisikan buku non fiksi yang mungkin sejurus dengan mata kuliah mereka. Naura tidak ingin ambil pusing ia sendirian. Malah, ia senang karena bisa berkeliaran dengan bebas. Tangan Naura senantiasa tergerak mengambil buku yang dirasa menarik di matanya. Naura membaca sinopsis yang tertulis pada sampul bagian belakang buku. Jika ia suka, ia akan mengambil buku itu.

"Kamu tuh harus banyak-banyak belajar. Enggak cuma matematika aja." Samar-samar Naura mendengar seseorang berbicara. Suara lembut penuh perhatian itu membuat kepalanya tergerak untuk menoleh ke samping.

"Enggak mau. Guru Matematika aja cuma belajar matematika. Ya berarti aku sebagai murid enggak apa-apa, dong?" ujar sang cowok. Gadis yang Naura tebak sebagai pacar dari sang cowok itu berdecak lirih.

"Ya enggak gitu juga maksudnya."

"Katanya, Guru sebagai contoh bagi murid-muridnya. Jadi, aku cuma merealisasikan itu dengan cara mencontohnya."

"Bodo amat lah, Yang. Capek aku."

"Kalau capek, ya, duduk."

Naura terkekeh pelan mendengar interaksi yang didengarnya itu. Laki-laki itu dengan sang gadis terlihat sangat lucu di matanya. Si gadis perhatian akan masalah akademik pacarnya namun pemuda itu cuek-cuek saja. Ia malah terus menanggapi perhatian sang gadis dengan godaan dan lelucon.

Persis seperti Arka.

Ah, Arka. Naura jadi merindukan sosok laki-laki yang dulu sampai kini masih mengisi relung hatinya itu. Masih jelas diingatannya bagaiamana kesalnya cowok itu jika ia ajak pergi ke toko buku. Berlama-lama membuntuti Naura hanya untuk menunggunya selesai berurusan dengan berbagai macam judul novel. Naura terkekeh saat ingat akan tingkah merajuk Arka jika ia tidak menuruti Arka untuk cepat-cepat selesai memilih buku. Momen itu masih tergambar pada Naura.

Melihat pasangan itu, Naura jadi ingin seperti mereka. Jika saja Arka seperti laki-laki itu pasti ia akan sangat senang.

Naura menggelengkan kepalanya. Hatinya menertawakan dirinya sendiri. Tidak mungkin ia bisa merasakan hal itu. Hubungan ia dengan Arka saja sudah putus.

Tidak ingin memikirkan hal itu lagi, Naura kini beralih pada rak lain, Naura kembali melihat-lihat. Naura menyusurinya dengan langkah pelan. Di saat matanya melihat sebuah buku dengan cover yang terlihat sangat cantik di matanya, Naura dengan cepat mengambilnya. Namun, baru saja ia menyentuh buku itu ada tangan lain yang turut menyentuhnya.

Naura menolehkan kepalanya. Seseorang itu pun melakukan apa yang juga dilakukan Naura. Naura tertegun. Matanya sedikit terbelalak melihat Disa. Disa pun sama terkejutnya.

Naura melepas pegangan tangannya pada buku. Disa yang mendapat kesempatan, langsung mengambil buku itu.

"Dis, udah dapet belum novelnya?"

Suaranya terdengar sangat familiar. Naura lantas menolehkan kepalanya ke belakang. Ia tertegun melihat Arka kini ada di hadapannya.

Arka menghentikan langkahnya. Matanya terbelalak melihat Naura.

"Naura."

***

Canggung. Mungkin bisa dikatakan seperti itu. Naura semakin mengeratkan pegangannya pada tas belanja yang berisi dua buah novel yang telah dibelinya. Sedangkan matanya mengedar melihat orang-orang yang berlalu lalang. Berulang-ulang Naura menghela napasnya karena gugup yang dirasakannya.

Arka berdehem. Tangannya terangkat ke belakang mengusap tengkuknya. Seperti Naura, Arka ikut mengedarkan pandangannya. Sudah sekitar lima menit mereka berdua berdiam diri di depan toko buku atau mungkin lebih tepatnya setelah perginya Mas Nara dan Mbak Kesya juga Disa dengan sang pacar, belum juga ada interaksi yang terjadi antara mereka berdua.

Mereka berdua sama-sama masih bertahan untuk menutup mulut. Naura sendiri rasanya bingung ingin berkata apa. Setelah mengetahui yang sebenarnya, Naura rasanya malu untuk bertatapan dengan Arka. Ingin bersuara pun rasanya tidak bisa.

Naura terlalu terkejut mengetahui fakta mengenai hubungan Arka dengan Disa. Naura baru tau dan ia tidak menyangka jika Disa, si primadona kelas sepuluh MIPA 2 sekaligus seseorang yang selama ini tidak disukainya itu ternyata adalah saudara sepupu Arka.

Setelah bertemunya ia, Disa, dan Arka di dalam tadi, Mas Nara dan Mbak Kesya menghampiri Naura. Niat awal Mas Nara yang ingin mengajak Naura untuk pergi makan, terpaksa terhalang karena Mas Nara sendiri malah mengobrol dengan Arka.

"Lo enggak ada niatan untuk selingkuh dari Naura kan, Ar?" ucap Mas Nara kala tadi.

Arka tertawa. "Ya enggak lah. Mana berani, Mas?"

Mas Nara ikut tertawa. "Terus itu siapa? Adek lo? Kok enggak mirip."

Arka tersenyum. Tangannya merangkul bahu Disa. "Dia Disa, sepupu gue. Teman satu angkatan juga di sekolah. Teman baiknya Naura."

Arka si suka ngelantur. Bisa-bisanya laki-laki itu mengatakan jika Naura dan Disa berteman baik.

Naura kira, ucapan Arka hanyalah omong kosong. Takut dengan Mas Nara mungkin. Namun, setelah datangnya Fikri, pacar Disa yang baru pulang dari toilet serta panggilang 'Sayang' yang terlontar manis dari mulut cowok itu untuk Disa, Naura mau tidak mau harus percaya.

"Ekhem." Arka berdehem memecah keheningan di antara mereka berdua. Naura semakin mengeratkan pegangannya.

"Tumben enggak sama Lala," ucap Arka

"Lala ada acara keluarga," jawab Naura.

"Oh." Arka mengangguk-anggukkan kepalanya.

Hening kembali. Diam-diam, Naura melirik ke arah Arka. Tidak bisa dipungkiri, hari ini cowok itu terlihat sangat tampan. Walaupun hanya memakai kaos yang dilapisi dengan jaket hoody berwarna abu-abu dan dipasangkan dengan celana jeans hitam serta memakai sepatu berwarna putih, penampilan Arka itu mampu membuat ia terpesona.

Arka membuka mulutnya, namun sedetik kemudian terkatup. Membuka lagi namun tertutup lagi. Arka menggaruk pelipisnya yang tidak gatal. Rasanya ia seperti ingin mengatakan sesuatu namun ragu.

"Emm.... Cowok lo mana? Enggak ikut?" ucap Arka.

Naura tertegun. Dahinya mengerut, bingung.

"Fiko," jelas Arka.

"Siapa yang pacaran sama Fiko?"

Arka mengangkat salah satu alisnya. "Enggak usah malu kali, Ra. Semua orang di sekolah juga udah pada tau."

Naura menoleh. Tidak menampik, dirinya sedikit kesal mendengarnya.

"Jadi sekarang, seorang Arka percaya ya sama gosip-gosip yang muncul di sekolah. Kok aku baru tau, ya? Sejak kapan ikut geng-geng biang rumpi itu?"

Arka mencebikkan bibirnya. "Terus berangkat bareng itu apa maksudnya?"

"Berangkat bareng ke sekolah itu jadi tanda orang pacaran, ya?" Naura tidak menjawab pertanyaan Arka dan malah balik bertanya. Naura mendengus. Ia sungguh sangat kesal dengan orang yang berani-beraninya menyebar berita yang tidak-tidak tentang dirinya. Ingin rasanya ia hancurkan orang itu di muka bumi. Bisanya hanya menyebar kebohongan saja.

Di sisi lain diam-diam Arka tersenyum saat mengetahui fakta bahwa Naura tidak memiliki hubungan dengan Fiko. Hatinya merasa lega.

Hening kembali. Tak ada suara apapun yang keluar dari mulut mereka. Sampai akhirnya terdengar suara aneh dari perut Naura. Naura memejamkan matanya menahan malu. Perlahan tangannya menyentuh perutnya yang kosong. Ah, Naura baru ingat jika pulang sekolah tadi tidak ada secuil pun makanan yang masuk pada perutnya.

Arka mengulum senyumnya. Menoleh ke arah Naura ia lantas membungkukkan badannya hingga kepalanya tepat di depan perut Naura. "Uluh-uluh... dedeknya laper, ya? Tadi enggak dikasih makan sama bunda, ya? Kaciaan... Mau makan apa sayang? Yuk, makan sama Ayah."

Naura menatap horror Arka. Melihat posisi Arka, tangannya refleks mendorong tubuh Arka. "Arka!"

Arka tergelak. Naura menoleh ke kanan dan ke kiri. Ia mengedarkan pandangannya pada sekitar. Wajahnya memerah dikala sudah banyak orang yang sudah memusatkan perhatian mereka pada ia dan Arka.

"Mbak, itu suaminya perhatian kok malah didorong, sih. Enggak sopan tau, Mbak," ucap salah satu ibu-ibu yang berjalan di dekatnya sembari menggandeng anaknya. Naura meringis pelan. Wajahnya kian memerah.

Yang enggak sopan itu Arka, Bu! Bukan saya!

"Iya ini, Bu. Kayaknya saya selalu salah di mata dia. Padahal saya sudah perhatian sama dia," sahut Arka meladeni si ibu-ibu. Naura melototkan matanya pada Arka.

"Bukan, Bu. Dia bukan suami saya," ucap Naura mencoba meluruskan.

Arka berlagak kecewa. "Kok kamu gitu, sih, Yang? Jadi selama ini kamu anggap aku apa?"

'Apa sih?' ucapnya tanpa suara. Dalam hati diam-diam Arka tergelak.

Ibu-ibu itu menggeleng-gelengkan kepalanya. "Pasangan jaman now," ucap ibu-ibu itu yang mampu membuat Naura semakin melototkan matanya tak percaya. Habislah harga dirinya di mata ibu-ibu itu. Ah, ingin rasanya ia mengamuk pada ibu-ibu itu tapi ia masih memiliki sopan santun pada orang yang lebih tua. Ibu-ibu itu melenggang pergi. Meninggalkan Naura yang masih shock dan juga Arka yang merasa puas menjahili Naura.

Naura mengatupkan bibirnya rapat. Tangannya mencengkram tas belanjanya dengan erat. Matanya menatap tajam ke arah Arka. Selanjutnya, yang bisa Naura lakukan hanyalah memanfaatkan apa yang dipegangnya untuk memukuli tubuh Arka dengan sekuat tenaga hingga cowok itu terus mengaduh kesakitan. Beruntunglah Naura tadi membeli dua buah buku tebal. Jadilah, ia tidak perlu mengotori tangannya hanya untuk mencelakai Arka.

"Aduh... Aduh! Sakit, Ra. Ampun. Sorry, Ra. Ampun!"

***

Continue Reading

You'll Also Like

2.4K 225 56
Sequel Pacar kontrak ___ Love triangel antara Regan, Zeina dan Kuola. ____ Hubungan Regan tiba-tiba di ujung tanduk dengan Zeina, kekasihnya mengat...
549K 20.9K 34
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
872K 65.4K 31
ace, bocah imut yang kehadirannya disembunyikan oleh kedua orangtuanya hingga keluarga besarnya pun tidak mengetahui bahwa mereka memiliki cucu, adik...
4.2K 757 43
'Tentang kita yang sama sama tidak memiliki rasa' WARNING!! Mengandung bahasa kasar✓ Terdapat kekerasan secara fisik✓ Tidak untuk di tiru! Berisi pel...